Disusun Oleh:
ZULVANA
NIM 140070300011138
Empyema berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah
(supurasi). Definisi empyema yang paling sering digunakan adalah pengumpulan nanah di
dalam rongga di sekitar paru (rongga pleura) (Murray, 2000).
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya
rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut
menjadi
yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga
pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang
menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini
berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel
polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ).
Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru
sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan
penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong
(lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya
mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari
infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru.
Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika
pengobatan yang terlambat.
II.
KLASIFIKASI
Berdasarkan perjalanan penyakitnya empiema thoraks dapat dibagi dua :
a. Empiema akut
Terjadi sekunder akibat infeksi di tempat lain. Terjadinya peradangan akut yang diikuti
pembentukan eksudat. Ditandai dengan:
1. Panas tinggi dan nyeri pleuritik
2. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura
3. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan
clubbing finger
4. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural
5. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan
nanah banyak sekali
b. Empiema kronis
Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Empiema disebut kronis, bila
prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan. Ditandai dengan:
1. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan
2. Badan lemah, kesehatan semakin menurun
3. Pucat, clubbing finger
4. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura
5. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kea rah yang sakit
6. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan
Sedangkan, the American thoracis society membagi empiema thoraks menjadi tiga :
1. Eksudat
Dimana cairan pleura yang steril di dalam rongga pleura merespons proses inflamasi di
pleura
2. Fibropurulen
Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura yang
bisa
III.
ETIOLOGI
Empiema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru atau luar paru.
1. Infeksi berasal dari paru
pneumonia
abses paru
bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis, kadang-kadang
dinding abses bias pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis yang pada
akhirnya menjadi empiema
fistel bronkopleura
bronkiektasis
tuberculosis paru
aktinomikosis paru
trauma thoraks
pembedahan thoraks
torakosentesis
masuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga pleura,
biasanya jarang terjadi
Empiema thoraks kuman penyebab tersering ialah kuman staphylococcus, kadangkadang pneumococcus dan streptococcus jarang sekali kuman-kuman gram negative
seperti hemophilus influenza. Empiema pelvic pada wanita biasanya disebabkan strain
Bacteroides atau pseudomonas aeruginosa. Pada empiema kandung empedu biasanya
disebabkan oleh E.coli, Klebsiella pneumonia, Streptococus.
IV.
PATOFISIOLOGI
Bagan 1.b
Empiema-Pathophysiologi
V.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda gejala awal terutama pada empiema thoraks adalah tanda dan gejala
pneumonia bacteria. Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik
yang tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan
bukti adanya empiema.
Kebanyakan penderita menderita demam. demamnya remitten. takikardi, dyspneu,
sianosis, batuk-batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion
umumnya. Bentuk thoraks asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan
nafas pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan mediastinum terdorong
kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar, bising
nafas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan
leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut umumnya.
Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan,
gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila
stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan
clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya
fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta
kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah
setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia,
empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E. coli
atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika
empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa
lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tandatanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang
sakit.
VI.
KOMPLIKASI
Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per kontinuitatum, pada infeksi
osteomielitis dapat juga terjadi secara hematogen. Pada empiema Stapiloccocus, septikimia
jarang terjadi; komplikasi ini sering ditemukan pada infeksi H. influenza dan Pneumococus.
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak
asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang sakit
tertinggal, perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang.
Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada
infeksi akut umumnya. (1,2,3)
Pada foto thorak PA dan lateral, didapatkan gambaran opasitas yang menunjukan
cairan. jantung dan mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak
sel iga pada sisi yang sakit melebar,dan juga tampak penebalan pleura.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan indikasi:
penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika penghisapan telah berjalan 34 minggu, tetaapi tidak menunjukkan kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain,
seperti pada empiema thoraks kronis.
Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water
seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura).
TUJUANNYA :
1.
Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan
2.
Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan
pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empiema menahun karena
pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain,
yaitu drainase kurang bersih.
Penisilin G (pfizerpen)
Interferon
1-4 mU/4-6j
Hipersensitifitas
Penggunaan pada penyembuhan
fungsi
Keterangan
ginjal
Interaksi
dapat
dengan
probenecid
tetracycline
dapat
menurunkan
efektivitas obat
Nama Obat
Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)
Golongan
Dosis
spesies Enterococcus
30 mg/kgbb/hari
Kontraindikasi
Efek Samping
Keterangan
Hipersensitifitas
Eritema, flushing, reaksi anafilaktik
Perlu diperhatikan penggunaan pada gagal
ginjal dan neutropenia
Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empiema tidak dapat sembuh karena adanya fistel
bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini pembedahan
dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan supaya dining thoraks dapat
jatuh ke dalam rongga pleura akibat tekanan udara luar.
gambar.5 torakoplasti
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya
empiema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses subfrenik, maka harus
dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu masih perlu diberikan pengobatan spesifik,
untuk amebiasis, tuberculosis, aktinomikosis dan sebagainya.
e. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk membebaskan
jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk mengalami cacat tubuh (deformitas).
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema :
dekortikasi.
Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan
(torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema,
dapat juga rongga empiema ditutup dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan
otot interkostans (air plombage), dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle
plombage atau omental plombage).
ASUHAN KEPERAWATAN
Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bnagsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan
pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
Keluhan utama meliputi :
2.
Klien sering merasa sesak napas mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada
dirasakan pada sisi dada yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri saat
bernapas. Perawat harus mengkaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada
seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledkan yang menyebabkan peningkatan
tekanan udara, dan pernah tidaknya terjadi tekanan mendadak di dada sehingga
menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat. Selain itu, kecelakaan lalu lintas biasanya
menyebabkan trauma tumpul pada dada atau bisa juga karena tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
3.
Perlu ditanyakan apakah klien pernah merokok atau terpapar polusi udara yang berat.
4.
Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien dengan empiema, jika kaumulasi pus lebih dari 300 ml, perlu diusahakan
peningkatan upaya dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot pernapasan. Gerakan
pernapasan ekspensi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit),
iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
[roduktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi
Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan
peregerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang
antar iga dapat kembali normal atau melebar.
Perkusi
Terdenag suara ketok pada sisi yang sakit, redup sampai pekak sesuai banyaknya
akumulasi pus di rongga pleura. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat. Hal ini
terjadi apabila tekanan intrapleura tinggi.
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular, termasuk di
dalamnya keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
B3 (Brain)
Saat melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, somnolen, atau koma.
B5 (Bowel)
Akibat sesak napas klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
Pada trauma tusuk di dada sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak
dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien dengan trauma ini sering dijumpai
mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari akibat adanya sesak
napas, kelemahan, dan keletihan fisik secara umum.
6.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi
Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambar opacity yang menunjukkan adanya cairan
dengan atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakhea di mediastinum tertarik ke
sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
Pemeriksaan Pus
Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya pus di dalam rongga dada (pleura). Pus dipakai
sebagai bahan pemeriksaan sitologi, bakteriologi, jamur, dan amoeba. Untuk selanjutnya
dilakukan kultur (pembiakkan) terhadap kepekaan antibiotik.
3.5 INTERVENSI
1. Dx 1 : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
DS : klien mengeluh sesak nafas
DO : klien tampak sesak nafas ditandai dengan :
Napas pendek
Nadi 135x/menit, RR 40x/menit
Pada auskultasi terdengar bunyi nafas menurun
Dullness
Penurunan taktil fremitus
Pemasangan O2 binasal 4l/menit
Terapi O2 4l/menit
Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed
lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas
2. Dx 2 : gangguan rasa nyaman b/d peningkatan asam laktat
DS : klien mengatakan nyeri dada
DO : Klien tampak gelisah, selalu memegang dadanya, berkeringat ditandai dengan :
Penurunan kadar O2 dalam darah, pada pengkajian skala nyeri didapati skala nyeri 8
Tujuan dan Kriteria hasil :
Pain Level
Pain control
Comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama 1x24 jam Pasien tidak mengalami nyeri,
dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
DT :
Pusing
Menggigil
Akral dingin
Tujuan dan Kriteria hasil
Thermoregulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil :
Suhu 36 37C
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Intervensi
4.
Napas pendek
Nadi 135x/menit, RR 40x/menit
Pada auskultasi terdengar bunyi nafas menurun
Dullness
Penurunan taktil fremitus
Pemasangan O2 binasal 4l/menit
Terapi O2 4l/menit
Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed
lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Penurunan kadar O2 dalam darah, pada pengkajian skala nyeri didapati skala nyeri 8
Tujuan dan Kriteria hasil :
Pain Level
Pain control
Comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama 1x24 jam Pasien tidak mengalami nyeri,
dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Suhu 36 37C
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Intervensi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
Amin, Muhammad dkk.1989.Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press
Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4.Jakarta : EGC.
Mandal, B.K, dkk. 2008. Lecture Notes Penyakit Infeksi. Erlangga: Jakarta
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Salemba Medika: Jakarta
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
EGC : Jakarta