Anda di halaman 1dari 13

1.

Dalam konsep RUU KUHP disamping ada perumusan pasal 1 (mengenai landasan
juridis/asas legaitas/asas sumber hukum untuk menyatakan suatu perbuatan sebagai
tindak pidana), ada juga perumusan pasal 11 (mengenai pengertian/batasan juridis tentang
tindak pidana).
Pertanyaan:
Berikan komentar/analisis sdr terhadap adanya pasal 11 RUU KUHP itu dilihat dari
perspektif perbandingan di beberapa negara lain (KUHP asing).
Jawaban:
dalam Pasal 11 Konsep 2004-2008 berbunyi :
(1) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbu-atan yang dilarang
dan diancam dengan pidana.
(2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan
diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan
hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat.
(3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan
pembenar.

Formulasi tentang pengertian tindak pidana merupakan gagasan yang cemerlang, sebagai
perkembangan baru karena ketentuan umum mengenai tidak pidana atau batasan
juridisnya ini tidak dijelaskan dalam KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini. Memang
sudah menjadi keharusan untuk menjabarkan apa batas juridis sesuatu diklasifikasikan
sebagai sebuah tidak pidana, agar terhindar dari penafsiran yang berbeda antara satu
orang dengan yang lain mengenai batasan sebuah tindak pidana yang akhirnya justru
merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Sayangnya Indonesia belum mengikuti model baru seperti itu dimana di beberapa negara
sudah memformulasi dalam KUHP masing-masing negara tersebut bahkan dimasukkan
dalam aturan umumnya, antara lain di Arme-nia, Belarus, Brunei, Bulgaria, China, Jerman, Latvia, Macedonia, Perancis, Romania, Swedia, dan Yugoslavia.
Dalam berbagai KUHP asing batasan/pengertian yuridis tindak pidana itu
dirumuskan dalam ketentuan berjudul the notion of crime atau the concept of a

criminal offence. Hal ini terlihat antara lain dalam KUHP armenia, bellarus, bulgaria,
china, latvia, yugoslavia dan kazakhstan. Berdasarkan kajian komparatif itu, suatu
perbuatan walaupun telah memenuhi rumusan delik dalam UU dapat dinyatakan tidak
merupakan tindak pidana apabila:
a. Tidak menimbulkan bahaya publik atau sangat kecil bahaya sosialnya (does
not present public danger because of its little significance, i.e. it did not cause
or could not have caused significant damage- Psl. 18 armenia)
b. Tidak ada bahaya sosialnya (no social danger by virtue of its little
significance-psl. 17 bellarus)
c. Tidak berbahaya bagi masyarakat atau sifat bahayanya sangat kecil (its
insignificance is not dangerous to society or its danger to society is obviously
insignificant-psl 9 bulgaria)
d. Bahanya sangat kecil atau tidak besar (the circumstances are clearly minor
and the harm is not great-psl 13 china)
e. Ada keadaan-keadaan yang meniadakan/menghapus pertanggungjawaban
pidana (has been committed in circumstances which exclude criminal liabilitypsl 6 latvia)
f. Bahaya socialnya

sangat

kecil

atau

tidak

ada

akibat

yang

merusak/mengganggu (represents an insignificant social danger because of its


slight importance and insignificance or absence of detrimental consequencesart. 8 ayat 2 yugoslavia)
g. Tidak ada bahaya sosialnya atau tidak menyebabkan kerugian bagi seorang
masyarakat, atau negara (by virtue of their insignificance do not present a
public danger that is which did not cause any harm and did not create a threat
of causing harm to a person society, or the state-art 9:2 kazakhstan)

2. Pasal 1 (3) KUHP Korea:


Where a statute is changed after a sentence imposed under it upon a criminal conduct
has become final, with the effect that such conduct no longer constitutes a crime, the
execution of the punishment shall be remitted
Pertanyaan:
a. Bandingkan ketentuan tersebut di atas dengan KUHP Indonesia yang berlaku saat ini
b. Bandingkan ketentuan tersebut dengan konsep RUU KUHP
Jawaban:
a. Maksud dari KUHP Korea Pasal 1 ayat 3 diatas adalah bahwa adanya perubahan
Undang-undang setelah adanya Putusan Pemidanaan yang berkekuatan hukum tetap.

Artinya adalah bahwa apabila dalam Undang-undang yang baru mengatakan bahwa
terhadap kejahatan tersebut bukan lagi merupakan suatu tindak pidana, maka
pelaksanaan atau eksekusi pidananya tidak dapat dilaksankan (eksekusinya
dibatalkan/dihapuskan).
Jika dibandingkan dengan KUHP di Indonesia saat ini, hal tersebut diatas didak diatur.
Menurut KUHP Indonesia, jangkauan berlakuknya Pasal 1 ayat 2 KUHP hanya pada
saat Putusan yang berkekuatan hukum tetap. Meskipun tidak diatur dengan tegas,
tetapi dalam praktik yurisprudensi yang berlaku selama ini, Pasal 1 ayat 2 ini dapat
digunakan dalam tingkat banding maupun pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.
Apabila setelah putusan Ingkrach, kemudian keluar undang-undang yang baru yang
menyatakan perbuatan yang telah pernah diputus bukan lagi merupakan tindak pidana,
maka pidana yang telah dijatuhkan tetap harus dilaksanakan.
b. ................................
3. KUHP Polandia (psl. 8):
The perpetrator of an intentional offence shall be subject to a more severe liability which
the law makes dependent on a special consequence of an act at least if he should and
should have foreseen that consequence
Pertanyaan:
a. Jelaskan materi yang diatur dalam pasal di atas (intinya saja)
b. Bandingan ketentuan tersebut dengan KUHP Indonesia yang berlaku saat ini
c. Bandingkan ketentuan tersebut dengan konsep RUU KUHP
Jawaban:
a. Inti dari Materi pasal 8 adalah ajaran mengenai erfolghaftung yang dianut KUHP
Polandia yang sudah mengalami modifikasi. Yaitu bahwa pertanggungjawaban
seseorang terhadap akibat yang ditimbulkan tidak dengan sengaja, dapat diancam
dengan pidana yang lebih berat apabila yang bersangkutan memahami atau mengerti
sejak awal akan dampak yang akan ditimbulkan (sebelum ia melakukan tindak
pidana).
Pelaku tindak pidana dengan sengaja akan dikenakan pertanggung jawaban yang
lebih berat yang oleh undang-undang dikaitkan pada suatu akibat tertentu, apabila
sekurang-kurangnya ia seharusnya membayangkan dan seharusnya sudah dapat
membayangkan/ menduga sebelumnya akibat itu
b. Di dalam KUHP Indonesia tidak diatur secara spesifik mengenai delik pidana seperti
yang ada di KUHP Indonesia. Asas kesalahan tidak tercantum dalam KUHP), karena
pandangan tentang schuld (kesalahan) baru muncul pada tahun 1916. Sebelumnya,

hukum

pidana

hanya

menitik

beratkan

akibatnya(Daadstrafrecht/Erfolgstrafrecht) sebagai

pada perbuatan orang


akibat

dari

beserta
pengaruh

ajaran Erfolgshaftungdari ajaran hukum kuno (hukum kanonik) versari in re


illicita (seseorang bertanggung jawab atas semua akibatnya tanpa melihat hubungan
batin pelaku dengan akibatnya). Maka jika ditafsirkan secara menyeluruh bahwa unsur
ketidak segajaan tersebut merupakan delik hukum pidana. Delik tersebut terdapat pada
buku kedua kuhp tentang kejahatan. Tetapi tidak semua pasal masuk pada unsur
ketidak segajaan. Berikut ini adalah beberapa tafsiran unsure ketidak segajaan
(kealpaan) yang menyebabkan kerugian/membahayakan karena tidak menduga akibat
tersebut :

Bab - VII Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang


atau Barang
a. Pasal 188 ( L.N. 1960 - 1)
Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakar- an, ledakan
atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidnna denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum
bagi barang, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain,
atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati.

b. Pasal 193
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bangunan
untuk lalu lintas umum dihancurkan, tidak dapat dipakai atau merusak, atau
menyebabkan jalan umum darat atau air dirintangi, atau usaha untuk
pengamanan bangunan atau jalan itu digagalkan, diancam:
1.dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana
kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan lalu
lintas;

2.dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
kurungan paling lama satu tahun, jika kerena perbuatan itu mengakibatkan
orang mati.
c. Pasal 195
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menimbulkan bahaya
bagi lalu lintas umum yang digerakkan oleh tenaga uap atau kekuatan mesin
lain di jalan kereta api atau trem, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.
d. Pasal 197
Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyehabkan tanda untuk
keamanan dihancurkan, dirusak; diambil atau dipindahkan, atau menyebabkan
dipasang anda yang keliru, diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana
kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, jika karena per- buatan itu pelayaran tidak aman;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat, rihu lima
ratus rupiah, jika karena Ixrhuatan itu mengakibatkan tenggelam atau
terdamparnya kapal,
e. Pasal 205
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barangbarang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan
atau di bagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli
atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
(3) Barang-barang itu dapat disita.

Bab XXI Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan


a. Pasal 359
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
b. Pasal 360
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus
rupiah.

c. Pasal 361
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditamhah dengan sepertiga dan
yang bersalah dapat dicahut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya
diumumkan.
c. Di dalam RUU KUHP, Salah satu perubahan yang signifikan dalam RUU KUHP
Konsep 2012 mengenai bentuk pertanggungjawaban atas tindak pidana kelalaian yang
mengakibatkan orang lain mati atau luka berat adalah mengenai rumusan sanksi pidana

yang menggunakan sistem minimum khusus. RUU KUHP konsep 2012 menggunakan
sistem pidana minimum khusus, Menurut Barda Nawawi Arief, adanya pidana
minimum khusus untuk delik delik tertentu mempunyai landasan antara lain:
1) Untuk mengurangi adanya disparitas pidana
2) Untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya standar minimal
yang objektif untuk delik delik yang sangat dicela dan merugikan atau
membahayakan masyarakat/negara.
3) Untuk lebih mengefektifkan prevensi umum (general prevention)
Berikut ini adalah pasal RUU KUHP yang menyatakan bentuk pertanggungjawaban
atas tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan orang lain mati atau luka berat :

Pasal 600 ayat (1)


Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain luka sehingga
timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, profesi, atau mata
pencaharian selama waktu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2

(dua) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori III.


Pasal 600 ayat (2)
Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain luka berat,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda

paling banyak Kategori IV


Pasal 600 ayat (3)
(1) Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang lain,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling sedikit Kategori III dan paling banyak

Kategori IV
Pasal 601
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 600 dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau profesi, maka pidananya dapat ditambah 1/3 (satu
per tiga).
(2) Pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga
dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf c dan pencabutan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf g.

4. Article 58 KUHP Albania:


For punishments up to one year of imprisonment, if the court notices grave family,
medical, professional, or social circumstances, it may decide the fragmentary execution of
the sentence for not less than two days per week.

Pertanyaan:
a. Jelaskan materi yang diatur dalam pasal di atas (intinya saja). Apa latar belakang ide
yang terkandung dari ketentuan seperti itu?
b. Apakah ketentuan seperti itu ada dalam KUHP indonesia yang berlaku saat ini dan
dalam Konsep RUU KUHP? Jelaskan.
Jawaban:
a. Ketentuan dalam dalam article 58 KUHP Albania merupakan ketentuan pelaksanaan

penjara alternatif di Albania. Jadi seorang yang dihukum maksimal satu tahun dapat
menjalani hukuman terpisah-pisah atau mencicil tidak kurang dari dua hari setiap
minggu jika syarat yang ditentukan oleh undang-undang tersebut terpenuhi. Dalam
article 58 KUHP Albania tersebut menegaskan bahwa untuk hukuman penjara sampai
dengan satu tahun, jika pengadilan memberitahukan tentang kondisi keluarga yang
genting, keadaan kesehatan, professional dan kondisi sosial, dapat diputuskan untuk
menjalankan hukuman yang terpisah-pisah tidak kurang dari dua hari setiap minggu
Latar belakang article 58 KUHP Albania ini tidak terlepas dari tujuan pemeberian
pidana. Tujuan pemberian pidana ialah memberikan suatu rasa yang tidak enak, baik
yang tertuju pada jiwa, kebebasan, harta benda, hak-hak ataupun terhadap
kehormatannya, sebagai pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukannya sehingga
ia akan bertobat dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Dengan tujuan
pemidaan tersebut maka dapat dikatakan pemberian pidana tidak lepas dari aspek
kehidupan. Tetapi yang perlu diingat pada article 58 KUHP Albania adalah hukuman
penjara sampai dengan satu tahun dan memiliki pesyaratan keadaan kesehatan,
professional dan kondisi sosial.
b. Ketentuan ini tidak terdapat dalam KUHP Indonesia. Di Indonesia pemberian

