Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis akut adalah penyakit radang pada apendiks vermiformis yang


terjadi secara akut dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang sering
ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai
faktor. Diantaranya fekalit, hiperplasia jaringan limpoid, cacing ascaris, parasit,
dan benda asing dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap
100.000. Kejadian ini mungkin disebabkaan perubahan pola makan , yaitu
Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data
epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20 an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendistis sama
banyaknya antara wanita dan laki laki pada masa puber, sedangkan pada masa
remaja dan dewasa muda rotionya menjadi 3 : 2, kemudian angka yang tinggi
ini menurun pada pria.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan
penyebab yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis.
Kuman kuman yang nerupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi
patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah
Bacteriodes Flagilis bersama E.coli.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pengertian
Usus buntu atau Appendiks vermiformis merupakan penonjolan kecil yang
berbentuk seperti jari yang terdapat diusus besar ( Caecum ) tepatnya di daerah
perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah.
Appendicitis adalah perandangan dari appendik ( Mansjoer, 2000 ).
Apendisitis akut adalah penyakit radang pada appendik vermiformis yang terjadi
secara akut.
II. Etiologi
Terjadi appendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun
terdapat banyak sekali faktor pencetusnya diantaranya adalah Obstruksi yang terjadi
pada lumen appendik yang disebabkan adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit ) hiper
plasia jaringan limfoid, penyakit cacing (ascaries) , parasit, benda asing dalam tubuh.
Pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara bacteriodes
fragilitis dan E. coli.
III. Patofisiologi
Fekolit, hiverplasia jaringan, limfoid, cacing Ascaries, Parasit, benda asing
( faktor pencetus )
Masuk ke appendik

Menyumbat lumen appendik


Obstruksi lumen appendik

Mukus yang di produksi mukosa mengalami bendungan


Peningkatan tekanan intralumen
Menghambat aliran limfe
Oedema dan Ulserasi mukus

Obstruksi vena dan Oedem


Bakteri menembus dinding
Peradangan

nyeri

Apendicitis akut
Sekressi mucus

tekanan terus menerus

Obstruksi vena
Bakteri menembus dinding
Peradangan peritoneum meluas
Apendic supuratif akut
Aliran arteri terganggu + infark dinding apendik
Dinding rapuh dan pecah
Appendicitis perforasi
Omentum dan usus yg berdktan bergerak kearah apendic
Timbul massa local
Apendic infiltrate

Tahapan peradangan apendisitis


1. appendisitis akuta ( sederhana, tanpa perforasi )
2. appendisitis akuta perfote ( termasuk appendisitis gangrenosa, karena dinding
appendiks sebelumnya sudah terjadi mikroperforasi )
IV. Gambaran Klinis
Adanya beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara samar
( nyeri tumpul ) di daerah sekitar pusar. Seringkali disertai dengan rasa mual bahkan
kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah. Yaitu nyeri
pada titik mc burney. Nyeri perut akan bertambah sakit apabila terjadi pergerakan seperti
batuk, bernafas dalam, bersin dan disentuh daerah yang sakit.
Selaian nyeri gejala lain adalah demam, mules konstipasi atau diare dan
kembung. Bila terbentuk abses appandiks atau teraba masa di kuadrat kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rectum atau vagina.
V. Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah
a. Perforasi, disebabkan keterlambatan penanganan terhadap pasien apendisitis akut.
Perforasi disertai dengan nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi ( sekitar 38,3o )
b. Peritonitis lokal disebabkan mikroperforasi sedangkan peritonitis umum dikarenakan
telah terjadi perforasi yang nyata.
c. Apendikal abses ( masa apendikal )Manifestasi klinisnya sama dengan apendisitis di
sertai dengan ditemukannya massa di kwadrn kanan bawah.
d. Pyeloflebitis adalah trombro flebitis yang bersifat supuratif pada sistem vena portal.
Demam tinggi, menggigil, ikterus yang samar samar, abses hepar merupakan
pertanda telah terjadi komplikasi ini.
VI. Pemeriksaan Yang Dibutuhkan.
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : ekspresi wajah klien benar benar terlihat
kesakitan menahan nyeri, suhu tubuh meningkat, nadi meningkat.
Inspeksi : Pada Appendiks akut sering ditemukan adanya abdominal swelling
sehingga pada inspeksi di temukan distensi perut.
Palpasi : pada appendiks akut ditemukan nyeri tekan perut kanan bawah teraba

adanya massa appendiks diperut kanan bawah ( Perut Distended ).


