Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ASMA BRONKIAL
DISUSUN OLEH
FIONNA MASITAH
1008260019
PEMBIMBING
dr. Nurdiani, Sp.A
BAGIAN ILMU PEDIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT HAJI
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang karena rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan paper dan lapkas yang berjudul Asma Bronkial
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Pediatri di Rumah Sakit Umum Haji Mina Medan.
Penulis
Nurdiani,Sp.A sebagai pembimbing yang telah memberi masukan dan saran dalam
menyelesaikan paper dan lapkas ini serta semua staff pengajar di Bagian Ilmu Pediatri di
Rumah Sakit Umum Haji Mina Medan, dan teman-teman di kepaniteraan klinik senior.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa paper dan lapkas ini memiliki banyak
kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan dimasa mendatang. Harapan penulis semoga paper ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan kita semua.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ---------------------------------------------------------------------------------------i
Daftar Isi----------------------------------------------------------------------------------------------ii
BAB 1 PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA------------------------------------------------------------------2
2.1 Definisi Asma ----------------------------------------------------------------------------2
2.2 Faktor Risiko Asma ---------------------------------------------------------------------2
2.3 Patofisiologi Asma-----------------------------------------------------------------------2
2.4 Manifestasi Klinik -----------------------------------------------------------------------3
2.5 Diagnosis Asma---------------------------------------------------------------------------4
2.6 Diagnosis Banding -----------------------------------------------------------------------7
2.7 Tatalaksana Asma ------------------------------------------------------------------------7
2.8 Pencegahan Asma ------------------------------------------------------------------------11
BAB 3 KESIMPULAN----------------------------------------------------------------------------15
DAFTAR PUSTAKA-------------------------------------------------------------------------------16
LAPORAN KASUS--------------------------------------------------------------------------------17
BAB 1
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-kanak,
menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti, karena penyakit kronis. Asma
merupakan diagnosis masuk yang paling sering di rumah sakit anak dan berakibat kehilangan
5-7 hari sekolah secara nasional.tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10%
anak wanita dapat menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum
pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang lebih banyak terkena daripada anak wanita,
setelah itu insidens menurut jenis kelamin sama. Asma dapat menyebabkan gangguan
psikososial pada keluarga.1
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju.
Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik
baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien
asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap
tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari
pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).2
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak
sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah
di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun)
berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.
Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi
jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa
pengobatan.3
2.2 Faktor Risiko Asma
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor)
dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi), hiperaktiviti
bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan
kencenderungan/ presiposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor
lingkungan yaitu allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.3
2.3 Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2
jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi
IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase
lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibodi IgE ab- normal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi,
antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen,
terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan
dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi
mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah
histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan
efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
2
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran
napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit
setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator
sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus.
Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan selama
16--24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam
patogenesis asma.2
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast
dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen
masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi
tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut
dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen
vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,
neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.2
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus
tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif beratnya
hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus
tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,
maupun inhalasi zat nonspesifik.2
2.4 Manifestasi Klinik
Tanda-tanda dan gejala-gejala asma adalah batuk, yang kedengarannya lengeket dan
batuk yang nonproduktif pada awal perjalanan serangan, mengi, takipnea, dan dispneu
dengan ekspirasi panjang serta menggunakan otot-otot pernapasan tambahan, sianosis,
hiperinflasi dada, takikardi dan pulsus paradoksus, yang mungkin dijumpai pada berbagai
tingkat, tergantung pada stadium dan keparahan serangan.1
Sedang
Berat
Ancaman
paru,
Henti napas
laboratorium
Sesak
timbul Berjalan
pada
Berbicara
Istirahat
(breathless)
berat
-Tangis
Bayi: berhenti
pendek
dan makan
lemah
Bicara
Posisi
Kalimat
Bisa berbaring
-Kesulitan makan
Penggal kalimat
Lebih suka duduk
Kata-kata
Duduk
bertopang
Kesadaran
Mungkin
Sianosis
Mengi
irritable
Tidak ada
Tidak ada
Sedang, sering Nyaring,
hanya
Biasanya irritable
lengan
Biasanya
irritable
Ada
sepanjang Sangat
akhir ekspirasi
Kebingungan
Nyata
Sulit/tidak
nyaring,
terdengar
terdengar
tanpa
Sesak napas
Otot bantu napas
Minimal
Biasanya tidak
stetoskop
Berat
Ya
Sedang
Biasanya ya
Gerakan
paradok
torako-
Retraksi
Dangkal,
Sedang,
retraksi
retraksi suprasternal
abdominal
Dangkal/hilang
ditambah Dalam,
ditambah
interkostal
napas
cuping
Laju napas
Pulsus
Meningkat
Meningkat
Tidak ada < 10 Ada 10-20 mmHg
hidung
Meningkat
Menurun
Ada > 20 Tidak
ada,
paradoksus
mmHg
mmHg
tanda
kelelahan otot
napas
FEV1
-Pra b.dilator
>60%
40-60%
<40%
5
-pasca b.dilator
>80%
60-80%
SaO2
PaO2
PaCO2
>95%
Normal
<45 mmHg
91-95%
>60 mmHg
<45 mmHg
2 jam
90%
<60 mmHg
>45 mmHg
klinis, Asma
< 1 x/bulan
1 x/bulan
Sering
Lama serangan
< 1 minggu
> 1 minggu
sepanjang
hampir
Intensitas serangan
Di antara serangan
Biasanya ringan
Tanpa gejala
Biasanya sedang
Sering ada gejala
hampir
tahun,
tidak
ada
remisi
Biasanya berat
Gejala siang
dan
malam
Tidur dan aktivitas
Tidak terganggu
Sering terganggu
Sangat terganggu
Pemeriksaan fisik di Normal
(tidak Mungkin terganggu Tidak pernah normal
luar serangan
ditemukan kelainan)
Obat
pengendali Tidak perlu
(ditemukan kelainan)
Perlu, steroid
Perlu, steroid
(anti inflamasi
Uji Faal paru (di PEF/FEV1 > 80%
PEF/FEV1 60-80%
variabilitas 20-30%
Variabilitas > 50%
luar serangan)
Variabilitas
paru
Serangan sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali, pasien hanya menunjukkan
respons parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu
perlu dinilai ulang derajatnya sesuai pedoman di depan. Jika serangannya memang termasuk
serangan sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di Ruang Rawat Sehari (RRS).
Walaupun mungkin tidak diperlukan, namun untuk persiapan keadaan darurat, maka sejak di
IGD pasien yang akan diobservasi di RRS langsung dipasangi jalur parenteral. 5
Serangan berat
7
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respons (poor
response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman), maka
pasien harus dirawat di Ruang Rawat Inap. Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal
termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian
awal pasien mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan sekali langsung dengan
beta-agonis dan antikolinergik. Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda
ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat di Ruang Rawat Intensif. Untuk pasien
dengan serangan berat dan ancaman henti napas, langsung dibuat foto rontgen toraks guna
mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum. 5
anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/bayi) yang juga tidak selalu ada
dan mahal harganya.Bila obat hirupan tidak ada/tidak dapat digunakan maka beta-agonis
diberikan peroral. Sebenarnya kecenderungan saat ini teofilin makin kurang perannya dalam
tata laksana asma karena batas keamanannya sempit. 5
Asma episodik sering (asma sedang)
Jika penggunaan beta-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa menghitung
penggunaan praktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam
sebulan, maka penggunaan anti inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi. Anti
inflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimal 10 mg 3-4
kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma
sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Sampai
sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya
ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk. Nedokromil merupakan obat satu golongan
dengan kromoglikat yang lebih poten dan tidak menyebabkan batuk. 5
Asma persisten (asma berat)
Jika setelah 6-8 minggu kromoglikat gagal mengendalikan gejala, dan beta-agonis
hirupan tetap diperlukan >3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk berat. Sebagai
obat pengendali pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan. Cara pemberian steroid
hirupan apakah dari dosis tinggi ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya
dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya.
Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk
menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya
dosis steroid hirupan diturunkan sampai optimal. Steroid hirupan biasanya efektif dengan
dosis rendah. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 200 mg/hari,
belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Dosis yang masih dianggap
aman adalah 400 mg/hari. Di atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal,
sedangkan dengan dosis 800 mg/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros
hipotalamus-hipofisis- adrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Setelah
dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau klinis perbaikan
yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap sehingga dicapai
dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan betaagonis sebagai obat pereda tetap diteruskan. 5
Asma sangat berat
9
Bila dengan terapi di atas selama 6-8 minggu asmanya tetap belum terkendali maka
pasien dianggap menderita Asma sangat berat (bagian dari Asma persisten). Penggunaan
beta-agonis (kerja pendek) hirupan >3x sehari secara teratur dan terus menerus diduga
mempunyai peran dalam peningkatan morbiditas dan mortalitas asma. Tetapi jika dengan
steroid hirupan dosis sedang (400- 600 mg/hari) asmanya belum terkendali, maka perlu
dipertimbangkan tambahan pemberian beta-agonis kerja panjang, atau beta-agonis lepas
terkendali, atau teofilin lepas lambat.
Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya tetap belum terkendali, obat tersebut
diteruskan dan dosis steroid hirupan dinaikkan, bahkan mungkin perlu diberikan steroid oral.
Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek
samping obat. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis
kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. 5
10
aminofilin
16-20
mg/kgbb/hari.
Karena
farmakokinetik
teofilin
dipengaruhi oleh usia pasien, dosis awal aminofilin berbeda-beda sesuai dengan
dosis usia:
Usia 1-6 bulan : 0,5 mg/kgbb/jam
Usia 6-11 bulan: 1,0 mg/kgbb/jam
Usia 1-9 tahun : 1,2-1,5 mg/kgbb/jam
Usia > 10 tahun : 0,9 mg/kgbb/jam
Antikolinergik
Ipratropium bromide
Dosis dianjurkan adalah 0,1ml/kgbb, nebulisasi setiap 4 jam. Dapat juga diberikan
dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai berikut: untuk usia > 6 tahun 8-20 tetes;
usia < 6 tahun 4-10 tetes
Kortikosteroid
Preparat oral yang dipakai adalah prednisone, prednisolon, atau traimsinolon dengan
dosis 1-2 mg/kgbb/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Kortikosteroid
intravena diberikan pada kasus asma yang dirawat di rumah sakit. Metil prednisolon
merupakan pilihan utama karena memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan paru
yang lebih baik, efek anti inflamasi yang lebih besar, serta efek mineralokortikoid
yang minimal. Dosis metil prednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgbb,
diberikan setiap 4-6 jam. Hidrokortison IV diberikan dengan dosis 4 mg/kgbb setiap
4-6 jam. Deksametason diberikan secara bolus intravena, dengan dosis - 1
mg/kgbb, dilanjutkan 1 mg/kgbb/hari, diberikan setiap 6-8 jam.
Obat-obat lain
Magnesium sulfat : dosis yang diberikan 25-50 mg/kgbb IV, diberikan selama 1
jam. Kadar magnesium serum sebaiknya diperiksa setiap 6 jam, infuse magnesium
harus dititrasi untuk menjaga agar kadar di dalam darah tetap sebesar 3,5-4,5
mEq/dl.
Mukolitik
menangani serangan asma, pada serangan asma berat bahkan bisa memperberat
batuk dan menghambat aliran napas.
12
Antibiotik
infeksi respiratorik yang dicurigai disebabkan oleh bakteri, seperti adanya tandatanda pneumonia, sputum yang purulen, serta jika diduga ada rinosinusitis yang
menyertai asma.
Obat sedasi
terapi jangka panjang (controller). Pada terapi jangka panjang setelah diberikan
kortikosteroid dosis rendah kurang memuaskan dapat diberikan terapi kombinasi
kortiksteroid dosis rendah dan LABA, atau TSR, atau antileukotrien. Terapi kombinasi
tersebut dapat memperbaiki uji fungsi paru, gejala asma, dan aktivitas sehari-hari yang pada
akhirnya
kortikosteroid dapat diturunkan sehingga efek samping terhadap tumbuh kembang anak dapat
dikurangi. Terapi kombinasi tersebut merupakan suatu harapan baru dalam tatalaksana asma.7
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman R.E., Kliegman R.M., Arvin A.M., 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol
1. 15th ed. Jakarta:EGC.Hal: 775-90.
2. Rengganis I., 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FK UI/RSCM, Jakarta. Maj Kedokteran Indonesia. Volume: 58.
No.11, Nopember 2008. Hal:445-51.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., 2011. Asma. Jakarta:PDPI
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st
ed. Jakarta. Hal: 335-47.
14
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2000. Konsesus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri,
Vol. 2, No.1, Juni 2000. Hal: 50-65.
6. Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B., 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st
ed. Cetakan kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.hal : 71-160.
7. Supriyatno B., 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK UI/RSCM, Jakarta. Maj Kedokteran
Indonesia, Volume: 55, No.3, Maret 2005. Hal: 237-41.
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Anamnesa Pribadi Os
Nama
: Ade Lisma
Umur
: 7 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jln. Medan Batang Kuis Pasar IX Tembung
Berat Badan Masuk : 20 Kg
Tinggi Badan
: 115 cm
Tanggal Masuk
: 14 April 2015
2. Anamnesa Mengenai Orang Tua Os
Ayah
ibu
15
Nama
sadeli
Yus Heni
Umur
45 tahun
48 tahun
Pendidikan
SMP
SMEA
Pekerjaan
pegawai swasta
IRT
Perkawinan
menikah
menikah
Penyakit
tidak ada
tidak ada
Alamat
3. Riwayat Kelahiran Os
Tanggal lahir
:
6 Maret 2008
Cara Lahir
:
Persalinan spontan
Tempat Lahir
:
klinik bidan
Berat Badan Lahir
:
3800 gram
Pajang badan lahir
:
50 cm
Ditolong oleh
:
bidan
Keadaan bayi saat lahir:
sehat
4. Perkembangan Fisik
Usia pada 7 bulan
: merangkak
Usia 9 bulan
: mampu berdiri
Usia 3-4 tahun
: baru bisa ngomong tapi vocal kurang jelas
5. Imunisasi
a. BCG
: 1 kali
b. DPT
: 3 kali
c. Polio
: 4 kali
d. Hepatitis B: 3 kali
e. Campak : 1 kali
Kesan : lengkap
6. Penyakit pernah diderita
Riwayat kejang demam pada usia 1 tahun 3 bulan hingga os koma selama
kurang lebih 3 hari
Os pernah riwayat TBC pada usia 1 tahun 5 bulan dan sembuh 6 bulan
7. Keterangan mengenai saudara Os
Tidak memliki riwayat yang sama dengan os, dan dalam keadaan sehat dan hidup
8. Anamnesa Penyakit
1. Keluhan utama : Sesak nafas
2. Telaah
: os datang ke RSHM pada tanggal 14 April 2015 dengan
keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan os memperberat sejak pagi pada pukul
08.00 wib. Sesak nafas disertai adanya suara mengi (+). Sebelumnya selama 1
bulan ini os merasakan sesak nafas. Sesak nafas hilang timbul dan tidak begitu
berat. Os juga mengeluhkan adanya batuk, batuknya hilang timbul, batuk tidak
berdahak, darah (-), dan demam (-)
Pada satu minggu yang lalu os berobat ke poli RSHM dan dilakukan pemeriksaan
test mantoux dengan hasilnya positif
16
RPO
lanjut pengobatan
RPT
Riwayat kejang demam pada usia 1 tahun 3 bulan hingga os koma selama
kurang lebih 3 hari
Os pernah riwayat TBC pada usia 1 tahun 5 bulan dan sembuh 6 bulan
9. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
Keadaan Umum
Sensorium
Frekuensi Nadi
Frekuensi Nafas
Temperatur
BB Masuk
Tinggi Badan
Keterangan
: Baik
: compos mentis
: 100 x/I, regular
: 28 x/I, rehuler
: 36,6 0C
: 20 kg
: 115 cm
: berdasarkan CDC 80% Gizi sedang.
Anemis
: -/Iktreus
: -/Dispnoe : +
Edema
: -/Sianosis : 2. Status lokalisata
a. Kulit
: dalam batas normal
b. Kepala
o Rambut
: hitam, mudah rontok
o Mata
: refleks cahaya (-/-), pupil iskor ka=ki
o Hidung
: pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), sianosis
sekitar hidung (-)
o Telinga
: serumen (-), sekret (-)
o Mulut
: mukosa bibir basah, sianosis sekitar mulut (-)
c. Leher : pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)
d. Toraks
Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi (-)
Palpasi
:vocal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan ekspirasi memanjang, wheezing
(+/+), ronchi (+/+), bunyi jantung I dan II normal, murmur (-).
e. Abdomen
Inspeksi : bentuk soepel, simetris, datar, scar (-)
Palpasi
: soepel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
f. Ekstremitas
Superior : pols : 100 x/menit, regular. Atrofi otot (-), oedem (-)
Refleks fisiologis:
17
Inferior
: oedema (-)
Atrofi otot (-)
Refleks fisiologi
1. Refleks KPR dan APR dextra (-)
2. Refleks KPR dan APR sinistra (+)
MCV : 75,2
MCH : 24,8
MCHC : 33,0
Jenis Leukosit
Eosinofil : 2
Basofil : 0
N.stab : 0
N. seg : 54
Limfosit : 36
Monosit : 8
Urin : tidak dilakukan pemeriksaan
Feses: tidak dilakukan pemeriksaan
12. Diagnosa banding:
Asma bronchial
TB
Bronkopneumoni
Bronkiolitis
13. Diagnosa kerja
: asma bronchial
14. Terapi :
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi deksametason ampul/8 jam
18
Tanggal
15 April 2015
Asma bronkial
Tanggal
16 April 2015
Asma bronchial
Ventolin
Rencana fisioterapi
Diet: makanan biasa
Tanggal
17 April 2015
S: 36,6C
P: 24x/menit
BB: 20 kg
A
Asma bronchial
IVFD RL 20 gtt/I
Injeksi deksametason ampul/8 jam
Nebulizer ventolin 1 nebul + NaCl 0,9% 2,5 cc/8 jam
Ambroxol syrup 3x1
Salbutamol syrup 3x1
- Diet : Makanan biasa
Tanggal
18/april/2015
KU : Tampak sehat
Kesadaran: Compos Mentis
HR : 100x/mnt
S: 36C
P: 24x/menit
BB: 20 kg
Asma bronchial
P
-
Tanggal
19 April 2015
Batuk
KU : Tampak sehat
Kesadaran: Compos Mentis
HR : 120x/mnt
S: 36,50 C
P: 24x/menit
BB: 20 kg
Asma bronchial
20
Tanggal
20 April 2015
Batuk
KU : Tampak sehat
Kesadaran: Compos Mentis
HR : 120x/mnt
S: 36,50 C
P: 24x/menit
BB: 20 kg
Asma bronchial
Pasien dipulangkan
Orangtuanya diberikan edukasi
21
Nama
:ADE LISMA
Usia
: 7 tahun
Berat Badan
: 20 kg
22