Latuharhary, Menteng
A. Latar belakang
Taman Lawang menjadi tempat mangkal favorit waria. Baik untuk sekadar bertemu sapa
dengan waria lain, menjadi tempat berekspresi, atau pun menjadi tempat mengais rezeki.
Tempat ini paling populer bagi waria di Jakarta. Taman di kawasan Menteng, Jakarta Pusat,
ini berfungsi ganda. Di siang hari, taman ini akan terlihat seperti taman lainnya. Ada
pedagang kaki lima menjajakan makanan dan suasana taman di malam hari menjadi tempat
mangkal.
Taman Lawang di Jalan Latuharhary ini dulunya oleh Belanda di Batavia menjadi proyek
kota kecil yang disebut sebagai Niew Gondangdia (Menteng). Pola rancangan tersebut dibuat
oleh seorang arsitek asal Belanda, P.A.J Moojen, pada 1910 yang telah disetujui oleh
Gemeente (Kota Praja).
Taman Lawang menjadi tempat berkumpulnya waria karena awalnya pada tahun 1970, para
waria menjadikan Taman Lawang untuk berkumpul dan berbagai cerita tentang kehidupan
mereka. Sebelumnya, sebutan waria pada tahun 1970 adalah wadam.
Di kala itu para waria belum menjadikan Taman Lawang sebagai tempat prostitusi. Para
waria tersebut bahkan tidak menjajakan diri mereka. Hingga kemudian pada sekitar tahun
1973, beberapa lelaki mulai menggoda dan merayu para waria dengan menawarkan uang. Hal
itu tentunya juga menggoda waria untuk melakukan apa yang diminta para pria tersebut dan
akhirnya berkelanjutan sampai sekarang.
B. Analisis Kasus
Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks,
untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut
dengan istilah pekerja seks komersial (PSK). Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran
sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal
itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila
tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan
kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum.
Kegiatan pelacuran tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan yang tidak bermoral, karena
dapat dikatakan perbuatan pelacuran adalah perbuatan yang tidak dibenarkan dalam istiadat,
aturan, norma, serta dalam seluruh ajaran agama. Terlebih lagi jika dalam kasus diatas
pelacuran yang dilakukan adalah laki-laki yang menjajakan dirinya untuk dinikmati laki-laki
lain. Ini menjadikan kegiatan tersebut sangatlah tidak bermoral dan tidak beretika. Hal
ttersebut sudah jauh melampaui batas etika dan norma sehingga dapat dikatakan prostitusi
bahkan sesama jenis adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan etika.
B. Analisis Kasus
Dari persoalan tersebut muncul beberapa pertanyaan, apakah orang yang mendidik
kita sudah terdidik dengan baik?, kemudian apakah yang
mendapatkan bimbingan yang baik? Dan seperti apa kualitas anak didik mereka kelak jika
kita mendapatkan pendidikan dari orang yang dapat dikatakan memiliki ijasah palsu. dengan
kualitas pendidik seperti itu, maka menunjukkan kegagalan mereka sebagai pendidik. Tak ada
keteladanan yang mereka berikan.
Hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan yang sangat tidak beretika, bahasa yang
lebih mudahnya adalah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sebuah tujuan. Dengan
cara menabrak norma-norma yang berlaku bahwa tindakan membeli ijasah merupakan
tindakan kecurangan yang sudah jelas merupakan tindakan yang bertentangan dengan normanorma yang berlaku. Hal tersebut dapat dikaltakan sebagai tindak pelecehan terhadap
pendidikan di Indonesia, menunjukkan betapa murah dan mudahnya sebuah gelar yang
seharusnya ditempuh dengan susah payah dan segenap kerjas keras bagi para pelajar yang
melakukannya di jalan yang benar.
Dapat dikatakan juga bahwa pelaku pembeli dan penjual ijasah tidak memiliki moral
yang baik. Dimana menera tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung
tinggi oleh seluruh akademisi. Tindakan pembelian dan penjualan ijasah merupakan tindakan
yang sangat tidak menghargai dan tidak menjunjung tinggi kejujuran, sehingga dapat
dikatakan bahwa tindakan tersebuit merupakan tindakan pembohongan.
Sehingga yang kini harus segera dilakukan pemerintah adalah menindak tegas pelaku
yang tersandung kasus jual beli ijazah (gelar) akademik. Penertiban praktik jual-beli gelar
pun harus serius ditangani. Sebab, kasus ini bagaikan penyakit yang menular dan akan
memberikan dampak yang menular pada kualitas anak didik dan generasi penerus bangsa.
menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya
ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di
dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
keracunan pada tubuh.
Penggunaan formalin yang salah adalah hal yang sangat disesalkan. Melalui sejumlah
survey
dan
pemeriksaan
laboratorium,ditemukan
sejumlah
produk
pangan
yang
menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen
atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab.
Dari hal tersebut diatas kita dapat menghubungkan dengan etika. Sudah jelas yang
dilakukan bagi penjual dan penyuplai merupakan kegiatan yang tidak etis. Bisnis yang
dijalankan bukanlah bisnis yang etis karena tidak memiliki moral diri bagi si penjual dan
penyuplai dan begitu pula moral sosial bagi seluruh masyarakat. Bisnis yang dilakukan
merupakan bisnis yang berbahaya bagi orang lain khususnya para konsumen.
Dampak buruk bagi pengkonsumsinya kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh
juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan
bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang
mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan
kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Pada skenario terburuk akan
menyebabkan kematian bagi pengkonsumsinya.