Anda di halaman 1dari 71

NPWP, Nama WP dan Alamat diisi sesuai dengan:

1.

NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib Pajak.

2.

Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.

3.

Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar
(SKT).

Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP


1.

NPWP diisi:
a.

Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000

b.

Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000

2.

XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak.

3.

Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
atau identitas lainnya yang sah.

Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran


1.

Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di atas tabel-tabel
berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor.

2.

Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom Kode Jenis Setoran
untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel berikut sesuai dengan
penjelasan dalam kolom Keterangan.

Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban
perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.

Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar)


Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom Jenis Setoran yang berkenaan dengan Kode MAP
dan Kode Jenis Setoran pada tabel berikut.
- Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak.
- Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh
yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa.

Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang
dibayar atau disetor.
Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan
satu SSP untuk setiap masa pajak.

Tahun Pajak
Diisi tahun terutangnya pajak.

Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau
Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor
pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP.

Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran
pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan
melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap
sampai dengan sen.
Terbilang (untuk SSP Standar)
Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa
Indonesia.

Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)


Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran (Bank
Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama jelas petugas
penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.

Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)


Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib
Pajak/Penyetor serta stempel usaha.

Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)


Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB)
atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah
mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Pemberlakuan SSP Baru
SSP dan kode akun pajak sebagaimana terlampir ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009.

A.

Sanksi Denda
Menurut Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan perubahan ketiga tahun 2007,

telah dilakukan banyak perbaikan. Setiap wajib pajak wajib mengisi SPT (tahunan maupun
masa) dengan benar, lengkap, dan jelas. SPT tersebut dapat ditandatangani biasa, atau pakai
stempel atau tandatangan elektronik atau digital. SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a.
b.

SPT tidak ditandatangani


SPT tidak sepenuhnya dilampirkan keterangan dan dokumen laporan

c.

keuangan yang diaudit


SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah tiga tahun sesudah
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dan wajib pajak telah

d.

ditegur secara tertulis


SPT disampikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan atau
menerbitkan SKP.

Untuk menetapkan keadaan bahwa wajib pajak dianggap tidak menyampaikan SPT, Dirjen
Pajak wajib memberitahukan kepada wajib pajak.
Bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban ini dapat dikenakan sanksi beruda denda
dan bunga. Sebagaimana telah ditetapkan, bahwa penyerahan SPT bagi wajib pajak orang
pribadi paling lambat 3 bulan setelah tahun pajak berakhir. Sedangkan bagi wajib pajak
badan, SPT wajib diserahkan paling lambat 4 bulan setelah tahun pajak berakhir.
Penyampaian SPT tidak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, wajib pajak
dikenakan sanksi denda sebgai berikut:
a.

Sebesar Rp. 100.000,- untuk SPT Masa (PPh pasal 21, pasal 23 dll)

b.

Sebesar Rp. 1.000.000,- untuk SPT wajib pajak badan

c.

Sebesar Rp. 100.000,- untuk SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi

Sanksi tersebut sudah dinaikan dibandingkan dengan KUP sebelumnya, dengan maksud
supaya wajib pajak lebih patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi denda
juga diberlakukan bagi wajib pajak yang alfa menyerahkan SPT atau mengisi SPT secara
tidak benar dan tidak lengkap, yaitu didenda paling sedikit satu kali jumlah pajak yang
terutang kurang atau tidak bayar, atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Pengenaan
sanksi denda tersebut tidak berlaku bagi.

a.

Wajib pajak orang peibadi yang telah meninggal dunia.

b.

Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas.
c.

Wajib pajak pribadi yang berstatus sebagai warga Negara asing yang tidak lagi tinggal

di Indonesia.
d.

Bentuk usaha tetap yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

e.

Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


f.

Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.

g.

Wajib pajak yang terkena bencana alam.

h.

Wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan pada peraturan Menteri

Keuangan.
Diharapkan adanya sunset policy tersebut makin banyak wajib pajak yang mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP serta melakukan pembetulan SPT pada tahun-tahun lalu.
Berdasarkan perubahan KUP 2007, Ditjen Pajak mempunyai wewenang untuk menghimpun
data dan meminta informasi dari pihak ketiga yang berakaitan dengan perpajakan. Pihak
ketiga wajib memberikan informasi atau bukti-bukti yang diminta oleh Ditjen Pajak. Bahkan,
untuk kepentingan perpajakan, Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank umum agar memberikan keterangan
atau memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keuangan nasabah.
B.

Sanksi Bunga

Sanksi bunga dikenakan pada wajib pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakan,
tetapi wajib pajak belum membayar pajaknya dengan jumlah yang benar. Dalam hal ini wajib
pajak, dengan kemauan sendiri, dapat melakukan koreksi atas SPT yang telah disampaikan
dengan menyampaikan pernyataan tertulis kepada Dirjen Pajak sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan. Bila proses pembetulan pajak tersebut mengakibatkan utang pajak menjadi
lebih besar, sehingga wajib pajak dikenakan sanksi bunga 2% per bulan atas kekurangan
pajak tersebut dan dihitung sejak saat penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran.

Dalam hal ini bagian dari bulan dihitung sebagai satu bulan penuh. Jangka waktu pembayaran
kurang bayar pajak beserta buganya tersebut paling lama 24 bulan.
Dirjen Pajak berhak melakukan pemeriksaan dan berhak menerbitkan SKP Kurang bayar
dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak, maka wajib pajak harus
menggapi dengan baik atas SKP kurang bayar tersebut. SKP kurang bayar diterbitkan bila:
1.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau

kurang bayar.
2.

SPT tidak disampikan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 3

setelh ditegur secara tertulis.


3.

Kewajiban sebagimana dimaksud dalam pasal 18 atau pasal 29 tidak dipenuhi sehingga

tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.


4.

Kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan atu dikukuhkan sebagai pengusaha kena

pajak secara jabatan.


Jumlah SKP kurang bayar untuk butir 2 dan butir 3 dimuka juga dikenai sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar:
a. 50% dari pajak penghasilan yang kurang atau tidak dibayar dalam satu tahun pajak.
b. 100% dari pajak penghasilan yang kurang tau tidak dipotong, kurang atau tidak dipungut,
kurang atau tidak disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak disetor.
Bila wajib pajak melakukan tindak pidana bidang pajak dan Dirjen Pajak menemukan adanya
kurang bayar yang terjadi lebih dari lima tahun sebelumnya, maka Dirjen Pajak dapat
menerbitkan SPT kurang bayar dengan disertai sanksi bunga 48% dari jumlah pajak yang
kurang atau tidak dibayar tersebut.
Dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.03/2008, wajib pajak
yang diberikan penghapusan sanksi administrasi adalah wajib pajak yang memenuhi
persyaratan:
a.

Secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun 2008.

b.

Tidak sedang dilakukan pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang

perpajakan.

c.

Menyampaikan SPT tahun pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi

persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Maret 2009.


d.

Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari

penyampaian SPT pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf c, sebelum SPT
pajak Penghasilan disampaikan.
Namun bagi wajib pajak lama dan baru yang berinisiatif melakukan koreksi atas pengisian
SPT pada tahun-tahun lalu, pemerintah memberikan pengampunan atau penghapusan sanksi.
C.

Sanksi Kenaikan Tarif

UU PPh 2008 ini memberlakukan sanksi kenaikan tarif bagi wajib pajak yang telah memiliki
NPWP. Sanksi ini dimaksudkan agar wajib pajak mau melakukan tertib diri mengingat
banyak warga Negara Indonesia yang seharusnya bayar pajak tetapi tidak melaksanakan
kewajiban dengan sepenuhnya. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan
kenaikan tarip beragam tergantung pada jenis penghasilan:
1.

Wajib pajak tanpa NPWP yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan atau kegiatan

usaha dikenakan kenaikan 4x lipat dari tarip normal menurut pasal 17 UU PPh 2008.
2.

Wajib pajak tanpa NPWP yang memperoleh penghasilan modal dikenakan kenaikan

100% dari tarip normal.


3.

Drijen Pajak menemukan data baru yang menyebabkan adanya kurang bayar pajak.

Atas kurang bayar pajak tersebut Dirjen Pajak menerbitkan surat ketetepan pajak kurang
bayar dengan disertai sanksi administrasi kenaikan 100% dari kekurangan pajak tersebut
(pasal 15 UU KUP 2007).
Selain itu, wajib pajak yang telah memiliki NPWP dan telah menyerahkan SPT tetapi pajak
yang terutang dalam SPT tersebut tidak benar, maka wajib pajak melakukan koreksi pada
waktu Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan tetapi sebelum SKP diterbitkan, wajib pajak
dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang
ketidakbenaran dalam pengisian SPT. Adanya koreksi ini wajib pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar.

D.

Sanksi Pidana

Bentuk sanksi pidana yang paling berat diberikan dalam bentuk sanksi pidana. Sanksi pidana
ini bukan hanya bagi wajib pajak secara legal menyelundupkan atau menghindari pajak tetapi
juga setiap orang dan pejabat pajak yang lalai atau dengan sengaja melakukan kewajibannya.
Dengan demikian, sanksi ini diberlakukan secara adil kepada siapapun yang menghalangi
pemenuhan atau pemeriksaan dan penyidikan pajak. Adapun sanksi pidana mengcakup:
1.

Wajib pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tidak

benar atau tidak lengkap pidana kurungan paling lama satu tahun.
2.

Setiap orang dengan sengaja tidak melakukan kewajiban sebagaimana diatur dalam

pasal 39 UU KUP 2007.


3.

Pidana sebagaimana diatur pada butir 2 menjadi dua kali sanksi pidana bila seseorang

melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum satu tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
4.

Setiap

orang

yang

melakukan

tindakan

pidana

menyalahkan

NPWP, atau

menyampaikan SPT dengan tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dikenakan
pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun.
5.

Pejabat pajak yang alfa tidak memenuhi kewajiban merahasiahkan informasi, dikenakan

pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 25 juta.
6.

Pejabat pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang

menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaiman dimaksud dalam pasal 34 UU


KUP 2007 dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 50 juta.
7.

Setiap orang dengan sengaja menhalangi atau mempersulit penyidikan tidank pidana

dalam bidan perpajakan dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp.
75 juta.
8. Setiap orang yang dengan segaja tidak memberikan data dan informasi perpajakan yang
diperlukan Dirjen Pajak, dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp.
1 milyar.

9. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan
pihak lain, dipidana kurungan paling banyak 10 bulan dan denda paling banyak Rp. 800 juta.
10. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi perpajakan yang
diminta oleh Dirjen Pajak dipidana kurungan paling lama 10 bulan dan denda paling banyak
Rp. 800 juta.
11. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan
sehingga menimnulkan kerugian Negara dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda
paling banyak Rp. 500 juta.
Dengan memperhatikan UU KUP 2007 dan UU PPh 2008, wajib pajak diharapkan dapat
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan lebih baik. Upaya menciptakan tata car
pemungutan dan pembayaran pajak penghasilan yang lebih adil terus dilakukan. Bahkan pada
awal 2009 ini pemerintah memberikan pengampunan kepada wajib pajak baru orang
pribadi yang terlambat menyerahkan SPT dengan membaskan mereka sanksi denda.
Kebijakan ini diambil selain untuk menumbuhkan kesadaran pajak bagi wajib pajak baru,
juga memberikan kesempatan untuk lebih memahami UU PPh 2008 mengingat minimnya
pengetahuan mereka sehingga di tahun mendatang dapat memenuhi kewajiban mereka
sehingga di tahun mendatang dapat memenuhi kewajiban perpajakannya lebih baik.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


PTKP pada dasarnya adalah pengurang penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak (PKP). PTKP ditentukan berdasarkan
keadaan pada 1 Januari tahun pajak yang bersangkutan. PTKP sendiri dibedakan antara Wajib
Pajak kawin dan yang tidak kawin. Sehingga secara rinci besaran PTKP adalah sebagai
berikut:
a. Rp
b. Rp
c. Rp

24.300.000,- untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi


2.025.000,- untuk tambahan Wajib Pajak yang kawin
24.300.000,- tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh.
d. Rp
2.025.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
PTKP bagi Wajib Pajak Tidak Kawin
Bagi Wajib Pajak Tidak Kawin, maka status PTKP nya adalah TK/jumlah tanggungan (TK
garis miring jumlah tanggungan). Misalnya Wajib Pajak bujangan yang tidak memiliki
tanggungan, dituliskan sebagai TK/0 (dibaca Tidak Kawin 0 tanggungan). Wajib Pajak
bujang yang menanggung keluarga sedarah 1 orang akan dituliskan TK/1, dst. Untuk
menentukan PTKP Wajib Pajak yang tidak kawin relatif lebih mudah.
Besaran masing-masing PTKP untuk Wajib Pajak Tidak Kawin adalah sebagai berikut:
No

Uraian

Jumlah

TK/0

24.300.000,-

TK/1

26.325.000,-

TK/2

28.350.000,-

TK/3

30.375.000,-

PTKP Wajib Pajak Kawin


Wajib Pajak yang telah kawin, selain mendapatkan PTKP untuk dirinya sendiri, juga
mendapatkan PTKP untuk status perkawinannya, ditambah anggota keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang.

No

Uraian

Jumlah

K/0

26.325.000,-

K/1

28.350.000,-

K/2

30.375.000,-

K/3

32.400.000,-

PTKP Karyawati Kawin yang Menggunakan NPWP Suami dalam Pemenuhan Hak dan
Pelaksanaan Kewajiban Perpajakannya
UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, sehingga penghasilan dari
seluruh keluarga digabungkan dengan penghasilan kepala keluarga sebagai satu kesatuan,
begitu juga dengan kerugiannya. Oleh karena itu karyawati yang telah kawin wajib
menggunakan NPWP suami dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakannya sebagaimana diatur dalam PER-20/PJ/2013. Ketentuan PTKP bagi karyawati
kawin yang menggunakan NPWP suami dalam pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban
perpajakannya adalah sebagai berikut:
a. PTKP yang diberikan oleh pemberi kerja dalam penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebesar
untuk dirinya sendiri saja, sehingga statusnya dianggap TK/0;
b. Dalam hal karyawati kawin tersebut dapat membuktikan dengan surat keterangan tertulis
serendah-rendahnya dari kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak
menerima/memperoleh penghasilan, maka besarnya PTKP yang diberikan adalah sebesar
PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP status kawin + PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3 (tiga) orang, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008.

PTKP Wanita Kawin yang Melakukah Perjanjian Pemisahan Harta atau Memilih
Melaksanakan Hak dan Memenuhi Kewajiban Perpajakannya secara Terpisah dari
Suami
Meskipun suami dan istri dianggap sebagai satu kesatuan ekonomis, dalam hal-hal tertentu
penghasilan suami dan isteri dikenai pajak secara terpisah, yakni dalam hal:
1) suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB-Hidup Berpisah)
2) dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan (PH-Pisah Harta)

3) dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri (MT-Memilih Terpisah)
Apabila suami isteri memiliki keadaan PH atau MT, maka dikenai pajak berdasarkan
penggabungan penghasilan neto suami dan penghasilan neto istri, serta besarnya PPh terutang
yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan
penghasilan neto mereka. Sehingga status PTKP-nya ditulis K/I/tanggungan (K garis miring I
garis miring tanggungan). Artinya Wajib Pajak dengan status kawin, mendapat tambahan
seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah PTKP
untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan.
No

PTKP

Wanita

Uraian

Jumlah

K/I/0

50.625.000,-

K/I/1

52.650.000,-

K/I/2

54.675.000,-

K/I/3

56.700.000,-

Kawin

dengan

Status

Hidup

Berpisah

(HB)

Dalam hal suami isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, Wajib Pajak tersebut
diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin, sehingga status PTKP-nya adalah
TK/tanggungan (TK garis miring tanggungan). Contoh: Suami isteri pada awal tahun pajak
telah memiliki status hidup berpisah dengan putusan hakim dan memiliki 3 orang anak. Maka
dapat digambarkan sebagai berikut:
No Uraian
1

Status PTKP Suami

3 anak menjadi tanggungan suami TK/3

Status PTKP Isteri


TK/0

0 anak menjadi tanggungan isteri


2

2 anak menjadi tanggungan suami TK/2

TK/1

1 anak menjadi tanggungan isteri


3

1 anak menjadi tanggungan suami TK/1

TK/2

2 anak menjadi tanggungan isteri


4

0 anak menjadi tanggungan suami TK/0


3 anak menjadi tanggungan isteri

TK/3

Tabel kelompok harta berwujud


Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan
sebagai berikut :
Kelompok Harta

Masa

Berwujud

Manfaat

I. Bukan Bangunan :
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Bangunan II :
Permanen
Tidak Permanen

Tarif penyusutan sebagaimana dimaksud


dalam
Ayat (1)

Ayat (2)

4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
20 Tahun

25%
12.5%
6.25%
5%

50%
25%
12.5%
50%

20 Tahun
10 Tahun

5%
10%

Kelompok harta berwujud


No
.
1.

Jenis Usaha
Semua Jenis Usaha

Jenis Harta
a

Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan

termasuk meja, bangku, kursi, almari dan yang

sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan


Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung,

duplikator,

mesin

fotokopi,

mesin

akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner


c

dan sejenisnya
Perlengkapan

tape/cassette,

sejenisnya.
Sepeda motor, sepeda dan becak

.
e

Alat

industri/jasa yang bersangkutan

lainnya
video

perlengkapan

seperti amplifier,

recorder,

televisi

dan

khusus (tools) bagi

f.

Alat dapur untuk memasak, makanan dan

minuman
Dies, jigs, dan mould.

.
perkebunan, Alat yang digerakkan bukan dengan mesin

2.

Pertanian,

3.

kehutanan, dan perikanan


Industri
makanan
dan Mesin
minuman

ringan

yang

dapat

dipindah-pindahkan

seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering,


pallet, dan sejenisnya
pergudangan Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai

4.

Perhubungan

5.

dan komunikasi
Industri semi konduktor

angkutan umum.
Falsh memory tester, writer machine, biporar test
system, elimination (PE8-1), pose checker.

E.2. Kelompok II
No

Jenis Usaha

Jenis Harta

.
1.

Semua jenis usaha

Mebel dan peralatan dari logam temasuk meja,

bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan


merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur

2.

Pertanian,

Industri
minuman

udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.


Mobil, bus, truk speed boat dan sejenisnya.

.
c

Container dan sejenisnya.

.
perkebunan, a

kehutanan, perikanan

3.

makanan

Mesin pertanian / perkebunan seperti traktor dan

mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar

benih dan sejenisnya.


Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau

memproduksi bahan atau barang pertanian,

dan a

kehutanan, perkebunan, dan perikanan.


Mesin yang mengolah produk asal binatang,

unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu,

pengalengan ikan
Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya

mesin minyak kelapa, magarine, penggilingan


kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian

seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.


Mesin yang menghasilkan / memproduksi

4.
5.
6.
7.

minuman dan bahan-bahan minuman segala

jenis.
Mesin yang menghasilkan / memproduksi

Industri mesin

. bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis.


Mesin yang menghasilkan / memproduksi mesin

Perkayuan
Konstruksi

ringan (misalnya mesin jahit, pompa air).


Mesin dan peralatan penebangan kayu.
Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat,

Perhubungan,

dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.


pergudangan a Truck kerja untuk pengangkutan dan bongkar

dan komunikasi

muat, truck peron, truck ngangkang, dan

sejenisnya;
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus

dibuat untuk pengangkutan barang tertentu


(misalnya gandum, batu - batuan, biji tambang
dan sebagainya) termasuk kapal pendingin,
kapal

tangki,

kapal

penangkap

ikan

dan

sejenisnya, yang mempunyai berat sampai


c

dengan 100 DWT;


Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau

mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam


kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya

8.

9.

Telekomunikasi

Industri semi konduktor

yang

mempunyai

berat

sampai

dengan 100 DWT;


Perahu layar pakai atau tanpa motor yang

.
e

mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;


Kapal balon.

.
a

Perangkat pesawat telepon;

.
b

Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman

. dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.


Auto frame loader, automatic logic handler, baking
oven, ball shear tester, bipolar test handler
(automatic), cleaning machine, coating machine,
curing oven, cutting press, dambar cut machine,
dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in

system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE01), full automatic handler, full automatic mark,
hand maker, individual mark, inserter remover
machine, laser marker (FUM A-01), logic test
system, marker (mark), memory test system,
molding, mounter, MPS automatic, MPS manual,
O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form
machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut
press, trimming/forming machine, wire bonder, wire
pull tester.
E.3. Kelompok III
No

Jenis Usaha

.
1.

Pertambangan

2.

minyak dan gas


Permintalan,
pertenunan

Jenis Harta
selain Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan,
termasuk mesin - mesin yang mengolah produk pelikan.
a Mesin yang mengolah / menghasilkan produk-produk
dan .

pencelupan

3.

4.

Perkayuan

Industri kimia

tekstil (misalnya kain katun, sutra, serat-serat buatan,


wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani,

kain-kain bulu, tule).


Mesin untuk yang preparation, bleaching, dyeing,

printing,

sejenisnya.
Mesin yang mengolah / menghasilkan produk - produk

kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan

anyaman lainnya.
Mesin dan peralatan penggergajian kayu

.
a

Mesin peralatan yang mengolah / menghasilkan produk

industri kimia dan industri yang ada hubungannya


dengan

finishing,

industri

texturing,

kimia

packaging

(misalnya

bahan

dan

kimia

anorganis, persenyawaan organis dan anorganis dan


logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia
organis, produk farmasi, pupuk, obat celup, obat
pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoidaresinonida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat

rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih


lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk
pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi
b

dan sinematografi.
Mesin yang mengolah / menghasilkan produk industri

lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester


dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit

5.

Industri mesin

samak, jangat dan kulit mentah).


Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah

6.

Perhubungan,

dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).


dan a Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat

komunikasi

untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya


gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya)
termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal
penangkapan ikan dan sejenisnya, yang mempunyai

berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.


Kapal dibuat khusus untuk mengela atau mendorong

kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal


keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai

berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.


Dok terapung.

.
d

Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai

.
e

berat di atas 250 DWT.


Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.

.
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.

7.
Telekomunikasi
E.4. KELOMPOK IV
No

Jenis Usaha

.
1.
2.

Konstruksi
Mesin berat untuk konstruksi
Perhubungan dan a Lokomotif uap dan tender atas rel
komunikasi

Jenis Harta

.
b

Lokomotif uap atas rel, dijalankan dengan baterai atau

.
c

dengan tenaga listrik dari sumber luar


Lokomotif atas rel lainnya

.
d

Kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk kontainer

khusus dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik dengan satu

alat atau beberapa alat pengangkutan.


Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk

pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya gandum,


batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal
pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan

f.

sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT.


Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal,
kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, kerankeran terapung dan sebagainya, yang mempunyai berat di

g
.

atas 1.000 DWT.


Dok-dok terapung.

KODE AKUN PAJAK 411121 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 21


KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

Masa PPh Pasal 21

untuk pembayaran pajak yang mzasih harus

JENIS
SETORA
N
100

disetor yang tercantum dalam SPT Masa PPh


199

Pasal 21.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

200

PPh Pasal 21
Tahunan PPh Pasal 21

surat ketetapan pajak PPh Pasal 21.


untuk pembayaran pajak yang masih harus
disetor yang tercantum dalam SPT Tahunan

300

PPh Pasal 21.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

STP PPh Pasal 21

dibayar yang tercantum dalam Surat Tagihan


310

SKPKB PPh Pasal 21

Pajak (STP) PPh Pasal 21.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh

311

Pasal 21.
SKPKB PPh Final Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pembayaran
Jaminan

Sekaligus

Hari

Tua,

Atas dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


Uang Final Pasal 21 pembayaran sekaligus atas

Tebusan Pensiun, dan Uang Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan
320

Pesangon
SKPKBT PPh Pasal 21

Uang Pesangon.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

321

Pasal 21.
SKPKBT PPh Final Pasal 21 untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Pembayaran
Jaminan

Sekaligus

Hari

Tua,

Atas dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh


Uang Final Pasal 21 pembayaran sekaligus atas

Tebusan Pensiun, dan Uang Jaminan Hari Tua, Uang Tebusan Pensiun dan
390

Pesangon
Pembayaran

atas

Uang Pesangon.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan
401

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Putusan Banding.
PPh Final Pasal 21 Pembayaran untuk pembayaran

PPh

Final

Pasal

21

Sekaligus Atas Jaminan Hari pembayaran sekaligus atas Jaminan Hari Tua,
Tua, Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon.
402

Uang Pesangon
PPh Final Pasal

21

atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 21 atas

honorarium atau imbalan lain honorarium atau imbalan lain yang diterima
yang diterima Pejabat Negara, Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan
PNS, anggota TNI/POLRI dan para pensiunnya.
para pensiunnya
KODE AKUN PAJAK 411122 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 22
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

N
100

Masa PPh Pasal 22

untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang

199

tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22.


Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

200

PPh Pasal 22
STP PPh Pasal 22

JENIS
SETORA

surat ketetapan pajak PPh Pasal 22.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal

310

22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPh Pasal 22

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


311

Pasal 22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPh Final Pasal 22

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


320

Final Pasal 22.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKBT PPh Pasal 22

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh


321

SKPKBT PPh Final Pasal 22

Pasal 22.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

390

Pembayaran

Final Pasal 22.


Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

atas

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan
401

Keberatan,

Putusan Banding
PPh Final Pasal

22

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.
atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 22 atas

402

Penebusan Migas
PPh Final Pasal

22

Penebusan Migas.
atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 22 atas

Penyerahan Rokok Produksi penyerahan rokok produksi dalam negeri.


900

Dalam Negeri
Pemungut PPh Pasal 22

untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut

oleh Pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411123 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 22 IMPOR
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

Masa PPh Pasal 22 Impor

untuk pembayaran pajak yang harus disetor yang

JENIS
SETORA
N
100

tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 22 atas


199

transaksi impor.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

PPh Pasal 22 Impor


STP PPh Pasal 22 Impor

surat ketetapan pajak PPh Pasal 22 Impor.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP PPh Pasal 22

310

atas transaksi impor.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPh Pasal 22 Impor

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


320

SKPKBT PPh Pasal 22 Impor

Pasal 22 atas transaksi impor.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

390

Pembayaran

atas

Pasal 22 atas transaksi impor.


Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411124 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 23
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

Masa PPh Pasal 23

untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor

JENIS
SETORA
N
100

(selain PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan


jasa) yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.

101

PPh Pasal 23 atas Dividen

untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor


atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak
dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh

102

PPh Pasal 23 atas Bunga

Pasal 23.
untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor
atas bunga (termasuk premium, diskonto dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang) yang dibayarkan
kepada Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum

103

PPh Pasal 23 atas Royalti

dalam SPT Masa PPh Pasal 23.


untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor
atas royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak
dalam negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh

104

PPh Pasal 23 atas Jasa

Pasal 23.
untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus disetor
atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam

199

negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 23.


Pembayaran Pendahuluan untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat

300

skp PPh Pasal 23


STP PPh Pasal 23

ketetapan pajak PPh Pasal 23.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Pasal 23 (selain STP

301

PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, dan jasa).


STP PPh Pasal 23 atas untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Dividen, Bunga, Royalti, yang tercantum dalam STP PPh Pasal 23 atas dividen,

310

dan Jasa
SKPKB PPh Pasal 23

bunga, royalti, dan jasa.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 23 (selain
SKPKB PPh pasal 23 atas dividen, bunga, royalti dan

311

jasa).
SKPKB PPh Pasal 23 atas untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Dividen, Bunga, Royalti, yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 23 atas

312

dan Jasa
dividen, bunga, royalti, dan jasa.
SKPKB PPh Final Pasal untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar

320

23
SKPKBT PPh Pasal 23

yang tercantum dalam SKPKB PPh Final Pasal 23.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 23 (selain
SKPKBT PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti,
dan jasa).

321

SKPKBT PPh Pasal 23 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
atas

Dividen,

Bunga, yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 23 atas

322

Royalti, dan Jasa


dividen, bunga, royalti, dan jasa.
SKPKBT PPh Final Pasal untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar

390

23
Pembayaran

atas

Keputusan

Pembetulan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,

Surat

yang tercantum dalam SKPKBT PPh Final Pasal 23.


Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar

Keputusan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

Keberatan, atau Putusan


401

Banding
PPh Final Pasal 23 atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 23 atas bunga
Bunga Simpanan Anggota simpanan anggota koperasi.

Koperasi
KODE AKUN PAJAK 411125 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 25/29 ORANG
PRIBADI
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100

Masa PPh Pasal 25 Orang untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang

101

Pribadi
Pribadi yang terutang.
Masa PPh Pasal 25 Orang untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Orang

199

Pribadi Pengusaha Tertentu


Pribadi Pengusaha Tertentu yang terutang.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

200

PPh Pasal 25 Orang Pribadi

surat ketetapan pajak PPh Pasal 25 Orang

Tahunan PPh Orang Pribadi

Pribadi.
untuk pembayaran pajak yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh

300

STP PPh Orang Pribadi

Orang Pribadi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP PPh Orang

310

SKPKB PPh Orang Pribadi

Pribadi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh

320

SKPKBT PPh Orang Pribadi

Orang Pribadi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

390

Pembayaran

atas

Orang Pribadi.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

Putusan Banding

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411126 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 25/29 BADAN
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100

Masa PPh Pasal 25 untuk pembayaran Masa PPh Pasal 25 Badan yang

101

Badan
terutang.
PPh Atas Pengalihan untuk pembayaran PPh Badan Atas Pengalihan Hak Atas
Hak Atas Tanah dan/ Tanah dan/atau Bangunan yang tidak bersifat final atas
atau Bangunan yang transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan
tidak

bersifat

final yang atas tanah dan/atau bangunan dan merupakan

Badan

bagian pembayaran pendahuluan (PPh Pasal 25)


dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang kegiatan

199

utamanya bukan melakukan pengalihan hak


untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat

Pembayaran

Pendahuluan skp PPh ketetapan pajak PPh Pasal 25 Badan.


Pasal 25 Badan
Tahunan PPh Badan

untuk pembayaran pajak yang masih harus dibayar yang

STP PPh Badan

tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar

310

SKPKB PPh Badan

yang tercantum dalam STP PPh Badan.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar

320

SKPKBT PPh Badan

yang tercantum dalam SKPKB PPh Badan.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar

390

yang tercantum dalam SKPKBT PPh Badan.


Pembayaran atas Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar

200
300

Keputusan
Pembetulan,

yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,


Surat Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

Keputusan Keberatan,
atau Putusan Banding
KODE AKUN PAJAK 411127 UNTUK JENIS PAJAK PPh PASAL 26

KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

Masa PPh Pasal 26

untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor

JENIS
SETORA
N
100

(selain PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa


dan laba setelah pajak BUT) yang tercantum dalam
101

102

PPh

Pasal

26

SPT Masa PPh Pasal 26.


atas untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor

Dividen

atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar

PPh Pasal 26 atas Bunga

negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.


untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor
atas bunga (termasuk premium, diskonto, premi swap
dan

imbalan

sehubungan

dengan

jaminan

pengembalian utang) yang dibayarkan kepada Wajib


Pajak luar negeri yang tercantum dalam SPT Masa
103

PPh Pasal 26 atas Royalti

PPh Pasal 26.


untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor
atas royalti yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar

104

PPh Pasal 26 atas Jasa

negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.


untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus disetor
atas jasa yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar

105

199

negeri yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 26.


PPh Pasal 26 atas Laba untuk pembayaran PPh Pasal 26 yang harus dibayar
setelah Pajak BUT

atas laba setelah pajak BUT yang tercantum dalam

Pembayaran

SPT Tahunan PPh BUT.


untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan surat

Pendahuluan
300

skp

Pasal 26
STP PPh Pasal 26

PPh ketetapan pajak PPh Pasal 26.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam STP PPh Pasal 26 (selain STP
PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa dan laba

301

setelah pajak BUT).


STP PPh Pasal 26 atas untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Dividen, Bunga, Royalti, yang tercantum dalam STP PPh Pasal 26 atas dividen,
Jasa, dan Laba Setelah bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak BUT.

310

Pajak BUT
SKPKB PPh Pasal 26

untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar


yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 26 (selain
SKPKB PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti, jasa

311

dan laba setelah pajak BUT).


SKPKB PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
atas

Dividen,

Bunga, yang tercantum dalam SKPKB PPh Pasal 26 atas

Royalti, Jasa, dan Laba dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak
320

Setelah Pajak BUT


SKPKBT PPh Pasal 26

BUT.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 26 (selain
SKPKBT PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti,

321

jasa dan laba setelah pajak BUT).


SKPKBT PPh Pasal 26 untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
atas

Dividen,

Bunga, yang tercantum dalam SKPKBT PPh Pasal 26 atas

Royalti, Jasa, dan Laba dividen, bunga, royalti, jasa, dan laba setelah pajak
390

Setelah Pajak BUT


BUT.
Pembayaran atas Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar
Keputusan

Pembetulan, yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan,

Surat

Keputusan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding.

Keberatan, atau Putusan


Banding
KODE AKUN PAJAK 411128 UNTUK JENIS PAJAK PPh FINAL DAN FISKAL
LUAR NEGERI
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100
199

Fiskal Luar Negeri


untuk pembayaran Fiskal Luar Negeri.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

PPh Final
STP PPh Final

surat ketetapan pajak PPh Final.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar/ disetor yang tercantum dalam STP PPh

310

Final.
SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
(2)

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


Final Pasal 4 ayat (2).

311

SKPKB PPh Final Pasal 15

untuk pembayaran jumlah yang masih harus


dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh

312

Final Pasal 15.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPh Final Pasal 19

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


320

322

Final Pasal 19.


SKPKBT PPh Final Pasal 4 ayat untuk pembayaran jumlah yang masih harus
(2)

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

SKPKBT PPh Final Pasal 19

Final Pasal 4 ayat (2).


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

390

Pembayaran

atas

Final Pasal 19.


Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

401

Putusan Banding
Putusan Banding.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)

402

Diskonto/
atas diskonto/bunga obligasi.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Pengalihan

403

atas

Tanah atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau

dan/atau Bangunan
Bangunan.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Persewaan

404

Hak

Tanah

dan/

atau atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

Bangunan
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Bunga Deposito / Tabungan, atas bunga deposito/tabungan, jasa giro dan

405

Jasa Giro dan Diskonto SBI


diskonto SBI.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)

406

Hadiah Undian
atas hadiah undian.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Transaksi Saham dan Obligasi di atas transaksi saham dan obligasi di Bursa

407

Bursa Efek
Efek.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)

408

Penjualan Saham Pendiri


atas penjualan Saham Pendiri.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Penjualan

Saham

Perusahaan Modal Ventura

Milik atas penjualan saham milik Perusahaan Modal


Ventura.

409

PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)

410

Jasa Konstruksi
atas jasa konstruksi.
PPh Final Pasal 15 atas Jasa untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa

411

Pelayaran Dalam Negeri


pelayaran dalam negeri.
PPh Final Pasal 15 atas Jasa untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa
Pelayaran dan/atau Penerbangan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.

412

Luar Negeri
PPh Final Pasal 15 atas Jasa untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas jasa

413

Penerbangan Dalam Negeri


penerbangan dalam negeri.
PPh Final Pasal 15 atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas
Penghasilan Perwakilan Dagang penghasilan perwakilan dagang luar negeri.

414

Luar Negeri
PPh Final Pasal 15 atas Pola untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas pola

415

Bagi Hasil
PPh Final

15

bagi hasil.
atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 15 atas

416

Kerjasama Bentuk BOT


PPh Final Pasal 19

kerjasama bentuk BOT.


atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 19 atas

417

Revaluasi Aktiva Tetap


revaluasi aktiva tetap.
PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk Pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Bunga

Simpanan

Koperasi
418

Pasal

yang

Anggota atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi yang


Dibayarkan Dibayarkan kepada Orang Pribadi

kepada Orang Pribadi


PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
penghasilan

dari

transaksi atas penghasilan yang diterima dan/atau yang

derivatif yang diperdagangkan diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau


di bursa
419

badan

transaksi

derivatif

yang

diperdagangkan di bursa
PPh Final Pasal 17 ayat (2c) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 17 ayat (2c)
penghasilan berupa dividen

420

dari

atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak Orang Pribadi dalam negeri


PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Penghasilan dari Usaha yang atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diterima atau Diperoleh Wajib Diperoleh

Wajib

Pajak

yang

Memiliki

Pajak yang Memiliki Peredaran Peredaran Bruto Tertentu


421

Bruto Tertentu
PPh Final atas

Uplift

dan untuk pembayaran PPh Final atas penghasilan

Pengalihan Participating Interest kontraktor di bidang usaha hulu minyak dan

di bidang usaha hulu minyak gas bumi berupa uplift atau imbalan lain yang
dan gas bum
499
500

sejenis,

dan

penghasilan

kontraktor

dari

pengalihan participating interest


PPh Final Lainnya
untuk pembayaran PPh Final lainnya
PPh Final atas pengungkapan untuk kekurangan pembayaran pajak yang
ketidakbenaran

masih harus disetor yang tercantum dalam SPT


PPh Final atas pengungkapan ketidakbenaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)

501

PPh

Final

atas

atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP..


penghentian untuk kekurangan pembayaran pajak yang

penyidikan tindak pidana

masih harus disetor yang tercantum dalam SPT


PPh Final atas penghentian penyidikan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B

510

Sanksi
denda

ayat (2) Undang-Undang KUP


berupa untuk pembayaran sanksi administrasi berupa

administrasi
atau

pengungkapan

kenaikan

atas denda atau kenaikan, atas pengungkapan

ketidakbenaran ketidakbenaran pengisian SPT PPh Final

pengisian SPT PPh Final


511

Sanksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)

atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP


administrasi atau untuk pembayaran sanksi administrasi

denda

berupa denda atas penghentian berupa denda, atas penghentian penyidikan


penyidikan tindak pidana di tindak
bidang perpajakan

pidana

di

bidang

perpajakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat

(2) Undang-Undang KUP


KODE AKUN PAJAK 411129 UNTUK JENIS PAJAK PPh NON MIGAS LAINNYA
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

N
100

PPh Non Migas Lainnya

untuk pembayaran masa PPh Non Migas

300

STP PPh Non Migas Lainnya

lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JENIS
SETORA

dibayar yang tercantum dalam STP PPh Non


310

SKPKB
Lainnya

PPh

Non

Migas lainnya.
Migas untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Non

320

SKPKBT PPh

Non

Migas lainnya.
Migas untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Lainnya
390

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

Pembayaran

atas

Non Migas lainnya.


Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding

Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411111 UNTUK JENIS PAJAK PPh MINYAK BUMI
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

PPh Minyak Bumi


STP PPh Minyak Bumi

untuk pembayaran masa PPh Minyak Bumi.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JENIS
SETORA
N
100
300

dibayar yang tercantum dalam STP PPh Minyak


310

Bumi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPh Minyak Bumi

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


320

SKPKBT PPh Minyak Bumi

Minyak Bumi.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

390

Pembayaran

atas

Minyak Bumi.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

Putusan Banding

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411112 UNTUK JENIS PAJAK PPh GAS ALAM

KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

PPh Gas Alam


STP PPh Gas Alam

untuk pembayaran masa PPh Gas Alam.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JENIS
SETORA
N
100
300

dibayar yang tercantum dalam STP PPh Gas


310

SKPKB PPh Gas Alam

Alam.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Gas

320

SKPKBT PPh Gas Alam

Alam.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh

390

Pembayaran

atas

Gas Alam.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411113 UNTUK JENIS PAJAK PPh LAINNYA DARI MINYAK
BUMI
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100

PPh Lainnya Dari Minyak untuk pembayaran masa PPh lainnya dari

300

Bumi
Minyak Bumi.
STP PPh Lainnya Dari Minyak untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Bumi

310

dibayar yang tercantum dalam STP PPh lainnya

dari Minyak Bumi.


SKPKB PPh Lainnya Dari untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Minyak Bumi

320

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh

lainnya dari Minyak Bumi.


SKPKBT PPh Lainnya Dari untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Minyak Bumi

390

Pembayaran

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh


atas

lainnya dari Minyak Bumi.


Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan

Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411119 UNTUK JENIS PAJAK PPh MIGAS LAINNYA
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

PPh Migas Lainnya


STP PPh Migas Lainnya

untuk pembayaran masa PPh Migas Lainnya.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JENIS
SETORA
N
100
300

dibayar yang tercantum dalam STP PPh Migas


310

Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPh Migas Lainnya

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh


320

Migas Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKBT PPh Migas Lainnya

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPh


390

Pembayaran

Migas Lainnya.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

atas

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411211 UNTUK JENIS PAJAK PPN DALAM NEGERI
KODE JENIS JENIS SETORAN
SETORAN
100

Setoran

Masa

PPN

KETERANGAN
Dalam untuk pembayaran pajak yang masih harus

Negeri
101

Setoran
berwujud

dibayar yang tercantum dalam SPT Masa


PPN
dari

BKP
luar

PPN Dalam Negeri.


tidak untuk pembayaran

PPN

terutang

atas

Daerah pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar

102

Pabean
Daerah Pabean.
Setoran PPN JKP dari luar untuk pembayaran

103

Daerah Pabean
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean.
Setoran Kegiatan Membangun untuk pembayaran PPN terutang atas

104

Sendiri
Setoran

Penyerahan

PPN

terutang

Kegiatan Membangun Sendiri.


Aktiva untuk pembayaran PPN terutang

atas

atas

yang menurut tujuan semula penyerahan aktiva yang menurut tujuan


tidak untuk diperjualbelikan

semula tidak untuk diperjualbelikan.

Setoran Atas Pengalihan Aktiva untuk pembayaran PPN yang terutang atas
Dalam Rangka Restrukturisasi pengalihan

aktiva

dalam

rangka

199

Perusahaan
restrukturisasi perusahaan.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

PPN Dalam Negeri


STP PPN Dalam Negeri

surat ketetapan pajak PPN Dalam Negeri.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP PPN

310

SKPKB PPN Dalam Negeri

Dalam Negeri.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN

311

Dalam Negeri.
SKPKB PPN Pemanfaatan BKP untuk pembayaran jumlah yang masih harus
tidak berwujud dari luar Daerah dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN
Pabean

312

atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari

luar Daerah Pabean.


SKPKB PPN Pemanfaatan JKP untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dari luar Daerah Pabean

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN


atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah

313

SKPKB

Pabean.
Kegiatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus

PPN

Membangun Sendiri
314

320

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN

atas Kegiatan Membangun Sendiri.


SKPKB Pemungut PPN Dalam untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Negeri

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN

SKPKBT PPN Dalam Negeri

yang menjadi kewajiban pemungut.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT

321

SKPKBT

PPN

PPN Dalam Negeri.


Pemanfaatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus

BKP tidak berwujud dari luar dibayar yang tercantum dalam SKPKBT
Daerah Pabean
322

SKPKBT

PPN

PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud


dari luar Daerah Pabean.
Pemanfaatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JKP dari luar Daerah Pabean

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT


PPN atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah

323

Pabean.
SKPKBT PPN atas Kegiatan untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Membangun Sendiri
324

SKPKBT

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT


PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.
PPN untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Pemungut

Dalam Negeri

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT


PPN Dalam Negeri yang menjadi kewajiban

390

Pembayaran

pemungut.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

atas

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar


Keputusan
900

Keberatan,

yang

tercantum

dalam

Surat

atau Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Putusan Banding
Pemungut PPN Dalam Negeri

Keberatan, atau Putusan Banding.


untuk penyetoran PPN dalam negeri yang

dipungut oleh Pemungut.


KODE AKUN PAJAK 411212 UNTUK JENIS PAJAK PPN IMPOR
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

N
100

Setoran Masa PPN Impor

untuk pembayaran PPN terutang pada saat impor

199

BKP
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

PPN Impor
STP PPN Impor

surat ketetapan pajak PPN Impor.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPN Impor

dibayar yang tercantum dalam STP PPN Impor.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JENIS
SETORA

310

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN


320

SKPKBT PPN Impor

Impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN

390

Pembayaran

atas

Impor.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan
900

Keberatan,

Putusan Banding
Pemungut PPN Impor

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.
untuk penyetoran PPN impor yang dipungut

oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411221 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM DALAM NEGERI
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100

Setoran Masa PPnBM Dalam untuk pembayaran pajak yang masih harus
Negeri

dibayar yang tercantum dalam SPT Masa

199

PPnBM Dalam Negeri.


Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

PPnBM Dalam Negeri


STP PPnBM Dalam Negeri

surat ketetapan pajak PPnBM Dalam Negeri.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP PPnBM

310

Dalam Negeri.
SKPKB Masa PPnBM Dalam untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Negeri

311

SKPKB

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM


Pemungut

Dalam Negeri.
PPnBM untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Dalam Negeri

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM


Dalam

320

menjadi

kewajiban

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM

Dalam Negeri.
SKPKBT Pemungut PPnBM untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Dalam Negeri

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM


Dalam

390

yang

pemungut.
SKPKBT Masa PPnBM Dalam untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Negeri

321

Negeri

Pembayaran

atas

Negeri

yang

menjadi

kewajiban

pemungut.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan
900

Keberatan,

Putusan Banding
Pemungut PPnBM

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.
Dalam untuk penyetoran PPnBM Dalam Negeri yang

Negeri
dipungut oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411222 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM IMPOR
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

Setoran Masa PPnBM Impor

untuk pembayaran PPnBM terutang pada saat

JENIS
SETORA
N
100

199

impor BKP
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

PPnBM Impor
STP PPnBM Impor

surat ketetapan pajak PPnBM Impor.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP PPnBM

310

Impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPnBM Impor

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM


320

Impor.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKBT PPnBM Impor

dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM


390

Pembayaran

atas

Impor.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan
900

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Pemungut PPnBM Impor

Putusan Banding.
untuk penyetoran PPnBM Impor yang dipungut

oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411219 UNTUK JENIS PAJAK PPN LAINNYA
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

Setoran Masa PPN Lainnya


STP PPN Lainnya

untuk pembayaran PPN Lainnya yang terutang.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JENIS
SETORA
N
100
300

dibayar yang tercantum dalam STP PPN


310

SKPKB PPN Lainnya

Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPN

320

SKPKBT PPN Lainnya

Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPN

390

Pembayaran

atas

Lainnya.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

Putusan Banding

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411229 UNTUK JENIS PAJAK PPnBM LAINNYA


KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

N
100

Setoran Masa PPnBM Lainnya

untuk

300

STP PPnBM Lainnya

terutang.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

JENIS
SETORA
pembayaran

PPnBM

Lainnya

yang

dibayar yang tercantum dalam STP PPnBM


310

Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB PPnBM Lainnya

dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPnBM


320

SKPKBT PPnBM Lainnya

Lainnya.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT PPnBM

390

Pembayaran

atas

Lainnya.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411611 UNTUK BEA MATERAI
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100
199

Bea Meterai
untuk pembayaran penggunaan Bea Meterai.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

Bea Meterai
STP Bea Meterai

surat ketetapan pajak Bea Meterai.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

SKPKB Bea Meterai

dibayar yang tercantum dalam STP Bea Meterai.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus

310

dibayar yang tercantum dalam SKPKB Bea


320

SKPKBT Bea Meterai

Meterai.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Bea

390

Pembayaran

atas

Meterai.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau

Putusan Banding
Putusan Banding.
KODE AKUN PAJAK 411612 UNTUK PENJUALAN BENDA MATERAI
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100
199

Penjualan Benda Meterai


untuk pembayaran penjualan Benda Meterai.
Pembayaran Pendahuluan skp untuk pembayaran pajak sebelum diterbitkan

300

Benda Meterai
STP Benda Meterai

surat ketetapan pajak Benda Meterai.


untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam STP Benda

310

SKPKB Benda Meterai

Meterai.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKB Benda

320

SKPKBT Benda Meterai

Meterai.
untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Benda

390

Pembayaran

atas

Meterai.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan

Keberatan,

Putusan Banding

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.

KODE AKUN PAJAK 411619 UNTUK JENIS PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
100

Setoran Masa Pajak Tidak untuk

300

Langsung Lainnya
Lainnya yang terutang.
STP Pajak Tidak Langsung untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Lainnya

310

pembayaran

Pajak

Tidak

Langsung

dibayar yang tercantum dalam STP Pajak Tidak

Langsung Lainnya.
SKPKB Pajak Tidak Langsung untuk pembayaran jumlah yang masih harus
Lainnya

dibayar yang tercantum dalam SKPKB Pajak

320

SKPKBT

Pajak

Langsung Lainnya
390

Pembayaran

atas

Tidak Langsung Lainnya.


Tidak untuk pembayaran jumlah yang masih harus
dibayar yang tercantum dalam SKPKBT Pajak
Tidak Langsung Lainnya.
Surat untuk pembayaran jumlah yang masih harus

Keputusan Pembetulan, Surat dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan


Keputusan
900

Keberatan,

Putusan Banding
Pemungut
Pajak

atau Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau


Putusan Banding.
Tidak untuk penyetoran Pajak Tidak Langsung Lainnya

Langsung Lainnya
yang dipungut oleh pemungut.
KODE AKUN PAJAK 411621 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPh
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
300

STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPh.

PPh
KODE AKUN PAJAK 411622 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPN
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
300

STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PPN.

PPN
KODE AKUN PAJAK 411623 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PPnBM
KODE

JENIS SETORAN

KETERANGAN

JENIS
SETORA
N
300

STP atas Bunga Penagihan untuk

pembayaran

STP

Bunga

Penagihan

PPnBM
PPnBM.
KODE AKUN PAJAK 411624 UNTUK BUNGA PENAGIHAN PAJAK TIDAK
LANGSUNG LAINNYA (PTLL)
KODE
JENIS
SETORA

JENIS SETORAN

KETERANGAN

N
300

STP atas Bunga Penagihan untuk pembayaran STP Bunga Penagihan PTLL.
PTLL

Tarif PPh 21-26


Tarif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan
Kegiatan Orang Pribadi:

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang
dibayar secara bulanan.

5% atau 6% (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) dari upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang jumlahnya melebihi Rp150.000,sehari dan penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender tidak melebihi Rp6.000.000,00;

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) atas jumlah
kumulatif dari dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima
oleh bukan pegawai. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 tenaga ahli adalah 50%
dari jumlah penghasilan bruto;

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas
jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah,
yang diterima oleh peserta kegiatan.

20% bersifat final diterapkan terhadap penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Wajib Pajak luar negeri, dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak
luar negeri tersebut;
Tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan
Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah:

1. Bersifat Final

0% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain
dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan I dan II, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;

5% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain
dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;

15% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan
lain dengan nama apapun yang diterima Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan
Pensiunannya;

2. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan
bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan termasuk gaji ke-13 yang menjadi beban APBN atau APBD
yang dihitung dengan tarif ini ditanggung oleh pemerintah.
3. Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkat sebagai
pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk sebagaiPejabat Negara, atas
penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait dengan kedudukannya sebagai
pimpinan dan/atau anggota pada lembaga tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak ditanggung oleh
Pemerintah.
4. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan
bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun,dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak ditambah tarif 20% lebih tinggi apabila Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memilik Nomor Pokok Wajib Pajak.
Tambahan

PPh

Pasal

21

sebesar 20% dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan
Anggota POLRI dan pensiunannya pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
dibayarkan.

Tarif PPh Pasal 22

Uraian Transaksi

1.

Impor

selain

Th 2013

Th 2010 2013

Th

(Mulai : 23/2/2013)

(Periode 31/08/2010 s/d

(Per

Kedelai, 2,5% x Nilai Impor

22/2/13)
2,5% x Nilai Impor

30/0
2,5% x

0,5% x Nilai Impor

2,5%

Gandum & Tepung Terigu


yang menggunnakan API
2. Impor Kedelai, Gandum 0,5% x Nilai Impor
dan Tepung Terigu, yang
menggunakan API
3.
Impor
yang

tariff P

tidak 7,5% x Nilai Impor

7,5% x Nilai Impor

7,5% x

menggunakan API
4. Impor yang tidak dikuasai 7,5% x harga jual lelang
7,5% x harga jual lelang
7,5% x
5. Pembelian Barang oleh 1,5% x Harga Pembelian tidak 1,5% x Harga Pembelian tidak 1,5%
Bendahara

Pemerintah

& termasuk PPN

termasuk PPN

termas

KPA

Baran

Kecuali
pembayaran

untuk
maks

Rp

Kecuali
pembayaran

untuk

2.000.000
untuk

Pemer

pembayaran maks Rp

2.000.000

Kecuali

Kecuali

Pembayaran

atas

untuk pembelian bahan

pembelian BBM, BBG &

bakar minyak, listrik,

Pelumas,

gas,

Benda-benda

pelumas,

pos serta pemakaian air

minum/PDAM

& listrik

benda-benda pos.

air
dan

6. Pembelian Barang BUMN 1,5% x Harga Pembelian tidak N/A

1,5%

yg

termas

ditunjuk

sebagai termasuk PPN

Pemungut PPh Pasal 22

Kecuali

untuk

pembayaran

maks

Rp

10.000.000

Kecuali

untuk

pembayaran

atas

pembelian BBM, BBG &


Pelumas,

Benda-benda

pos serta pemakaian air


& listrik

7. Penjualan Produk BBM


oleh Produsen atau Importir

BBM, BBG, Pelumas

0,25% x Penjualan (tidak

penjualan

untuk

kpd

SPBU

Pelumas

0,3% x Penjualan (tidak


termasuk PPN) untuk

penjualan kpd SPBU non

penjualan kpd SPBU

Pertamina

non Pertamina

0,3% x Penjualan (tidak

0,3% x Penjualan (tidak

termasuk PPN) untuk

termasuk PPN) untuk

Penjualan

Penjualan kepada non

kepada

non

SPBU
PPh22

u/SPBU

(Note : PPh22 u/SPBU

(No

bersifat final)

bers

8. Penjualan Produk BBG & 0,3% x Penjualan (tidak termasuk 0,3%


BBG,

kpd

termasuk PPN) untuk

bersifat final)

BBM,

penjualan

SPBU Pertamina

0,3% x Penjualan (tidak

(Note

importir

Penjualan

(tidak termasuk PPN)

SPBU

Pelumas oleh Produsen atau PPN

termasuk PPN) untuk


Pertamina

0,25%

Penjualan

termasuk PPN

(tidak 0,3%

termas

9. Penjualan Semen oleh 0,25% x DPP PPN


Industri

0,25% x DPP PPN

0,25%

0,1% x DPP PPN

0,1% x

0,3% x DPP PPN

0,3% x

0,45% x DPP PPN

0,45%

N/A

N/A

N/A

N/A

Semen kepada

Distributor Dalam Negeri


10. Penjualan Kertas oleh 0,1% x DPP PPN
Industri

Kertas kepada

distributor dalam negeri


11. Penjualan baja oleh 0,3% x DPP PPN
Industri

baja kepada

distributor di dalam negeri


12. Penjualan kendaraan 0,45% x DPP PPN
bermotor beroda dua atau
lebih

oleh

Industri

Otomotif kepada distributor


di dalam negeri
13. Penjualan

kendaraan 0,45% x DPP PPN

bermotor di dalam negeri


oleh

ATPM,

APM

dan

Importir Umum
14. Penjualan semua jenis 0,3% x DPP PPN
oleh Industri Farmasi kepada

distributor dalam negeri


15. Pembelian bahan-bahan 0,25% x harga Pembelian tidak 0,25% x harga Pembelian tidak Period
untuk keperluan industri atau termasuk PPN

termasuk PPN

:0,5%

ekspor oleh badan usaha

termas

industri atau eksportir yang

12/3/2

bergerak

Pembe

kehutanan,

dalam

sektor

perkebunan,

pertanian, peternakan, dan


perikanan

Tarif dan Objek PPh Pasal 23


Tarif yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan.
Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari
objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23:
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
A. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final,
bunga, dan royalti;
B. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi
dan jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.244/PMK.03/2008. Lihat daftar jasa yang dikenakan
tarif 2% di sini:

Jasa penilai.

