BAB II
TINJAUAN TEORI
I.
Sedangkan
untuk
perdarahan
pada
kehamilan
muda
8
kegagalan janin untuk berkembang atau adanya detek tuba neuralis.
Penyebab bersifat campuran genetik dan lingkungan (multifaktorial).
Sedangkan faktor-faktor lain antara lain infeksi, kelainan endokrin
seperti kegagalan korpus luteum, dan kelainan trakus genetalis
(Pernoll dkk, 2009).
2. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik merupakan implantasi ovum yang telah
dibuahi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik 93% berimplantasi pada
tuba, biasanya disertai nyeri abdomen, dengan atau tanpa perdaraham
pervaginam. Kerusakan pada bagian mukosa tuba dan fimbria merupakan
kurang lebih separo dari penyebab kehamilan tuba (Tjokorda, 2012).
Penatalaksanaan
dari
kehamilan
ektopik
yaitu
dengan
9
Tanda dan gejala yang timbul yaitu uterus membesar lebih
cepat dari usia kehamilan, klien mengeluh mual dan muntah, sering
terjadi perdarahan pervaginam yang disertai dengan pengeluaran
gelembung villus.
Sumber : Asiesklusif.net
4. Kehamilan anembrionik (blighted ovum)
Kehamilan anembrionik merupakan suatu keadaan dimana tidak ada
perkembangan embrio di dalam kandungan ketika kantung gestasi
memiliki rata-rata 20 mm (Sullivan, 2009).
II.
10
biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan
(Sarwono, 2009).
Blighted ovum merupakan kehamilan dimana kantung gestasi
memiliki diameter katung lebih dari 20 mm akan tetapi tanpa embrio. Tidak
dijumpai pula adanya denyut jantung janin. Blighted ovum cenderung
mengarah pada keguguran yang tidak terdeteksi (Manuaba, 2010).
Blighted ovum adalah kehamilan di mana sel berkembang
membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak ada embrio di dalamnya. Telur
dibuahi dan menempel ke dinding uterin, tetapi embrio tidak berkembang.
Dalam pemeriksaan urin diperoleh hasil positif hamil. Hasil pembuahan
akan terjadi keguguran saat trimester pertama kehamilan (Hummel, 2005).
Sumber : www.babymed.com
Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan
tanpa embrio. Dalam kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap
terbentuk dan berkembang, akan tetapi tidak ada perkembangan janin di
dalamnya (kosong). Kehamilan ini akan berkembang seperti kehamilan
biasa seperti uterus akan membesar meskipun tanpa ada janin di dalamnya.
11
B. Etiologi
Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari
blighted ovum saat ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena
beberapa faktor. Faktor-faktor blighted ovum (Dwi W., 2013)
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi
TORCH, kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin
banyak jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang
terjadinya kehamilan kosong.
4. Kelainan genetik
5. Kebiasaan merokok dan alkohol.
C. Manifestasi klinik
Menurut (Sanders, 2007), beberapa tanda dan gejala blighted
ovum meliputi :
1. Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil
positif. Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah
lelah, merasa ada yang lain pada payudara atau mual-mual.
2. Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu rahim
masih kosong.
3. Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan terus
diproduksi oleh trofoblas di kantong.
4. Keluar bercak perdarahan dari vagina.
12
D. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
blighted ovum adalah dengan USG (Ultrasonografi) menunjukkan kantung
kehamilan kosong (Hummel, 2005).
E. Penatalaksanaan.
Terminasi kehamilan dengan dilatasi serviks dan dilanjutkan dengan
kuretase (Sarwono, 2009).
Aborsi bedah sebelum usia kehamilan 14 minggu dilakukan
dengan cara mula-mula membuka serviks, kemudian mengeluarkan
kehamilan secara mekanis yaitu dengan mengerok isi uterus (kuretase
tajam) , dengan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya. Sedangkan
jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu dilakukan dilatasi dan evakuasi
(D&E). Tindakan ini berupa pembukaan serviks secara lebar diikuti oleh
destruksi mekanis dan evakuasi bagian janin, setelah janin dikeluarkan
secara lengkap maka digunakan kuret vakum berlubang besar untuk
mengeluarkan plasenta dan sisa jaringan. Dilatasi dan Ekstrasi (D&X),
hampir sama dengan (D&E) yang membedakan pada (D&X) sebagian dari
janin di ekstrasi melalui serviks yang telah membuka (Leveno, 2009).
F. Komplikasi post kuretase
1. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.
Penanganan :
Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk
menghentikan perdarahan.
13
2. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat
kuretnya.
Penanganan :
Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada indikasi
untuk dilakukan laparatomi.
3. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma dan
sisa hasil konsepsi perdarahan memanjang.
Penanganan
Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan
bagian bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin
dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM
0,2 mg , IM boleh diulang 24 jam bila perdarahan hebat.
Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri
yaitu memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan
merangsang kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan
merangsang puting susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual
ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta abdominalis.
Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif laparatomi dengan
pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau dengan
histerektomi (Sarwono, 2009).
4. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya
Penanganan
Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika.
14
Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4
mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang
24 jam bila perdarahan hebat.
(Manuaba, 2010).
15
G. Pathway
Px. Penunjang
USG
Diagnosa
Blighted Ovum (BO)
Penatalaksanaan
diterminasi dengan
dilatasi dilanjutkan
dengan kuretase
Robekan
serviks
Perforasi
uterus
Perdarahan
Infeksi
Jahit serviks
Hentikan kuret
program
laparatomi
Berikan
profilaksis,
kuretase ulang
Berikan
profilaksis
16
III.
masalah
dan
membuat
diagnosa
berdasarkan
kebutuhan
terhadap
asuhan
kesehatan
dalam
17
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat jika
terjadi penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan dan
merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.
(Rury, 2012 ).
3. Langkah langkah manejemen kebidanan menurut Helen Varney
Menurut (Hidayat dkk, 2008) Proses manajemen kebidanan
menurut varney terdiri dari 7 langkah yaitu:
a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar
Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang
klien / orang yang meminta asuhan. Kegiatan pengumpulan data dimulai
saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses
asuhan kebidanan berlangsung.
Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Pasien adalah
sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut data primer.
Sumber data alternatif atau sumber data sekunder adalah data yang sudah
ada.
Teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu :
1) Observasi
Observasi adalah pengumpulan data melalui indera penglihatan,
pendengaran, penciuman dan perabaan.
18
2) Wawancara
Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan
pada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting
diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang
relevan.
3) Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument / alat
pengukur. Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama,
dan kuantitas.
Data secara garis besar, mengklasifikasikan menjadi data
subyektif dan data obyektif. Pada waktu mengumpulkan data subyektif
bidan harus mengembangkan hubungan antar personal yang efektif
dengan pasien / klien / yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal
yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya
dengan masalah klien.
Pada waktu mengumpulkan data obyektif bidan harus
mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan / kelainan
fisik, memperhatikan aspek social budaya pasien, menggunakan teknik
pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah
dan berkaitan dengan keluhan pasien.
b. Langkah II (Kedua) : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
19
benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnostik yang spesifik.
c. Langkah III (Ketiga) : Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnosa / masalah potesial ini benar-benar terjadi.
d. Langkah IV (Keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan
perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data
menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera, sementara
menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi
dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien
untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini
mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
e. Langkah V (Kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif /
menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Perencanaan supaya terarah, dibuat
pola pikir dengan langkah sebagai berikut : tentukan tujuan tindakan
20
yang akan dilakukan yang berisi tentang sasaran / target dan hasil yang
akan dicapai, selanjutnya ditentukan tindakan sesuai dengan masalah /
diagnosa dan tujuan yang akan dicapai.
f. Langkah VI (Keenam) : Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagaian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau
anggota tim kesehatan lainnya. Manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.
g. Langkah VII (Ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.
Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen
tidak afektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan
berikutnya.
21
IV.