Auscultasi : Peristaltik usus meningkat.
Perkusi : Kembung pada perut .
Terkadang dokter melakukan rectal toese untuk menentukan letak appendiks bila
letaknya sulit diketahui.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laborat yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap
dengan leucosit meningkat diatas 10.000 dan pemeriksaan CRP ( test protein reaktiv
) ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6 12 jam setelah inflamasi
jaringan.
Pemeriksaan radiologi dengan USG di temukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi dan CT scan ditemukan bagian menyilang dengan
apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran dari saekum.
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Antibiotik dan cairan iv diberikan sampai pembedahan dilakukan analgesik
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Appendektomi dilakukan segera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi.
Konsep asuhan keperawatan sebelum operasi, klien perlu dipersiapkan secara
fisik maupun psikis dan berikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami
setelah operasi dan beri latihan fisik ( pernapasan dalam, gerakan kaki, duduk ) untuk
digunakan saat periode post operatif.
VIII. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2. Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

IX.

Intervensi Keperawatan
DX I
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.

Kristeria

: 1. Pasien mengatakan nyeri berkurang.


2. Pasien dapat melakuan tehnik relaksasi.
3. Ekspresi wajah rilek.
4. TTV dalam batas normal.
5. Skala nyeri 1 3.

Intervensi

1. Kaji tingkat nyeri, lokasi, skala dan karakteristik nyeri.


R/ : untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan
indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjunya.
2. Ajarkan dan bantu pasien tehnik relaxasi.
R/ : tehnik relaxasi menekut lutut dan nafas panjang dapat menurunkan
ketengangan jaringan sehingga rasa nyeri berkurang.
3. Beri posisi yang nyaman.
R/ : Posisi yang sesuai dengan klien akan memberikan kenyamanan
penurunan rasa nyeri.
4. Observasi TTV
R/ : Tanda vital merupakan deteksi dini adanya tanda kegawatan
5. Kolaborasi : Pemberian Analgesik
R/ : Interdependensi dalam mengatasi rasa nyeri
DX II
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan


volume cairan dapat dipertahankan stabil.

Kriteria hasil

: 1. Klien mengatakan tidak diare


2. Klien mengatakan tidak mual dan muntah
3. Nafsu makan baik
4. TTV : dalam batas normal

Intervensi :
1. Monitor TTV
R/ : Indikator secara dini tentang hipovolemia
2. Monitor intake dan output dan konsentrasi urine

R/ : Menurunkannya out put dan konsentrasi urine meningkatkan


kepekaan / endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan
membutuhkan peningkatan cairan.
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi
R/ : Mencegah terjadinya dehidrasi
4. Beri cairan sedikit-sedikit tapi sering
R/ : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
DX III
Tujuan : Setelah dilakuklan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria hasil : 1. Klien mengatkan makan 1 porsi habis
2. Keadaan umum klien baik
3. Klien tidak kembung
4. BB dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji sejauh mana ketidak adekuatan nutrisi klien
R/ : Menganalisa penyebab melaksanakan intervensi
2. Beri makan sedikit-sedikit tapi sering
R/ : Tidak memberi bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan
3. Timbang BB sesuai indikasi
R/ : Mengawasi keefektifan secara diet
4. Konsul tentang kesukaan / ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distress
R/ : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer,Arif 2000 Kapita Sekecta kedokteran,Jakarta,Media


Aesculapius
2. Schwart, I Samuor 1999,Appendisitis: Jakarta ,EGC
3. http:/ www.emedecine. Com
4. Doengoes,marylinn E,2000 Rencana Asuhan keperawatan, Jakarta
EGC
5. Syamsuhidayat R de jong 2005 Appendiks Vermivormis Buku Ajar
Ilmu Bedah EGC
6. Ganong, 2005 Fisiologi Kedokteran
7. Pengkajian Fisik untuk Perawat
8. Linda Jual, Diagnosa Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai