Dasar Pembentukan Undang-Undang
Dasar Pembentukan Undang-Undang
Pendahuluan
Undang-Undang Penataan Ruang pertama kali adalah Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, yang ditetapkan setelah menempuh perjalanan
panjang semenjak tahun 60-an. Pada kurun waktu itu, pemikiran mengenai tata guna
tanah(land use) mulai diperkenalkan. Selama perjalanan panjang tersebut,berbagai
kajian, seminar, lokakarya, diskusi telah dilakukan untuk menyatukan persepsi, visi dan
misi di antara berbagai pemangku kepentingan. UUPR juga ditetapkan dengan disertai
semangat pembaharuan hukum yang luar biasa, yaitu mengganti produk hukum
warisan
kolonial
(Ordonansi
Pembentukan
Kota
/Stadsvormings
Ordonantie,
Staadsblad 1948 Nomor 166)1, dan keinginan sinkronisasi dan harmonisasi di antara
berbagai undang-undang yang melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945. Kententuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 adalah ketentuan yang
mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dilandasi oleh Undang-
1 Van Roosmalen, Paulin K.M, Awal Penataan Ruang di Indonesia dalam Harjatno. N Yenny dan
Febiharta : Beberapa Ungkapan Sejarah Penataan Ruang Indonesia 19948-2000, Direktorat Jenderal
Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Sejarah Penataan Ruang Indonesia,
Jakarta, 2003.
Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang (UU PR). Dengan penataan
ruang diharapkan dapat terwujud ruang kehidupan masyarakat yang nyaman,
aman,produktif, dan berkelanjutan. Tetapi pada kenyataannya kondisi yang tercipta
belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi,
terutama semakin meningkatnya permasalahan bencana banjir dan longsor; semakin
meningkatnya
kemacetan
lalu
lintas dan
perumahan
kumuh, serta
semakin
berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di perkotaan; kurang memadainya
kapasitas kawasan metropolitan terhadap tekanan jumlah penduduk; dan kurang
seimbangnya pembangunan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Maka
munculah Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.
Dalam pelaksanaan UUPR, saat ini merupakan akomodir dari perubahan politik di masa
peralihan masa orde baru menuju era reformasi dan demokrasii. Salah hasil perubahan
tersebut adalah terbitnya Undang-Undang Pemerintah Daerah. UU no 26 tahun 2007
mengacu pada UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tetapi melihat
perkembang saat ini terjadi konflik politik di pemerintahan mengenai dasar pemilihan
kepala daerah yang berujung terjadinya perubahan-perubahan atas Undang-Undang
Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2014 disahkan UU No 23 tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah tetapi karena terjadi pergolakan politik dan keluarlah Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Lalu setelah pemerintahan berganti kepala daerah Perppu tersebut disahkan menjadi
Undang-Undang yang sejalan dengan UU No 23 Tahun 2014 dengan terbitnya UU No 2
tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang. Dan yang terakhir adalah UU no 9
tahun 2015 tentang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Perubahan-perubahan tersebut tidak menjadi permasalahan utama dalam penulisan
makalah ini, karena jika ditinjau aspek penataan ruang tidak dihilangkan atau peralihkan
kewenangan urusan pemerintah dan pemerintah daerah. Hal tersebut dapat dilihat
pada pasal 12 ayat (1) poin c UU Pemda No 23 tahun 2014, dimana urusan
pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah penataan ruang.
Sedangkan pada UU Pemda no 32 tahun 2004 tidak dijelaskan secara detail hanya
dijelaskan pasal 11 ayat (4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib
yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh Pemerintah. Maka dapat dikatakan UU PR yang ada sekarang masih
relevan dan dapat digunakan.
Penerapan sebuah peraturan perundang-undangan dapat dilihat hasilnya dengan
mengkaji fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Dari hasil kajian ini dapat ditarik
kesimpulan tentang efektivitas dari sebuah peraturan perundang-undangan dalam
mengatur perilaku pemerintah dan masyarakat. Berbagai hal positif yang dicapai dalam
kurun waktu penerapannya dapat dilihat dari meningkatnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya penataan ruang dalam pelaksanaan pembangunan 2. Kesadaran
terserbut merupakan langkah awal dalam pengembangan wilayah. Pngertian
pengembangan
2
wilayah
dapat
dirumuskan
sebagai
rangkaian
upaya
untuk
pembangunan
nasional
dan
kesatuan
wilayah
nasional,
gambaran
tentang
Pembahasan
Dasar Pembentukan UU PR No 26 tahun 2007
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
yang dimaksud dengan ruang adalah Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya. Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan
manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada
bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu aset
yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara
terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lain
seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk
mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa landasan konstitusional penyelenggaraan
penataan ruang adalah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang mana menetapkan bahwa
bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam konteks tersebut,
penataan ruang diyakini sebagai pendekatan yang tepat dalam mewujudkan
keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya
guna dan berhasil guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Berikut ini
adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan UU no 26 tahun 2007
berdasarkan
naskah
akademis
pembentukan
perundangan-undangannya
yang
berdasarkan UUPA tersebut merupakan hal yang juga harus diperhitungkan dalam
penataan ruang, khususnya dengan hal pertambahan atau pengurangan nilai
tanah yang melekat pada hak seseorang akibat penataan ruang. Konsep-konsep
tersebut kemudian dianut pula oleh berbagai peraturan perundang-undangan yaitu
yang terkait dengan pemanfaatan kekayaan alam seperti misalnya Undang-Undang
Tentang Kehutanan, Undang- Undang tentang Pertambangan, Undang-Undang
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Tentang Sumber Daya
Air, dsb.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1997 Nomor 68).
Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaaan dan mahluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia dan
mahluk hidup lainnya. Berdasarkan definisi tersebut maka antara pengelolaan
lingkungan hidup dan penataan ruang merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, karena kesatuan ruang itu sendiri merupakan salah satu unsur dari
lingkungan hidup.
Penataan ruang merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam konteks daya tampung lingkungan, ruang lebih dilihat sebagai wadah,
namun dalam konteks daya dukung maka ruang lebih dilihat sebagai sumberdaya
alam. Dengan masuknya dimensi lingkungan dalam pembangunan, maka konsep
tata ruang dipengaruhi pula oleh konsep-konsep lingkungan, termasuk pendekatan
ekosistemnya.
Keterkaitan undang-undang ini dengan bidang penataan ruang, terlihat dalam materi
muatan
mengenai
wewenang
pengelolaan
lingkungan
hidup,
yang
mana
adanya ketentuan bahwa dalam penetapan perda tentang rencana tata ruang
daerah, perlu terlebih dahulu dikoordinasikan dengan Menteri yang membidangi
bidang penataan ruang. Hal ini memberikan kewenangan besar bagi Menteri terkait
untuk melakukan kontrol terhadap rencana tata ruang wilayah baik provinsi maupun
kabupaten/kota.
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4169)
Undang-Undang ini memuat aspek penting bagi penyelenggaraan penataan ruang.
Pertahanan yang kokoh merupakan kunci bagi kelangsungan eksistensi bangsa dan
NKRI. Sementara karakteristik wilayah nasional yang berupa Negara Kepulauan
(archipelagic state) sangat rawan bagi infiltrasi, karena memiliki banyak pintu masuk
yang dapat dimanfaatkan bagi pihak musuh. Oleh karena itu penataan ruang
wilayah nasional harus dapat menetapkan kawasan-kawasan strategis tersebut
sedemikian rupa guna kepentingan pertahanan negara. Dalam skala yang lebih
kecil, misalnya penataan ruang kota, penataan ruang wilayah perkotaan harus
mengakomodasi kepentingan pertahanan, sehingga kota tersebut tidak mudah jatuh
ke tangan musuh. Tata ruang kota dapat berfungsi di satu sisi sebagai penghambat
gerak musuh dan di lain sisi sebagai wilayah pertahanan.
5. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3888)
Menurut undang-undang ini, kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut
paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara
terpadu. Definisi hutan dimaksud adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Keterkaitan undang-undang ini dengan bidang penataan ruang adalah bahwa
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 mengatur perihal perencanaan kehutanan yang
meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan
hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana
kehutanan, yang mana dalam kegiatan pengukuhan kawasan hutan dalam rangka
perencanaan kehutanan harus dilakukan dengan memperhatikan rencana tata
ruang. Adapun pengukuhan hutan dimaksud dilakukan dalam rangka memberikan
kepastian hukum atas kawasan hutan.
6. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23)
Undang-undang ini mengatur mengenai penataan dan pengelolaan perumahan dan
permukiman. Penataan perumahan mencakup kegiatan pembangunan baru,
pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya, sedangkan
yang menyangkut penataan permukiman mencakup kegiatan pembangunan baru,
perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.
Keterkaitan undang-undang ini dengan bidang penaatan ruang adalah bahwa
berdasarkan undang-undang ini, pelaksanaan pembangunan perumahan dan
permukiman harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (pasal 19).
sumber daya air merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan
rencana tata ruang wilayah. Selanjutnya bahwa pengembangan sumber daya air
pada wilayah sungai yang ditujukan bagi peningkatan kemanfaatan fungsi sumber
daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian,
industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan
untuk berbagai keperluan lainnya harus harus dilaksanakan sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah. Selain itu menurut undang-undang ini bahwa perencanaan
pengelolaan sumber daya air yang disusun untuk menghasilkan rencana yang
berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air,
merupakan salah satu unsur dalam penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau
penyempurnaan rencana tata ruang wilayah. Demikian pula dalam hal rencana tata
ruang wilayahnya sudah ada, maka rencana tata ruang wilayah tersebut menjadi
acuan dalam penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air. Dengan demikian,
antara rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah
terdapat hubungan yang bersifat dinamis dan terbuka untuk saling menyesuaikan.
9. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132)
Undang-undang ini mengatur tentang penyelenggaraan jalan guna optimalisasi
peranan jalan dalam mendukung pembangunan nasional. Jalan sebagai salah satu
prasarana transportasi memiliki peran penting dalam mendukung ekonomi, sosial
budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, karena itu
penyelenggaraan jalan harus dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
dengan
tetap
memelihara
dan
meningkatkan
kualitas
keanekaragaman dan nilainya dalam suatu sistem hubungan timbak balik antara
unsur dalam alam baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan
pengaruh-mempengaruhi. Keterkaitan Undang-undang ini dengan penyelenggaraan
penataan ruang adalah bahwa salah satu kegiatan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya adalah perlindungan sistem penyangga kehidupan yang
ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan
kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia. Adapun untuk mewujudkan tujuan ini Pemerintah menetapkan wilayah
tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, yang
diwujudkan dalam bentuk penetapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
alam, yang dalam penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan, kawasankawasan tersebut merupakan kawasan lindung.
12. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27)
Undang-undang ini mengatur tentang upaya untuk menjaga kelestarian benda cagar
budaya,
melalui
pencarian,
pengaturan
perlindungan,
terhadap
penguasaan,
pemeliharaan,
pemilikan,
pengelolaan,
penemuan,
pemanfaatan,
dan
pengawasan benda cagar budaya. Benda cagar budaya itu sendiri merupakan
kekayaan
budaya
bangsa
yang
penting
artinya
bagi
pemahaman
dan
dan
dinyatakan
milik
negara,
sehingga
dengan
demikian
13. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49)
Undang-Undang ini mengatur tentang pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas
dan angkutan jalan. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan bagian dari sistem
transportasi nasional yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan guna menjangkau
seluruh wilayah daratan dengan mobilitas tinggi, sehingga dapat mewujudkan
dayaguna dan hasilguna nasional yang optimal. Transportasi jalan sebagai salah
satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain
yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan mampu
mengadaptasi kemajuan di masa depan, mempunyai karakteristik yang mampu
menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan moda transportasi
lainnya, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai
penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang,
pendorong, dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Keterkaitan Undang-Undang ini dengan penyelenggaraan penataan
ruang adalah bahwa dalam mengembangkan lalu lintas dan angkutan jalan yang
salah satunya adalah jaringan transportasi jalan yang merupakan bagian dari sistem
transportasi nasional, harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah karena
jaringan transportasi jalan merupakan salah satu wujud struktur pemanfaatan ruang
Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam merumuskan konsep
perundang-undangan
sangat
diperlukan
perbadingan
atau
keterkaitan
dengan
Ruang sebagai suatu sumberdaya adalah bahwa secara alamiah ruang merupakan
sumberdaya yang dapat dimanfaatkan secara umum oleh seluruh pemangku
kepentingan. Oleh karena itu, seperti barang publik lainnya, jika tidak diatur maka yang
terjadi adalah apa yang disebut Tragedy of Common. Ruang akan tereksploitasi habishabisan melampaui daya dukung dan daya lentingnya sehingga tidak ada manfaat yang
dapat dinikmati bersama lagi bahkan sebaliknya mendatangkan bencana yang
berkepanjangan5. Hal lain yang juga terkait penataan ruang adalah entitas ruang itu
sendiri yang selalu akan mempunyai tiga unsur pokok, yaitu komponen darat,
laut/perairan, dan
udara, yang
kesatuan fungsi
Sugiharto, 2006. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, Cet. Ke-1. USU Press, Medan
Martosowignyo, Soemarti, Perwira, Indra. 2015. Mengakhiri Masa Transisi. Unpad. Acemedia. Edu.
Published
Kemakmuran rakyat dalam penataan ruang harus diwujudkan secara holistik, terpadu,
dan berkelanjutan bagi kesejahteraan rakyat secara adil dan demi kejayaan bangsa dan
negara. Pemahaman tersebut perludidasarkan pada pengertian-pengertian berikut:
a. Ruang adalah daratan, perairan dan udara. Daratan adalah permukaan tanah dan
ruang di bawah permukaan tanah sampai kedalaman tertentu yang masih
memungkinkan pemanfaatan ruang beserta sumber daya alam yang terkandung di
dalamnya. Perairanadalah ruang uang bersifat cair seperti laut, laguna, danau,
waduk, sungai, kanal. Udara adalah angkasa dari permukaan tanah sampai batas
manuver pesawat udara;
b. Holistik, terpadu dan
berkelanjutan
adalah
pemanfaatan
ruang
dengan
mengembangkan teori Human Basic Needs oleh Abraham Maslow. Dalam konteks ini,
Needs)
berupa
tersedianya ruang yang kondusif bagi masyarakat untuk berhubungan sosial secara
mudah, aman dan nyaman;
d. Pemenuhan kebutuhan Harga Diri (Esteem Needs) dengan member hak dan
kesempatan kepada para pemangku kepentingan dalam pemanfaatan ruang secara
demokratis, dan terwujudnya tatanan ruang yang bukan hanya berfungsi memenuhi
kebutuhan jasmani tetapi juga yang memenuhi kebutuhan rohani yang menggugah
spirit dalam tatanan ruang yang unik dengan simbol-simbol yang mengungkapkan
kearifan lokal akan membangkitkan rasa bangga bagi penduduknya;
e. Pemenuhan kebutuhan Eksistensi Diri (Self-Actualization) berupa pemberian hak
dan kesempatan membangun bagi pemilik ruang, atau memberi kompensasi yang
wajar apabila hak membangunnya terhambat karena pertimbangan keperluan umum
(transfer of development right). Agar penataan dapat secara efektif mendorong
terpenuhinya kebutuhan manusia tersebut di atas, salah satu isu penting yang perlu
diungkapkan dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah adalah konsep hak
pemilikan
(property
right)
dan
kaitannya
dengan
hak
untuk
membangun
(development right). Dalam hal, ini ada dua pengertian yang dapat dikemukakan
pada kaitannya antara hak kepemilikan dan hak membangun.
