Anda di halaman 1dari 8

BAB III RESUSITASI CAIRAN

III. 1 Manajemen Resusitasi cairan


Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang.
Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan,
tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian,
memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan
elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena
yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil
darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan
berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti
yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber
kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus
diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok.
Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya
seperti lukabakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut.

III. 2 Macam- Macam Jenis Cairan


Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid atau kombinasi
keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai
campuran. Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid
yaitu cairan yang BM nya tinggi 7,8.
Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid terdiri dari:.
1. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu
penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasikronik
dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang

disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan
sebagai cairan resusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%.
2. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte.
Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan
jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan
resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding dengan cairan koloid.
.3. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena
itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler.
Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai
efek inotropik positif antara lain mevasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini
bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer
dan mengurangi jumlahcairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%
Beberapa contoh cairan kristaloid :
1. Ringer Laktat (RL)
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida
109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme di
dalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan
terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat dimetabolisme
menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim
piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses
ini akan membentuk HCO3.Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena
komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan
untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi
berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS
pemberiannya bisa diguyur.
2. Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4mEq/l,
Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis
metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisime dalam otot, sedangkan
laktat di dalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400mEq/jam, sedangkan laktat 100

mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan
ko-enzim A untuk membentuk asetilko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan
mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer
Laktat.
3. Glukosa 5%, 10% dan 20%
Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter, 100 gr/liter, 200 gr/liter. Glukosa 5% digunakan
pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20%digunakan pada keadaan
hipoglikemi, gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria.
4. NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang
digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan
hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan
ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga pada sindrom yang
berkaitan dengan kehilangan natrium sepertiasi dosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan
luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan cairan
lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %.
Cairan Koloid
Jenis-jenis cairan koloid adalah :
1. AlbuminTerdiri dari 2 jenis yaitu:
a. Albumin endogen.
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan di hati
dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin
merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma.
Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.
b. Albumin eksogen
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin eksogen yang
diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan (Purified
protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.
Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin
25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah
yang diberikan. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma.
Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang
jumlah cairan intersisial mencukupi. Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat

menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari
fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi
dan disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid. Larutan ini
digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.
c. HES (Hidroxy Ethyl Starch)
Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung partikel
dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat heterogen.Tersedia dalam
bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan
osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang
polimer glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume
ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam.
Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan
onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan
mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.
d. Dextran
Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat molekul.
Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembangbiakkan di media
sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu
dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000(25.000-125.000). Sediaannya
terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan
dibandingkan dextran 40.Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander
dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40.
Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam
fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat
memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan
masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler.
Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan
perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pad
penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal
akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.
e. Gelatin
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa
dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG)2.

Urea Bridged Gelatin (UBG) Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini
punya efek volumeexpander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi
adalah reaksi anafilaksis.
Cairan Kombinasi
1. 1.KaEn 1 B (GZ 3 : 1)
Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L. Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini
digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan
bronkiolitis.
2. Cairan 2a
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1 :1 yang terdiri dari
dextrosa monohidrat 55 gr/L, dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium150 mmol/L dan klorida 150
mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi dan bronkopneumoni dengan
komplikasi. Sedangkan campuran glukosa10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1:1 digunakan
pada bronkopneumoni dengan dehidrasi oleh karena intake kurang.
3. Cairan G:B 4:1
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang merupakan campuran dari
500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%.Cairan ini digunakan pada neonatus yang
sakit.
4. Cairan DG
Cairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat 27mEq/L dan Klorida 52
mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi..
5. Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)
Cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml.Cairan ini digunakan
pada keadaan asidosis akibat defisit bicarbonat. Sediaan dalambentuk flakon sebanyak 25 ml dengan
konsentrasi 8,4% ( 84 mg/ml).
6. Cairan RLD
Cairan yang terdiri dari I bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa 5% yang bisa digunakan pada
demam berdarah dengue.
7. Cairan G:Z 4:1
Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL 0,9% yang bisa digunakan pada
dehidrasi berat karena diare murni.

Prinsip Terapi Cairan


Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan pasien. Pemilihan cairan
sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolik yang ada.

Secara sederhana tujuan terapi cairan dibagi atas resusitasi atau pengganti yaitu untuk mengganti kehilangan
cairan akut dan rumatan untuk mengganti kehilangan harian.
Kebutuhan air dan elektrolot sebagai terapi dapat dibagi atas 3 kategori:
1. Terapi pemeliharaan atau rumatan
Sebagai pengganti cairan yang hilang melalui pernafasan, kulit, urin dan tinja (Normal
Water Losses = NWL). Kehilangan cairan melalui pernafasan dan kulit disebut Insesible
Water Losses (IWL). Kebutuhan cairan pengganti rumatan ini dihitung berdasarkan kg BB.
Kebutuhan cairan untuk terapi rumatan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan C diatas
aktifitas terutama IWL oleh karena itu setiap kenaikan suhu 1C kebutuhan cairan
ditambah 12%. Sebaliknya IWL akan suhu tubuh 37C menurun pada keadaan
menurunnya aktivitas seperti dalam keadaan koma dankeadaan hipotermi maka kebutuhan
cairan rumatan harus dikurangi 12% C dibawah suhu tubuh normal. Cairan pada setiap
penurunan suhu 1 intravena untuk terapi rumatan ini biasanya campuran Dextrosa 5% atau
10% dengan larutan NaCl 0,9% 4:1 ,3:1, atau 1:1 yang disesuaikan dengan kebutuhan
dengan menambahkan larutan KCl 2mEq/kgBB.
2. Terapi deficit
Sebagai pengganti air dan elektrolit yang hilang secara abnormal (PreviousWater
Losses=PWL) yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya berkisar antara 5-15% BB.
Biasanya kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi ini disebabkan oleh diare,
muntah-muntah akibat stenosis pilorus, kesulitan pemasukan oral dan asidosis karena
diabetes. Berdasarkan PWL ini derajat dehidrasi dibagi atas ringan yaitu kehilangan cairan
sekitar 3-5% BB, dehidrasi sedang kehilangan cairan sekitar 6-9% BB dan dehidrasi berat
kehilangan cairan berkisar 10% atau lebih BB.3. Terapi pengganti kehilangan cairan yang
masih tetap berlangsung (Concomitant water losses=CWL). Kehilangan cairan ini bisa
terjadi melalui muntah dan diare yang masih tetap berlangsung, pengisapan lendir,
parasentesis dan lainnya. Jumlah kehilangan CWL ini diperkirakan 25 ml/kgBB/24 jam
untuk semua umur.Untuk mengatasi keadaan diatas diperlukan terapi cairan. Bila
pemberian cairan peroral tidak memungkinkan, maka dicoba dengan pemberian cairan
personde atau gastrostomi, tapi bila juga tidak memungkinkan, tidak mencukupi atau
membahayakan keadan penderita, terapi cairan secara intra vena dapat diberikan
III. 3 Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan
metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai

kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan
dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer
Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang
adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18 24 jam sesudah cedera luka
bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah.
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah
tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan
kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu
dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik,
hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti
hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose
5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama
adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan
tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat
dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi
bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan
akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian

DAFTAR PUSTAKA
Latief S.A., 2007.Petunjuk Praktis Anastesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta..

Handaya, A yuda, 2010. Infus cairan intravena diambil darihttp://dokteryudabedah.com/infus-cairanintravena-macam-macam-cairan-infus / diaksestanggal 17 oktober 2011.3.
Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif Baru DalamTerapi Resusitasi
Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus 1999.
Sudoyo, Aru w. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi IV. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai