Anda di halaman 1dari 31

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul Penyajian Laporan Keuangan ini disusun untuk memudahkan
pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01
tentang Penyajian Laporan Keuangan. Modul ini disusun sebagai bahan
pelatihan untuk pelatih Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan
mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat belajar mandiri (self study)
atas materi Penyajian Laporan Keuangan pada pemerintah pusat maupun
daerah. Modul ini menguraikan kembali paragraf-paragraf SAP maupun
penjelasan disertai dengan contoh-contoh yang aplikatif sehingga diharapkan
dapat dijadikan rujukan dalam implementasi SAP yang berkaitan dengan
penyajian laporan keuangan.
Tujuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 01
adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan
laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar
entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh
pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur
laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. PSAP
Nomor 01 ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan
keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2. Mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Peserta memahami tujuan penyajian laporan keuangan;
2. Peserta memahami pengertian dan unsur-unsur laporan keuangan;
3. Peserta memahami pengertian dan pos-pos dalam neraca;
4. Peserta memahami pengakuan aset dan kewajiban;
5. Peserta memahami pengukuran aset dan kewajiban;
6. Peserta memahami penyajian dan pengungkapan aset dan kewajiban
dalam laporan keuangan;
7. Setelah memahami sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 6 di
atas, peserta diharapkan mampu menerapkannya dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

C. Deskripsi Ringkas
Materi Modul Penyajian Laporan Keuangan disusun sesuai dengan PSAP
01 dengan susunan tujuan laporan keuangan, basis akuntansi, jenis laporan
keuangan, periode pelaporan, hubungan antar komponen laporan keuangan,
unsur-unsur neraca, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas dana, serta soal
latihan.
D. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara
pemaparan teori oleh fasilitator yang diikuti dengan tanya jawab serta diskusi
soal-soal latihan dan contoh kasus yang berkaitan dengan Penyajian Laporan
Keuangan. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada
partisipasi aktif dari para peserta pelatihan dalam aktivitas diskusi, latihan,
dan tanya jawab.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB II
TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN DAN BASIS AKUNTANSI
A. Tujuan Pelaporan Keuangan
Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai
posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu
entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik,
tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi
yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya, dengan:
a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya
ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan
sumber daya ekonomi;
d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap
anggarannya;
e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan
prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk
memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang
berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan,
serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga
menyajikan informasi bagi pengguna mengenai:
a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai
dengan anggaran;
b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai entitas pelaporan dalam hal: aset; kewajiban; ekuitas dana;
pendapatan; belanja; transfer; pembiayaan; dan arus kas.
Menurut PSAP 01 Paragraf 13, tanggung jawab penyusunan dan
penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas. Dalam lingkup
pemerintah daerah yang dimaksud dengan pimpinan entitas adalah setiap
kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pada sebagai entitas akuntansi
dan setiap gubernur/bupati/walikota sebagai entitas pelaporan. Kewajiban dan
tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan untuk setiap
kepala SKPD juga dinyatakan dalam Pasal 56 ayat (2) huruf a Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang berbunyi:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Kepala
satuan
kerja
perangkat
daerah
selaku
Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan
keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan
catatan atas laporan keuangan
B. Basis Akuntansi
Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan
kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan
pelaporan keuangan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas
(cash basis of accounting) dan basis akrual (accrual basis of accounting).
Dalam akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain
diakui ketika kas diterima oleh kas pemerintah (Kas Umum Negara/Kas Umum
Daerah) atau dibayarkan dari kas pemerintah (Kas Umum Negara/Kas Umum
Daerah). Sedangkan dalam akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis
akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan
dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan
keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau
ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Contoh transaksi yang membedakan
basis kas dan basis akrual adalah dalam peristiwa pada saat pemerintah
menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Pajak (SKPP). Dalam basis kas, saat
terbitnya SKPP tersebut belum diakui sebagai pendapatan, karena pemerintah
belum menerima kas. Namun, dalam basis akrual, terbitnya SKPP tersebut
oleh pemerintah sudah diakui sebagai pendapatan, walaupun pemerintah
belum menerima kas atas pendapatan pajak tersebut.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansi
akrual secara penuh atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
negara paling lambat tahun anggaran 2008. Sedangkan basis akuntansi yang
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah pada saat ini
menurut PSAP Nomor 01 adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan,
belanja, transfer, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban, dan ekuitas dana. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar. Sedangkan basis akrual adalah basis akuntansi yang
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan
peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima
atau dibayar.
Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi
dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis
akrual (fully accrual basis), baik dalam pengakuan pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan
ekuitas dana. Namun, entitas pelaporan tersebut tetap menyajikan Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) berdasarkan basis kas. Rekonsiliasi dari LRA
berbasis akrual ke LRA berbasis kas wajib disajikan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB III
STRUKTUR DAN ISI LAPORAN KEUANGAN
A. Jenis Laporan Keuangan
Dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD setiap entitas baik pemerintah
pusat, kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, dan satuan kerja di
tingkat
pemerintah
pusat/daerah
wajib
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sesuai dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan
pemerintah pokok setidak-tidaknya terdiri atas:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
b) Neraca,
c) Laporan Arus Kas (LAK),
d) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan disajikan oleh setiap entitas pelaporan. Hal ini berarti
setiap gubernur/bupati/walikota wajib menyusun dan menyajikan keempat
laporan keuangan di atas. Sedangkan Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh
unit
yang
mempunyai
fungsi
perbendaharaan
(Bendahara
Umum
Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara dan Bendahara Umum Daerah/Kuasa
Bendahara Umum Daerah. Dengan demikian kepala SKPD sebagai entitas
akuntansi tidak menyusun dan menyajikan Laporan Arus Kas.
Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas
pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis
akrual dan Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan Kinerja Keuangan adalah
laporan yang menyajikan pendapatan dan beban serta surplus/defisit selama
suatu periode yang disusun berdasarkan basis akrual. Laporan Perubahan
Ekuitas adalah laporan yang menyajikan mutasi atau perubahan saldo ekuitas
dana pemerintah selama suatu periode.
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan realisasi pendapatan,
belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) mengungkapkan kegiatan
keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
APBN/APBD dengan menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan
sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam
satu periode pelaporan. LRA menggambarkan perbandingan antara
anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
LRA menyajikan sekurang-kurangnya unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

