TM HEMATO Anemia
TM HEMATO Anemia
Definisi
Eritropoiesis merupakan proses pembuatan sel darah merah
Mekanisme
Prekusor eritoid dalam sumsum tulang berasal dari sel induk hemopoetik, melalui
jalur sel induk myeloid menjadi sel induk eritorid, yaitu BFU-E (burst forming unit-erythroid)
dan selanjutnya CFU-E (Colony forming unit-erythrocyte termasuk unipotent stem cell).
Prekusor eritoroid secara morfologik pada sumsum tulang disebut pronormoblast,
kemudian
menjadi basophilic (early normoblast), selanjutnya polychromatophilic
normoblast dan acidophilic normoblast. Sel ini kemudian akan kehilangan inti, tetapi masih
tertinggal sisa RNA disebut dengan sel retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke darah tepi,
kehilangan sisa RNA sehingga eritosit dewasa.
vitamin c, dan vitamin B12 berperan penting dalam pertumbuhan normal dan
pematangan sel darah merah.
Sel induk : CFU-E, BFU-E, normoblast (eritroblast).
Substansi pembentuk eritrosit: besi, vitamin B12, asam folat, asam amino, tembaga.
Besi digunakan untuk pembuatan heme dan kira-kira 65% dari besi berada dalam
hemoglobin. Vitamin B12 untuk sintesis DNA dalam pembentukan SDM. Asam folat
berfungsi untuk sintesis DNA dan pematangan eritrosit. Tembaga adalah katalis dalam
pembentukan hemoglobin. Kobalt adalah mineral dari vitamin B12.
Jumlah eritrosit yang beredar menurun maka sumsum tulang akan menghasilkan lebih
banyak eritrosit.
Hormon eritropoietin yang dibentuk di ginjal untuk merangsang eritopoeisis.
Hormon endrogen untuk menstimulasi eritropoeisis.
Hormon estrogen untuk meghambat eritopoesis.
Sitokin
MM HEMOGLOBIN
Definisi
Hemoglobin adalah suatu protein globularmajemuk yang tersusun atas empat subunit, masing-masing sub-unit tersusun atas bagian protein, yaitu globin dan bagian nirprotein yang disebut heme. (Keanekaragaman Genetic, Dr. Abdul Salam M Sofro)
Fungsi
Hemoglobin merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan
karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan hemoglobin (Hb)
yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu
senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tesusun dari suatu senyawa lingkar
yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme
adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek
antara globin dengan heme.
Struktur
Molekul
hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik
dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain)
yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2
alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam
kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul
hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai
HbF. Pada dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang
terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen.
Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Pada pusat
molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom
besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi
disebut heme. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara
keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme
inilah zat besi melekat danmenghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat
ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.
Biosintesis
Tiap molekul hemoglobin A dewasa terdiri dari empat rantai polipeptida, a2b2,
masing-masing dengan gugus heme nya. Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria
melalui suatu rangkaian reaksi biokimawi yang dimulai dari kondensasi glisin dan suksinil
koenzim A dalam pengaruh kerja enzi kunci asam lambda-aminolevulinat (ALA) sintase
yangmembatasi laju reaksi. Piridoksal fosfat (vit.B6) adalah koenzim untuk reaksi ini, yang
dirangsang oleh eritropoietin. Pada akhirnya protoporfirin bergabung dengan besi dalam
bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme ; setiap molekul heme bergabung dengan
satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom. Suatu tetramer yang terdiri dari 4 rantai
globin masing-masing dengan gugus heme nya dalam suatu kantong kemudian dibentuk
untuk menjadikan suatu molekul hemoglobin. (Kapita Selekta Hematologi, V. hoffbrand
dan A. H. Moss )
(biokimia Harper edisi 27)
besar. Di jaringan, reaksi ini berjalan terbalik, yaitu melepaskan O2. Peralihan dari keadaan
satu ke keadaan lainnya diperkirakan berlangsung sekitar 10*8 kali selama kehidupan sel
darah merah.
KURVA DISOSIASI hemoglobin-Oksigen, yaitu kurva yang menggambarkan
hubungan presentase saturasi kemampuan pengankutan O2 oleh hemoglobin dengan PO2.
Memilki bentuk sigmoid yang khas akibat kontroversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme
pertama pada 1 molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2,
dan oksigenasi gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga.
3 keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen :
Ph, suhu, dan kadar 2-3-difosfogliserat (2,3-DPG).
