Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PREEKLAMPSIA
2.1.1 Definisi
Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita
hamil dengan usia kehamilan >20 minggu dengan tanda utama berupa adanya hipertensi dan
proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai kejang yang bukan
disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia.
Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya.1
2.1.2 Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang
mengemukakannya. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai the disease of theory.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:2
1. peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa
2. peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia kehamilan
3. perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
4. penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya
5. mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang
dan koma
Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu:3,4
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis
sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang
menjadi iskemia plasenta.
Implantasi plasenta pada kehamilan normal dan PE Implantasi plasenta normal yang
memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus membentuk satu kolom di bawah vilus
penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi desidua dan berjalan sepanjang bagian dalam

arteriol spiralis. Hal ini menyebabkan endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti
diikuti oleh pembesaran pembuluh darah.

Gambar 2.1. Etiologi preeklampsia menurut teori iskemik plasenta3


2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel
sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan
4.

sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.


Genetik.

2.1.3 Epidemiologi

Insidens preeklampsia sebesar 45 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada Negara maju.
Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 610 kasus per 10.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia bervariasi antara 0-4%. Angka kematian ibu
meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian
terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia adalah perdarahan intraserebral dan edema paru.
Efek preeklampsia pada kematian perinatal berkisar antara 10-28%. Penyebab terbanyak
kematian perinatal disebabkan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan solutio plasenta.
Sekitar 75% eklampsia terjadi antepartum dan sisanya terjadi pada postpartum. Hampir semua
kasus (95%) eklampsia antepartum terjadi pada trimester ketiga 6,7
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12%
pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih banyak dijumpai pada primigravida
terutama primigravida pada usia muda daripada multigravida. Penelitian mengenai prevalensi
preeklampsia dan PEB di Indonesia dilakukan di Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida
frekuensi preeklampsia/eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama
primigravida muda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan insidensi preeklampsia pada
primigravida 11,03%. Angka kematian maternal akibat penyakit ini 8,07% dan angka kematian
perinatal 27,42%. Sedangkan pada periode Juli 1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%)
PEB dengan 55 kasus di antaranya dirawat konservatif.
2.1.4 Faktor Resiko
Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain di antaranya adalah:3,8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nullipara
kehamilan ganda
obesitas
riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
diabetes melitus gestasional
trombofilia
hipertensi atau penyakit ginjal

2.1.5 Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB):5

1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a.
b.
c.
d.

Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah


diastolik 90-110 mmHg
Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
Tidak disertai gangguan fungsi organ

2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
i. Oliguria (urine 400 mL/24jam)
ii. Keluhan serebral, gangguan penglihatan
iii. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium
iv. Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
v. Edema pulmonum, sianosis
vi. Gangguan perkembangan intrauterine
vii. Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang,
maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia. Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori,
yaitu:
a. PEB tanpa impending eclampsia
b. PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya nyeri
kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran
kanan atas
2.1.6 Patofisiologi
Perubahan yang terjadi pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh merupakan
kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi.

Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar
prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.3,4
1. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk
mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini terjadi sangat bervariasi
dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema
interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan
terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume
plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.
2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil normal,
penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan bayi dengan berat bayi
lahir rendah (BBLR).
3. Aliran Darah di Organ-Organ
a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor
penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal


Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata
berkurang 20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus berkurang

rata-rata 30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada
kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis
tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang
fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi
plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak
hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron
dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin,
angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi
uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi
uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan
meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di samping itu angiotensin menimbulkan
vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi
dari hipoperfusi uterus.
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia, tetapi
karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, nilai pada
preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi
asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada
GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan
pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang. Preeklampsia merupakan penyebab
terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan
peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan
pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus yang merupakan tanda khas patologi ginjal
pada preeklampsia.
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua

Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi


terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil kehamilan.
Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun metode pengukuran arus darah yang
memuaskan baik di uterus maupun di desidua.
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema paru yang
menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila terjadi
hal hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain yang
mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam
retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam
laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan
dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium
bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.
2.1.7 Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria.
Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu
keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul,
hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat.15
Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol sehingga tanda
peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik merupakan tanda

prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90
mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.15
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan berat badan
yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia. Peningkatan berat badan sekitar 0,45
kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam
sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. 21-3 Peningkatan berat
badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependent yang terlihat jelas, seperti edema kelopak
mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar.
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional
dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak
ditemukan sama sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan
mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi
dan biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan. 10,11,15
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering terjadi pada
kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak
sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan
eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan kejang pertama. 10,11,15
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang
sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor serangan kejang yang
akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau
perdarahan. 10,11,15
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan yang
sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini disebabkan oleh
vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital. 10,11,15

2.1.8 Penatalaksanaan12
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah:
1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu maupun
janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin
memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di
dalam uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian neonatus.9
Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari
penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan
persalinan tanpa ada penundaan. Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien
dengan PEB antara lain adalah: 1,19,11
a.
b.
c.
d.

tirah baring
oksigen
kateter menetap
cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun
koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,
insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu

diawasi.
e. Magnesium sulfat (MgSO4). Loading dose 4 gram MgSO4 40% dalam 10cc IV selama
15 menit. Maintenance dose : 6gram larutan ringer/6jam atau 4-5gram i.m. selanjunya
maintenance dose diberikan 4gram i.m tiap 4-6jam. Magnesium sulfat ini diberikan
dengan beberapa syarat, yaitu:
refleks patella normal
frekuensi respirasi >16x per menit
produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila
nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas
tersebut diberikan dalam tiga menit.
f. Diuretik tidak diberikan secara rutin. Hanya pada kasus edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka.

g. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan antihipertensi
lini pertama adalah nifedipin 10-20 mg peroral, diulangi setelah 30menit maksimum dose 120mg
dalam 24jam. Antihipertensi lini kedua sodium nitroprusside : 0,25ug i.v/kg/menit, infuse
ditingkatkan 0,25 ug i.v/kg/5menit atau diazokside 30-60mg i.v/5menit atau iv infuse
10mg/menit dititrasi. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu
tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%.
h. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan 32-34
minggu 2x24jam yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP. National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan: 13,14
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang dalam persalinan
prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberiankortikosteroid antenatal dosis
tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua dosis dengan
selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4 dosis intramuskular dengan
interval 12 jam.
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung selama tujuh
hari.

Gambar 2.2. Penanganan preeklampsia berat

2.1.8.1 Penanganan Aktif

Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan peningkatan mortalitas perinatal dan
peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi
kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi
definitif yang terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB. 16
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada ibu maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:
a. kegagalan terapi medikamentosa:
setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah

yang persisten
setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
desakan darah yang persisten

b. tanda dan gejala impending eklampsia


c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan 37 minggu
h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG timbulnya
oligohidramnion
2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin
3. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom HELLP
(hemolytic anemia, elevated liver enzymes, and low platelet count).
Dalam ACOG Practice Bulletin mencatat terminasi sebagai terapi untuk PEB. Akan tetapi,
keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan ibu dan janinnya. Sementara Nowitz ER29 dkk
membuat ketentuan penanganan PEB dengan terminasi kehamilan dilakukan ketika diagnosis
PEB ditegakkan. Hasil penelitian juga menyebutkan tidak ada keuntungan terhadap ibu untuk
melanjutkan kehamilan jika diagnosis PEB telah ditegakkan. Sebelum terminasi, pasien telah
diberikan dengan antikejang, magnesium sulfat, dan pemberian antihipertensi
2.1.8.2 Penanganan Ekspektatif

Terdapat kontroversi mengenai terminasi kehamilan pada PEB yang belum cukup bulan.
Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm mungkin
sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia kehamilan di atas 37 minggu. Adapun
penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:17
1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat
janin dapat dilahirkan
2. meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu
Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien PEB
yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan lebih diutamakan
untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak).
Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34 minggu, penanganan
ekspektatif lebih disarankan.
Penelitian ini menyimpulkan penanganan PEB secara ekspektatif pada usia kehamilan 24-33
minggu menghasilkan luaran perinatal yang lebih baik dengan risiko minimal pada ibu.
Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam dengan beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8
Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan pematangan
serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II
dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus
disusul dengan pembedahan sesar.
b.

Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk persalinan
pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi
fetal distress, atau umur kehamilan <33 minggu.

2. Bila penderita sudah inpartu


a. Perjalan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
b. Memperpendek kala II

c. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distress.
d. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar.
e. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak dianjurkan anastesia umum.
2.2 SINDROMA HELLP
2.2.1 Definisi
Definisi dari sindroma HELLP masih kontroversi. Menurut Godlin (1982)
sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari PEB. Weinstein (1982) melaporkan sindroma
HELLP merupakan varian yang unik dari preeklampsia, tetapi Mackenna dkk (1983) melaporkan
bahwa sindroma ini tidak berhubungan dengan preeklampsia. Di lain pihak banyak penulis
melaporkan bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk lain dari disseminated intravascular
coagulation (DIC) yang terlewatkan karena proses pemeriksaan laboratorium yang tidak
adekuat.1
2.2.2 Insidens
Sampai saat ini insidens sindroma HELLP belum diketahui dengan pasti. Hal ini
disebabkan sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya mirip dengan penyakit
nonobstetri. 1,12
Angka kejadian sindroma HELLP berkisar antara 4 -14% dari seluruh penderita PEB, sedangkan
angka kejadian Sindroma HELLP pada seluruh kehamilan adalah 0,2 0,6%. Sindroma ini
secara bermakna lebih tinggi pada wanita kulit putih dan multigravida.1
2.2.3 Klasifikasi1,12
Terdapat 2 klasifikasi yang digunakan pada Sindroma HELLP, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang dijumpai.
Sindroma HELLP murni bila didapati ketiga parameter, yaitu (1) hemolisis, peningkatan
enzim hepar, dan penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran darah tepi
dijumpainya burr cell, schistocyte, atau spherocytes, LDH > 600 IU/L,, SGOT > 70 IU/
L, bilirubin >1,2 ml/dl, dan jumlah trombosit <100.000/mm3, (2) sindroma HELLP
parsial bila
dijumpai hanya satu atau dua parameter sindroma HELLP.

2. Berdasarkan jumlah trombosit.


a. kelas I : jumlah trombosit 50.000/mm3
b. kelas II : jumlah trombosit > 50.000 - 100.000/mm3
c. kelas III : jumlah trombosit > 100.000 - 150.000/mm3
2.2.4 Gejala dan Tanda Klinis
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau kuadran
kanan atas (90%), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum dibawa ke rumah
sakit (90%), serta mual dan muntah (45 86%).1,4 Selain itu, dapat pula ditemukan
penambahan berat badan dan edema (60%). Hipertensi tidak dijumpai sekitar 20% kasus,
hipertensi ringan 30%, dan hipertensi berat 50%.1,12
Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali, kejang-kejang, jaundice, perdarahan
gastrointestinal, dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai hipoglikemi, koma,
hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal, dan diabetes insipidus yang nefrogenik.
Edema pulmonum dan gagal ginjal akut biasa dijumpai pada kasus sindroma HELLP
yang onsetnya postpartum atau antepartum yang ditangani secara konservatif. 1,12

2.2.5 Penatalaksanaan1,12
1. Penanganan dimulai sebagaimana penanganan pada PE berat.
2. Adanya Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk segera melakukan
terminasi kehamilan. Stabilisasi ibu adalah prioritas utama
2.3 EKLAMPSIA
2.3.1 Definisi1
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan
kejang tonik klonik disusul dengan koma.
Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas:

1. eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum), yaitu eklampsia yang terjadi sebelum


masa persalinan 4-50%
2. eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum), yaitu eklampsia yang terjadi pada
saat persalinan 4-40%
3. eklampsia postpartum (eklampsia puerperium), yaitu eklampsia yang terjadi setelah
persalinan 4-10%
2.3.2 Frekuensi1
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain. Frekuensi
rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,
penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di
negara-negara berkembang frekuensi eklampsia berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedangkan di
negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%.
2.3.3 Gejala dan Tanda1
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat, nyeri
epigastrium, dan hiperreflexia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan
timbul kejang.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1. Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)
Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-gerakan
kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak -mata dan tangan bergetar.
Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini
berlangsung selama sekitar 30 detik.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, dan lidah
dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.

3. Stadium kejang klonik


Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam tempo
yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, lidah dapat tergigit, mata melotot,
muka kelihatan kongesti, dan sianotik. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya hingga
penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang
klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.

4. Stadium koma
Koma berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Secara perlahan-lahan
penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan
akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
2.3.4 Diagnosis1,12
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan
gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, diagnosis
eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :
1. Epilepsi
Pada anamnesis pasien epilepsi akan didapatkan episode serangan sejak sebelum
hamil atau pada hamil muda tanpa tanda preeklampsia.
2. Kejang karena obat anestesi
Apabila obat anestesi lokal disuntikkanke dalam vena, kejang baru timbul.
3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes melitus, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis, dan lain-lain.
2.3.5 Prognosis1,12
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden
antara lain:
1.
2.
3.
4.

koma yang lama (prolonged coma)


nadi diatas 120
suhu 39,4C atau lebih
tekanan darah di atas 200 mmHg

5. konvulsi lebih dari 10 kali


6. proteinuria 10 g atau lebih
7. tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai
2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk. Tingginya kematian ibu dan
bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan masa
antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang terlambat sehingga terlambat memperoleh
pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni tidak
menyebabkan hipertensi menahun.
2.3.6 Penatalaksanaan1,12
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Tujuan utamanya ialah menghentikan
berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.37-40 Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan
medikamentosa dan obstetrik. Namun, pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis
karena penyebab eklampsia belum diketahui dengan pasti.

Anda mungkin juga menyukai