b. Belanja
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode
tahun
anggaran
bersangkutan
yang
tidak
akan
diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah.
c. Transfer
Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
perimbangan dan dana bagi hasil.
d. Surplus/defisit
Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan
belanja selama satu periode pelaporan.
e. Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,
yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD
selama satu periode pelaporan.
Unsur-unsur dari LRA dapat digambar dalam tabel di bawah ini:
a. Pendapatan
b. Belanja
c. Transfer
d. Surpus (Defisit) = (a (b+c))
e. Pembiayaan (Neto)
f. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran = (d f)

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx

Akuntansi LRA ini lebih detail diatur dalam PSAP Nomor 02 tentang
Laporan Realisasi Anggaran.
2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas
dana pada tanggal tertentu.
Mengenai neraca lebih detail dibahas dalam Bab III modul ini.
3. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas (LAK) adalah laporan yang menyajikan informasi
mengenai sumber, penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama
satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal
pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

nonanggaran. Penyajian LAK dan pengungkapan yang berhubungan


dengan arus kas diatur dalam PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah bagian yang tak
terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang
penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang
memadai. CaLK ditujukan agar laporan keuangan dapat dipahami dan
dibandingkan dengan laporan keuangan entitas lainnya. CaLK sekurangkurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
1). informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
pencapaian target Undang-Undang APBN/Perda APBD, berikut kendala
dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
2). ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
3). informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakankebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksitransaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
4). pengungkapan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum
disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
5). pengungkapan informasi untuk pos-pos
aset dan kewajiban yang
timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan
dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
6). informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai
suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan LAK. Termasuk pula
dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan
oleh SAP serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan
untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Bagian kebijakan akuntansi pada CaLK setidak-tidaknya menjelaskan
hal-hal sebagai berikut:
1). basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan;
2). sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
dengan ketentuan-ketentuan masa transisi SAP diterapkan oleh suatu
entitas pelaporan; dan
3). setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
laporan keuangan.
Untuk menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu
diungkapkan,
manajemen
harus
mempertimbangkan
apakah
pengungkapan tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami
setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakankebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk disajikan meliputi,
tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:
1). Pengakuan pendapatan;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2). Pengakuan belanja;


3). Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
4). Investasi;
5). Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
berwujud;
6). Kontrak-kontrak konstruksi;
7). Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
8). Kemitraan dengan fihak ketiga;
9). Biaya penelitian dan pengembangan;
10). Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
11). Dana cadangan;
12). Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
Suatu entitas pelaporan juga dapat mengungkapkan hal-hal berikut
ini apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan
keuangan, yaitu:
1). domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas
tersebut beroperasi;
2). penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
3). ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
operasionalnya.
Catatan atas Laporan Keuangan diatur secara detail dalam PSAP Nomor 04
tentang Catatan atas Laporan Keuangan.
B. Periode Pelaporan
Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Penyajian
laporan
keuangan
sebagai
laporan
pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD diwajibkan untuk setiap periode tahun anggaran
APBN/APBD, di mana dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Dengan demikian, periode
pelaporan keuangan tahunan adalah per tanggal 31 Desember untuk Neraca,
dan untuk tahun yang berakhir 31 Desember untuk LRA dan LAK.
Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan
laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang
atau lebih pendek dari satu tahun, misalnya sehubungan dengan adanya
perubahan tahun anggaran. Contoh selanjutnya adalah dalam masa transisi
dari akuntansi berbasis kas ke akrual, suatu entitas pelaporan mengubah
tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi yang berada dalam entitas
pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan konsolidasian.
Dalam kondisi seperti itu entitas pelaporan harus mengungkapkan informasi
mengenai alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, dan fakta
bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas dan
catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
batas
waktu
penyampaian
laporan
keuangan
sebagai
laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Dengan demikian, kegunaan
laporan keuangan tersebut berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktorfaktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan
bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat
waktu.
Selain laporan keuangan tahunan, setiap entitas pelaporan juga
diwajibkan menyusun laporan keuangan interim, yaitu setidak-tidaknya setiap
semester sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
C. Hubungan antar Komponen Laporan Keuangan
Pos-pos yang terdapat dalam masing-masing laporan keuangan adalah
saling terkait satu sama lain.
1. Laporan Realisasi Anggaran dengan Laporan Arus Kas.
Pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang disajikan dalam
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada dasarnya sama dengan pos-pos
yang disajikan dalam Laporan Arus Kas (LAK), karena Laporan Realisasi
Anggaran disusun berdasarkan basis kas. Perbedaan utama antara LRA
dan LAK adalah disajikannya transaksi nonanggaran di LAK tetapi tidak
disajikan di LRA. Disamping itu juga terdapat perbedaan klasifikasi
anggaran karena perbedaan tujuan pelaporannya.
2. Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca
Keterkaitan antara Laporan Realisasi Anggaran dengan Neraca
adalah dalam penghitungan Saldo Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran
(SiLPA/SiKPA). SiLPA /SiKPA dalam Laporan Realisasi Anggaran yang
merupakan selisih antara surplus/defisit dan total pembiayaan akan
dimasukkan pada perkiraan Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran
dalam Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar. Perkiraan Sisa Lebih/Kurang
Pembiayaan Anggaran dalam Neraca tersebut merupakan akumulasi
SiLPA/SiKPA dalam LRA dari tahun-tahun sebelumnya.
3. Neraca dengan Laporan Arus Kas
Keterkaitan antara Neraca dan LAK adalah dalam penyajian saldo
kas. Selisih antara saldo awal dan akhir Kas di Bendahara Umum
Negara/Kas di Kas Daerah dalam Neraca merupakan kenaikan/penurunan
kas sebagaimana yang disajikan dalam LAK. Dengan kata lain selisih saldo
awal dan akhir kas di Kas Daerah dalam Neraca harus sama dengan
kenaikan/penurunan kas dalam Laporan Arus Kas. Selain itu saldo akhir
kas di Kas Daerah dalam Neraca harus sama dengan saldo akhir kas di Kas
Umum Negara/Daerah dalam Laporan Arus Kas.
4. Catatan atas Laporan Keuangan dengan
Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas

Laporan

Realisasi

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak


terpisahkan dari LRA, Neraca, dan LAK, karena CaLK menjelaskan/
mengungkapkan lebih rinci atas pos-pos dalam LRA, Neraca, dan LAK
tersebut.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

BAB IV
NERACA
Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan
suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada
tanggal pelaporan. Neraca disusun dengan sistem sentralisasi dan
desentralisasi. Dengan Sistem sentralisasi, neraca disusun secara terpusat
oleh bagian akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan
desentralisasi neraca disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian
digabung oleh entitas pelaporan. Pada pemerintah daerah, SKPD merupakan
entitas akuntansi yang berkewajiban menyusun laporan keuangan yang akan
digabungkan oleh SKPKD menjadi Neraca Daerah. Penggabungan tersebut
dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun neraca SKPD dan SKPKD serta
mengeliminasi akun-akun timbal balik.
Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana (net asset).
Ekuitas dana merupakan selisih dari aset setelah dikurangi kewajiban, atau
dalam persamaan akuntansi dapat dirumuskan:
Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana
Hubungan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dapat digambarkan sebagai
berikut:
Neraca
Aset
Total

Rp XXX
Rp XXX

Kewajiban

Rp XXX

Ekuitas Dana

Rp XXX

Total

Rp XXX

A. Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh
oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan
andal. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
kepenguasaannya berpindah. Jika suatu entitas memiliki aset moneter dalam
mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset
nonlancar.
1. Aset Lancar

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

10

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:


1.diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan,
atau
2.berupa kas dan setara kas.
Aset lancar disajikan dalam neraca meliputi kas dan setara kas, investasi
jangka pendek, piutang, dan persediaan.
a). Kas dan Setara Kas
Kas diakui pada saat diterima atau pada saat kepemilikannya
dan/atau kepenguasaannya berpindah. Kas dicatat sebesar nilai nominal
artinya disajikan sebesar nilai rupiah tersebut. Apabila terdapat kas
dalam valuta asing, maka kas tersebut dikonversi menjadi rupiah
dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal laporan. Termasuk
dalam klasifikasi kas adalah kas di bank, kas yang dipegang bendahara,
dan deposito berjangka kurang dari 3 (tiga) bulan. Dalam neraca
pemerintah daerah, kas biasanya disajikan meliputi kas di kas daerah,
kas di bendahara penerimaan, dan kas di bendahara pengeluaran. Pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kas meliputi Kas di Bendahara
Penerimaan dan Kas di Bendahara Pengeluaran.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di dalam neraca
daerah adalah Hutang PFK dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SILPA), yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di Kas Daerah

Rp XXX

Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Utang PFK
Ekuitas Dana Lancar
SILPA

Rp XXX
Rp XXX

* SILPA disajikan di Neraca sebagai


Ekuitas Dana Lancar.

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara


Pengeluaran dalam neraca SKPD adalah Uang Muka dari BUD, yang
dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di Bendahara
Pengeluaran

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

Kredit
Kewajiban
Rp XXX

Uang Muda dari BUD

Rp XXX

PSAP 01

11

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara


Pengeluaran dalam neraca Daerah adalah Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran (SILPA), yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai
berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di Bendahara
Pengeluaran

Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Rp XXX

SILPA

Rp XXX

Perkiraan pasangan
(balancing account) Kas di Bendahara
Penerimaan dalam neraca SKPD adalah Pendapatan yang Ditangguhkan,
yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di Bendahara
Penerimaan

Rp XXX

Kredit
Kewajiban
Pendapatan yang
Ditangguhkan

Rp XXX

Pendapatan yang Ditangguhkan


disajikan di Neraca sebagai
Kewajiban Jangka Pendek

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara


Penerimaan
dalam neraca Daerah
adalah Pendapatan
yang
Ditangguhkan, yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai
berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di Bendahara
Penerimaan

Rp XXX

Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Pendapatan yang
Ditangguhkan

Rp XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan


disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Lancar.