Penataan ruang sebagai kesatuan proses yang terdiri dari perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, diharapkan dapat
diselenggarakan berdasarkan asas-asas :
a. Keterpaduan; asas ini mengandung pengertian bahwa penataan ruang dianalisis
dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang
baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Penataan ruang dilakukan secara
terpadu dan menyeluruh mencakup antara lain pertimbangan aspek waktu, modal,
optimasi, daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan geopolitik. Dalam
mempertimbangkan aspek waktu, suatu perencanaan tata ruang memperhatikan
adanya aspek prakiraan, ruang lingkup wilayah yang direncanakan, persepsi yang
mengungkapkan berbagai keinginan, serta kebutuhan dan tujuan pemanfaatan
ruang.
b. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; asas ini mengandung pengertian bahwa
penataan ruang harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan
potensi dan fungsi ruang.
c. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; asas ini mengandung pengertian
bahwa penataan ruang harus dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran
penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan perkembangan antar sektor, antardaerah, serta antara sektor dan daerah dalam satu kesatuan Wawasan Nusantara.
d. Keberlanjutan; asas ini mengandung pengertian bahwa penataan ruang harus
menjamin kelestarian kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan
dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar-generasi.
ruang
masyarakat
memiliki
akses
yang
seluas-luasnya
dalam
ruang
dilaksanakan
dengan
mempertimbangkan
rasa
keadilan
masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan
jaminan kepastian hukum.
i. Akuntabilitas: bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat di pertanggung
jawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.
Tujuan penyelenggaraan penataan ruang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang nyaman yaitu keadaan dimana masyarakat dapat mengartikulasikan
nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia; produktif yaitu proses dimana
produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai
tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing;
dan berkelanjutan yaitu kondisi dimana kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan
bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun
juga generasi yang akan datang. Keseluruhan tujuan ini diarahkan untuk mewujudkan
kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera; mewujudkan keterpaduan
dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan
sumberdaya manusia; dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan 7.
Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan penataan ruang tersebut, Undang
Undang ini, antara lain, memuat ketentuan pokok sebagai berikut:
1. Pembagian wewenang antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang untuk
memberikan
kejelasan
tugas
dan
tanggung
jawab
masing-masing
tingkat
yang
dilakukan
melalui
penetapan
peraturan
mencakup
perencanaan
tata
ruang,
A. Hermanto Dardak, Kebijakan Penataan Ruang Nasional dalam Era Otonomi Daerah, Makalah
disampaikan dalam Kuliah Perdana Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, 2005.
kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap
bencana;
Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;
kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan
wilayah
nasional,
provinsi
dan
kabupaten/kota,
serta
terhadap
Kewenangan
Pemerintah
dalam
pemanfaatan
ruang
dan
pengendalian
lain,
sebagai
bentuk
perwujudan
asas
keterbukaan
dalam
penataan
ruang
antarprovinsi
dan
pemfasilitasan
kerjasama
lain,
sebagai
bentuk
perwujudan
asas
keterbukaan
dalam
Rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
ketentuan
Delapan Alasan Utama Perlunya Perencanaan Tata Ruang (South African National
Development and Planning Commission, 1999) :
yangtidak sekadar keinginan tetapi yang dapat dicapai dalam berbagai konteks.
Melindungi hak rakyat. Perubahan terhadap pemanfaatan lahan harus
alami
membutuhkan
pemerintahan.
Mengoordinasikan kegiatan dan investasi, dalam waktu dan ruang, untuk
menjaminhasil maksimum dari pemanfaatan sumberdaya,. Koordinasi ini dapat
dapatdikelola.
Menghindari
duplikasi
upaya
berbagai
institusi
pemerintah
dan
tingkat
pemerintahan.
Beragam peran dari perencanaan tata ruang, yaitu (i) menghasilkankondisi pencapaian
kualitas kehidupan dan penghidupan yang lebih baik; (ii)memenuhi tujuan efisiensi dan
demokrasi melalui partisipasi masyarakat; (iii)memenuhi tantangan pembangunan
berkelanjutan.Peran perencanaan tata ruang dalam pembangunan telah dikenali
sejaklama,
dan
dituangkan
dalam
berbagai
dokumen
pertemuan
resmi
tata
ruang
dapat
meningkatkan
pembangunan
banyakproduk
rencana
tahapanpemanfaatan
yang
dan
belum
selesai,
pengendalian
maka
pemanfaatan
dapat
ruang
dipastikan
belum
dapat
dilaksanakansecara efektif.
(b) Belum Efektifnya Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang. Selain secara
eksplisit menjadi arahan RPJPN periode 2015-2019, isukelembagaan juga sangat
terkait dengan isu strategis pertama, khususnya dalamrangka penyelesaian produk
RTR. Beberapa permasalahan yang teridentifikasiadalah masih belum memadainya
kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang,yaitu belum ada standardisasi eselon
minimal yang mengurusi penataan ruang di daerah. Di beberapa Daerah, pejabat yang
mengurus penataan ruang memilikieselon lebih rendah daripada Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah(SKPD)lainnya. Di samping itu, belum optimalnya operasionalisasi
Badan
Koordinasi
Penataan
Ruang
Daerah
(BKPRD)
juga
menyebabkan
ada
sistem
informasi
terpadu
yang dapat
menjadi
acuan
Secara
wilayah
Indonesia
terhadap
bencana
terutama
disebabkan
letak
geografisnya yang berada pada kawasan Ring of Fire,yaitu sebuah deliniasi kawasan
yang dipandang sangat berpotensi rentan terhadap bencana. Tidak hanya bencana,
perubahan iklim pun termasuk yang perlu diwaspadai. Data yang dikeluarkan oleh Inter
Governmental Panel Climate Change(IPCC, 2007) menyatakan bahwa Indonesia
akan mengalami dampak diantaranya kehilangan sekitar 2.000 pulau kecil termasuk 92
pulau terluar, banjir pasang laut melanda wilayah pesisir, meningkatnya intensitas banjir
dan kekeringanyang akan mengganggu ketahanan pangan.
Isu yang juga dianggap terkait erat dengan penataan ruang adalah kesenjangan
antarwilayah. Sekitar 70 persen infrastruktur berlokasi di pulau Sumatera, Jawa dan
Bali, sisanya berada di pulau lainnya yang nota benemeliputi 70 persen wilayah
Indonesia. Kondisi ini ditengarai menjadi salah satupenyebab makin tingginya
kesenjangan antarwilayah di Indonesia. Kawasan perbatasan, baik darat maupun laut
juga menjadi isu penting.
Penataan
ruang perlu
mempertimbangkan
keberadaan
(sembilan)
kawasan
perbatasan negara yaitu (i) 3 (tiga) kawasan perbatasan darat negara yangberbatasan
dengan negara Malaysia di Pulau Kalimantan, Timor Leste di PulauTimor (NTT), dan
Papua New Guinea di Pulau Papua; (ii) 6 (enam) kawasanperbatasan laut yang
berbatasan dengan negara India, Malaysia, Singapura,Vietnam, Filipina, Palau, Timor
Leste, dan Australia. Selain itu, terdapat 92 pulaukecil terluar yang menjadi lokasi
peletakan Titik Dasar dan Titik Referensidaerah teritorial Indonesia, dengan fokus
khusus pada 12 pulau kecil terluar.Isu perkotaan merupakan salah satu isu penting
dikaitkan denganpertumbuhan kawasan perkotaan yang demikian pesat terutama
diakibatkan fenomena urbanisasi yang demikian signifikan. Salah satu penyebanya
adalah
kesenjangan
antarwilayah
perkotaan
dan
perdesaan
disebabkan
keniscayaan.
Namun
bertambahnya
daerahotonom
baru
(DOB)
cukup
Widodo
telah
melakukan
reorganisasi
kementerian.
Akhirnya,
dibentuk
Aesong, Yurisal. 2014. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Academia.edu : Published
Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Dengan pembentukan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang diharapkan mampu mengakomodasi kepentingan pemerintah, kepentingan
masyarakat, serta kepentingan berbagai pihak dalam mewujudkan tata ruang yang
dapat mensejahterakan masyarakat, ketertiban, keteraturan baik di masa sekarang
maupun di masa mendatang. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, sebagai revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
ditegaskan dalam pasal 27 ayat (1) Daerah Provinsi diberi kewenangan untuk
mengelola sumber daya alam di laut yang ada diwilayahnya. (2) Kewenangan daerah
provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi : c. pengaturan tata ruang.
11
Dokumen Kementrian Pekerjaan Umum. 2014. Bimbingan Teknis Rencana Detail Tata Ruang Pulau
Jawa. Jakarta.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa penataan ruang untuk masing-masing
tingkatan administrasi memiliki payung hukumnya sendiri. Kita tau bahwa sistem
pemerintahan di Indonesia adalah desentralisasi, dimana Walikota/Bupati memiliki
kewenangan dalam mengatur penataan ruang yang ada diwilayahnya yang berupa
Peraturan Daerah. Berarti dengan kata lain Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata
Rung itulah yang menjadikan dasar dalam penataan sebuah kawasan.
Peraturan Daerah menurut UU no12 Tahun 2011 adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dengan persetujuan bersama dan menurut
mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
yang
menyangkut
masalah-masalah
sensitif
dalam
kehidupan
12
Dokumen Kementrian Pekerjaan Umum. 2014. Bimbingan Teknis Rencana Detail Tata Ruang Pulau
Jawa. Jakarta
Kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda
tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial
Ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus
dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.
Keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda
harus
mencerminkan
keseimbangan,
keserasian
dan
keselarasan
antara
Eko Budihardjo, 2005.Percepatan Perwujudan Kota yang Berkelanjutan Melalui Penataan Ruang,
Jakarta: Published.
turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam menertibkan
penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa
aspek
penting,
diantaranya
pengendalian
pemanfaatan
ruang.
Pengendalian
14
memperhatikan sumber daya manusia, (c) terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Undang-Undang ini sudah sejalan dengan semakin kritisnya kondisi lingkungan di
Indonesia. Sebagaimana kita lihat akhir-akhir ini, banyak sekali bencana alam yang
terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, pasti penyebab salah satunya adalah karena
pelanggaran tata ruang. Pesatnya perkembangan kawasan perkotaan, selain
memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi, ternyata pada sisi lainnya
dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan lingkungan. Persoalan banjir pada
umumnya sangat terkait erat dengan berkembangnya kawasan perkotaan yang selalu
diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk, aktifitas dan kebutuhan lahan, baik untuk
pemukiman maupun kegiatan ekonomi. Karena keterbatasan lahan di perkotaan, terjadi
pengalihan fungsi yang seharusnya sebagai daerah konservasi dan ruang terbuka hijau
dijadikan daerah pemukiman penduduk.
Pelaksanaan otonomi daerah yang menyebabkan pembangunan di daerah dengan
kebebasan untuk melakukan penataan ruang demi kepentingan dan kesejahteraan
warga masyarakat di daerah/kota yang berbatasan, kepentingan warga amsyarakat
tingkat provinsi, dan kepentingan rakyat secara nasional, harus disinergikan. Dengan
sendirinya, penetaan ruang walaupun telah disentralisasikan kepada setiap daerah,
tidak berarti bisa bertentangan dengan kepentingan nasional, bangsa dan negara.
Upaya dan solusi untuk menyelaraskan dan mensinergikan kepentingan tata ruang
dalam otonomi daerah perlu dibentuk forum yang permanen antara pemangku
kepentingan, LMS, dan akademisi yang secara periodik membicarakan dinamika tata
ruang di Indonesia. Pada tingkat daerah, forum permanen juga harus dibentuk untuk
menata dan mengkaji ulang tata ruang yang secara periodik harus menyikapi terhadap
kebijakan tertentu, utamanya yang tidak sejalan dengan tata ruang. Warga masyarakat
pemerhati tata ruang harus dilibatkan secara tetap. Walaupun interdependensi warga
masyarakat tersebut harus selalu dijaga15.
Beranjak dari pelanggaran tata ruang, yang kalau dibiarkan justru semakin tidak
terkendali, dan merusak lingkungan dan sekaligus merusak kehidupan, penerapan
sanksi administrasi berupa pencabutan izin, pembongkaran, dan pemulihan keadaan
perlu dilakukan. Bahkan kalau dimungkinkan juga dapat dilakukan gugatan untuk
membayar ganti rugi. dan yang paling akhir, dalam hal terjadinya pelanggaran tata
ruang dalam skala masif dan terstruktur yang menyebabkan kehancuran lingkungan
yang sangat luar biasa dan menimbulkan bencana dengan korban jiwa, penuntutan
secara pidana dapat dimungkinkan. Sebagai pelaksanaan tata ruang yang harus
dijalankan dalam otonomi daerah, agar menghindari pelanggaran hukum, ketidak
tertiban di tengah masyarakat, serta melindungi kerusakan lingkungan, serta
mewujudkan kesejahteraan masyarakat baik di masa sekarang maupun di masa
mendatang, diperlukan pemahaman dan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dengan menerapkan berbagai instrumen
seperti peraturan zonasi, perijinan, pemantauan, evaluasi dan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang, di mana instrumen ini diterapkan sebagai upaya agar pemanfaatan
ruang dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang. Peraturan zonasi disusun
15
Dokumen Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.2014.
Tim Pengkajian Hukum Tentang Penegakan Hukum Penataan Ruang Dalam Kerangka Otonomi Daerah.
Jakarta.
berdasarkan rencana tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang, dimana
penetapannya diharapkan dapat dilakukan dengan peraturan daerah.
Perizinan pemanfaatan ruang dikeluarkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota menurut kewenangannya masing-masing sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Apabila suatu izin pemanfaatan ruang tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, maka izin tersebut dapat
dibatalkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menurut
kewenangannya masingmasing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pembatalan izin tersebut dilakukan terhadap izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, baik yang telah ada sebelum maupun sesudah penetapan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Izin pemanfaatan ruang itu sendiri
adalah izin yang berkaitan dengan lokasi, kualitas ruang, dan tata bangunan yang
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, hukum adat, dan kebiasaan yang
berlaku.
Hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk menyatakan setuju atau tidak
pembangunan ruang.
Hak untuk melakukan pengawasan
2. Hak masyarakat dari segi ekonomi, termasuk didalamnya adalah:
hak atas kesejahteraan (pasal 33-34 UUD 45), artinya apabila pemerintah
membutuhkan lahan yang dimiliki masyarakat untuk kepentingan publik maka
pemerintah harus memberikan kompensasi yang layak pada masyarakat yang
lahannya digusur tersebut. Hak atas keadilan, apabila ada pelanggaran terhadap
hak-hak masyarakat, masyarakat dapat mengajukan keberatan.
3. Hak masyarakat dari segi hukum, apabila pemerintah
mengetahui
ada
Hal inilah yang menyebabkan tidak sinkronnya pembangunan yang ada saat ini dengan
kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat kecil, dimana masyarakat kecil
dipaksa untuk menikmati pembangunan yang mereka sendiri masih jauh penghasilan
dan taraf hidupnya.
persoalan-persoalan
tersebut
disusun
dan
didefinisikan,
dan
bagaimana
kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Selain itu,
kebijakan publik juga merupakan studi tentang bagaimana, mengapa, dan apa efek
dari tindakan aktif dan pasif pemerintah. Studi sifat, sebab, dan akibat dari kebijakan
publik Nagel, ini mensyaratkan agar kita menghindari fokus yang sempit dan
menggunakan pendekatan dan disiplin yang bervariasi (Parsons:2008). Dengan melihat
kebijakan publik maka dapat menjaga perekonomian.
Dari seluruh penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa perlu sekali peningkatan
mutu kualitas dan memperkuat posisi sebuah peraturan daerah khususnya tentang
penataan ruang. Pada saat ini sering terjadi penyimpangan atau kejahatan terhadap
tata ruang, hal ini diakibatkan karena tidak tegas pemerintah daerah baik provinsi dan
kabupaten untuk mengatur ruang yang ada, dan selalu tergiur terhadap keuntungan
sepihak yang ditawarkan investor-investor asing maupun lokal yang ingin mengurangi
atau mengerus perekonomian kerakyatan. Contohn nyata yang ada di Indonesia adalah
di Kota di Jakarta, dimana keberadaan gerai pasar modern seperti mini market sudah
menjamur. Menurut Mara Oloan Siregar, Asisten Perekonomian DKI Jakarta, jumlah
mini market sebanyak 1.006 geraii.
Perkembangan pasar modern di Kota DKI Jakarta merupakan acaman yang nyata
terhadap perekonomian kerakyatan, dimana produk lokal akan kalah bersaing dengan
produk luar negeri. Hal ini diakibatkan karena tidak tertibnya si pemberi ijin dan tidak
sesuai dengan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta seperti yang
diamanatkan oleh UU no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Akibat dari
pelanggaran tata ruang tersebut masyarakat kecil yang memili warung yang sifatnya
UMKM dan pedagan tradisional akan kalah bersaing dengan produk luar negeri yang
banyak masuk di pasaran sekarang ini. Seperti yang dikatakan Ketua Dewan Pimpinan
Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) "Perlahan dan pasti,
pasar tradisional akan tutup sedangkan mini market terus bebas berkembang dan pasar
modern terus bertambah banyak,.
Langkah penyetopan dari penyimpangan penataan ruang tersebut sebenarnya saat ini
sudah dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta dengan menertibkan dan
meninjau ulang perijinan minimarket yang ada. Dengan demikian pasar modern yang
tidak memiliki ijin lengkap dan tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang yang ada di
dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jakarta ijinnya
akan dicabut. Langkah lainnya untuk tetap menjaga eksistensi pasar tradisional yang
dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta saat ini adalah memberikan usulan
terhadap gerai mini market untuk menyediakan 10% space dari bangunan untuk mendisplay barang produk lokal, hal ini disebabkan tidak mungkin mengubah tata ruang
Provinsi DKI Jakarta untuk mini market yang sudah sesuai ijin dan sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta. Karena sebuah produk hukum
peraturan daerah mengenai RTRW Provinsi DKI Jakarta baru bisa ditinjau kembali
secepat-cepatnya 5 tahun dan proses penyusunan RTRW Provinsi DKI Jakarta akan
menelan waktu 1 tahun lebih dan perlu pengesahan kembali oleh DPRD Provinsi DKI
Jakarta.
Dengan melihat polemik yang terjadi di wilayah Provinsi DKI Jakarta, maka sudah
seharusnya wilayah-wilayah lain yang pembangunannya belum cepat berkembang dari
Provinsi DKI Jakarta harus membatasi pembangunan dan perkembangan minimarket
tersebut. Perlu sekali meninjau kembali struktur dan pola ruang yang ada, bagaimana
mengatur jarak lokasi pasar modern dengan pasar tradisional sesuai dengan peraturan
yang berlaku yaitu Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (Perpres 112/2007). Dimana
di dalam peraturan
Pasal 5 ayat
(4) Perpres
112/2007 disebutkan bahwa minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan
jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan
(perumahan) di dalam kota/perkotaan. Dan pada Pasal 3 ayat (9) Permendag 53/2008
tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern menyebutkan kewajiban bagi minimarket yaitu Pendirian Minimarket baik
yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan atau
bangunan lain wajib memperhatikan:
a.
Kepadatan penduduk;
b.
c.
d.
e.
Keberadaan Pasar Tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil
daripada Minimarket tersebut.
Kesimpulan
Dari penulisan makalah di atas maka di dapat beberapa kesimpulan dari dasar
pembentukan UUPR, yaitu :
fisik, baik yang diperlukan pemerintah dan swasta, serta warga masyarakat sendiri,
merupakan hal yang harus difahami secara cermat, proporsional, dan selaras
wilayah.
Sebelum sebuah produk hukum di ketuk, khusunya penataan ruang ditinjau kembali
keabsahan dan tujuan dari produk hukum tersebut agar tidak merugikan semua
pihak
Sebuah produk hukum tata ruang akan berdampak besar pada perkembangan dan
Daftar Pusataka
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, (Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 104 Tahun 1960).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya,
(Lembaran Negara Republik Indonesia No.49 Tahun 1990).
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, (Lembaran Negara Republik
Indonesia No.3501 Tahun 1992).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, (Lembaran Negara Republik
Indonesia No.27 Tahun 1992).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman, (Lembaran Negara
Republik Indonesia No.23 Tahun 1992).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Lembaran Negara
Republik Indonesia No.68 Tahun 1997).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang PemerintahanDaerah, (Lembaran Negara Republik
Indonesia No.60 Tahun 1999).
Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang
Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah
Undang- Undang No 2 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
UU no 9 tahun 2015 tentang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian
Alam, (Lembaran Negara Republik Indonesia No.4169 Tahun 2002).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Aesong, Yurisal. 2014. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil. Academia.edu : Published
A. Hermanto Dardak,2005. Kebijakan Penataan Ruang Nasional dalam Era Otonomi Daerah,
Yogyakarta : UGM.
Dirjen Penataan Ruang Depkimpraswil, 2003. Perencanaan Tata Ruang Wilayah dalam Era
Otonomi dan Desentralisasi, Makalah pada Kuliah Perdana Program Pasca Sarjana Magister
Perencanaan Kota dan Daerah Yogyakarata : UGM. Published
Direktur
Jenderal
Penataan
Ruang
Departemen
Permukiman
Dan
Prasarana
Wilayah.2003.
Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Di Indonesia: Tinjauan Teoritis Dan Praktis. Yogyakarta :
Studium general sekolah tinggi teknologi nasional (sttnas). Published
Eko Budihardjo, 2005.Percepatan Perwujudan Kota yang Berkelanjutan Melalui Penataan Ruang,
Jakarta: Published.
Dokumen Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.2014. Tim
Pengkajian Hukum Tentang Penegakan Hukum Penataan Ruang Dalam Kerangka Otonomi Daerah.
Jakarta.
Dokumen BNPP. 2015. Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan 2015-2020. Jakarta
Dokumen Departemen Pekeerjaan Umum. 2005. Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang
Penataan Ruang.. Jakarta
Dokumen Kementrian Pekerjaan Umum. 2014. Bimbingan Teknis Rencana Detail Tata Ruang Pulau
Jawa. Jakarta.
Kunarjo.2002. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. UI Press, Jakarta. Published
Martosowignyo, Soemarti, Perwira, Indra. 2015. Mengakhiri Masa Transisi. Unpad. Acemedia. Edu.
Published
Mungkasa, Oswar.2014. Perencanaan Tata Ruang : Sebuah Pengantar. Academia.edu : Published.
Sitompul, Mawarta. 2015. Menjaga Eksistensi Keberadaan Pasar Tradisional Sebagai Penyeimbang
Hukum Ekonomi Dan Pengerak Perekonomian Kerayaktan. Semarang : Undip.
Sugiharto, 2006. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, Cet. Ke-1. USU Press, Medan. hlm.34.
Van Roosmalen, Paulin K.M, Awal Penataan Ruang di Indonesia dalam Harjatno. N Yenny dan Febiharta
: Beberapa Ungkapan Sejarah Penataan Ruang Indonesia 19948-2000, Direktorat Jenderal Penataan
Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Sejarah Penataan Ruang Indonesia, Jakarta,
2003.
Martosowignyo, Soemarti, Perwira, Indra. 2015. Mengakhiri Masa Transisi. Unpad. Acemedia. Edu.
Published