Jasa aktuaris.

Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan.

Jasa perancang.

Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT (Badan
Usaha Tetap).

Jasa penunjang di bidang penambangan migas.

Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.

Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.

Jasa penebangan hutan.

Jasa pengolahan limbah.

Jasa penyedia tenaga kerja.

Jasa perantara dan/atau keagenan.

Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI


dan KPEI.

Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI.

Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara.

Jasa mixing film.

Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan


perbaikan.

Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

Jasa perawatan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,


dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi.

Jasa maklon.

Jasa penyelidikan dan keamanan.

Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer.

Jasa pengepakan.

Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi.

Jasa pembasmian hama.

Jasa kebersihan atau cleaning service.

Jasa katering atau tata boga.

5.

Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 23.

6.

Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak
termasuk:

Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna
jasa;

Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan


faktur pembelian);

Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan


kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);

Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran


sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan
kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:


1. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering.
2. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan
pajak yang bersifat final.

Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2


No

Penghasilan

Tarif

Urut
1

Ketentuan Berlaku

%
Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto SBI

dan Jasa 20

Giro****

Pasal 4 (2) a UU PPh


jo

PP

131

Nomor

Tahun 2000 Jo KMK


bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada 10

51/KMK.04/2001
Pasal 4(2) a dan Pasal

anggota koperasi orang pribadi^

17

bunga obligasi ^^^

PPNo.15 Tahun 2009


Pasal 4 (2) a UU PPh

(adalah surat utang dan SUN yang lebih dari 12 bulan) :

jo PP Nomor 16 Tahun

3a.

bunga dari Obligasi dengan kupon bagi Wajib Pajak 15

2009
s.d.a

3b.

dalam negeri dan BUT


bunga dari Obligasi dengan kupon bagi Wajib Pajak LN 20

s.d.a

3c.

Non BUT seusai P3B


diskonto dari Obligasi dengan kupon bagi Wajib Pajak 15

s.d.a

3d.

dalam negeri dan BUT*


Diskonto dari Obligasi dengan kupon bagi Wajib Pajak 20

s.d.a

3e.

LN Non BUT sesuai P3B*


diskonto dari Obligasi tanpa bunga bagi Wajib Pajak 15

s.d.a

3f.

dalam negeri dan BUT**


diskonto dari Obligasi tanpa bunga bagi Wajib Pajak LN 20

s.d.a

3g.

Non BUT sesuai P3B**


bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima 0

s.d.a

dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar


pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
3h.

Keuangan untuk tahun 2009 s.d 2010


bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima 5

s.d.a

dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar


pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
3i.

Keuangan untuk tahun 2011 s.d. tahun 2013


bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima 15
dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar
pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

s.d.a

(7)

Jo

Keuangan untuk tahun 2014 dst


Deviden yang diterima/diperoleh Wajib Pajak Orang 10

Pasal 17 (2c)

Pribadi Dalam Negeri


hadiah undian

Pasal 4 (2) UU PPh


Pasal 4 (2) b UU PPh

25

dan

Jo PP No. 132 Tahun


6

7a

transaksi derivatif berupa kontrak

2.5

2000
Pasal 4 (2) c UU PPh

berjangka yang diperdagangkan di bursa***

jo PP Nomor 17 Tahun

Transaksi penjualan saham pendiri

2009
PP Nomor 14 Tahun

0.5

1997

Jo

KMK

282/KMK.04/1997Jo
SE

15/PJ.42/1997 dan SE
7b
8

Transaksi penjualan bukan saham pendiri


Jasa Konstruksi

0.1

06/PJ.4/1997
s.d.a.
Pasal 4 (2) c UU PPh
Jo PP No. 51 Tahun
2008 Jo PP No. 40

2
4
3
4

Tahun 2009
s.d.a.
s.d.a.
s.d.a.
s.d.a.

8a.
8b.
8c.
8d.

Pelaksana JK sertifikasi kecil


Pelaksana JK tanpa sertifikasi
Pelaksana JK sertifikasi sedang dan besar
Perancang atau pengawas JK oleh penyedia JK

8e.

bersertifikasi usaha
Perancang atau pengawas JK oleh penyedia JK tanpa 6

s.d.a.

bersertifikasi usaha
Persewaan atas tanah dan/atau bangunan

Peraturan Pemerintah

10

Nomor 29 Tahun 1996


jo PP No. 05 Tahun
10a.

Wajib Pajak yang Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah 5

2002
Pasal 4 (2) d UU PPh

10b.

dan/atau bangunan (termasuk usaha real estate)^*


Pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun 1

Jo PP No. 71 Thn 2008


s.d.a.

Sederhana oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya


11

melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau bangunan


transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan 0.1

PP Nomor 4 Tahun

modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh

1995

perusahaan modal ventura^^


* dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan
* * dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi
*** dari margin awal
****Kecuali yang diterima bank, dana pensiun, tabungan pemilikan rumah RSS, tabungan
atau deposito dibawah rp 7.500.000,kecuali bunga Rp 240.000,- perbulan ke bawah tidak dikena PPh
kecuali pengalihan oleh Wajib Pajak OP yang berpenghasilan dibawah PTKP dengan nilai
pengalihan kurang dari Rp

60.000.000,- , penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak,

penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; hibah, warisan.
dengan syarat perusahaan pasangannya tidak terdaftar dibursa efek, dalam hal transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut dilakukan melalui bursa efek,
maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
transaksi penjualan saham di bursa efek
Kecuali bunga dan/atau diskonto yang diterima oleh dana pensiun dan bank, baik bank DN
atau perwakilan bank LN di DN PPh-nya tidak final

Tabel Tarif PPh Pasal 15


N

Uraian

Tarif x DPP

o
1

Charter

1,8%x Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong paling

KMK
yang
diterima lambat
tanggal
10
bulan 475/KMK.04/1996
berdasarkan
perjanjian berikutnya.

SE
charter.
Setor dengan menggunakan SSP, 35/PJ.4/1996
TIDAK FINAL
dengan:

Penerbangan
Dalam Negeri

Penyetoran & Pelaporan

KAP: 411129,
KJS: 101
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh

Dasar Hukum

Pasal 15, dilaporkan paling lambat


tanggal 20 bulan berikutnya.
2

Perusahaan

1,2% x Peredaran bruto

Disetor oleh pemotong: disetor

Pelayaran

FINAL

paling lambat tanggal 10 bulan 416/KMK.04/1996

Dalam Negeri

berikutnya.

KMK
SE

Disetor

sendiri:disetor

paling 29/PJ.4/1996

lambat

tanggal

bulan

15

berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal

15,

dilaporkan

lambattanggal

paling
20 bulan

berikutnya.
3

Perusahaan

2,64% x Peredaran Bruto

Disetor

pemotong:disetor

oleh

KMK

pelayaran dan FINAL


penerbangan

paling lambat tanggal 10 bulan 417/KMK.04/1996

Luar Negeri

Disetor

sendiri:disetor

paling 32/PJ.4/1996

lambat

tanggal

bulan

berikutnya.

15

SE

berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
4

WPLN

yang Untuk negara yang tidak Disetor

mempunyai

ada

P3B

sendiri

dengan lambattanggal

paling

KMK

15 bulan 634/KMK.04/1994,

kantor

Indonesia:

perwakilan

0,44% x

dagang
Indonesia

nilai

ekspor

di bruto

berikutnya setelah bulan diterima berlaku mulai


Januari 1995
penghasilan.

Disetor dengan menggunakan SSP

Penghasilan neto= 1% x dengan:


nilai ekspor bruto
Untuk

negara

KEP
667/PJ/2001,berlak
u mulai 29 Oktober

KAP: 411128

2001

yang KJS: 413

SE

mempunyai P3B dengan Dilaporkan paling lambat tanggal 2/PJ.03/2008,


Indonesia:
20bulan
berikutnya
dengan ditetapkan tgl 31
disesuaikan dengan tarif menggunakan Formulir
P3B,

untuk

contoh Lampiran

penghitungan lihat di SE 667/PJ./2001 dan


2/PJ.03/2008.

dalam Juli 2008.


KEP

dilampiri SSP

lembar ke-3.

FINAL

KMK
yang 7% x tarif tertinggi Pasal Disetor dengan menggunakan SSP
17 ayat (1) huruf b UU PPh Final paling lambat tgl 15 543/KMK.03/2002
melakukan
total
biaya bulan berikutnya.

SE
kegiatan usaha PPh x
02/PJ.31/2003
jasa
maklon pembuatan atau perakitan KAP: 411128
barang tidak termasuk
(Contract
KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan
Manufacturing biaya pemakaian bahan
secara spesifik ttg jasa maklon ini)
) Internasional baku (direct materials).
Dilaporkan paling lambat tgl 20
di
bidang Didalam
SE
bulan berikutnya. Tetapi tidak ada
produksi
02/PJ.31/2003
formulir khusus utk pelaporannya.
mainan anak- disebutkan:
WP

anak.

7% x 30% x total biaya


pembuatan atau perakitan
barang

tidak

termasuk

biaya pemakaian bahan


baku (direct materials).
FINAL

berlaku sejak 1 Januari


2003

Objek Pajak Penghasilan


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a.
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b.

hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c.

laba usaha;

d.

keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,


dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e.
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f.
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g.
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;

h.

royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i.

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j.

penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k.
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l.

keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m.

selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n.

premi asuransi;

o.
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q.

penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r.
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s.

surplus Bank Indonesia.

Dikecualikan dari objek pajak


1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
b.

warisan;

c.
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
d.
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15;
e.
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f.
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;

g.
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
h.
penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i.
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
j.
penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

PENGHASILAN DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL


Pengenaan pajak yang bersifat final berarti bahwa PPh yang telah dipungut/dipotong oleh
pihak lain tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total PPh terutang pada akhir tahun.
Menurut Pasal 4 ayat (2) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 atas :
1.

penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, bunga obligasi


dan Surat Utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;

2.

penghasilan berupa hadiah undian;

3.

penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

4.

penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan

5.

penghasilan tertentu lainnya.

pengenaan pajaknya diatur dengan PP.


Berikut ini merupakan jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final disertai
PP yang mengaturnya :
1.

Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sesuai dengan PP
Nomor 131 Tahun 2000 dan KMK-51/KMK.04/2001 tentang PPh atas bunga deposito
dan tabungan serta diskonto SBI yang mulai berlaku 1 Januari 2001, menetapkan
pengenaan PPh atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikasi Bank
Indonesia adalah sebagai berikut :
A.

dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto,
terhadap WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

B.

dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau
dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang
berlaku, terhadap WP dalam negeri.

Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud tidak dilakukan terhadap :

1.

bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu
Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

2.

bunga data diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia;

3.

bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor
11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;

4.

bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan
sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
untuk dihuni sendiri.

5.

Penghasilan dari transaksi bunga obligasi sesuai dengan PP Nomor 16 Tahun 2009
tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi yang mulai berlaku 1 Januari
2009.

Yang dimaksud dengan obligasi adalah surat utang dan Surat Utang Negara, yang berjangka
waktu lebih dari 12 bulan. Sementara itu, bunga obligasi adalah imbalan yang diterima
dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh WP berupa bunga obligasi dikenai
pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali bagi WP tertentu yaitu :
1.

dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;

2.

bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

Besarnya PPh adalah sebagai berikut :


1.

bunga dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar :

1)

15% (lima belas persen) bagi WP dalam negeri dan BUT; dan

2)

20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif Persetujuan Penghindaran Pajak

Berganda (P3B) bagi WP luar negeri selain BUT;


dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.
diskonto dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar :

1)

15% (lima belas persen) bagi WP dalam negeri dan BUT; dan

2)

20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif Persetujuan Penghindaran Pajak

Berganda (P3B) bagi WP luar negeri selain BUT;


dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk
bunga berjalan (accrued interest).
diskonto obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities) sebesar :
1)

15% (lima belas persen) bagi WP dalam negeri dan BUT; dan

2)

20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran

Pajak Berganda (P3B) bagi WP luar negeri selain BUT;


dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
1.

bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana
yang terdaftar pada Bapepam dan Lembaga Keuangan sebesar :

1)

0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;

2)

5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan

3)

15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.

Pengecualian dari pemotongan PPh final, apabila penerima penghasilan berupa bunga
obligasi adalah WP Dana Pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.
Pemotongan PPh sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh :
1.

penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga
dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh
tempo bunga obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga
pada saat jatuh tempo obligasi; dan/atau

2.

perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas
bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.

3.

Penghasilan dari transaksi bunga simpanan koperasi sesuai dengan PP Nomor 15


Tahun 2009 tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi orang
pribadi yang mulai berlaku 1 Januari 2009.

Yang dimaksud dengan penghasilan bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga sismpanan
yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi
orang pribadi pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota. Tetapi tidak
termasuk bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan
bagian dari sisa hasil usaha.
Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai PPh yang bersifat final. Besarnya
PPh adalah sebagai berikut :
1.

0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000
per bulan; atau

2.

10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp240.000 per bulan.

Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi, wajib memotong PPh yang bersifat final pada saat pembayaran.
1.

Atas hadiah undian dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final.

Atas hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan Pajak Penghasilan dengan ketentuan sebagai
berikut :
Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri,
dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000 dari jumlah penghasilan bruto;
Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan
Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto dengan
memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku;
Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4) Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000, sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto.

Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan
adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua
pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh
konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
1.

Transaksi Saham di Bursa Efek

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya
Pajak Penghasilan adalah 0,1% (satu per dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
Pemungutan Pajak Penghasilan dilakukan oleh penyelenggara bursa efek melalui pedagang
perantara efek pada saat menerima pelunasan transaksi penjualan saham pada tanggal 20
bulan berikutnya dan dilaporkan tanggal 25 bulan berikutnya.
Tambahan Pajak Penghasilan untuk transaksi penjualan saham pendiri sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai jual saham.
Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang
Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebelum
Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Bapepam dalam rangka penawaran umum
perdana (initial public offering) menjadi efektif.
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga kurang
dari 90% (sembilan puluh persen) dari harga saham pada saat penawaran umum perdana.

Penyetoran tambahan Pajak Penghasilan atas saham pendiri (PP no 14 Tahun 1997).

Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini,


apabila saham perusahaan telah diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah
ini ditetapkan;
Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa,
apabila saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat atau setelah Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan.
1.

Transaksi Obligasi di Bursa Efek.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa keuntungan modal (capital
gain), bunga dan atau diskonto yang berasal dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek

dan atau yang dilaporkan di bursa efek, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
Pengecualian:
Bank Wajib Pajak dalam negeri dan cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk
usaha tetap di Indonesia;
Dana pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
Pemotongan dilakukan oleh :
Penerbit obligasi (emiten) pada saat emisi perdana obligasi tanpa bunga (zero coupon
bond);
Penerbit obligasi pada saat jatuh tempo pembayaran bunga;
Bank Wajib Pajak dalam negeri, cabang bank Wajib Pajak luar negeri sebagai bentuk usaha
tetap di Indonesia, Dana Pensiun yang pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan, dan Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal, pada saat
perolehan obligasi berbunga atas bunga berjalan yang diperoleh selama masa kepemilikan
oleh penjual obligasi;
Penyelenggara bursa pada saat transaksi penjualan obligasi di bursa efek dan atau yang
dilaporkan ke bursa efek.
Tarif Pajak :
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap;
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong atas penghasilan berupa keuntungan modal
(capital gain), bunga dan atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemilik obligasi pada

saat transaksi penjualan obligasi di bursa efek dan atau yang dilaporkan ke bursa efek adalah
sebesar 0,03 % (tiga perseratus persen) dari nilai transaksi.
1.

Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Kep. Direktur Jenderal
Pajak Nomor : Kep- 227/Pj/2002).

Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib
Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau
bangunan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau
bangunan.
Jumlah bruto nilai persewaan merupakan Semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh
pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah
dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
keamanan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang
disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
1.

Penghasilan Pengalihan Hak atau Tanah dan atau Bangunan

Dikenakan PPh Final sebesar 5% dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan (nilai tertinggi antara
nilai berdasarkan akta pengalihan dan NJOP tanah dan bangunan). Dengan syarat Jumlah
Bruto Nilai Pengalihan lebih dari 60 juta.
1.

Pelaksanaan Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa


Konstruksi SE-13/PJ.42/2002.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil
berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang, serta yang
mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Tarif Pajak :
2% dari bruto untuk pelaksanaan konstruksi
4% dari bruto untuk jasa perencanaan konstruksi
4% dari bruto untuk jasa pengawasan konstruksi
Pajak dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh wajib pajak penyedia jasa.

1.

Usaha real estate (PPh final sebesar 5%, kecuali untuk RSS 1%).

2.

Transaksi penjualan saham (pengalihan) oleh modal ventura.

3.

Penghasilan dari dividen yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri,
sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2009, dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final.
Pengenaan PPh dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak
lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

4.

Penghasilan dari jasa maklon internasional, sesuai dengan KMK Nomor 543 Tahun
2002, dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 2,1%.

5.

Penghasilan dari penerbangan dalam/luar negeri, dan pelayaran dalam/luar negeri


sesuai dengan KMK Nomor 417 Tahun 1996, dikenakan PPh final sebesar 2,64% dari
peredaran bruto untuk penerbangan dan pelayaran luar negeri. Sementara itu, untuk
penghasilan dari penerbangan dan pelayaran dalam negeri masing-masing adalah 1,2%
dan 1,8% dari peredaran bruto (KMK Nomor 416 dan 475 Tahun1996).

6.

Penjualan bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas untuk penyalur/agen
Pertamina sebesar 0,3% (Kep Nomor 417 Tahun 2001).

BEBAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAJAK PENGHASILAN FINAL DAN


NON-PAJAK PENGHASILAN
1.

Biaya yang berhubungan dengan penghasilan yang bersifat final.

Sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, apabila suatu jenis penghasilan
dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final, maka penghasilan tersebut tidak boleh
digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bersifat final tersebut tidak boleh digabungkan dengan biaya yang timbul
atas penghailan lain yang dikenakan tarif umum. Dengan kata lain, biaya tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.
1.

Biaya yang berhubungan dengan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.

Sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 bahwa untuk dapat dibebankan
sebagai biaya secara fiscal, maka pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

Anda mungkin juga menyukai