Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan (outdoor)

Penyuluhan Tentang HIV AIDS


1. Latar Belakang
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi
pada tahun 1981 setelah muncul kasus-kasus pneumonia Pneumocystis carinii
dan sarcoma Kaposi pada laki-laki muda homoseks di berbagai wilayah Amerika
Serikat. Sebelumnya kasus tersebut sangat jarang terjadi, apabila terjadi biasanya
disertai penurunan kekebalan imunitas tubuh. Pada tahun 1983 Luc Montagnier
mengidentifikasi virus penyebab AIDS, yang telah diisolasi dari pasien dengan
limfadenopati dan pada waktu itu diberi nama LAV ( Lymphadenopathy virus ).
Sedangkan Robet Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang
saat itu dinamakan HTLV-III. (Djoerban Z dkk, 2006)
Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen
Kesehatan pada tahun 1987, yaitu pada seorang warga Negara Belanda yang
sedang berlibur ke Bali. Sebenarnya sebelum itu, yaitu pada tahun 1985 telah
ditemukan kasus yang gejalanya sangat sesuai dengan HIV/AIDS dan hasil tes
ELISA tiga kali diulang dinyatakan positif. Tetapi tes Western Blot hasilnya
negative, sehinga tidak dilaporkan. Kasus kedua ditemukan pada bulan Maret
1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemofilia. (Djoerban Z dkk, 2006)
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia
dan banyak Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang
terbebas dari HIV (Djoerban Z dkk, 2006).

Menurut UNAIDS di tahun 2009 jumlah odha mencapai 33,3 juta, dengan
kasus baru sebanyak 2,6 juta,dan per hari lebih dari 7000 orang telah terinfeksi
HIV, 97 % dari Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penderitanya
sebagian besar adalah wanita sekitar 51 %, usia produktif 41% ( 15-24 th) dan
anak-anak ( WHO, 2010). HIV dan AIDS menyebabkan krisis secara bersamaan,
menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis ekonomi,
pendidikan , dan juga krisis kemanusiaan. (Djoerban Z dkk, 2006).
Di Indonesia sendiri, jumlah odha terus meningkat. Data terakhir pada
tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah odha di Indonesia telah mencapai 22.664
orang. (Depkes RI, 2008). Menurut UNAIDS, Indonesia merupakan Negara
dengan pertunbuhan epidemic tercepat di Asia. Pada tahun 2007 menempati
urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman dari gejala penyakit dan
stigmata social masyarakat, hanya 5-10 % yang terdiagnosa dan dilakukan
pengobatan.(UNAIDS, 2010)
Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV/AIDS diprioritaskan
pada upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus
AIDS yang memerlukan terapi ARV, maka strstegi penanggulangan HIV/AIDS
dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan,
dukungan serta pengobatan. Dalam memberikan kontribusi 3 by 5 initiative global
yang direncanakan oleh WHO di UNAIDS, Indonesis secara nasional telah
memulai terapi antiretroviral (ART) pada tahun 2004. Hal ini dapat menurunkan
risiko infeksi oportunistik (IO) yang apabila berat dapat menimbulkan kematian
pada odha. Pada akhirnya, diharapkan kualitas hidup odha akan meningkat. .
(Djauzi S dkk, 2002).

2. Nama kegiatan
HIV AIDS Goes to School
3. Tujuan kegiatan

Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada siswa-siswi tentang

Bahaya HIV AIDS


Memberikan informasi serta tips tentang cara pencegahan HIV AIDS
Menumbuhkan sikap peduli dan anti diskriminasi terhadap ODHA
Mendorong siswa-siswi untuk dapat meningkatkan kemandirian dan

partisipasi dalam mencegah dan memberantas HIV AIDS


Sebagai wadah untuk mempererat tali silaturahmi dan kerja sama antara
dokter muda dengan dengan pihak sekolah.

4. Tempat, Waktu, Kegiatan dan Peserta


Tempat

: Aula SMAN 1 Tanah Pasir dan SMPN 1 Tanah Pasir

Peserta

: Siswa dari kelas I, II dan III

Waktu

: Senin, 12 Oktober 2015, Pukul 11.00 s.d. selesai


Selasa, 13 Oktober 2015, Pukul 09.30 s.d. selesai

5. Metode Penyuluhan
Promosi kesehatan dilakukan dengan metode presentasi langsus kepada
para siswa dan siswi menggunakan slide power point dan juga membagikan
leaflet kepada para peserta

6. PEMBAHASAN
6.1 DEFINISI

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala


atau penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya
infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili
retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Djoerban Z dkk,
2006)
6.2 EPIDEMIOLOGI
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun
2009, jumlah odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian
besar penderitanya adalah usia produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan
dan 2,5 juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta
jiwa. Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada
anak-anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena
AIDS. (WHO,2010 )
Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. Pada
tahun 1990, jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat
ini, jumlahnya sudah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67%
diantaranya disumbangkan oleh odha di kawasan sub Sahara, Afrika. (WHO,
2010)
Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat
di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa subpopulasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika
suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa propinsi
seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong sebagai

daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic).


Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized
epidemic). ( Mustikawati DE dkk, 2009)
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan
kasus baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana
terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15
tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju
peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999 terdapat 352
kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka 16.110 kasus.
(Mustikawati DE dkk, 2009 ).
Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada Desember
2008, sekitar 74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan. Berdasarkan
cara penularan, dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada pengguna
narkotika suntik; 3,8% pada homoseksual dan 2,2% pada transmisi perinatal. Hal
ini menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi kelompok homoseksual ke
kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus pada kelompok penasun
hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.255 orang. Kumulatif kasus AIDS tertinggi
dilaporkan pada kelompok usia 2029 tahun (50,82%), disusul kelompok usia 30
39 tahun. (Depkes RI, 2008)
Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama
jumlah kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888
kasus, disusul DKI Jakarta dengan 2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa
Timur, Papua, dan Bali dengan masing-masing jumlah kasus secara berurutan
sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177 kasus AIDS. (Depkes RI,2008)

Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi


oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus, diare
kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata
1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus. (Depkes
RI,2008)
6.3 ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA
berbentuk sferis yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. (Gambar 1).
Strukturnya tersusun atas beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop)
berupa glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung
glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan Thelper lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam
terdiri dari protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini
terdapat dua rantai RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse transcriptase
enzyme). ( Merati TP dkk,2006)

Gambar 1: struktur virus HIV-1

Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV
global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas

penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan
beberapa negara Eropa yang berhubungan erat dengan Afrika Barat. (Merati TP
dkk,2006)
6.4 CARA PENULARAN
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi
melalui mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah
melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah yang
terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan
adanya penularan HIV pada petugas kesehatan.
Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh
Risiko tinggi
Darah, serum
Semen
Sputum
Sekresi vagina

Risiko masih sulit


ditentukan
Cairan amnion
Cairan
serebrospinal
Cairan pleura
Cairan peritoneal
Cairan perikardial
Cairan synovial

Risiko rendah selama tidak


terkontaminasi darah
Mukosa seriks
Muntah
Feses
Saliva
Keringat
Air mata
Urin
Sumber : Djauzi S, 2002

Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan


cairan darah sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat
tusukan jarum atau luka karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar
0,3% sedangkan risiko penularan akibat terpercik cairan tubuh yang tercemar HIV
pada mukosa sebesar 0,09%. (Djauzi S dkk, 2002)
6.5 PATOGENESIS
Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit

CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting


sehingga bila terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan
gangguan imun yang progresif. (Djoerban Z dkk, 2006)
Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.
Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV

Sumber : Fauci AS at al, 2005

Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat


defisiensi imun, akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio
CD4-CD8 dan hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus
HIV dibentuk terhada berbagai antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul
virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah
infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali sejak 2 minggu hingga 3 bulan
setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela. Antigen gp120 dan
bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk
antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut
tidak dapat mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek.

Sedangkan respon imun selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T
sitolitik yang sebagian besar adalah sel T CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas
sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju replikasi HIV.
(Djoerban Z dkk, 2006)
Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan
kerusakan progresif populasi sel T CD4. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi
sel T CD4. Selain itu, terjadi juga disregulasi repsons imun sel T CD4 dan
proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien HIV yang tidak mendapat pengobatan
antiretrovirus. (Djoerban Z dkk, 2006)
2.6 PERJALANAN PENYAKIT
Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan
menunjukkan gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan
berlangsung selama 2-6 minggu. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk dan
gejala-gejala ini akan membaik dengan atau tanpa pengobatan. (Djoerban Z dkk,
2006)
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala)
yang berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang
perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula
perjalanannya lambat (non-progessor). Sejalan dengan memburuknya kekebalan
tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti
berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah
bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan lain-lainnya.
Tabel 2. Gejala klinis infeksi primer HIV

Kelompok
Umum

Gejala
Demam
Nyeri otot
Nyeri sendi
Rasa lemah
Ruam kulit
Ulkus di mulut

Kekerapan (%)
90
54
Mukokutan
70
12
Limfadenopati
74
Neurologi
Nyeri kepala
32
Nyeri belakang mata
Fotofobia
Depresi
Meningitis
12
Saluran cerna Anoreksia
Nausea
Diare
32
Jamur di mulut
12
Sumber : (Djauzi S, 2002)
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi,
muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran
limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan
memproduksi limfosit CD4 sekitar 10 miliar sel setiap hari.
6.7 DIAGNOSIS
6.7.1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV , pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap odha saat
kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan., Berikut ini mencantumkan, daftar
tilik riwayat penyakit pasien dengan tersangaka ODHA (table 3 dan table 4).
Tabel 3. Faktor risiko infeksi HIV

Penjaja seks laki-laki atau perempuan

Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)

Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan


transgender (waria)

Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial

Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)

Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah

Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.


Sumber : Depkes RI
2007
Table 4: Daftar tilik riwayat pasien

Sumber :Depkes RI
2007

6.7.2 Pemeriksaan fisik


Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV
dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Daftar tilik pemeriksaan fisik

Sumber

:Depkes

RI

2007

Gambaran klinis yang terjadi. umumnya akibat adanya infeksi oportunistik atau
kanker yang terkait dengan AIDS seperti sarkoma Kaposi, limfoma malignum dan
karsinoma serviks invasif. Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan
kecurigaan infeksi HIV dapat dilihat pada tabel 6. Di RS Dr. Cipto Mangkusumo

(RSCM) Jakarta, gejala klinis yang sering ditemukan pada odha umumnya berupa
demam lama, batuk, adanya penurunan berat badan, sariawan, dan diare, seperti
pada tabel 6.
Tabel 6. Gejala AIDS di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo

Gejala
Frekuensi
Demam lama
100 %
Batuk
90,3 %
Penurunan berat badan
80,7 %
Sariawan dan nyeri menelan
78,8 %
Diare
69,2 %
Sesak napas
40,4 %
Pembesaran kelenjar getah bening
28,8 %
Penurunan kesadaran
17,3 %
Gangguan penglihatan
15,3 %
Neuropati
3,8 %
Ensefalopati
4,5 %
Sumber : Yunihastuti E dkk, 2005
6.7.3 Pemeriksaan penunjang
Tabel 7. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada odha
Tes antibodi terhadap HIV (AI);
Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);
HIV RNA plasma (viral load) (AI);
Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan
kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, anti-Toxoplasma
gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan (AIII);
Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko
penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi kombinasi
terapi (AIII);
Sumber : Yayasan Spiritia 2006.
Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan
biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks yang
tidak aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat ditawarkan
pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami tuberkulosis
aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV. Hasil
pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling pasca tes

juga diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan dengan memenuhi


3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan counselling (konseling), dan
hanya dilakukan dengan informed consent. (Djoerban Z dkk,2006)
Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang
memiliki sensitivitas tinggi (> 99%). Uji konfirmasi yang sering dilakukan saat ini
adalah dengan teknik Western Blot (WB). Hasil tes dinyatakan positif bila tes
penyaring dua kali positif ditambah dengan tes konfirmasi dengan WB positif..
6.7.4 Stadium Klinis
WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I
(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan stadium
IV (sakit berat atau AIDS), dalam tabel 8.
Tabel 8. Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten

Stadium 2 Sakit ringan


Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang

Penurunan berat badan > 10%


Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni
(<50.000/ml)

kronis

Stadium 4 Sakit berat (AIDS)


Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Sumber : Depkes RI, 2007
6.8 PENATALAKSANAAN
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun data selam 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan
bahwa pegobatan dengan menggunakan kombinasi beberapa obat anti HIV
bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. .
(Djoerban Z dkk,2006)
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
a)

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral


(ARV).

b)

Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang


menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis,
toksoplasmosis, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.

c)

Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih
baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial

Tabel 9. Terapi pada ODHA dewasa


Stadium
Klinis
1
2

Jika tidak tersedia


pemeriksaan CD4
Terapi
ARV
tidak
Terapi antiretroviral dimulai bila CD4 diberikan
<200
Bila jumlah total limfosit
<1200
3
Jumlah CD4
200 350/mm ,
pertimbangkan terapi sebelum CD4
<200/mm3.
Pada kehamilan atau TB:
Terapi
ARV dimulai
Mulai terapi ARV pada semua ibu
tanpa memandang jumlah
hamil dengan CD4 350
limfosit total
Mulai terapi ARV pada semua ODHA
dengan CD4 <350 dengan TB paru
atau infeksi bakterial berat
Terapi ARV dimulai tanpa memandang
jumlah CD4
Sumber : Depkes RI, 2007
Bila tersedia pemeriksaan CD4

1. CD4 dianjurkan digunakan untuk membantu menentukan mulainya terapi. Contoh,


TB paru dapat muncul kapan saja pada nilai CD4 berapapun dan kondisi lain yang
menyerupai penyakit yang bukan disebabkan oleh HIV (misal, diare kronis, demam
berkepanjangan).
2. Nilai yang tepat dari CD4 di atas 200/mm 3 di mana terapi ARV harus dimulai belum
dapat ditentukan.
3. Jumlah limfosit total 1200/mm 3 dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan
CD4 tidak dapat dilaksanakan dan terdapat gejala yang berkaitan dengan HIV
(Stadium II atau III). Hal ini tidak dapat dimanfaatkan pada ODHA asimtomatik.
Maka, bila tidak ada pemeriksaan CD4, ODHA asimtomatik (Stadium I) tidak boleh
diterapi karena pada saat ini belum ada petanda lain yang terpercaya di daerah dengan
sumber daya terbatas.

6.9 PENCEGAHAN
Bagaimana cara mencegah penularan
HIV
Pencegahan tentu saja harus dikaitkan
dengan cara-cara penularan HIV seperti
yang sudah dikemukakan. Ada beberapa
cara pencegahan HIV/AIDS, yaitu :

A. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual, infeksi HIV terutama terjadi


melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada
hubungan seksual. Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang
berperilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab, yakni : hanya
mengadakan hubungan seksual dengan pasangan sendiri (suami/isteri sendiri),
kalau salah seorang pasangan anda sudah terinfeksi HIV, maka dalam
melakukan hubungan seksual perlu dipergunakan kondom secara benar,
mempertebal iman agar tidak terjerumus ke dalam hubungan-hubungan
seksual di luar nikah.
B. Pencegahan Penularan Melalui Darah dapat berupa : pencegahan dengan cara
memastikan bahwa darah dan produk-produknya yang dipakai untuk transfusi
tidak tercemar virus HIV, jangan menerima donor darah dari orang yang
berisiko tinggi tertular AIDS, gunakan alat-alat kesehatan seperti jarum suntik,
alat cukur, alat tusuk untuk tindik yang bersih dan suci hama.
C. Pencegahan penularan dari Ibu-Anak (Perinatal). Ibu-ibu yang ternyata
mengidap virus HIV/AIDS disarankan untuk tidak hamil
D. Mencegah Penularan Lewat Alat-Alat Yang Tercemar Bila hendak
menggunakan alat-alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum
tato, pisau cukur dan lain-lainnya), pastikan bahwa alat-alat tersebut benarbenar steril. Cara mensterilkan alat-alat tersebut dapat dengan mencucinya
dengan benar. Anda dapat memakai ethanol 70% atau pun pemutih.