keringanan dalam menyicil atau melaksanakan pidana kurungan tidak dijelaskan


secara eksplisit, tetapi menurut tafsiran article 58 KUHP Albania merupakan bagian
dari hukum pidana bersyarat yang ada di KUHP Indonesia. Pidana bersyarat
diberlakukan di Indonesia dengan staatblad 1926 No. 251 jo 486 Pidana bersyarat
sendiri memiliki sinonim dengan hukuman percobaan (Voorwardelijke Veroordeling)
Pengertian pidana bersyarat itu sendiri adalah suatu pemidanaan yang pelaksanaannya
oleh hakim telah digantungkan pada syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam
putusannya. Maksud dari penjatuhan pidana bersyarat ini adalah untuk memberi
kesempatan kepada terpidana supaya dalam tempo percobaan itu ia memperbaiki

dirinya dengan jalan menahan diri tidak akan berbuat suatu tindak pidana lagi atau
melanggar perjanjian (syarat-syarat) yang telah ditentukan oleh hakim kepadanya.
Pengaturan mengenai pidana bersyarat ini sendiri di dalam KUHP terdapat pada pasal
14 a sampai pasal 14, dimana dapat disimpulkan Dalam putusan yang
menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak lebih dari 1 (satu) tahun.
Selain syarat normatif yang diatur dalam KUHP, mempertimbangkan persyaratan
tambahan untuk dapat dijatuhkannya pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana
yang terbukti berbuat, antara lain:
1) Sebelum melakukan tindak pidana itu, terdakwa belum pernah melakukan tindak
pidana lain dan selalu taat pada hukum yang berlaku
2) Terdakwa masih sangat muda (12-18 tahun)
3) Tindak pidana yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian yang terlalu besar
4) Terdakwa tidak menduga, bahwa tindak pidana yang dilakukannya akan
menimbulkan kerugian yang besar
5) Terdakwa melakukan tindak pidana disebabkan adanya hasutan orang lain yang
dilakukan dengan intensitas yang besar
6) Terdapat alasan-alasan yang cukup kuat, yang cenderung untuk dapat dijadikan
dasar memaafkan perbuatannya
7) Korban tindak pidana mendorong terjadinya tindak pidana tersebut
8) Terdakwa telah membayar ganti rugi atau akan membayar ganti rugi kepada si
korban atas kerugian-kerugian atau penderitaan-penderitaan akibat perbuatannya
9) Tindak pidana tersebut merupakan akibat dari keadaan-keadaan yang tidak
mungkin terulang lagi
10) Kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan
tindak pidana yang lain
11) Pidana perampasan kemerdekaan akan menimbulkan penderitaan yang besar, baik
terhadap terdakwa maupun terhadap keluarganya
12) Terdakwa diperkirakan dapat menanggapi dengan baik pembinaan yang bersifat
non-institusional
13) Tindak pidana terjadi di kalangan keluarga
14) Tindak pidana terjadi karena kealpaan
15) Terdakwa sudah sangat tua
16) Terdakwa adalah pelajar atau mahasiswa
17) Khusus untuk terdakwa di bawah umur, hakim kurang yakin akan kemampuan
orang tua untuk mendidik.
c. Sama halnya dengan KUHP, dalam RUU KUHP tidak terdapat penjabaran secara

eksplisit mengenai pentahapan pidana kurungan dengan bersyarat. Tetapi di dalam


RUU KUHP sangat memperhatikan terdakwa tindak pidana, dimana dalam
pemidanaan wajib mempertimbangkan (pasal 55) sikap batin pembuat tindak pidana

riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat tindak pidana, pengaruh
pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana, pengaruh tindak pidana terhadap
korban atau keluarga korban, dan pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang
dilakukan. Aspek-aspek tersebut telah mengambarkan bahwa ide untuk memberikan
keringanan pada terdakwa karena aspek kemanusian terdapat pada RUU KUHP.
Berikut ini adalah pasal RUU KUHP yang memberikan aspek syarat pada terdakwa :
Pasal 77 RUU KUHP : Terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, dapat dijatuhi pidana pengawasan.

Pasal 78 RUU KUHP :


1) Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada terdakwa mengingat keadaan pribadi
dan perbuatannya.
2) Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan untuk waktu
paling lama 3 (tiga) tahun.
3) Dalam penjatuhan pidana pengawasan dapat ditetapkan syarat-syarat:
terpidana tidak akan melakukan tindak pidana;
terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana
pengawasan, harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang timbul oleh
tindak pidana yang dilakukan; dan/ atau
terpidana harus melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan tertentu,
tanpa mengurangi kemerdekaan beragamadan kemerdekaan berpolitik.
4) Pengawasan dilakukan oleh balai pemasyarakatan pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Pada pasal 86 RUU KUHP tentang pekerja sosial:


1) Jika pidana penjara yang akan dijatuhkan tidak lebih dari 6 (enam) bulan atau
pidana denda tidak lebih dari pidana denda Kategori I maka pidana penjara atau
pidana denda tersebut dapat diganti dengan pidana kerja sosial.
2) Dalam penjatuhan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
pengakuan terdakwa terhadap tindak pidana yang dilakukan;
usia layak kerja terdakwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

persetujuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang
berhubungan dengan pidana kerja sosial;
riwayat sosial terdakwa;
perlindungan keselamatan kerja terdakwa;
keyakinan agama dan politik terdakwa; dan
kemampuan terdakwa membayar pidana denda.
3) Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan.
4) Pidana kerja sosial dijatuhkan paling lama:
dua ratus empat puluh jam bagi terdakwa yang telah berusia 18 (delapan belas)
tahun ke atas; dan
seratus dua puluh jam bagi terdakwa yang berusia di bawah 18 (delapan belas)
tahun.
5) Pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling singkat 7 (tujuh)
jam.
6) Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat diangsur dalam waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata
pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat.
Dari penjelasan pasal tersebut terdapat tahapan dalam menjalankan pidana kerja sosial
tetapi yang perlu diingat adalah jika pemidanaan pidana penjara tidak lebih dari 6
(enam) bulan atau pidana denda tidak lebih dari pidana denda Kategori I.

5. Dalam perkembangan perundang-undangan di Indonesia, banyak UU yang mencantumkan


ancaman pidana minimal khusus.
Pertanyaan:
a. Jelaskan aturan/pedoman penerapan pidana minimal khusus di berbagai negara lain.
b. Jelaskan yang dimaksud degan Mandatory Minimum Sentence
Jawaban:
a. 1) KUHP INDIA
Untuk delik yang ada minimal khususnya:
Ada yg diberi klausul, bahwa apabila ada alasan-alasan khusus, pengadilan dapat
menjatuhkan di bawah minimal. Contoh, perkosaan diancam dengan minimal wajib 7
tahun (Psl. 376), namun apabila ada alasan-alasan khusus, pengadilan dapat
menjatuhkan di bawah 7 tahun klausul perkecualiannya berbunyi: the court may, for
adequate and special reasons to be mentioned in the judgement, impose a sentence of
imprisonment for a term of less than seven years.
Ada yang tidak diberi klausul perkecualian atau peringanan; jadi bersifat wajib
(Mandatory Minimum Sentence). Misalnya, untuk delik:

