Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus

STROKE NON-HEMORRAGIC

Disusun Oleh :
Anisah Noviariyanti 201730008
Dokter Pembimbing :
dr.Jo
KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI
RS. ISLAM CEMPAKA PUTIH
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai
manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negaranegara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan
pembangunannasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di
Indonesia akan cenderungmeningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler
(penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer). Data di Indonesia
menunjukkan kecenderungan peningkatan kasusstroke baik dalam hal kematian,
kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkanumur adalah: sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5%(umur 65
tahun).

Kejadian

stroke(insiden)

sebesar

51,6/100.000

penduduk

dan

kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih


banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia
45-64 tahun54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang
usia produktif dan usialanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam
pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor
resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang
tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang

dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor


resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.

BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn S

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 47 tahun

Pekerjaan

: Karyawan swasta

Alamat

: Kemayoran

Status

: menikah

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 19 september 2015

Dokter yang merawat : dr. Samino S.ps

Ruang

: Matahari dua

ALLO-ANAMNESIS
Keluhan Utama : sulit bicara, Lemah pada anggota tubuh kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sulit bicara dan lemas anggota gerak
kanan sejak 5 hari yang lalu. Saat ini sebenarnya pasien
sedang menjalani rawat inap sejak tanggan 19 september 2015
dengan keluhan rasa tidak nyaman di dada, keluhahan sulit
bicara dan lemas anggota gerak kanan dirasakan pasien
secara tiba-tiba . Sakit kepala disangkal, mual muntah
disangkal, riwayat trauma kepala/ cidera disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit jantung (+)


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat serangan stroke disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat untuk keluhan saat ini
Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat stroke (+), dialami oleh ayah pasien
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Psikososial : Pasien tidak merokok dan mengonsumsi alcohol.
STATUS GENERALIS
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital
TD

: 140/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Pernapasan

: 22 x/menit

Suhu

: 36,50C

Status Generalis

Kepala
Mata
Hidung

: Normochepal, hematoma dibagian belakang kepala (-)


: Anemis (-/-), ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)..
: Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-), lidah tremor
(-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, perdarahan (-)

Telinga: Normotia, sekret (-)


Leher
: KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thorax
Jantung
Paru
Abdomen

: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop(-)


: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi

: Bentuk datar

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (+), splenomegali (-), hepatomegaly (-)

Auskultasi

: BU (+) normal

Ekstremitas
Atas

: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)


STATUS NEUROLOGIK

Kesadaran
GCS
Rangsang Meningeal

: somnolen
: Eafasia M5 V4

Tidak dilakukan
Saraf Kranial

N.I (Olfaktorius)

Daya pembau

Dextra

Sinistra

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Dextra
normal
Normal
Normal

Sinistra
Normal
Normal
Normal

N.II (Optikus )
Tajam Penglihatan
Lapang pandang
Pengenalan warna

Funduskopi
Papil edema
Arteri:Vena

N.III (Okulomotorius)

Ptosis
Gerakan Bola Mata

Medial
Atas
Bawah

Ukuran Pupil
Refleks Cahaya
Langsung
Refleks Cahaya
Konsensual
Akomodasi

Dextra

Sinistra

Pupil bulat isokor ODS 3 mm


+

Baik

Baik

Dextra

Sinistra

Baik

Baik

N.IV (Trokhlearis)
Gerakan Mata
Medial Bawah

Tidak dilakukan

N.V (Trigeminus)
Menggigit

Normal

Membuka mulut

Normal

Sensibilitas

Oftalmikus
Maksilaris
Mandibularis

+
+
+
7

Refleks kornea

N.VI (ABDUSENS)
Dextra

Sinistra

Gerakan mata ke lateral

N.VII (FASIALIS)
Dextra

Sinistra

Mengangkat alis

Kerutan dahi

Menutup mata

Normal

Normal

Tertinggal

normal

Dextra

Sinistra

Menyeringai

N.VIII (Vestibulochoclearis)