Pada neraca SKPD, kas disajikan sebagai berikut:


Aset
Aset Lancar
Kas dan Setara Kas
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Total Kas dan setara kas

Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX

Pada neraca, kas disajikan sebagai berikut:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

12

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Kas dan Setara Kas


Kas di Kas Daerah
Kas di Bendahara Pengeluaran*
Kas di Bendahara Penerimaan*
Deposito (2 bulan)**
Total Kas dan setara kas

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

*)

Rincian kas di bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran


pada beberapa SKPD dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.

**)

Apabila pemerintah daerah memiliki deposito berjangka kurang dari


3 bulan pada beberapa bank, maka rincian atau daftar dari deposito
tersebut dapat diungkap dalam catatan atas laporan keuangan.

b). Investasi Jangka Pendek


Investasi jangka pendek diakui pada saat terjadinya pemindahan
kepemilikan, yaitu pada saat pemerintah menerima bukti investasi. Pospos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga)
sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah
diperjualbelikan. Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai
perolehan. Jenis-jenis deposito beserta jangka waktunya perlu diungkap
dalam catatan atas laporan keuangan. Akuntansi investasi jangka
pendek diatur lebih detail dalam PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi
Investasi.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Pendek
dalam neraca Daerah adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA),
yang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Investasi Jangka Pendek

Rp XXX

Kredit
Ekuitas Dana Lancar
SILPA

Rp XXX

c). Piutang
Pos-pos piutang antara lain terdiri dari piutang pajak, piutang
retribusi, bagian lancar tagihan penjualan angsuran, bagian lancar
tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Piutang
dicatat sebesar nilai nominalnya.
Penjualan aset, seperti rumah dinas kepada pegawai negeri sipil
biasanya diangsur lebih dari 12 bulan. Penjualan tersebut oleh
pemerintah disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran (TPA). Dalam
neraca, TPA akan disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TPA yang
akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal
pelaporan, akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset
lancar sebagai Bagian Lancar TPA. Reklasifikasi TPA ini dilakukan hanya
untuk tujuan penyusunan neraca karena pembayaran atas tagihan
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

13

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

penjualan angsuran akan mengurangi perkiraan Tagihan Penjualan


Angsuran bukan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan
keuangan Negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Sejumlah
kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut dikenal dengan istilah
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). Dalam neraca,
TP/TGR disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TP/TGR yang akan
jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan,
akan direklasifikasi dan disajikan tersendiri dalam aset lancar sebagai
Bagian Lancar TP/TGR. Reklasifikasi TP/TGR ini dilakukan hanya untuk
tujuan penyusunan neraca. Pada awal tahun berikutnya bagian lancar
piutang ini dikembalikan pada TP/TGR dalam kelompok aset lainnya
karena penerimaan kembali dari Tuntutan Ganti Rugi akan mengurangi
perkiraan Tuntutan Ganti Rugi bukan Bagian Lancar Tuntutan Ganti
Rugi.
Perkiraan pasangan (balancing account) Piutang Pajak, Piutang
Retribusi, Bagian Lancar TPA, dan Bagian Lancar TP/TGR dalam neraca
Daerah dan Neraca SKPD adalah Cadangan Piutang, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Piutang Pajak
Piutang Retribusi
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TP/TGR

Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX

Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Cadangan Piutang*

Rp XXX

Cadangan Piutang disajikan


di Neraca sebagai Ekuitas
Dana Lancar.