HIV/AIDS tidak menular kecuali :


- melakukan hubungan seks dengan seorang ODHA
- melakukan hubungan seks (homo/hetero seksual)
- melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa kondom
- menggunakan satu jarum suntik secara bergantian
- Wanita ODHA melalui kelahiran dan melalui Air Susu Ibu penderita ODHA.
Virus HIV Tidak Menular Melalui :
- Keringat, Air liur
- Berpelukan
- Makan dengan perabot yang sama
- Bersalaman
- Mandi bersama
- Digigit nyamuk
- Memakai toilet bersama
- Ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya
7. Tanya Jawab
1. Hubungan seksual yang berisiko tertular HIV itu seperti apa?
Yaitu hubungan seksual yang menyebabkan terjadinya pertukaran cairan
tubuh yang tercemar HIV, misalnya penetrasi penis-anal (seks anal) dan
penetrasi penis-vagina (seks vaginal) tanpa kondom. Karena dari penetrasi
seksual tersebut dimungkinkan terjadinya perlukaan-perlukaan yang menjadi
pintu masuk HIV. Hubungan seks oral juga menjadi berisiko apabila di mulut
ada perlukaan-perlukaan yang bisa mengakibatkan masuknya HIV.

2. Siapa saja sih yang bisa tertular HIV?


HIV menyerang manusia siapapun juga, tanpa membedakan usia, profesi,
suku bangsa, orientasi seksual, status sosial dan perbadaan-perbedaan lainnya.
Selama perilakunya berisiko terhadap penularan HIV, ada kemungkinan
seseorang tertular HIV. Jadi tidak benar mitos yang mengatakan bahwa HIV
hanya ditularkan oleh gay, waria, pekerja seks, pengguna narkoba suntik.
3. Setelah HIV masuk ke tubuh seseorang apa gejala-gejalanya?
Orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun juga.
Sehingga orang yang terinfeksi HIV sering terlihat sehat dan merasa dirinya
sehat-sehat saja. Meskipun tampak sehat, orang dengan virus HIV sudah dapat
menularkannya kepada orang lain. Jadi penampilan luar seseorang bukan
jaminan bahwa dia bebas HIV.
Periode Jendela, yaitu masa antara masuknya HIV ke dalam tubuh hingga
terbentuknya antibodi (zat tubuh untuk menangkal penyakit) terhadap HIV.
Fase ini bisa menularkan HIV kepada orang lain walau hasil tesnya masih
negatif. Fase ini antara 2 minggu 6 bulan (3 bulan pada 95% kasus).
HIV Positip, yaitu fase tanpa gejala meski sudah terinfeksi HIV, tampak sehat
dan dapat beraktivitas seperti biasa. Periode jendela adalah bagian dari fase ini,
karena meski antibodi HIV belum terdeteksi tapi virus HIV sudah masuk ke
dalam tubuh. Fase ini berlangsung rata-rata 3 10 tahun, masing-masing orang
berbeda tergantung dari ketahanan tubuhnya.
AIDS, yaitu fase munculnya berbagai macam gejala-gejala karena semakin
menurunnya kekebalan tubuh manusia.

8. DOKUMENTASI
A. SMAN 1 TANAH PASIR

B. SMPN 1 TANAH PASIR

C. Leaflet

Lhokseumawe, Oktober 2015

Dokter Pembimbing I

Dokter Pembimbing II

dr. Harry Laksamana

dr. Mulyati Sri Rahayu, M.Si

Nip. 19800102 200904 1 001

Nip. 19830405 200912 2 007

Mengetahui
Kepala Puskesmas Tanah Pasir

dr. Harry Laksamana


Nip. 19800102 200904 1 001

Anda mungkin juga menyukai