Tes bisik
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach

N. IX (Glosofaringeus) Dan N. X (Vagus)


Arkus faring
Daya Kecap Lidah 1/3 belakang
Uvula
Menelan
Refleks muntah

Tidak dilakukan

Gerakan simetris
Sulit dinilai
Letak di tengah
Normal
Tidak dilakukan

N. XI (Aksesorius)

Dextra

Sinistra

Memalingkan kepala

Normal

Normal

Mengangkat bahu

Normal

Normal

N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah

Deviasi ke kanan

Fasikulasi

Tremor lidah

Atrofi otot lidah

Motorik
Kekuatan Otot

3333

5555

4444

5555

Tonus otot

: Normal

Atrofi

: Tidak ada

Sensorik
Dextra

Sinistra

Ekstremitas Atas

- Ekstremitas Bawah
Rasa Nyeri

Ekstremitas Atas

- Ekstremitas Bawah
Rasa Suhu

Rasa Raba
-

Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Tidak dilakukan

Refleks Fisiologi
Dextra

Sinistra

Bisep

Hiperefleksi

Trisep

Hiperefleksi

Brachioradialis

Hiperefleksi

Patella

Hiperefleksi

Achilles

Hiperefleksi

Dextra

Sinistra

Babinski

Chaddocck

Oppenheim

Gordon

Schaeffer

Gonda

Hoffman Trommer

Reflex Patologis

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis

: hemiparesis sinistra, paralisis nervus VII sentral


dan XII sentral

Diagnosis Etiologi

: hipertensi

Diagnosis topis

: intraventrikel lateral dan ketiga dextra

Diagnosis Patologis

: perdarahan intraventrikel

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
EKG
Foto toraks
CT-Scan Kepala/MRI

10

PENATALAKSANAAN
Head up 30 derajat
Pasang IV Line
02 dengan nasal kanul 3Lpm
Infus
Medikasi (Pengobatan)
Citikolin 2x 500mg
Aspilet 1x1 tab
Ranitidin 2x1 tab

11

BAB III
ANALISIS MASALAH
1.

Mengapa pasien ini didiagnosa Stroke infark ?


Stroke adalah defisit neurologis baik fokal atau global yang terjadi secara
mendadak atas dasar terjadi gangguan pembuluh darah otak yang memiliki
pola dan gejala yang berhubungan dengan waktu.
Diagnosis
Berdasarkan klinis anamnesis & pemeriksaan neurologis
Sistem skoring untuk membedakan jenis stroke
Algritma stroke Gajah Mada Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala
hebat (-), babinski (-)dan Skor stroke Sirriraj
CT-Scan (gold standar) untuk membedakan infark dgn perdarahan.
MRI lebih sensitif mendeteksi infark sereberi dini dan infark batang otak.
Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan infark
Gejala prodromal /TIA

PIS
-

Infark
+

Aktivitas pada onset

Aktif

Istirahat

Penurunan kesadaran

sering

Jarang

Tanda RM

Tanda kenaikan TIK

Sangat sering

jarang

CT- scan

Masa

Daerah

hiperdensitas

hipodensitas

Gejala klinis
Defisit fokal
Onset
Nyeri kepala
Muntah pada awalnya
Hipertensi

PIS
Berat
Menit/jam
Hebat
Sering
Hampir

Infark
Berat ringan
Pelan (jam/hari)
Ringan
Tidak, ke lesi BO
Sering kali

Penurunan kesadaran
Kaku kuduk

selalu
Ada
Jarang

Tidak ada
Tidak ada
12

Hemiparesis

Sering

Sering dari awal

Gangguan bicara
Likuor
Parese N. III

dari awal
Bisa ada
Berdarah
Tidak ada

Sering
Jernih
Tidak ada

Pada pasien ini


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaa neurologis

Defisit neurologis fokal berupa hemiparese sinistra yang terjadi tiba-tiba


saat pasien beristirahat

Pemeriksaan fisik, tanda vital TD 140/80 mmHg

Status neurologis tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, disartria,


RM (-), SO: refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor ODS 3 mm, GBM
kesegala arah, wajah parese N. VII kiri sentral, parese N. XII kiri sentral,
motorik 2 pada bagian sinistra, tonus normal, atrofi (-). Sensorik.

Berdasarkan skor stroke

Skor Siriraj:
= (2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x headache) + (0,1 x diastole) (3
x n ateroma) 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) (3 x 1) 12
= (0 + 0 + 0 + 10 3) 12
= -5

Derajat kesadaran 0 = composmentis, 1 = somnolen, 2 = sopor


Muntah

0 = tidak ada, 1 = ada

Nyeri kepala

0 = tidak ada, 1 = ada

Ateroma

0 = tidak ada, 1 = salah satu atau lebih (DM, angina,

penyakit pembuluh darah)


Interpretasi
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor < 1 : infark serebri

13

2.

Apa perbedaan lesi nervus VII sentran dan perifer?

Sentral
Pada lesi sentral, otot-otot wajah bagian bawah saja yang mengalami
kelumpuhan sedangkan otot wajah atas tidak lumpuh

Perifer
Pada lesi perifer, baik otot wajah atas maupun bawah mengalami
kelumpuhan

3.

Apa perbedaan lesi nervus XII sentral dan perifer?


Sentral
Pada lesi sentral, terdapat kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan
fasikulasi.
Perifer
Pada lesi perifer, terdapat atrofi dan fasikulasi pada lidah.

4. Bagaimana penatalaksanaan stroke iskemik/infark


Penatalaksanaan awal

Tindakan awal
Bed rest

Kepala dan tubuh atas dalam posisi 300 dengan bahu pada sisi lemah
diganjal dengan bantal.

Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen.


Pemasangan infus
Monitor jantung (ECG)
Nutrisi enteral dgn nasogastrik tube (NGT)
Pemasangan dauer kateter urin.
Terapi Akut

14

Pada fase akut stroke iskemik, usaha dokter terutama terarah untuk
membatasi kehilangan neuronal ireversibel di area iskemik, seluas
mungkin. Terapi bertujuan untuk menyelamatkan jaringan otak yang
menjadi disfungsional akibat iskemia, tetapi tetap intak secara struktural
(penumbra

iskemik).

Strategi

penyelamatan

adalah

dengan

mengembalikan sirkulasi normal ke area iskemik secepat mungkin.

Rekanalisasi cepat pada pembuluh darah yang tersumbat. Jika pembuluh


darah tersumbat oleh embolus, misalnya embolus dapat diuraikan oleh
percepatan sistem fibronolitik tubuh (terapi trombolitik). Zat trombolitik,
baik recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) atau urokinase dapat
diberikan baik secara intravena (sistemik) maupun intra-arterial.
Kemungkinan

indikasi

untuk

terapi

trombolitik

sebaiknya

dipertimbangkan pada semua pasien dengan stroke akut. Namun, hanya 57% pasien yang dapat menjadi kandidat terapi karena terapi trombolitik ini
hanya efektif bila diberikan sesuai dengan kriteria pemeriksaan yaitu
segera setelah onset tanda dan gejala neurologis dalam 3 jam untuk
trombolisis sistemik, dan dalam 6 jam untuk trombolisis lokal. Perdarahan
intrakranial harus disingkirkan dengan pemeriksaan CT Scan atau MRI
sebelum dilakukan trombolisis.

Pada semua pasien dengan stroke akut, secara umum tekanan perfusi yang
adekuat harus dipertahankan di area otak yang berisiko. Dengan demikian,
tekanan darah arterial harus dikontrol ketat, dan tidak diberikan terapi
antihipertensi kecuali tekanan darah sistolik > 180 mmHg.

Pada pasien dengan infark yang luas, tanda klinis peningkatan tekanan
intrakranial harus diperhatikan dan diterapi (sakit kepala, mual, muntah,
akhirnya penuruana kesadaran dan kemungkinan aniskoria). Tindakan
non-bedah mungkin cukup untuk menurunkan tekanan intrakranial hingga
mencapai tingkat aman sepanjang infark dan edema di sekitarnya tidak
terlalu besar, dengan cara elevasi bagian kepala tempat tidur hingga 30
derajat, hiperventilasi (jika ventilator), dan infus manitol.

15

Pada pasien lebih muda dengan infark yang sangta luas, hemikraniektomi
sebaiknya dipertimbangkan pada fase awal sebelum peningkatan tekanan
intrakranial semakin mengganggu perfusi serebral.

Pemberian obat neuroprotektif diketahui mempengaruhi ukuran infark


pada berbagai hewan percobaan dengan stroke, tetapi harapan bahwa obat
ini memberikan hasil yang sama pada pasien stroke akut sejauh ini belum
menunjukkan hasil penelitian klinis yang bermakna secara statistik.

5. Bagaimana pencegahan stroke?


Pencegahan primer

Tujuannya adalah untuk mencegah stroke pertama dengan mengobati


faktor risiko predisposisi. Komponen yang paling penting adalah terapi
hipertensi arterial yang sesuai usia, merupakan faktor risiko stroke
terpenting. Tekanan darah tinggi juga meningkatkan risiko pasien
mengalami

perdarah

intraserebral

atau

perdarahan

subarachnoid.

Normalisasi tekanan darah dapat mengurangi risiko stroke iskemik hingga


40%. Faktor risiko lain yang dapat dikontrol adalah merokok, diabetes
melitus, dan fibrilasi atrium. Pemberian aspirin dan penghambat agregasi
trombosit lainnya tidak menajdi komponen pencegahan primer.
Pencegahan sekunder

Tujuannnya adalah untuk mencegah stroke setelah setidaknya terjadi satu


episode iskemia serebri. Metode medis dan bedah digunakan sebagai
pencegahan sekunder. Pemberian aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
menurunkan risiko stroke berulang hingga 25%. Tidak ada bukti bahwa
dosis tinggi memberikan hasil yang lebih baik. Penghambar agregasi
trombosit seperti ticlopidine dan clopidogrel memiliki efek protekfit yang
lebih jelas daripada aspirin tetapi keuntungannya ditutupi oleh harganya
yang lebih mahal dan beberapa efek samping yang serius. Antikoagulasi
terapeutik dengan warfarin sangat efektif untuk menurunkan risiko stroke
16

pada pasien dengan fibrilasi atrium dan denyut jantung yang ireguler,
penurunan risiko relatif 60-80% pada pasien ini.

Penelitian berskala besar menunjukkan terapi pembedahan pada stenosis


arteri karotis interna berderajat tinggi 70-80% menurunkan risiko stroke
pada periode follow up sekitar 50%. Metode baru untuk mengatasi stenosis
karotis adalah stenting dan dilatasi endoluminal.

6. Bagaimana prognosis stroke ?


a. Infark Otak
o Pulihnya fungsi neural 2 minggu pasca infark
o Pemulihan maksimum minggu ke-8
o Kematian meliputi 20 %, dalam satu bulan pertama
o Kemungkinan untuk hidup > PSA, tetapi kecacatan > PSA karena
infark merusak neuron-neuron yang terkena
b. Emboli otak
o Sebagian besar pulih kembali, beberapa diantaranya pulih
sempurna, sebagian lagi tetap defisit neurologi yang besar
o Kematian disebabkan edema otak
o Kejadian emboli serebral ulang 30-65 %
c. PSA
o 10 % meninggal sebelum tiba dirumah sakit
o 40 % meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan
o Tingkat mortalitas pada tahun pertama 60 %
o Bila tidak ada intervensi bedah

30% meninggal dalam dalam 2 hari pertama

50% dalam 2 minggu pertama

60% dalam 2 bulan pertama

DAFTAR PUSTAKA

17

1. Yatsu FM, Villar-Cordova C. Atherosclerosis. In: Stroke, Patopgysiology,


Diagnosis, and Management. 3rd ed. New York : Churchill Livingstone,
1998:29-36.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline
STROKE.Jakarta : PERDOSSI
3. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC 1997 : 327-373
4. Duus, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan
Gejala. Jakarta. EGC
5. Sylvia A.Prince, Loraine M Willson.2005.Patofisiologi Volume 2.Jakarta:EGC.
6. http://medicallinkgo.wordpress.com/2012/04/24/stroke/

18

Anda mungkin juga menyukai