Peningkatan suhu atau penurunan pH menggeser kurva ke kanan, dibutuhkan PO2
yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah tertentu O2. Sebaliknya,
penurunan suhu atau peningkatan pH menggeser kurva ke kiri dan dibutuhkanPO2 yang
lebih rendah untuk mengikat sejumlah tertentu O2. Indeks yang tepat untuk pergeseran
tersebut adalah P50, yaitu nilai PO2 dengan saturasi hemoglobin terhadap O2 50%.
Makin tinggi nilai P50, makin rendah afinitas hemoglobin terhadap O2. Berkurangnya
afinitas hemoglobin terhadap O2 saat oH darah menurun dikenal sebagai efek Bohr dan hal
ini
berkaitan erat
dengan
kenyataan
bahwa hemoglobin
terdeoksigenasi
(deoksihemoglobin) lebihakitf mengikat H+ dibandingkan oksihemoglobin.
Peningkatan kandungan CO2 darah akan menurunkanpH darah, sehingga bila PCO2
meningkat, kurva bergeser ke kanan dan P50 meningkat. Sebagian besar proses desaturasi
hemoglobin yang terjadi di jaringan adalah sekunder akibat penurunan Po2, tetapi
sebanyak 1-2% penambahan desaturasi disebabkan oleh peningkatan PCO2 dan
pergeseran kurva disosiasi ke kanan yang ditimbulkannya.
2,3-DPG banyak terdapat di dalam sel darah merah. Senyawa ini dibentuk dari 3fosfogliseraldehid, yang merupakan hasil glikolisis melalui jalur Embden-Meyerhof.
Senyawa ini adalah suatu anion bermuatan tinggi yang terikat rantai deoksihemoglobin.
1mol deoksihemoglobin mengikat 1 mol 2,3-DPG. Reaksinya :HbO2 + 2,3-DPG <> Hb-2,3DPG + O2 Pada persamaan ini, peningkatan konsentrasi 2,3-DPG akan menggeser reaksi
kekanan, menyebabkan banyak O2 yang dibebaskan. Derajat kekuatan pengikat ATP pada
deoksihemoglobin lebih rendah dan berapa fosfat organic lain berikatan pada taraf yang
sangat ringan. Salah satu factor yang mempengaruhi kadar 2,3-DPG di dalam sel darah
merah adalah pH darah. Oleh karena keadaan asidosis menghambat glikolisis dal sel darah
merah, konsentrasi 2,3_DPG akan menurunbila pH rendah. Hormon tiroid, hormon
pertumbuhan dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3-DPGdan nilaiP50.
Etiologi
anemia hanyalah suatu kumpulan gejalan yang disebabkan oleh bermacam penyebab.
Pada dasarya anemia disebabkan oleh karena:
1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (IPD, 2009)
Klasifikasi
karena gangguan
eritropoiesis dlm
sumtul
akibat hemoragi
anemia
kekurangan bahan
essensial pembentuk
eritrosit
defisiensi besi
defisiensi as.folat
defisiensi vit.12
gangguan
penggunaan besi
kerusakan sumsum
tulang
an.aplastik,
an.mieloptisik,
an.keganasan
1.anemia pasca
perdarah akut
2. akibat perdarahan
kronik
hemolitik
intrakorpuskular
ggn membran
ertrosit
ggn enzim eritrosit
dan hemoglobin
hemolitik
ekstrakorpuskular
hemolitik autoimun
hemolitik
mikroangiopatik
hemolitik
dengen penyebab
yang tidak diketahui /
patogenesis yg
komplek
ANEM IA
Mikrositik
Hipokrom
Norm ositik
norm okrom
m akrositik
Manifestasi
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia apapun
penyebabnya apabila kada hemoglobin turun dibawah batas tertentu. Gejala
umum anemia ini timbul karena anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis gejala yaitu :
1.
Gejala umum anemia : rasa lemah, lesu, cepat lelah, telingan mendenging, mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia,. Pada
pemeriksaan fisik pucat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan di bawah kuku.
2. Gejala khas masing-masing anemia
3. Gejala penyakit dasar : gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia
tersebut. Misalnya anemia akibat adanya cacing tambang; sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. (IPD, 2009)
a. Gejala umum anemia / sindrom anemia timbul karena iskemia organ akibat
kompensasi tubuh terhadapa penurunan hemoglobin.
Lemah , lesu, tinnitus (telinga berdenging), mata berkunang-kunang, sesak napas,
konjungtiva pucat, kulit pucat.
b. Gejala khas anemia
Anemia defisiensi besi : disfalgia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
koilonychias.
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12.
Anemia hemolitik : icterus, splenomegali dan hepatomegali.
Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
c. Gejala penyakit dasar seperti pada infeksi cacing tambang yaitu sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan.
Tatalaksana
Pemeriksaan fisik :
a. Pada kulit : pucat, icterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
b. Purpura : petechie
c. Kuku : koilonychias
d. Mata : icterus, konjungtiva pucat
e. Mulut : ulserasi, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, perdarahan gigi.
f. Limfadenopati
g. Hepatomegali
h. Splenomegaly
Pemeriksaan penunjang
a. Tes penyaring : tes ini dilakukan pada awal setiap kasus anemia. Pemeriksaan
ini dapat memastikan adanya anemia dan bentuk morfologi dari eritosit.
Pemeriksaan ini meliputi :
MCH :
MCHC :
b.
c.
nilai hematocrit x 10
jumlah eritrosit
nilai Hb x 10
jumlah eritrosit
nilai Hb ( g ) x 10
nilai hematokrit
Sedian hapus darah tepi untuk mengatahui sel eritrosit, leukosit dan
trombosit.
Pemeriksaan utin : untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan adalah :
Laju endap darah , pria 10 mm/1 jam dan wanita 20 mm/1 jam.
Hitung diferensial
d.
e.
f.
Pemeriksaan atas indikasi khusus : dikerjakan telah mempunyai dugaan diagnosis awal, untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis pemeriksaannya adalah :
Pemeriksaan sitogenetik
Etiologi
Anemia ini dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorbs,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat berasal dari ;
Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon,
diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau merrorhagia
Saluran kemih : hematuria
Saluran nafas : hemoptoe
2. Factor nutrisi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, kualitas besi
yang tidak baik (makanan berserat, rendah vitamin c dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik
(hematologi klinik ringkas, I made bakta, 2006)
Patofisiologi
Pendarahan menahun menyebabkan kehilangan besi maka cadagan besi menurun,
jika cadangan besi kosong maka keadaan ini disebut iron deplated state, apabila
kekurangan besi berlanjut trus maka penyediaan besi untuk eritropoiesis verkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum
terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient eritropoiesis.
Selanjutnya timbuk anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron
deficiensy anemia. pada saat ini juga dapat menimbulkan kekurangan besi pada epitel
serta pada enzim yang dapat menimbulkan gejala seperti epitel mulut dan faring.
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat
dibagi enjadi 3 tingkatan, yaitu :
Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar besi
serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik biopsi atau
dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding terbalik dengan
cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada fase ini.
Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun kadar
hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase ini,
beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi, terutama
menurunnya
saturasi
transferrin
serta
meningkatnya total
iron-binding
capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di pertengahan
dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV) biasanya masih dalam
batas normal walaupun sudah terlihat beberapa mikrosit pada hapusan darah.
Manifestasi
Gejala khas anemia akibat defisiensi besi antara lain :
Diagnosis
1. Anamnesis
Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan adanya
kausa dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk ditanyakan misalnya:
Riwayat gizi
Anamnesis lingkungan
Pemakaian obat
Riwayat penyakit
TIBC
Saturasi
transferrin
Pulasan
sel
sumsum
tulang
Pemeriksaan
penyait dasar
Nilai
Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan jenis
kelamin pasien
Menurun (anemia mikrositik)
Menurun (anemia hipokrom)
Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE sehingga
kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan konsentrasi kadar
Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap center kesehatan berbedabeda. Kadar ferritin serum normal tidak menyingkirkan kemungkinan
defisiensi besi namun kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya
anemia defisiensi besi
Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L
(normal: 300-360 mg/L )
Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)
Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang
dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir
hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang merupakan
sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar sideroblas ini
adalah Gold standar untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun
pemeriksaan kadar ferritin lebih sering digunakan.
Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga diperiksa,
misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur cacing tambang,
pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.
4. Diagnosis banding
Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh
gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin
tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.
Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaananemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab
dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian
preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.
Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah :
1
Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan
cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal
harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.
2
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
(iron
replacement therapy) :
a.
Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena
efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous
sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi
efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous
gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.
b.
Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih
besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi
parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti:
Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat
rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan
darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek,
defisiensi besi fungsional relatif.
Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein
terutama berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi
besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan
hanya pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul seperti pada anemia yang lain. Apabila anemianya berat, maka akan
timbul komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi lain yang mungkin
timbul adalah komplikasi dari tractus gastrointestinal berupa keluhan epigastric distress atau stomatitis.
Akibat-kibat yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemia gizi besi adalah :
1. Bagi bayi dan anak (0-9 tahun)
a. Gangguan perkembangan motoric dan koordinasi.
b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar.
c. Gangguan pada psikologis dan perilaku
2. Remaja (10-19 tahun)
a. Gangguan kemampuan belajar
b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c. Dampak negatif terhadap system pertahanan tubuh dalam melawan penyakit infeksi
3. Orang dewasa pria dan wanita
a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan.
b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan
4. Wanita hamil
a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah