1.
NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib Pajak.
2.
3.
Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar
(SKT).
NPWP diisi:
a.
b.
2.
3.
Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
atau identitas lainnya yang sah.
Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di atas tabel-tabel
berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor.
2.
Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom Kode Jenis Setoran
untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel berikut sesuai dengan
penjelasan dalam kolom Keterangan.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban
perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.
Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang
dibayar atau disetor.
Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan
satu SSP untuk setiap masa pajak.
Tahun Pajak
Diisi tahun terutangnya pajak.
Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau
Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor
pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP.
Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran
pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan
melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap
sampai dengan sen.
Terbilang (untuk SSP Standar)
Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa
Indonesia.
A.
Sanksi Denda
Menurut Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan perubahan ketiga tahun 2007,
telah dilakukan banyak perbaikan. Setiap wajib pajak wajib mengisi SPT (tahunan maupun
masa) dengan benar, lengkap, dan jelas. SPT tersebut dapat ditandatangani biasa, atau pakai
stempel atau tandatangan elektronik atau digital. SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a.
b.
c.
d.
Untuk menetapkan keadaan bahwa wajib pajak dianggap tidak menyampaikan SPT, Dirjen
Pajak wajib memberitahukan kepada wajib pajak.
Bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban ini dapat dikenakan sanksi beruda denda
dan bunga. Sebagaimana telah ditetapkan, bahwa penyerahan SPT bagi wajib pajak orang
pribadi paling lambat 3 bulan setelah tahun pajak berakhir. Sedangkan bagi wajib pajak
badan, SPT wajib diserahkan paling lambat 4 bulan setelah tahun pajak berakhir.
Penyampaian SPT tidak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, wajib pajak
dikenakan sanksi denda sebgai berikut:
a.
Sebesar Rp. 100.000,- untuk SPT Masa (PPh pasal 21, pasal 23 dll)
b.
c.
Sebesar Rp. 100.000,- untuk SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi
Sanksi tersebut sudah dinaikan dibandingkan dengan KUP sebelumnya, dengan maksud
supaya wajib pajak lebih patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi denda
juga diberlakukan bagi wajib pajak yang alfa menyerahkan SPT atau mengisi SPT secara
tidak benar dan tidak lengkap, yaitu didenda paling sedikit satu kali jumlah pajak yang
terutang kurang atau tidak bayar, atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pengenaan
sanksi denda tersebut tidak berlaku bagi.
a.
b.
Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
c.
Wajib pajak pribadi yang berstatus sebagai warga Negara asing yang tidak lagi tinggal
di Indonesia.
d.
Bentuk usaha tetap yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
e.
Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan
g.
h.
Wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan pada peraturan Menteri
Keuangan.
Diharapkan adanya sunset policy tersebut makin banyak wajib pajak yang mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP serta melakukan pembetulan SPT pada tahun-tahun lalu.
Berdasarkan perubahan KUP 2007, Ditjen Pajak mempunyai wewenang untuk menghimpun
data dan meminta informasi dari pihak ketiga yang berakaitan dengan perpajakan. Pihak
ketiga wajib memberikan informasi atau bukti-bukti yang diminta oleh Ditjen Pajak. Bahkan,
untuk kepentingan perpajakan, Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank umum agar memberikan keterangan
atau memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keuangan nasabah.
B.
Sanksi Bunga
Sanksi bunga dikenakan pada wajib pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakan,
tetapi wajib pajak belum membayar pajaknya dengan jumlah yang benar. Dalam hal ini wajib
pajak, dengan kemauan sendiri, dapat melakukan koreksi atas SPT yang telah disampaikan
dengan menyampaikan pernyataan tertulis kepada Dirjen Pajak sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan. Bila proses pembetulan pajak tersebut mengakibatkan utang pajak menjadi
lebih besar, sehingga wajib pajak dikenakan sanksi bunga 2% per bulan atas kekurangan
pajak tersebut dan dihitung sejak saat penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran.
Dalam hal ini bagian dari bulan dihitung sebagai satu bulan penuh. Jangka waktu pembayaran
kurang bayar pajak beserta buganya tersebut paling lama 24 bulan.
Dirjen Pajak berhak melakukan pemeriksaan dan berhak menerbitkan SKP Kurang bayar
dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak, maka wajib pajak harus
menggapi dengan baik atas SKP kurang bayar tersebut. SKP kurang bayar diterbitkan bila:
1.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau
kurang bayar.
2.
SPT tidak disampikan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 3
Kewajiban sebagimana dimaksud dalam pasal 18 atau pasal 29 tidak dipenuhi sehingga
Kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan atu dikukuhkan sebagai pengusaha kena
Secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008.
b.
perpajakan.
c.
Menyampaikan SPT tahun pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi
Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari
penyampaian SPT pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf c, sebelum SPT
pajak Penghasilan disampaikan.
Namun bagi wajib pajak lama dan baru yang berinisiatif melakukan koreksi atas pengisian
SPT pada tahun-tahun lalu, pemerintah memberikan pengampunan atau penghapusan sanksi.
C.
UU PPh 2008 ini memberlakukan sanksi kenaikan tarif bagi wajib pajak yang telah memiliki
NPWP. Sanksi ini dimaksudkan agar wajib pajak mau melakukan tertib diri mengingat
banyak warga Negara Indonesia yang seharusnya bayar pajak tetapi tidak melaksanakan
kewajiban dengan sepenuhnya. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan
kenaikan tarip beragam tergantung pada jenis penghasilan:
1.
Wajib pajak tanpa NPWP yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan atau kegiatan
usaha dikenakan kenaikan 4x lipat dari tarip normal menurut pasal 17 UU PPh 2008.
2.
Wajib pajak tanpa NPWP yang memperoleh penghasilan modal dikenakan kenaikan
Drijen Pajak menemukan data baru yang menyebabkan adanya kurang bayar pajak.
Atas kurang bayar pajak tersebut Dirjen Pajak menerbitkan surat ketetepan pajak kurang
bayar dengan disertai sanksi administrasi kenaikan 100% dari kekurangan pajak tersebut
(pasal 15 UU KUP 2007).
Selain itu, wajib pajak yang telah memiliki NPWP dan telah menyerahkan SPT tetapi pajak
yang terutang dalam SPT tersebut tidak benar, maka wajib pajak melakukan koreksi pada
waktu Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan tetapi sebelum SKP diterbitkan, wajib pajak
dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang
ketidakbenaran dalam pengisian SPT. Adanya koreksi ini wajib pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar.
D.
Sanksi Pidana
Bentuk sanksi pidana yang paling berat diberikan dalam bentuk sanksi pidana. Sanksi pidana
ini bukan hanya bagi wajib pajak secara legal menyelundupkan atau menghindari pajak tetapi
juga setiap orang dan pejabat pajak yang lalai atau dengan sengaja melakukan kewajibannya.
Dengan demikian, sanksi ini diberlakukan secara adil kepada siapapun yang menghalangi
pemenuhan atau pemeriksaan dan penyidikan pajak. Adapun sanksi pidana mengcakup:
1.
Wajib pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tidak
benar atau tidak lengkap pidana kurungan paling lama satu tahun.
2.
Setiap orang dengan sengaja tidak melakukan kewajiban sebagaimana diatur dalam
Pidana sebagaimana diatur pada butir 2 menjadi dua kali sanksi pidana bila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum satu tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
4.
Setiap
orang
yang
melakukan
tindakan
pidana
menyalahkan
NPWP, atau
menyampaikan SPT dengan tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dikenakan
pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun.
5.
Pejabat pajak yang alfa tidak memenuhi kewajiban merahasiahkan informasi, dikenakan
pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 25 juta.
6.
Pejabat pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang
Setiap orang dengan sengaja menhalangi atau mempersulit penyidikan tidank pidana
dalam bidan perpajakan dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp.
75 juta.
8. Setiap orang yang dengan segaja tidak memberikan data dan informasi perpajakan yang
diperlukan Dirjen Pajak, dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp.
1 milyar.
9. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan
pihak lain, dipidana kurungan paling banyak 10 bulan dan denda paling banyak Rp. 800 juta.
10. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi perpajakan yang
diminta oleh Dirjen Pajak dipidana kurungan paling lama 10 bulan dan denda paling banyak
Rp. 800 juta.
11. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan
sehingga menimnulkan kerugian Negara dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda
paling banyak Rp. 500 juta.
Dengan memperhatikan UU KUP 2007 dan UU PPh 2008, wajib pajak diharapkan dapat
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan lebih baik. Upaya menciptakan tata car
pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan yang lebih adil terus dilakukan. Bahkan pada
awal 2009 ini pemerintah memberikan pengampunan kepada wajib pajak baru orang
pribadi yang terlambat menyerahkan SPT dengan membaskan mereka sanksi denda.
Kebijakan ini diambil selain untuk menumbuhkan kesadaran pajak bagi wajib pajak baru,
juga memberikan kesempatan untuk lebih memahami UU PPh 2008 mengingat minimnya
pengetahuan mereka sehingga di tahun mendatang dapat memenuhi kewajiban mereka
sehingga di tahun mendatang dapat memenuhi kewajiban perpajakannya lebih baik.
dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh.
d. Rp
2.025.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
PTKP bagi Wajib Pajak Tidak Kawin
Bagi Wajib Pajak Tidak Kawin, maka status PTKP nya adalah TK/jumlah tanggungan (TK
garis miring jumlah tanggungan). Misalnya Wajib Pajak bujangan yang tidak memiliki
tanggungan, dituliskan sebagai TK/0 (dibaca Tidak Kawin 0 tanggungan). Wajib Pajak
bujang yang menanggung keluarga sedarah 1 orang akan dituliskan TK/1, dst. Untuk
menentukan PTKP Wajib Pajak yang tidak kawin relatif lebih mudah.
Besaran masing-masing PTKP untuk Wajib Pajak Tidak Kawin adalah sebagai berikut:
No
Uraian
Jumlah
TK/0
24.300.000,-
TK/1
26.325.000,-
TK/2
28.350.000,-
TK/3
30.375.000,-
No
Uraian
Jumlah
K/0
26.325.000,-
K/1
28.350.000,-
K/2
30.375.000,-
K/3
32.400.000,-
PTKP Karyawati Kawin yang Menggunakan NPWP Suami dalam Pemenuhan Hak dan
Pelaksanaan Kewajiban Perpajakannya
UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, sehingga penghasilan dari
seluruh keluarga digabungkan dengan penghasilan kepala keluarga sebagai satu kesatuan,
begitu juga dengan kerugiannya. Oleh karena itu karyawati yang telah kawin wajib
menggunakan NPWP suami dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakannya sebagaimana diatur dalam PER-20/PJ/2013. Ketentuan PTKP bagi karyawati
kawin yang menggunakan NPWP suami dalam pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban
perpajakannya adalah sebagai berikut:
a. PTKP yang diberikan oleh pemberi kerja dalam penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebesar
untuk dirinya sendiri saja, sehingga statusnya dianggap TK/0;
b. Dalam hal karyawati kawin tersebut dapat membuktikan dengan surat keterangan tertulis
serendah-rendahnya dari kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak
menerima/memperoleh penghasilan, maka besarnya PTKP yang diberikan adalah sebesar
PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP status kawin + PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3 (tiga) orang, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008.
PTKP Wanita Kawin yang Melakukah Perjanjian Pemisahan Harta atau Memilih
Melaksanakan Hak dan Memenuhi Kewajiban Perpajakannya secara Terpisah dari
Suami
Meskipun suami dan istri dianggap sebagai satu kesatuan ekonomis, dalam hal-hal tertentu
penghasilan suami dan isteri dikenai pajak secara terpisah, yakni dalam hal:
1) suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB-Hidup Berpisah)
2) dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan (PH-Pisah Harta)
3) dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri (MT-Memilih Terpisah)
Apabila suami isteri memiliki keadaan PH atau MT, maka dikenai pajak berdasarkan
penggabungan penghasilan neto suami dan penghasilan neto istri, serta besarnya PPh terutang
yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan
penghasilan neto mereka. Sehingga status PTKP-nya ditulis K/I/tanggungan (K garis miring I
garis miring tanggungan). Artinya Wajib Pajak dengan status kawin, mendapat tambahan
seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah PTKP
untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan.
No
PTKP
Wanita
Uraian
Jumlah
K/I/0
50.625.000,-
K/I/1
52.650.000,-
K/I/2
54.675.000,-
K/I/3
56.700.000,-
Kawin
dengan
Status
Hidup
Berpisah
(HB)
Dalam hal suami isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, Wajib Pajak tersebut
diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin, sehingga status PTKP-nya adalah
TK/tanggungan (TK garis miring tanggungan). Contoh: Suami isteri pada awal tahun pajak
telah memiliki status hidup berpisah dengan putusan hakim dan memiliki 3 orang anak. Maka
dapat digambarkan sebagai berikut:
No Uraian
1
TK/1
TK/2
TK/3
Masa
Berwujud
Manfaat
I. Bukan Bangunan :
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Bangunan II :
Permanen
Tidak Permanen
Ayat (2)
4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
20 Tahun
25%
12.5%
6.25%
5%
50%
25%
12.5%
50%
20 Tahun
10 Tahun
5%
10%
Jenis Usaha
Semua Jenis Usaha
Jenis Harta
a
duplikator,
mesin
fotokopi,
mesin
dan sejenisnya
Perlengkapan
tape/cassette,
sejenisnya.
Sepeda motor, sepeda dan becak
.
e
Alat
lainnya
video
perlengkapan
seperti amplifier,
recorder,
televisi
dan
f.
minuman
Dies, jigs, dan mould.
.
perkebunan, Alat yang digerakkan bukan dengan mesin
2.
Pertanian,
3.
ringan
yang
dapat
dipindah-pindahkan
4.
Perhubungan
5.
dan komunikasi
Industri semi konduktor
angkutan umum.
Falsh memory tester, writer machine, biporar test
system, elimination (PE8-1), pose checker.
E.2. Kelompok II
No
Jenis Usaha
Jenis Harta
.
1.
2.
Pertanian,
Industri
minuman
.
c
.
perkebunan, a
kehutanan, perikanan
3.
makanan
dan a
pengalengan ikan
Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya
4.
5.
6.
7.
jenis.
Mesin yang menghasilkan / memproduksi
Industri mesin
Perkayuan
Konstruksi
Perhubungan,
dan komunikasi
sejenisnya;
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus
tangki,
kapal
penangkap
ikan
dan
8.
9.
Telekomunikasi
yang
mempunyai
berat
sampai
.
e
.
a
.
b
system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE01), full automatic handler, full automatic mark,
hand maker, individual mark, inserter remover
machine, laser marker (FUM A-01), logic test
system, marker (mark), memory test system,
molding, mounter, MPS automatic, MPS manual,
O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form
machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut
press, trimming/forming machine, wire bonder, wire
pull tester.
E.3. Kelompok III
No
Jenis Usaha
.
1.
Pertambangan
2.
Jenis Harta
selain Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan,
termasuk mesin - mesin yang mengolah produk pelikan.
a Mesin yang mengolah / menghasilkan produk-produk
dan .
pencelupan
3.
4.
Perkayuan
Industri kimia
printing,
sejenisnya.
Mesin yang mengolah / menghasilkan produk - produk
anyaman lainnya.
Mesin dan peralatan penggergajian kayu
.
a
finishing,
industri
texturing,
kimia
packaging
(misalnya
bahan
dan
kimia
dan sinematografi.
Mesin yang mengolah / menghasilkan produk industri
5.
Industri mesin
6.
Perhubungan,
komunikasi
.
d
.
e
.
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.
7.
Telekomunikasi
E.4. KELOMPOK IV
No
Jenis Usaha
.
1.
2.
Konstruksi
Mesin berat untuk konstruksi
Perhubungan dan a Lokomotif uap dan tender atas rel
komunikasi
Jenis Harta
.
b
.
c
.
d
f.
g
.
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
Pasal 21.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan
200
PPh Pasal 21
Tahunan PPh Pasal 21
300
311
Pasal 21.
SKPKB PPh Final Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pembayaran
Jaminan
Sekaligus
Hari
Tua,
Tebusan Pensiun, dan Uang Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan
320
Pesangon
SKPKBT PPh Pasal 21
Uang Pesangon.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh
321
Pasal 21.
SKPKBT PPh Final Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pembayaran
Jaminan
Sekaligus
Hari
Tua,
Tebusan Pensiun, dan Uang Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun dan
390
Pesangon
Pembayaran
atas
Uang Pesangon.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran
PPh
Final
Pasal
21
Sekaligus Atas Jaminan Hari pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua,
Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon.
402
Uang Pesangon
PPh Final Pasal
21
honorarium atau imbalan lain honorarium atau imbalan lain yang diterima
yang diterima Pejabat Negara, Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan
PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya.
para pensiunnya
KODE AKUN PAJAK 411122 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 22
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
N
100
199
200
PPh Pasal 22
STP PPh Pasal 22
JENIS
SETORA
310
22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pasal 22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pasal 22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh
390
Pembayaran
atas
Keberatan,
Putusan Banding
PPh Final Pasal
22
402
Penebusan Migas
PPh Final Pasal
22
Penebusan Migas.
atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 22 atas
Dalam Negeri
Pemungut PPh Pasal 22
oleh Pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411123 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 22 IMPOR
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
transaksi impor.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan
300
310
390
Pembayaran
atas
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411124 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 23
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
101
102
Pasal 23.
untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor
atas bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang) yang dibayarkan
kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum
103
104
Pasal 23.
untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor
atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam
199
300
301
310
dan Jasa
SKPKB PPh Pasal 23
311
jasa).
SKPKB PPh Pasal 23 atas untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Dividen, Bunga, Royalti, yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 23 atas
312
dan Jasa
dividen, bunga, royalti, dan jasa.
SKPKB PPh Final Pasal untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
320
23
SKPKBT PPh Pasal 23
321
SKPKBT PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
atas
Dividen,
322
390
23
Pembayaran
atas
Keputusan
Surat
Banding
PPh Final Pasal 23 atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 23 atas bunga
Bunga Simpanan Anggota simpanan anggota koperasi.
Koperasi
KODE AKUN PAJAK 411125 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 25/29 ORANG
PRIBADI
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
Masa PPh Pasal 25 Orang untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang
101
Pribadi
Pribadi yang terutang.
Masa PPh Pasal 25 Orang untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang
199
200
Pribadi.
untuk pembayaran pajak yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh
300
Orang Pribadi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP PPh Orang
310
Pribadi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh
320
Orang Pribadi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh
390
Pembayaran
atas
Orang Pribadi.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
KODE AKUN PAJAK 411126 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 25/29 BADAN
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
Masa PPh Pasal 25 untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Badan yang
101
Badan
terutang.
PPh Atas Pengalihan untuk pembayaran PPh Badan Atas Pengalihan Hak Atas
Hak Atas Tanah dan/ Tanah dan/atau Bangunan yang tidak bersifat final atas
atau Bangunan yang transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan
tidak
bersifat
Badan
199
Pembayaran
310
320
390
200
300
Keputusan
Pembetulan,
Keputusan Keberatan,
atau Putusan Banding
KODE AKUN PAJAK 411127 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 26
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
102
PPh
Pasal
26
Dividen
imbalan
sehubungan
dengan
jaminan
104
105
199
Pembayaran
Pendahuluan
300
skp
Pasal 26
STP PPh Pasal 26
301
310
Pajak BUT
SKPKB PPh Pasal 26
311
Dividen,
Royalti, Jasa, dan Laba dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak
320
BUT.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 26 (selain
SKPKBT PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti,
321
Dividen,
Royalti, Jasa, dan Laba dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak
390
Surat
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
199
300
PPh Final
STP PPh Final
310
Final.
SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
(2)
311
312
322
390
Pembayaran
atas
Keberatan,
401
Putusan Banding
Putusan Banding.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
402
Diskonto/
atas diskonto/bunga obligasi.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Pengalihan
403
atas
dan/atau Bangunan
Bangunan.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Persewaan
404
Hak
Tanah
dan/
Bangunan
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Bunga Deposito / Tabungan, atas bunga deposito/tabungan, jasa giro dan
405
406
Hadiah Undian
atas hadiah undian.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Transaksi Saham dan Obligasi di atas transaksi saham dan obligasi di Bursa
407
Bursa Efek
Efek.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
408
Saham
409
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
410
Jasa Konstruksi
atas jasa konstruksi.
PPh Final Pasal 15 atas Jasa untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa
411
412
Luar Negeri
PPh Final Pasal 15 atas Jasa untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa
413
414
Luar Negeri
PPh Final Pasal 15 atas Pola untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas pola
415
Bagi Hasil
PPh Final
15
bagi hasil.
atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas
416
417
Simpanan
Koperasi
418
Pasal
yang
dari
badan
transaksi
derivatif
yang
diperdagangkan di bursa
PPh Final Pasal 17 ayat (2c) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 17 ayat (2c)
penghasilan berupa dividen
420
dari
Wajib
Pajak
yang
Memiliki
Bruto Tertentu
PPh Final atas
Uplift
di bidang usaha hulu minyak gas bumi berupa uplift atau imbalan lain yang
dan gas bum
499
500
sejenis,
dan
penghasilan
kontraktor
dari
501
PPh
Final
atas
510
Sanksi
denda
administrasi
atau
pengungkapan
kenaikan
Sanksi
denda
pidana
di
bidang
perpajakan
JENIS SETORAN
KETERANGAN
N
100
300
lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
JENIS
SETORA
SKPKB
Lainnya
PPh
Non
Migas lainnya.
Migas untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Non
320
SKPKBT PPh
Non
Migas lainnya.
Migas untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Lainnya
390
Pembayaran
atas
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411111 UNTUK JENIS PAJAK PPh MINYAK BUMI
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
300
Bumi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Minyak Bumi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh
390
Pembayaran
atas
Minyak Bumi.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
KODE AKUN PAJAK 411112 UNTUK JENIS PAJAK PPh GAS ALAM
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
300
Alam.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Gas
320
Alam.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh
390
Pembayaran
atas
Gas Alam.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411113 UNTUK JENIS PAJAK PPh LAINNYA DARI MINYAK
BUMI
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
PPh Lainnya Dari Minyak untuk pembayaran masa PPh lainnya dari
300
Bumi
Minyak Bumi.
STP PPh Lainnya Dari Minyak untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Bumi
310
320
390
Pembayaran
Keputusan
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411119 UNTUK JENIS PAJAK PPh MIGAS LAINNYA
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
300
Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Migas Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pembayaran
Migas Lainnya.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
atas
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411211 UNTUK JENIS PAJAK PPN DALAM NEGERI
KODE JENIS JENIS SETORAN
SETORAN
100
Setoran
Masa
PPN
KETERANGAN
Dalam untuk pembayaran pajak yang masih harus
Negeri
101
Setoran
berwujud
BKP
luar
PPN
terutang
atas
102
Pabean
Daerah Pabean.
Setoran PPN JKP dari luar untuk pembayaran
103
Daerah Pabean
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean.
Setoran Kegiatan Membangun untuk pembayaran PPN terutang atas
104
Sendiri
Setoran
Penyerahan
PPN
terutang
atas
atas
Setoran Atas Pengalihan Aktiva untuk pembayaran PPN yang terutang atas
Dalam Rangka Restrukturisasi pengalihan
aktiva
dalam
rangka
199
Perusahaan
restrukturisasi perusahaan.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan
300
310
Dalam Negeri.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN
311
Dalam Negeri.
SKPKB PPN Pemanfaatan BKP untuk pembayaran jumlah yang masih harus
tidak berwujud dari luar Daerah dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN
Pabean
312
313
SKPKB
Pabean.
Kegiatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus
PPN
Membangun Sendiri
314
320
321
SKPKBT
PPN
BKP tidak berwujud dari luar dibayar yang tercantum dalam SKPKBT
Daerah Pabean
322
SKPKBT
PPN
323
Pabean.
SKPKBT PPN atas Kegiatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Membangun Sendiri
324
SKPKBT
Pemungut
Dalam Negeri
390
Pembayaran
pemungut.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
atas
Keberatan,
yang
tercantum
dalam
Surat
Putusan Banding
Pemungut PPN Dalam Negeri
JENIS SETORAN
KETERANGAN
N
100
199
BKP
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan
300
PPN Impor
STP PPN Impor
JENIS
SETORA
310
Impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN
390
Pembayaran
atas
Impor.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
Pemungut PPN Impor
oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411221 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM DALAM NEGERI
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
Setoran Masa PPnBM Dalam untuk pembayaran pajak yang masih harus
Negeri
199
300
310
Dalam Negeri.
SKPKB Masa PPnBM Dalam untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Negeri
311
SKPKB
Dalam Negeri.
PPnBM untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Dalam Negeri
320
menjadi
kewajiban
Dalam Negeri.
SKPKBT Pemungut PPnBM untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Dalam Negeri
390
yang
pemungut.
SKPKBT Masa PPnBM Dalam untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Negeri
321
Negeri
Pembayaran
atas
Negeri
yang
menjadi
kewajiban
pemungut.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
Pemungut PPnBM
Negeri
dipungut oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411222 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM IMPOR
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
199
impor BKP
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan
300
PPnBM Impor
STP PPnBM Impor
310
Impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pembayaran
atas
Impor.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
Pemungut PPnBM Impor
Putusan Banding.
untuk penyetoran PPnBM Impor yang dipungut
oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411219 UNTUK JENIS PAJAK PPN LAINNYA
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
300
Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN
320
Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN
390
Pembayaran
atas
Lainnya.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
JENIS SETORAN
KETERANGAN
N
100
untuk
300
terutang.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
JENIS
SETORA
pembayaran
PPnBM
Lainnya
yang
Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM
390
Pembayaran
atas
Lainnya.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411611 UNTUK BEA MATERAI
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
199
Bea Meterai
untuk pembayaran penggunaan Bea Meterai.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan
300
Bea Meterai
STP Bea Meterai
310
Meterai.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Bea
390
Pembayaran
atas
Meterai.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411612 UNTUK PENJUALAN BENDA MATERAI
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
199
300
Benda Meterai
STP Benda Meterai
310
Meterai.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB Benda
320
Meterai.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Benda
390
Pembayaran
atas
Meterai.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Keberatan,
Putusan Banding
KODE AKUN PAJAK 411619 UNTUK JENIS PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
100
300
Langsung Lainnya
Lainnya yang terutang.
STP Pajak Tidak Langsung untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Lainnya
310
pembayaran
Pajak
Tidak
Langsung
Langsung Lainnya.
SKPKB Pajak Tidak Langsung untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Lainnya
320
SKPKBT
Pajak
Langsung Lainnya
390
Pembayaran
atas
Keberatan,
Putusan Banding
Pemungut
Pajak
Langsung Lainnya
yang dipungut oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411621 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPh
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
300
STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPh.
PPh
KODE AKUN PAJAK 411622 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPN
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
300
STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPN.
PPN
KODE AKUN PAJAK 411623 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPnBM
KODE
JENIS SETORAN
KETERANGAN
JENIS
SETORA
N
300
pembayaran
STP
Bunga
Penagihan
PPnBM
PPnBM.
KODE AKUN PAJAK 411624 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PAJAK TIDAK
LANGSUNG LAINNYA (PTLL)
KODE
JENIS
SETORA
JENIS SETORAN
KETERANGAN
N
300
STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PTLL.
PTLL
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang
dibayar secara bulanan.
5% atau 6% (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) dari upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang jumlahnya melebihi Rp150.000,sehari dan penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender tidak melebihi Rp6.000.000,00;
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) atas jumlah
kumulatif dari dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima
oleh bukan pegawai. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 tenaga ahli adalah 50%
dari jumlah penghasilan bruto;
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas
jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah,
yang diterima oleh peserta kegiatan.
20% bersifat final diterapkan terhadap penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Wajib Pajak luar negeri, dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak
luar negeri tersebut;
Tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan
Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah:
1. Bersifat Final
0% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain
dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan I dan II, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
5% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain
dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;
15% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan
lain dengan nama apapun yang diterima Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan
Pensiunannya;
2. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan
bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan termasuk gaji ke-13 yang menjadi beban APBN atau APBD
yang dihitung dengan tarif ini ditanggung oleh pemerintah.
3. Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkat sebagai
pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk sebagaiPejabat Negara, atas
penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait dengan kedudukannya sebagai
pimpinan dan/atau anggota pada lembaga tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak ditanggung oleh
Pemerintah.
4. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan
bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun,dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak ditambah tarif 20% lebih tinggi apabila Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memilik Nomor Pokok Wajib Pajak.
Tambahan
PPh
Pasal
21
sebesar 20% dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan
Anggota POLRI dan pensiunannya pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
dibayarkan.
Uraian Transaksi
1.
Impor
selain
Th 2013
Th 2010 2013
Th
(Mulai : 23/2/2013)
(Per
22/2/13)
2,5% x Nilai Impor
30/0
2,5% x
2,5%
tariff P
7,5% x
menggunakan API
4. Impor yang tidak dikuasai 7,5% x harga jual lelang
7,5% x harga jual lelang
7,5% x
5. Pembelian Barang oleh 1,5% x Harga Pembelian tidak 1,5% x Harga Pembelian tidak 1,5%
Bendahara
Pemerintah
termasuk PPN
termas
KPA
Baran
Kecuali
pembayaran
untuk
maks
Rp
Kecuali
pembayaran
untuk
2.000.000
untuk
Pemer
pembayaran maks Rp
2.000.000
Kecuali
Kecuali
Pembayaran
atas
Pelumas,
gas,
Benda-benda
pelumas,
minum/PDAM
& listrik
benda-benda pos.
air
dan
1,5%
yg
termas
ditunjuk
Kecuali
untuk
pembayaran
maks
Rp
10.000.000
Kecuali
untuk
pembayaran
atas
Benda-benda
penjualan
untuk
kpd
SPBU
Pelumas
Pertamina
non Pertamina
Penjualan
kepada
non
SPBU
PPh22
u/SPBU
(No
bersifat final)
bers
kpd
bersifat final)
BBM,
penjualan
SPBU Pertamina
(Note
importir
Penjualan
SPBU
0,25%
Penjualan
termasuk PPN
(tidak 0,3%
termas
0,25%
0,1% x
0,3% x
0,45%
N/A
N/A
N/A
N/A
Semen kepada
Kertas kepada
baja kepada
oleh
Industri
ATPM,
APM
dan
Importir Umum
14. Penjualan semua jenis 0,3% x DPP PPN
oleh Industri Farmasi kepada
termasuk PPN
:0,5%
termas
12/3/2
bergerak
Pembe
kehutanan,
dalam
sektor
perkebunan,
Jasa penilai.
Jasa aktuaris.
Jasa perancang.
Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT (Badan
Usaha Tetap).
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
Jasa maklon.
Jasa pengepakan.
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi.
5.
Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 23.
6.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak
termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna
jasa;
Penghasilan
Tarif
Urut
1
Ketentuan Berlaku
%
Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto SBI
dan Jasa 20
Giro****
PP
131
Nomor
51/KMK.04/2001
Pasal 4(2) a dan Pasal
17
jo PP Nomor 16 Tahun
3a.
2009
s.d.a
3b.
s.d.a
3c.
s.d.a
3d.
s.d.a
3e.
s.d.a
3f.
s.d.a
3g.
s.d.a
s.d.a
s.d.a
(7)
Jo
Pasal 17 (2c)
25
dan
7a
2.5
2000
Pasal 4 (2) c UU PPh
jo PP Nomor 17 Tahun
2009
PP Nomor 14 Tahun
0.5
1997
Jo
KMK
282/KMK.04/1997Jo
SE
15/PJ.42/1997 dan SE
7b
8
0.1
06/PJ.4/1997
s.d.a.
Pasal 4 (2) c UU PPh
Jo PP No. 51 Tahun
2008 Jo PP No. 40
2
4
3
4
Tahun 2009
s.d.a.
s.d.a.
s.d.a.
s.d.a.
8a.
8b.
8c.
8d.
8e.
bersertifikasi usaha
Perancang atau pengawas JK oleh penyedia JK tanpa 6
s.d.a.
bersertifikasi usaha
Persewaan atas tanah dan/atau bangunan
Peraturan Pemerintah
10
2002
Pasal 4 (2) d UU PPh
10b.
PP Nomor 4 Tahun
1995
penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; hibah, warisan.
dengan syarat perusahaan pasangannya tidak terdaftar dibursa efek, dalam hal transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut dilakukan melalui bursa efek,
maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
transaksi penjualan saham di bursa efek
Kecuali bunga dan/atau diskonto yang diterima oleh dana pensiun dan bank, baik bank DN
atau perwakilan bank LN di DN PPh-nya tidak final
Uraian
Tarif x DPP
o
1
Charter
KMK
yang
diterima lambat
tanggal
10
bulan 475/KMK.04/1996
berdasarkan
perjanjian berikutnya.
SE
charter.
Setor dengan menggunakan SSP, 35/PJ.4/1996
TIDAK FINAL
dengan:
Penerbangan
Dalam Negeri
KAP: 411129,
KJS: 101
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Dasar Hukum
Perusahaan
Pelayaran
FINAL
Dalam Negeri
berikutnya.
KMK
SE
Disetor
sendiri:disetor
paling 29/PJ.4/1996
lambat
tanggal
bulan
15
berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal
15,
dilaporkan
lambattanggal
paling
20 bulan
berikutnya.
3
Perusahaan
Disetor
pemotong:disetor
oleh
KMK
Luar Negeri
Disetor
sendiri:disetor
paling 32/PJ.4/1996
lambat
tanggal
bulan
berikutnya.
15
SE
berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
4
WPLN
mempunyai
ada
P3B
sendiri
dengan lambattanggal
paling
KMK
15 bulan 634/KMK.04/1994,
kantor
Indonesia:
perwakilan
0,44% x
dagang
Indonesia
nilai
ekspor
di bruto
negara
KEP
667/PJ/2001,berlak
u mulai 29 Oktober
KAP: 411128
2001
SE
untuk
contoh Lampiran
dilampiri SSP
lembar ke-3.
FINAL
KMK
yang 7% x tarif tertinggi Pasal Disetor dengan menggunakan SSP
17 ayat (1) huruf b UU PPh Final paling lambat tgl 15 543/KMK.03/2002
melakukan
total
biaya bulan berikutnya.
SE
kegiatan usaha PPh x
02/PJ.31/2003
jasa
maklon pembuatan atau perakitan KAP: 411128
barang tidak termasuk
(Contract
KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan
Manufacturing biaya pemakaian bahan
secara spesifik ttg jasa maklon ini)
) Internasional baku (direct materials).
Dilaporkan paling lambat tgl 20
di
bidang Didalam
SE
bulan berikutnya. Tetapi tidak ada
produksi
02/PJ.31/2003
formulir khusus utk pelaporannya.
mainan anak- disebutkan:
WP
anak.
tidak
termasuk
c.
laba usaha;
d.
h.
i.
j.
k.
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l.
m.
n.
premi asuransi;
o.
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q.
r.
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s.
warisan;
c.
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
d.
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15;
e.
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f.
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
g.
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
h.
penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i.
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
j.
penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.
3.
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4.
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan
5.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sesuai dengan PP
Nomor 131 Tahun 2000 dan KMK-51/KMK.04/2001 tentang PPh atas bunga deposito
dan tabungan serta diskonto SBI yang mulai berlaku 1 Januari 2001, menetapkan
pengenaan PPh atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikasi Bank
Indonesia adalah sebagai berikut :
A.
dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto,
terhadap WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
B.
dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau
dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang
berlaku, terhadap WP dalam negeri.
1.
bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu
Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
2.
bunga data diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
3.
bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor
11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
4.
bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan
sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
untuk dihuni sendiri.
5.
Penghasilan dari transaksi bunga obligasi sesuai dengan PP Nomor 16 Tahun 2009
tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi yang mulai berlaku 1 Januari
2009.
Yang dimaksud dengan obligasi adalah surat utang dan Surat Utang Negara, yang berjangka
waktu lebih dari 12 bulan. Sementara itu, bunga obligasi adalah imbalan yang diterima
dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh WP berupa bunga obligasi dikenai
pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali bagi WP tertentu yaitu :
1.
dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
2.
bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
bunga dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar :
1)
15% (lima belas persen) bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
2)
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif Persetujuan Penghindaran Pajak
1)
15% (lima belas persen) bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
2)
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif Persetujuan Penghindaran Pajak
15% (lima belas persen) bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
2)
20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran
bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana
yang terdaftar pada Bapepam dan Lembaga Keuangan sebesar :
1)
2)
5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
3)
Pengecualian dari pemotongan PPh final, apabila penerima penghasilan berupa bunga
obligasi adalah WP Dana Pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.
Pemotongan PPh sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh :
1.
penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga
dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh
tempo bunga obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga
pada saat jatuh tempo obligasi; dan/atau
2.
perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas
bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
3.
Yang dimaksud dengan penghasilan bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga sismpanan
yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi
orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota. Tetapi tidak
termasuk bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan
bagian dari sisa hasil usaha.
Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai PPh yang bersifat final. Besarnya
PPh adalah sebagai berikut :
1.
0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000
per bulan; atau
2.
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp240.000 per bulan.
Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi, wajib memotong PPh yang bersifat final pada saat pembayaran.
1.
Atas hadiah undian dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final.
Atas hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan Pajak Penghasilan dengan ketentuan sebagai
berikut :
Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri,
dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000 dari jumlah penghasilan bruto;
Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan
Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto dengan
memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku;
Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4) Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000, sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto.
Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan
adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua
pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh
konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
1.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya
Pajak Penghasilan adalah 0,1% (satu per dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
Pemungutan Pajak Penghasilan dilakukan oleh penyelenggara bursa efek melalui pedagang
perantara efek pada saat menerima pelunasan transaksi penjualan saham pada tanggal 20
bulan berikutnya dan dilaporkan tanggal 25 bulan berikutnya.
Tambahan Pajak Penghasilan untuk transaksi penjualan saham pendiri sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai jual saham.
Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang
Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebelum
Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Bapepam dalam rangka penawaran umum
perdana (initial public offering) menjadi efektif.
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga kurang
dari 90% (sembilan puluh persen) dari harga saham pada saat penawaran umum perdana.
Penyetoran tambahan Pajak Penghasilan atas saham pendiri (PP no 14 Tahun 1997).
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa keuntungan modal (capital
gain), bunga dan atau diskonto yang berasal dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek
dan atau yang dilaporkan di bursa efek, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
Pengecualian:
Bank Wajib Pajak dalam negeri dan cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk
usaha tetap di Indonesia;
Dana pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
Pemotongan dilakukan oleh :
Penerbit obligasi (emiten) pada saat emisi perdana obligasi tanpa bunga (zero coupon
bond);
Penerbit obligasi pada saat jatuh tempo pembayaran bunga;
Bank Wajib Pajak dalam negeri, cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk usaha
tetap di Indonesia, Dana Pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan, dan Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal, pada saat
perolehan obligasi berbunga atas bunga berjalan yang diperoleh selama masa kepemilikan
oleh penjual obligasi;
Penyelenggara bursa pada saat transaksi penjualan obligasi di bursa efek dan atau yang
dilaporkan ke bursa efek.
Tarif Pajak :
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap;
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong atas penghasilan berupa keuntungan modal
(capital gain), bunga dan atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemilik obligasi pada
saat transaksi penjualan obligasi di bursa efek dan atau yang dilaporkan ke bursa efek adalah
sebesar 0,03 % (tiga perseratus persen) dari nilai transaksi.
1.
Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Kep. Direktur Jenderal
Pajak Nomor : Kep- 227/Pj/2002).
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib
Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau
bangunan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau
bangunan.
Jumlah bruto nilai persewaan merupakan Semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh
pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah
dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
keamanan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang
disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
1.
Dikenakan PPh Final sebesar 5% dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan (nilai tertinggi antara
nilai berdasarkan akta pengalihan dan NJOP tanah dan bangunan). Dengan syarat Jumlah
Bruto Nilai Pengalihan lebih dari 60 juta.
1.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil
berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, serta yang
mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Tarif Pajak :
2% dari bruto untuk pelaksanaan konstruksi
4% dari bruto untuk jasa perencanaan konstruksi
4% dari bruto untuk jasa pengawasan konstruksi
Pajak dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh wajib pajak penyedia jasa.
1.
Usaha real estate (PPh final sebesar 5%, kecuali untuk RSS 1%).
2.
3.
Penghasilan dari dividen yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri,
sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2009, dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final.
Pengenaan PPh dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak
lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.
4.
Penghasilan dari jasa maklon internasional, sesuai dengan KMK Nomor 543 Tahun
2002, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 2,1%.
5.
6.
Penjualan bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas untuk penyalur/agen
Pertamina sebesar 0,3% (Kep Nomor 417 Tahun 2001).
Sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, apabila suatu jenis penghasilan
dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final, maka penghasilan tersebut tidak boleh
digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bersifat final tersebut tidak boleh digabungkan dengan biaya yang timbul
atas penghailan lain yang dikenakan tarif umum. Dengan kata lain, biaya tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.
1.
Biaya yang berhubungan dengan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
Sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 bahwa untuk dapat dibebankan
sebagai biaya secara fiscal, maka pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.