perampokan dengan senjata mematikan atau berakibat luka berat (Psl. 397-398);
dan
dowry death (kematian istri akibat KDRT; Psl. 304B).
Semuanya minimal 7 tahun penjara, tanpa ada klausul perkecualian atau peringanan.
Sebaliknya untuk delik yang tidak ada minimal khususnya (hanya ada maksimal),
namun diberi klausul, bahwa apabila dilakukan untuk yang kedua kali atau
berikutnya, ada minimalnya. Contoh, untuk delik pornografi (menjual dsb.) dalam
Psl. 292 dan pemerasan dengan menggunakan tulisan/gambar cabul (Psl. 292A)
diancam dengan maksimum 2 tahun penjara, tetapi ada klausul: untuk delik yang
kedua kali atau berikutnya, diancam minimal 6 bulan penjara.
2) KUHP BULGARIA
Pasal 55
Dalam hal-hal khusus atau karena adanya berbagai faktor yang meringankan,
sekalipun pidana minimal telah ditetapkan oleh UU, pengadilan :
a) dapat menetapkan pidana di bawah batas minimum itu
b) dapat mengganti:
- pidana mati dengan perampasan kemerdekaan mulai dari 15 sampai 20 tahun.
- perampasan kemerdekaan yang batas minimalnya tidak ditentukan, dengan
pidana kerja perbaikan atau denda dari 50.000 sampai satu juta levs, dan untuk
anak diganti dengan pencelaan publik.
- pidana kerja perbaikan dan domisili yang diwajibkan, diganti dengan denda
50.000 sampai 500.000 levs.
c) Dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam ayat-1 sub-1, apabila pidana itu pidana
denda, pengadilan dapat menetapkan pidana di bawah batas minimum itu paling
banyak setengahnya.
d) Dalam hal-hal seperti itu, pengadilan tidak boleh mengenakan pidana lebih ringan
yang ditentukan oleh UU bersama-sama dengan pidana perampasan kemerdekaan.
3) KUHP PORTUGAL
Artikel 72 tentang pedoman pengurangan/peringanan pidana
a) Di samping pengurangan pidana menurut UU, hakim dapat mengurangi pidana
apabila sebelum, setelah, atau pada saat delik dilakukan, terdapat keadaan-keadaan
yang mengurangi :
sifat melawan hukumnya perbuatan
kesalahannya
perlunya pidana dijatuhkan
b) Untuk tujuan di atas, keadaan-keadaan yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- di bawah pengaruh ancaman yang sangat berat, atau pengaruh ketergantungan
atau kepatuhan pada seseorang.

- karena motif yang patut dihormati, pengaruh godaan sangat kuat dari korban,
atau karena provokasi.
- ada perbuatan-perbuatan yang menunjukkan penyesalan yang tulus, misal
memperbaiki kerusakan.
- setelah melakukan delik, yang bersangkutan selalu memelihara perbuatan baik.
b. Pengertian Mandatory Minimum Sentence
Mandatory minimum sentencing laws set minimum sentences for certain crimes that
judges cannot lower, even for extenuating circumstances. The most common of these laws
deal with drug offenses and set mandatory minimum sentences for possession of a drug
over a certain amount
Bahwa hukuman wajib minimum mengatur tentang batas hukuman minimum yang
diperuntukkan bagi kejahatan tertentu sehingga hakim tidak bias memutuskan hukuman
lebih rendah, bahkan untuk meringankan putusan. Yang paling umum dari undang-undang
tersebut adalah mengenai pelanggaran narkoba dan mengatur hukuman minimal wajib
untuk kepemilikan obat lebih dari jumlah tertentu.
Di Indonesia istilah ini dikenal dengan pidana minimal khusus. Minimum khusus adalah
sanksi pidana minimum yang dapat dijatuhkan kepada pelaku dan diatur dalam pasalperpasal secara khusus. Di dalam KUHP Indonesia saat ini hanya mengatur tentang
ketentuan Minimum Umum, Maximum Umum, Maksimum Khusus. Sedangkan ketentuan
Minimum Khusus bersifat tambahan yang diatur diluar KUHP. Contoh:
1) pasal 9 UU No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi
2) UU No. 15 tahun 2003 tentang tindak pidana Terorisme
Menurut Barda Nawawi Arief, sistem pidana minimum khusus merupakan suatu
pengecualian, yaitu untuk delik-delik tertentu yang dipandang sangat merugikan,
membahayakan atau meresahkan masyarakat dan delik-delik yang dikualifikasir oleh
akibatnya sebagai ukuran kuantitatif yang dapat dijadikan patokan bahwa delik-delik yang
diancam dengan pidana penjara di atas tujuh tahun yang dapat diberi ancaman minimum
khusus, karena delik-delik itulah yang digolongkan sangat berat.

Anda mungkin juga menyukai