Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS MAYOR

Osteomyelitis
Maria Margaret Nyoman Lestari , S.Ked
Pembimbing : dr.Jean E. Pello, Sp.B
SMF Ilmu Bedah
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
PENDAHULUAN
Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang
dan struktur-struktur di sekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi
muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi, dapat melibatkan seluruh
struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang
berbahaya bahkan membahayakan jiwa.
Insidensi osteomielitis berkisar antara 0,1-1,8 % dari populasi orang dewasa.
Prevalensinya pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun adalah 1 kasus per 1000
populasi sedangkan pada anak-anak yang lebih tua adalah 1 kasus dari

5000

populasi. Prebalensi osteomielitis kronik berkisar antara 5-25 % dari kasus


osteomielitis akut.
Mortalitas osteomielitis terjadi sekitar 5-25% dan ada pula yang melaporkan
hingga 40% pada era sebelum antibiotik ditemukan. Sekarang mortalitas telah
mencapai hingga 0%. Sedangkan morbiditas mencapai angka 5% menjadi komplikasi
Sebesar 10% pasien yang masuk ke unit gawat darurat adalah pasien trauma
pada traktus genitourinaria. Banyak dari kasus-kasus tersebut sulit dan membutuhkan
kemampuan diagnostik yang baik untuk menanganinya. 2Dari jumlah tersebut, satu-

pertiga sampai dua-pertiga adalah berhubungan dengan trauma pada genitalia


eksterna. Trauma genitourinaria paling banyak disebabkan oleh trauma tumpul (80%)
dan 20% disebabkan oleh trauma tajam. Trauma pada traktus genitourinaria dapat
ditemukan pada semua kelompok umur, dengan frekuensi paling sering pada laki-laki
berumur antara 15 sampai 40 tahun. Tetapi 5% dari seluruh pasien adalah berumur
kurang dari 10 tahun. Terdapat beberapa olahraga populer yang meningkatkan resiko
untuk terjadi trauma tumpul dan/atau trauma tajam pada genitalia externa, seperti
bersepeda off road, berkuda, dan balap motor.3Gigitan hewan atau manusia adalah
penyebab trauma tajam genitalia yang jarang, dan berhubungan dengan resiko tinggi
terjadinya infeksi. Seri laporan kasus terbesar mengenai pembedahan replantasi penis
pada literatur urologi adalah serial kasus amputasi penis pada tahun 1970an, dimana
kurang lebih 100 pria di Thailand mengalami amputasi penis oleh istri mereka
menggunakan pisau dapur ketika pria-pria tersebut tidur dikarenakan pria-pria
tersebut berselingkuh. Delapan belas pasien ini dilakukan replantasi penis.5
Penegakkan diagnosa trauma pada penis yang paling penting adalah dari
anamnesis ditanyakan riwayat kekerasan, pemakaian kateter kondom, balutan pada
penis terlalu ketat, cincin logam/riwayat kecelakaan kerja dan aktivitas seksual.
Kaversonografi (untuk menilai cedera korpus kavernosum) dan Uretrogram
Retrograde (untuk menilai ruptur uretra) merupakan pemeriksaan untuk pemeriksaan
penunjang yang digunakan.
Pada cedera karena benda tajam, bila terjadi amputasi total, dapat dilakukan
replantasi dengan bedah mikro. Bila terjadi avulsi kulit, dapat dilakukan tandur alih

kulit. Pada ruptur korpus kavernosum dilakukan eksplorasi, evakuasi bekuan darah,
dan penjahitan defek untuk menghindari komplikasi berupa impotensi di kemudian
hari.

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penis terdiri dari atas tiga struktur utama, yaitu dua korpus kavernosum dan
satu korpus spongiosum. Korpus spongiosum mengelilingi uretra. Ketiga korpus ini
dibungkus oleh fascia Buck dan fascia Colles yang lebih superfisial.
Trauma pada penis dapat mencederai salah satu, sebagian atau seluruh struktur tadi.
Penyebab trauma penis yang tersering adalah trauma tajam, baik tembakan maupun
karena benda tajam1.
B. ANATOMI PENIS4
Penis terdiri dari 3 korpora erektil: dua korpora kavernosa dan satu korpora
spongiosum. Korpora cavernosa yang terletak di bagian distal mengandung jaringan
erektil yang dibungkus oleh tunika albugiea (Gambar II.1). Pada batang penis,
terdapat hubungan yang bebas diantara keduakorpora kavernosa melalui septum
midline yang inkomplit. Septum ini menjadi komplit pada ujung penis dan hilum
penis, dimana korpora kavernosa menjadi mandiri dan membentuk krura yang
terpisah.
Badan erektil penis diselubungi oleh deep penile fascia (fasia Bucks),
superficial penile fascia (fasia Dartos), dan kulit. Fasia Bucks adalah lapisan tebal
yang langsung menyelubungi dan menempel secara longgar terhadap ketiga korpora.
Di sebelah superior dari corpora kavernosa terdapat vena dorsalis profundus, arteri
dorsalis, nervus dorsalis yang berada pada fasia Bucks diatas tunika albuginea. Di

sebelah ventral, fasia Bucks terbagi untuk menyelubungi korpus spongiosum.


Konsolidasi dari fasia ini di sebelah lateral korpus spongiosum memfiksasi truktur ini
pada tunica albuginea. Di sebelah distal, fasia Bucks menempel pada permukaan
bawah dari glans penis pada korona glandis. Setelah melewati basis dari glans penis,
fasia ini meluas sampai perineum.

Gambar II.1 Lapisan-lapisan penis

Gambar II.2 Tunika Albuginea

Suplai darah superfisial untuk kulit penis dan dartos berasal dari bagian
inferior kanan dan kiri arteri pudenda ekterna. pembuluh darah ini berasal dari cabang
pertama arteri femoralis dan menyilang sisi medial atas dari femoral triangle yang
akan bercabang menjadi dua. Cabang-cabang ini berjalan ke arah dorsolateral dan
ventrolateral didalam fasia dartos pada shaft penis dengan kolateralisasi ke arah
midline. Drainase vena superfisial penis disediakan oleh sejumlah vena yang berjalan
di dalam fasia dartos pada sisi dorso lateral penis. Vena-vena ini bersatu pada basis
penis yang membentuk vena dorsalis superfisialis, yang akan bermuara pada vena
saphena kiri.
Suplai darah ke struktur dalam dari penis berasal dari arteri penis kommunis
yang merupakan terusan dari arteri perieal. Arteri penis komunis berjalan pada batas
medial ramus pubis inferior sebelum bercabang menjadi cabang terminal dekat
dengan bulbus uretra. Terkadang satu atau lebih pembuluh darah terminal penis
berasal dari arteri pudenda aksesorius yang berasal dari pelvis, paling banyak berasal
dari arteri obturator atau arteri pudenda interna sebelum masuk foramen sciatica
magna. Arteri pudenda asesorius berjalan sepanjang bagian bawah buli-buli dan
permukaan anterolateral dari prostat untuk mencapai bagian dalam dari penis. 11

Nervus pudendus menyediakan persyarafan somatik motorik dan sensorik


untuk penis. Nervus ini memasuki perineum bersama arteri dan vena pudenda interna
melalui foramen sciatica minor pada sisi posterior dari fossa ischiorectal. Bersamasama berjalan melalui kanalis Alcocks ke batas posterior dari membran perineum.
Pada tiap sisi nervus dorsalis muncul sebagai cabang pertama dari nervus pudendus di
dalam kanalis Alcocks. Di sebelah distal nervus-nervus ini berlanjut menuju bagian
dorsal dari korpora. Fascicles multipel menyebar keluar dari nervus dorsalis
sepanjang shaft peni, memberikan suplai persyarafan untuk permukaan tunika
albuginea, kulit dan glans penis.

C. PATOLOGI
Luka akibat benda tajam ditemukan baik karena percobaan bunuh diri,
dipotong lawan jenis, digigit binatang, misalnya kura-kura sewaktu mandi atau buang
hajat di kali, maupun iatrogenik pada sirkumsisi. Pada avulsi biasanya kulit penis atau
kulit skrotum terlepas, sedangkan pada strangulasi akan terjadi iskemia dan nekrosis
penis bagian distal.
Trauma tumpul yang terjadi sewaktu persetubuhan menyebabkan penis patah
yang berupa ruptur korpus kavernosum dan/atau uretra.
Meningkatnya kekerasan domestik diseluruh dunia juga meningkatkan angka trauma
tusuk atau trauma tembak pada traktus genitourinarius. Luas injuri pada trauma
tembak berhubungan dengan kaliber dan kecepatan tembak dari peluru. Luka tembak
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Trauma penetrasi dengan peluru velositas rendah, sering proyektil masih
berada pada jaringan, menghasilkan luka yang kecil dengan tepi yang kasar.
2. Luka tembak perforasi, sering terlihat pada peluru dengan velositas rendah
sampai tinggi. Pada kasus ini, peluru menembus jaringan dengan luka masuk
yang kecil dan luka keluar yang besar.
3. Luka tembak avulsi adalah luka serius yang disebabkan oleh peluru dengan
velositas tinggi, dengan luka masuk yang sesuai ukuran kaliber tetapi
meninggalkan defek jaringan yang besar pada luka keluar.2

Walaupun kasus gigitan hewan adalah kasus yang umum, gigitan hewan atau manusia
adalah penyebab trauma tajam genitalia yang sangat jarang, dan berhubungan dengan
resiko tinggi terjadinya infeksi.
D. GAMBARAN KLINIS
Diagnosis trauma tajam khususnya amputasi penis dapat terlihat jelas dari
pemeriksaan fisik. Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama
trauma tersebut telah berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Adanya
darah pada meatus urethra mengindikasikan bahwa ada trauma pada uretra. Tetapi,
ketiadaan darah pada meatus tidak serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadi
trauma pada uretra. Pada trauma tembus yang disebabkan oleh tembakan, kaliber
peluru dan dapat membantu menentukan luas dan jalur kerusakan. Retrograde
urethrography, dan sistoskopi, mungkin dapat berguna, tetapi ahli urologi harus
waspada untuk kemungkinan urethrogram yang negatif palsu karena adanya bekuan
darah yang mencegah adanya ekstravasasi. Skala trauma tajam penis menurut
American Association for the Surgery of Trauma dapat dilihat pada Tabel II.2.6
Tabel II.2 Skala trauma organ untuk trauma penis menurut American
Association for the Surgery of Trauma (AAST). 6
Grading
AAST

Trauma penis

I
II
III

Laserasi kutaneus atau kontusio


Laserasi sedalam fasia Bucks (cavernosum) tanpa hilangnya jaringan
Avulsi kutaneus, laserasi sampai glans atau meatus, atau defek uretra atau
cavernosa <2cm
Penektomi parsial; atau defek uretra atau cavernosa >2cm
Penektomi total

IV
V

F. MANAGEMENT PENATALAKSANAAN
Menurut guidelines European Association of Urology tahun 2013 mengenai
trauma tajam penis, direkomendasikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan dan
debridemen jaringan nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas,
penjahitan primer dari jaringan yang rusak dapat menghasilkan penyembuhan yang
baik karena banyaknya suplai darah penis. Karena elastisitas dari kulit penis cukup
baik, hilangnya kulit dalam jumlah sedang biasanya dapat teratasi dengan baik,
walaupun pada trauma yang luas dan kehilangan jaringan kulit yang luas memerlukan
manajemen yang lebih sulit. Jaringan yang digunakan untuk rekonstruksi pasca
trauma harus memiliki kemampuan menutup yang baik dan cocok digunakan untuk
rekonstruksi. Teknik split thickness skin grafting menyediakan kemampuan menutup
yang baik dan durabilitasnya baik tetapi teknik ini lebih mudah terjadi kontraksi,
sehingga penggunaannya pada batang penis harus seminimal mungkin. McAnich et
al. merekomendasikan penggunaan ketebalan skin graft setidaknya 0,015 inchi (0,4
mm) dengan tujuan untuk mengurangi resiko kontraksi. Full thickness skin graftyang
digunakan pada batang penis memberikan kemungkinan kontraksi yang lebih kecil,
kosmetik yang lebih baik, dan lebih resisten pada trauma hubungan seksual. Donor
dapat diambil dari perut, pantat, paha maupun axilla, dengan dipilih berdasarkan
pilhan ahli urologi dan tipe trauma. 7
Prosedur pebedahan rekonstruksi besar yaitu phaloplasty (baik dengan arteri
radialis atau arteri pubis) terkadang dibutuhkan pada trauma yang menyisakan sedikit
jaringan penis atau stump penis yang tidak berfungsi. 7

Untuk melakukan tindakan replantasi, pertama dilakukan kontrol vaskular pada basis
dari tepi potongan sebelah proksimal dari corpora (Gambar II.9). tergantung dari
hebat perdarahan, kompresi lokal secara manual dengan kasa atau torniquet dengan
penrose drain mungkin dibutuhkan. Setelah perdarahan terkontrol, tunika albuginea
dari korpora kavernosa kemudian di reaproksimasi dengan jahitan terputus
menggunakan polyglactin (vicryl) 3-0 dengan tiga atau empat jahitan melewati
septum mediana untuk stabilisasi. Arteri-arteri cavernosa tidak perlu dilakukan
reanastomosis karena sulit dan tidak meningkatkan outcome. Tepi proksimal dan
distal urethra kemudian di mobilisasi menjauhi korpora dan kemudian dispatulasi.
Kemudian urethra direanastomose diatas kateter foley terbuat dari silikon dengan
ukuran 16Fr dengan jahitan terputus menggunakanpolydioxanone (maxon atau PDS)
berukuran 5-0 satu lapis. Kemudian dilakukan diversi urin melalui suprapubik untuk
penyembuhan urethra (Gambar II.10).8

Gambar II.9 Kontrol vaskular pada basis dari tepi potongan sebelah proksimal dari
corpora dan spatulasi dari urethra. 8

Gambar II.10 Reanastomosis korpora, septum mediana, dan urethra8


Manajemen postoperatif harus meliputi setidaknya 2 hari bedrest dan antibiotik
spektrum luas selama 2 hari postoperatif. Setelah 2 minggu stent urethral, catheter
foley dapat dilepas setelah dilakukan retrograde urethrogram pericateter atau voiding
cystourethrogram memastikan telah terjadi anastomosis, kemudian kateter suprapubis
dapar dilepas setelah beberapa hari berkemih secara normal. Selain manajemen
pembedahan, Departemen Psikiatri harus terlibat dalam perawatan pasien
postoperatif. Pada kasus mutilasi genital oleh pasien sendiri, pasien biasanya bersikap
irasional sehingga status mental pasien harus dikendalikan. Juga terdapat rate bunuh
diri yang lebih tinggi pada pasien mutilasi genital dan pasien seperti ini harus
dimonitor secara ketat oleh Departemen Psikiatri.8
Oksigen

memerankan

peran

yang

penting

dalam

proses

fisiologis

penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan tekanan oksigen di


jaringan yang dapat membantu dalam proses penyembuhan. Terapi oksigen hiperbarik
adalah terapi dimana pasien bernapas dengan udara yang mengandung oksigen 100%
pada lingkungan yang bertekanan paling tidak 1,4 atmosfer. Tindakan skin graft dan
flaps yang terganggu proses penyembuhannya dapat diterapi dengan terapi oksigen
hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik juga meningkatkan angiogenesis dan

menstimulasi proses proliferasi dari fibroblast, meningkatkan sirkulasi dan tingkat


oksigen di jaringan untuk mendapatkan penyembuhan luka yang lebih baik.8

I.

Kasus

Identitas

Nama
Umur
JK
Alamat

: Tn. Yohanes Tuan


: 50 tahun
: Laki-laki
: Soe-Kelapa Lima

Anamnesis (autoanamnesis):

o Keluhan Utama

: luka dan nyeri pada kemaluan

o MOI

: Penis pasien terpotong pisau dapur

oleh wanita dari arah atas saat berhubungan seksual yang menyebabkan
luka terbuka pada pangkal penis
o Riwayat Penyakit Sekarang

:Pasien rujukan dari RSUD Soe dengan

diagnosa Neglected Penile Fraktur dan Vulnus Apertum regio proksimal


penile. Penis pasien terpotong pisau dapur oleh wanita dari arah atas saat
berhubungan seksual yang menyebabkan luka terbuka pada pangkal penis
pada tanggal 13 September 2015 pukul 05.00 WITA. Kemudian pasien
bersembunyi di hutan sampai tanggal 14 September dan pasien
memutuskan untuk ke Rumah Sakit karena perdarahan tidak berhenti. Pada
tanggal 14 September pasien kemudian dirujuk ke RS Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang Riwayat sakit saat BAK (+), riwayat keluar darah saat
BAK (-).

Riwayat Pengobatan
o Wound Toilet
o IVFD RL 20 tpm
o Inj. Ceftriaxon 2x1 g (sc) pukul 03.45

o Inj. Antrain 1 g pukul 03.30


Primary Survey

A: Patent, clear

B: spontan, regular, RR:20 x/m, thorakoabdominal

C: Nadi: 63 x/m, TD 130/70 mmHg, CRT<2

D: Alert.

E: Tmpak 1 luka terbuka pada pangkal penis

Secondary Survey
GCS: E4V5M6

Kepala

: normal

Mata

Conjungtiva

Sclera

: icteric (-/-)

Pupil

: isokoric +/+

: alis dan bulu mata dalam batas normal


: anemis (+/+)

Telinga

: otorrhea (-/-)

Hidung

: rhinorrhea (-), tidak ada edema/tanda trauma inhalasi

Leher

: jejas (-)

Dada:

Paru paru

Inspeksi

: pengembangan dada simetris, scar (-)

Palpasi

: massa (-), crepitasi (-)

Perkusi

: sonor (+/+)

Auskultasi

: Vesiculer (+/+),Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

:S1/2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi
Auskultasi

Perkusi

: datar, sesuai gerak napas, jejas (-)


: bising usus normal,
: timpani

Palpasi

: massa (-),nyeri tekan (-)

EXTREMITAS
Jejas (-)
Status Lokalis
Penis: tampak 1 luka terbuka pada pangkal penis dengan ukuran 5cm x 1cm
x0,2cm dengan dasar jaringan subcutis, perdarahan aktif (+), merembes (+).
Hematom pada distal hingga dorsum penis.Nyeri (+), disertai diskontinuitas pada
shaft penis.

Pemeriksaan Lab
WBC
o
o
o
o
o
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
PLT

: 8,43x10^3 (4,3-10)
%Limph : 20,4 %
%Mono: 9,3%
%Eo: 4,7 %
%Basofil: 0,2%
%Neut: 65,4%
: 3,61x 10^6 (4,10-5,3)
: 9,2 g/dl (11,3 14,1)
: 30,1 % (33 41)
: 83,4 (80 -99)
: 25,5 (27 31)
: 235 x 10^3 (150 400)

Assesment
Trauma tajam penis ec Vulnus scisum
Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 1 amp IV
Inj. ATS 1 amp (sc) IM
Inj. Kalnex 3x1 amp IV
Rawat luka dengan NaCl dan betadin
Balut, tekan daerah luka
Pro operasi

Laporan operasi
Diagnosa Pre-Operatif : Trauma Tajam Penis Ec Vulnus Scisum
Diagnosa Operatif
: Ruptur Corpus Cavernosum Partial + Vulnus Scisum
Jenis Operasi
: Repair Corpus Cavernosum + Cystostomy
Laporan operasi:
1. Pasien tidur terlentang dengan SAB
2. Desinfeksi lapangan operasi kemudian naping
3. Buka luka, tampak vulnus scisum 5 cm pada dorsum penis yang
menembus sampai corpus cavernosum kanan dan kiri, corpus spongiosum
intak.
4. Dilakukan pemasangan kateter. Kateter melewati luka tetapi terhambat
pada prostat. Diputuskan dilakukan cystostomy
5. Repair corpus cavernosum
6. Luka dijahit

II.Pembahasan
Diagnosis trauma tajam penis dapat terlihat jelas dari pemeriksaan fisik. Dari
anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama trauma tersebut telah
berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Pada pasien ini dari anamnesa
didapatkan bahwa penis pasien dipotong oleh wanita selingkuhannya dengan
menggunakan pisau dapur saat berhubungan seksual 1 hari sebelum masuk Instalasi
Rawat Darurat RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes. Penderita merupakan rujukan RSUD
Soe. Di RSUD Soe dilakukan Wound Toilet, IVFD RL 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1 g
(sc) pukul 03.45, Inj. Antrain 1 g pukul 03.30. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
vulnus schissum di penis bagian proksimal dengan ukuran 5cm x 1cm x0,2cm dengan
dasar jaringan subcutis, perdarahan aktif (+), merembes (+). Hematom pada distal
hingga dorsum penis. Nyeri (+), disertai diskontinuitas pada shaft penis.
Pasien ini mengalami trauma penis derajat II menurut skala trauma organ
untuk trauma penis menurut American Association for the Surgery of Trauma
(AAST) dimana terjadi Laserasi sedalam fasia Bucks (cavernosum) tanpa hilangnya
jaringan. Pada pasien ini didapatkan uretra intak.
Menurut guidelines European Association of Urology tahun 2013 mengenai
trauma tajam penis, direkomendasikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan dan
debridemen jaringan nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis yang terbatas,
penjahitan primer dari jaringan yang rusak dapat menghasilkan penyembuhan yang
baik karena banyaknya suplai darah penis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2.EGC. Jakarta. p 66-88
2.

McAninch JW. Injuries to the Genitourinary Tract. In: Tanagho EA, McAninch
JW. Smiths General Urology, 17th ed. McGraw Hill;2008. P.278-296

3. Jordan GH. Management of Penile Amputation. In: Hohenfellner M; Santucci R.


Emergencies in Urology. Berlin: Springer-Verlag; 2007. P.270-274
4. Angermeier, Kenneth. Surgical Anatomy of the Penis. In: Novick AC, Jones JS
et al. Operative Urology at the Cleveland Clinic. Humana Press 2006. P.377-384
5. Ferguson GG, Brandes SB, Louis S. The Epidemic of Penile Amputation in
Thailand in the 1970s. The Journal of Urology 2008; 179(4)312-313
6. Jabren GW, Hellstrom WJ. Trauma to the External Genitalia. In: Wessells H,
McAninch JW. Urological Emergencies A Practical Guide. Humana Press 2005.
P.71-94
7. Summertom DJ, Djakovic N et al. Guidelines on Urological Trauma. In:
Summertom DJ, Djakovic N et al. European Association of Urology Guidelines
2013 Edition. European Association of Urology 2013. P. 66-71
8. Ferguson GG, Brandes SB. Reconstruction for Genital Trauma. In: Montague
D, Gill I, Angermeier K, Ross JH. Textbook of Reconstructive Urologic
Surgery. Informa Healthcare 2008. P. 657-667

Anda mungkin juga menyukai