Anda di halaman 1dari 12

A.

1.

Keimanan dan Ketaqwaan


Pengertian Iman

Secara etimologi, kata iman berasal dari bahasa Arab: Aamana yuminu
iimaanan, yang berarti percaya. Secara terminologi atau istilahya, iman
adalah membenarkan dengan hati (tashdiq bi qalb), menyatakan dengan
lisan (iqrar bi lisan), dan membuktikan dengan perbuatan (amal bi arkan)
terhadap kebenaran atau keyakinan tertentu. Dalam Al-Quran, kata iman
sering dirangkai dengan kata-kata tertentu yang menjadi corak atau sifat
dari yang diimaninya itu, seperti dengan kata: jibti (idealisme), thaghut
(naturalisme), bathil, kafir, dll. Kata iman yang tidak dirangkai dengan
sesuatu berarti menunjukkan makna positif. Kata iman dalam Al-Quran juga
disifati dengan Asyaddu Hubban (sangat cinta), jadi orang beriman kepada
Allah berarti orang yang sangat cinta kepada Allah.
Pokok-pokok keyakinan islam terangkum dalam istilah Rukun Iman
a.

Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa

Beriman kepada Allah, berarti yakin dan percaya dengan sepenuh hati akan
adanya Allah, Keesaan Nya serta sifat-sifat Nya yang sempurna. Konsekuensi
dari pengakuan ini adalah mengikuti petunjuk, tuntutan,bimbingan Allah dan
Rasul Nya yang disebutkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist Nabi.
Segala sesuatu mengenai Tuhan disebut Ketuhanan. Konsepsi Ketuhanan
yang Maha Esa disebut Tauhid. Ilmu yang mempelajari tentang tauhid
disebtu ilmu Tauhid (Ilmu Tentang Kemahaesaan Tuhan).
b.

Keyakinan pada Malaikat-malaikat Allah

Beriman kepada Malaikat berarti yakin (percaya) adanya malaikat, diciptakan


untuk menyampaikan amanat Allah kepada manusia.
Tugas-tugas Malaikat antara lain :
1)
2)

Menyampaikan wahyu Allah kepada manusia


Mengukuhkan hati orang beriman

3)

Memberi pertolongan kepada manusia

4)

Membantu perkembangan rohani manusia

5)

Mendorong manusia untuk berbuat baik

6)

Mencatat perbuatan manusia

7)

Melaksanakan hukum Allah

Selain para Malaikat ada makhluk gaib lain ciptaan Allah, yang dimaksud
adalah syetan, syetan diciptakan dari api . Malaikat mendorong manusia
untuk kebaikan sedangkan syetan adalah menyesatkan manusia. Kalau ada
gerak hati untuk kejahatan itu tandanya bisikan syetan sebaliknya jika ingin
berbuat baik itu indikasi bahwa Malaikat berhasil menyampaikan bisikannya
kepada manusia bersangkutan. Gerak hati untuk melakukan perbuatan jahat
atau gerak hati untuk berbuat baik didalam diri seseorang ditimbang oleh
akal. Akallah yang akan memberikan keputusan. Keputusan akan
menimbulkan kehendak (will) pada diri manusia bersangkutan. Kehendak itu
bebas (will itu free) memilih mana yang akan dilakukan. Menurut ajaran
Islam setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik atau
berbuat jahat. Kecenderungan berbuat baik dikembangkan oleh malaikat dan
kecenderungan berbuat jahat dimanfaatkan oleh syetan dengan berbagai
tipu daya.
c.

Keyakinan pada kitab-kitab Allah

Kitab suci memuat wahyu Allah. Perkataan kitab yang berasal dari kata kerja
kataba (artinya ia telah menulis) memuat wahyu Allah. Perkataan wahyu
berasal dari bahasa Arab :
Al-wahyu bermakna suara, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab.
Dalam pengertian umum wahyu adalah firman Allah yang disampaikan
Malaikat Jibril kepada para Rasul Nya atau orang yang dipilih Nya untuk
diteruskan kepada manusia guna dijadikan pegangan hidup.
Al-Quran menyebut beberapa kitab suci misalnya :
1)

Zabur diturunkan kepada nabi Daud

2)

Taurat diturunkan kepada nabi Musa

3)

Injil diturunkan kepada nabi Isa

4)

Al-quran diturunkan kepada Muhammad SAW

d.

Keyakinan pada Nabi dan Rasul Allah

Didalam Al-Quran disebut ada 25 rasul yang berkewajiban menyampaikan


wahyu yang diterimanya kepada manusia dan menunjukkan cara-cara
pelaksanaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Setelah sekian
banyak Rasul yang diutus oleh Allah. Allah mengutus Nabi Muhammad
sebagai nabi dan Rasul penutup atau terakhir dan untuk umat manusia
dengan alasan:
1)
Para Rasul sebelum Muhammad hanya terbatas untuk bangsanya/
kaumnya atau daerah tertentu saja.
2)
Ajaran Rasul terdahulu terdahulu telah banyak yang hilang
(dihilangkan) oleh para pemuka agama bersangkutan dan tidak lengkap lagi.
3)
Ajaran para Rasul terdahulu bersifat lokal, sementara dan belum
menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, jadi perlu disempurnakan
dengan ajaran yang universal berlaku untuk seluruh dunia dan eternal yang
bersifat abadi
firman Allah dalam Al-Quran Qs. Al-Anbiya:107 :
Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Nabi Muhammad adalah adalah rasul peneutup (Khatamin Nabiyyin). Sejarah


hidupnya dari awal hingga akhir jelas dan lengkap, terpelihara dari masa
kemasa, akhlaknya baik terlukiskan dengan kata-kata :
1)

Shidiq(benar)

2)

Amanah (dapat dipercaya)

3)

Tabligh (menyampaikan)

4)

Fathanah (cerdas)

Karena akhlaknya yang mulia,suri tauladan yang diberikannya dalam


mengamalkan ajaran Islam menjadi sumber nilai dan norma kedua sesudah
wahyu.

e.

Keyakinan pada Hari Kiamat

Menurut para ilmuwan alam, suatu saat alam ini akan berakhir dan segala
sesuatu tidak berjalan sebagaimana perputaran alam menurut ketentuan
yang telah ditetapkan. Alam ini akan berputar mengarah pada kerusakan
dan kehancuran secara pasti.
Diantara dalil yang paling argumentatif bahwa hari akhir itu hanya Allah yg
mengetahui adalah karena tak seorangpun mendahuluinya membahas
kerusakan alam dengan satu gambaran sebagaimana agama-agama klasik
yang juga tidak membahasnya. Dan Allah tidak menginformasikan tentang
hari kiamat kepada para malaikat-Nya yang dekat dan tidak pula kepada
Nabi-nabi Nya.
Hari kiamat dimulai dengan rusaknya alam ini. Setiap manusia yang hidup di
alam ini akan mati dan bumi akan diganti, bukan bumi dan langit yang
sekarang ini

f.

Keyakinan pada Qadha dan Qadar Allah

Allah yang Meyakini Qadha dan Qadhar Menurut Al-Quran Qadha berarti :
1)

Hukum ( An-Nisa: 65 )

2)

Perintah ( Al-Isra : 23 )

3)

Memberitakan (Al-Isra : 4 )

4)

Menghendaki ( Ali Imran : 47 )

5)

Menjadikan ( Fushilat : 12 )

Qadhar dalam Al-Quran ialah : Suatu peraturan umum yang telah diciptakan
Allah untuk menjadi dasar alam ini, dimana terdapat hubungan sebab dan
akibat. Telah menjadi sunnatullah yang abadi dimana manusia juga terikat
pada sunnatullah itu. Firman Allah SWT :
Sesungguhnya Kami telah menjadikan segala sesuatu menurut qadar
(aturan).(Al-Qamar: 49)
Adalah segala utusan Allah itu menurut qadar yang telah ditentukan. (AlAhzab: 38).

Allah telah menciptakan segala sesuatu,lalu Dia tentukan takdirnya


(ketentuannya).(Al-Furqan: 2).
Oleh karena itu iman kepada takdir memberikan arti dimana kita wajib
mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam
kehidupan dan diri manusia, adalah menurut hukum, berdasarkan suatu
undang-undang universal atau kepastian umum atau taqdir. Orang yang
beriman kepada qada dan qadar akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)

Memiliki sifat khouf (takut) kepada Allah

2)

Memiliki sifat raja (harap) kepada Allah

3)

Beribadah dengan sebaik-baiknya

4)

Selalu mengevakuasi dirinya

5)
Selalu berpikir dengan sungguh-sungguh terhadap pekerjaan yang
dilakukannya
6)

Mempersiapkan bekal untuk akhirat

Hubungan antara qada dan qadar. Qada adalah ketetapan atau ketentuan
Allah SWT sejak zaman azali (zaman dahulu) atas segala yang akan terjadi
pada makhluk-Nya. Ini berarti, sebelum kita terlahir kedunia ini, Allah telah
menetapkan berbagai ketentuan bagi diri kita. Hidup, mati, jodoh, dan rezeki
kita sudah ditentukan oleh Allah sebelum kita lahir. Setelah kita lahir pun,
kita tidak mengetahui ketentuan-ketentuan tersebut. Qadar adalah
ketetapan atau ketentuan Allah swt. Takdir Allah ada dua macam, yaitu
takdir mubram dan takdir mualak. Takdir mubram adalah ketentuan Allah
swt yang pasti terjadi dan tidak dapat diubah oleh siapapun dengan usaha
apapun. Ketentuan tersebut adalah seperti waktu dan tempat meninggalnya
seseorang, waktu terjadinya hari kiamat, adanya laki-laki dan perempuan,
dan lain-lain. Takdir mualak adalah ketentuan Allah swt yang mungkin dapat
diubah dengan jalan berikhtiar, berdoa dan bertawakal. Contoh dari takdir ini
adalah jika kita ingin badan kita sehat dan segar, kita haru berusaha
memelihara kebersihan dan kesehatan badan kita. Jika kita ingin pintar, kita
harus berusaha rajin belajar. Beriman kepada takdir itu tidak berarti
menyerah begitu saja tanpa berikhtiar dan berusaha. Qada tidak boleh
dijadikan sebab untuk melakukan kejahatan dan kemaksiatan.
2.

Pengertian Taqwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka
taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten (istiqomah). Kata
takwa ( )(dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja ( )(yang
memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh
karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa
berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut
juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syarI adalah menjaga
diri dari perbuatan dosa. Takwa adalah amalan hati dan letaknya di kalbu.
Demikianlah (perintah ALLAH). Dan barang siapa mengagungkan syiar
syiar ALLAH maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS 22:32).
Keimanan dan ketakwaan seorang muslim adalah kunci agar mendapatkan
ridho dan barokah dari Allah SWT. Iman Islam dalam diri seorang muslim
harus dibarengi dengan takwa. Bila seorang muslim percaya dengan
keberadaan Allah, maka tentunya ia takut kepada Allah. Itulah yang
dinamakan takwa.

B.

Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan

Keimanan pada keesaan Allah (tauhid) meliputi dua aspek, yaitu tauhid
teoritis dan tauhid praktis.
1.
Tauhid teoritis, adalah pengakuan tentang keesaan zat, sifat, dan
perbuatan tuhan, sehingga berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan,
persepsi, dan pemikiran manusia tentang konsep tuhan. Konsekuensi logis
tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satusatunya wujud mutlak yang menjadi sumber dari semua wujud.
2.
Tauhid praktis (tauhid ibadah), adalah terapan atau tindak lanjut dari
tauhid teoritis yang berupa amal perbuatan atau ibadah manusia.
Perpaduan antara tauhid teoritis dan praktis merupakan bentuk keimanan
yang sempurna. Sedangkan taqwa merupakan perasaan takut dan
mengagungkan kepada Allah dengan cara melaksanakan perintahperintahNya dan menjauhi semua larangaNya. Dengan demikian korelasi
antara keimanan dan ketaqwaan adalah sangat erat. Taqwa merupakan bukti
atau perwujudan dari orang yang memiliki kesempurnaan iman. Sementara
iman merupakan dasar dan semangat yang melandasi ketaqwaan

2. MORAL
A. Pengertian
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu
jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum
bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari
sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan tersebut
diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan)
baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut
dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara
etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas
tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik
atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral
memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk
menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak
ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan
adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat. Dengan demikian etika

lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep,


sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah
laku yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian tolak ukur yang
digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat
istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat
3. AKHLAK
A. Pengertian
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak,
yaitu pendekatan linguistic

(kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan) . Dari sudut


kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive)
dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi
majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah(perangai), atthobi'ah(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat(kebiasaan, kelaziman), almaru'ah(peradaban yang baik) dan al-din(agama). Namun akar kata akhlak
dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab
isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan
dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara
linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim
yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah
demikian adanya. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita
dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu
Miskawaih(w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang
akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali(1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal
sebagai hujjatul Islam(pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam
membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan
agak lebih luas dari Ibn
Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak:
1) Tertanam kuat
kepribadiannya.

dalam

jiwa

seseorang

sehingga

telah

menjadi

2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.


3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan
atau tekanan dari luar.
4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5) Dilakukan dengan ikhlas.

KERUKUNAN

Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna baik dan
damai. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan kesatuan hati
dan bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran
(Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka
kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat
manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan
manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang
berselisih dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu
Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama
anak manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan
pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu?
Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat dengan
kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap kerukunan itu ada karena
ketidakrukunan itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat manusia?.
Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan jawaban akan
tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu senantiasa bergelut
dengan tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara
cita-cita dan yang tercipta.

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan


hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk
social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong
menolong (taawun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan
siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan
(Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga
disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.

Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam


kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia,
Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sejumlah agama di Indonesia
berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun
2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk
Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan
lainnya.
POLITIK
A. Hubungan Politik dengan Agama

Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan


bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan
yang harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal
ini disebabkan, pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas
manusia, tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama;
kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak
membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang
dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena
sifat dan sumbernya yang transcendent.

Agama secara hakiki berhungan dengan politik. Kepercayaan agama dapat


mempengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyak dianggap dosa, seperti
sodomi dan incest, sering tidak legal. Seringakali agamalah yang memberi
legitimasi kepada pemerintahan. Agama sangat melekat dalam kehidupan
rakyat dalam masyarakat industri maupun nonindustri, sehingga
kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di bidang politik. Sedikit atau
banyak, sejumlah pemerintahan di seluruh dunia menggunakan agama
untuk memberi legitimasi pada kekuasaan politik.

Di dalam sejarah Islam, masuknya faktor agama (teologi) ke dalam politik


muncul ke permukaan dengan jelas menjelang berdirinya dinasti Umayyah.
Hal ini terjadi sejak perang Siffin pada tahun 657, suatu perang saudara
yang melibatkan khalifah Ali b. Abi Talib dan pasukannya melawan
Muawiyah b. Abi Sufyan, gubernur Syria yang mempunyai hubungan
keluarga dengan Uthman, bersama dengan tentaranya. Peristiwa ini

kemudian melahirkan tiga golongan umat Islam, yang masing-masing dikenal


dengan nama Khawarij, Shia, dan Sunni.
BUDAYA
Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya,
bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya. Namun,
apakah pengertian budaya dan bagaimana Islam memandangnya? Budaya3
adalah kelakuan yang berlaku pada masyarakat dan lingkungan tertentu.
Dahulu kebiasaan memberikan makanan untuk berhala adalah budaya di
kalangan masyarakat jahiliyah Arab. Namun, setelah Rasul datang beliau
mengubah kebiasaan jahiliyah tersebut, dan menggantikannya dengan
ajaran Islam. Misalnya, kebiasaan memberikan makanan untuk berhala,
diganti beliau dengan mengajarkan bersedekah. Begitu pula pada generasi
berikutnya, wali sembilan di Jawa misalnya. Para wali mengubah kebiasaan
atau budaya masyarakat pada saat itu, dan menggantinya dengan kegiatan
yang bernilai ibadah.

Misalnya, sekatenan. Sekaten adalah sebuah upacara kerajaan yang


dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan
Demak. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam
agama Islam, Syahadatain. Para pengunjung sekatenan yang menyatakan
ingin ngrasuk agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam
tersebut, dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat
(syahadatain). Dalam pengamalannya Islam tidak membumi hanguskan
semua budaya tersebut. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dan budaya.
Di mana budaya menjadi sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam.
Contoh yang populer adalah bagaimana Islam mengajarkan untuk
mendoakan kebaikan dan kemenangan di hari Idul Fitri.
Misalnya, bagaimana Sunan Kalijaga mendakwahkan Islam dengan budaya
Jawa waktu itu, yaitu dengan lagu/tembang. Misalnya, pada tembang ilir ilir.
Terdapat filosofis agamis dalam tembang yang notabene adalah budaya
masyarakat Jawa pada waktu itu. Bahkan Maya Hasan, seorang pemain
Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi
dari lagu ini. Ilir ilir mengandung arti sebagai umat Islam kita diminta
bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih
mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita
yang dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi dan
demikian menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan

tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan
tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti
bahagianya pengantin baru.

Sehingga, pada hakikatnya dalam pendakwahannya Islam justru merangkul


budaya untuk menyampaikan esensi ajarannya. Karena, dengan merangkul
budaya, Islam jadi lebih mudah diterima di masyarakat. Budaya bisa/boleh
saja digunakan untuk metode dakwah, selama tidak bertentangan dengan
nilai-nilai dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat alBaqarah, Dan janganlah kau campur adukkan kebenaran dengan kebatilan
dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu
mengetahuinya. (QS. al-Baqarah: 42)4

Anda mungkin juga menyukai