Rincian jenis piutang pajak, retribusi, bagian lancar TPA dan TP/TGR
dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
d). Persediaan
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
disimpan untuk digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat
tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan
pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. Jenis-jenis
persediaan beserta nilainya perlu diungkap dalam catatan atas laporan
keuangan.
Pada umumnya metode pencatatan persediaan ada 2 metode,
yaitu metode periodik dan metode perpetual. Dalam metode periodik,
persediaan dicatat berdasarkan penghitungan/ inventarisasi fisik
persediaan yang dilakukan pada akhir periode pelaporan. Sedangkan
dalam metode perpetual, persediaan dicatat setiap terjadi transaksi
yang mengakibatkan penambahan atau pengurangan persediaan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

14

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Metode periodik biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah


banyak dengan harga relatif rendah, sedangkan metode perpetual
biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah relatif sedikit
dengan harga relatif tinggi.
Sesuai dengan PSAP 01, Persediaan dicatat sebesar:
biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti
donasi/rampasan.
Biaya perolehan atas persediaan sebagaimana dimaksud di atas
meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan
biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan
persediaan. Sedangkan potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa
mengurangi biaya perolehan. Dalam rangka penyajian nilai wajar, nilai
pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang
terakhir diperoleh.
Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait
dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang
dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang
digunakan pada saat penyusunan rencana kerja dan anggaran.
Perkiraan pasangan (balancing account) Persediaan dalam neraca
Daerah dan Neraca SKPD adalah Cadangan persediaan, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Persediaan

Rp XXX

Kredit
Ekuitas Dana Lancar
Cadangan Persediaan*

Rp XXX

Cadangan
Persediaan
yang
disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Lancar.

Akuntansi mengenai persediaan diatur secara rinci dalam PSAP Nomor


05 tentang Akuntansi Persediaan.
Secara keseluruhan, penyajian aset lancar dalam neraca adalah:
Aset Lancar
Kas
Investasi Jangka Pendek
Piutang Pajak
Piutang Retribusi
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
Bagian Lancar Tagihan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti
Rugi
Persediaan
Total Aset Lancar

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Rp XXX
Rp XXX

PSAP 01

15

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2. Aset Nonlancar
Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset
tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk
kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Yang termasuk
dalam aset nonlancar adalah aset yang tidak memenuhi kriteria sebagai aset
lancar sebagaimana diuraikan terdahulu.
Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
a). Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka
panjang dicatat sebesar biaya perolehan termasuk biaya tambahan
lainnya yang terjadi untuk memperoleh kepemilikan yang sah atas
investasi tersebut. Investasi jangka panjang terdiri dari investasi
nonpermanen dan investasi permanen. Investasi nonpermanen adalah
investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak
berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari:
1. Pinjaman kepada perusahaan negara/daerah;
2. Pembelian Obligasi Daerah atau Surat Utang Negara;
3. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat
dialihkan kepada pihak ketiga; dan
4. Investasi nonpermanen lainnya.
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen
terdiri dari:
1. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/
perusahaan daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum
milik negara, badan internasional dan badan hukum lainnya
bukan milik negara.
2. Investasi permanen lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka
Panjang dalam neraca Daerah adalah Diinvestasikan dalam Investasi
Jangka Panjang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet
Investasi Jangka Panjang
Pinjaman kepada Perusahaan Negara
Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
Investasi Obligasi
Investasi Nonpermanen Lainnya
Penanaman Modal Pemerintah
Investasi Permanen Lainnya

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Kredit
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam
Investasi Jangka Panjang*

Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Investasi


Jangka
Panjang
disajikan
di
Neraca sebagai Ekuitas Dana
Investasi.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

16

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Penyajian Investasi Jangka Panjang dalam neraca adalah:


Investasi Jangka Panjang
Investasi Nonpermanen
Pinjaman kepada Perusahaan Negara
Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
Investasi Obligasi
Investasi Nonpermanen Lainnya
Total Investasi Nonpermanen
Investasi Permanen
Penanaman Modal Pemerintah
Investasi Permanen Lainnya
Total Investasi Permanen
Total Investasi Jangka Panjang

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Rincian atas masing-masing jenis investasi jangka panjang dapat


diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Akuntansi Investasi tidak diselenggarakan oleh SKPD tetapi hanya
diselenggarakan oleh SKPKD pada pemerintah daerah.
Akuntansi Investasi Jangka Panjang diatur secara rinci dalam PSAP
Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi.
b). Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap dicatat sebesar
biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan
biaya perolehan tidak memungkinkan, maka nilai aset tetap didasarkan
pada nilai wajar pada saat perolehan. Selain tanah dan konstruksi
dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan
sifat dan karakteristik aset tersebut. Biaya perolehan aset tetap yang
dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga
kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya
perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa
peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
pembangunan aset tetap tersebut.
Aset tetap terdiri dari:
1. Tanah
2. Peralatan dan Mesin
3. Gedung dan Bangunan
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Aset Tetap Lainnya
6. Konstruksi dalam Pengerjaan.
Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Tetap dalam neraca
Daerah dan neraca SKPD adalah Diinvestasikan dalam Investasi Aset
Tetap, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

17

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Debet
Aset Tetap
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi dalam Pengerjaan

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Kredit
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam
Aset tetap*

Rp XXX

Diinvestasikan
dalam
Aset
Tetap disajikan di Neraca
sebagai
Ekuitas
Dana
Investasi.

Penyajian aset tetap dalam neraca adalah:


Aset Tetap
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi dalam Pengerjaan
Total
Dikurangi:
Akumulasi Penyusutan
Total Aset Tetap

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

(Rp XXX)
Rp XXX

Jenis, umur, dan kondisi dari masing-masing aset tetap dapat


diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Akuntansi Aset Tetap diatur lebih rinci dalam PSAP Nomor 07
tentang Akuntansi Aset Tetap.
c). Dana Cadangan
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung
kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat
dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan
diakui pada saat dilakukan penyisihan uang untuk tujuan pencadangan
dimaksud.
Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.
Peruntukan dana cadangan harus diatur dengan peraturan perundangundangan dan tidak dapat digunakan untuk peruntukan yang lain.
Pembentukan dana cadangan dapat dilakukan jika keadaan keuangan
pemerintah mengalami surplus anggaran. Pembentukan dana cadangan
dilakukan dengan persetujuan DPRD, demikian juga pada waktu
pencairan dana tersebut. Pemerintah dapat membentuk lebih dari satu
Dana Cadangan. Apabila terdapat lebih dari satu dana cadangan, maka
dana cadangan harus diungkapkan dan dirinci sesuai dengan tujuannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dana cadangan
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

18

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

yang dibentuk pemerintah daerah dapat bersumber dari penyisihan atas


penerimaan daerah kecuali yang bersumber dari DAK, pinjaman daerah,
dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 juga dinyatakan bahwa penggunaan
dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan
pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan, kemudian
seluruh hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan akan
menambah dana cadangan yang bersangkutan dan dicatat sebagai
pendapatan.
Akuntansi Dana Cadangan hanya diselenggarakan oleh SKPKD dan tidak
diselenggarakan oleh SKPD.
Perkiraan pasangan (balancing account) Dana Cadangan dalam
neraca Daerah adalah Diinvestasikan dalam Dana Cadangan, yang
dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet
Dana Cadangan
Dana Cadangan

Rp XXX

Kredit
Ekuitas Dana Cadangan
Diinvestasikan dalam
Dana Cadangan

Rp XXX

Penyajian Dana Cadangan di neraca adalah:


Dana Cadangan
Dana Cadangan
Total Dana Cadangan

Rp XXX
Rp XXX

Informasi mengenai jenis dana cadangan dapat diungkapkan


dalam catatan atas laporan keuangan.
d). Aset Lainnya
Yang termasuk dalam aset lainnya adalah:
1.
2.
3.
4.

Aset Tak Berwujud


Tagihan Penjualan Angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12
(dua belas) bulan
Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi yang jatuh
tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan
Aset Kerjasama dengan Fihak Ketiga (Kemitraan).

Aset tak berwujud (intangible asset) adalah aset nonkeuangan


yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki
untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan
untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tak
berwujud meliputi :
1.
2.

Software komputer
Lisensi dan franchise

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

19

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

3.
4.
5.

Hak cipta (copyright), paten, goodwill dan hak lainnya


Hak jasa dan operasi
Aset tak berwujud dalam pengembangan.

Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat


diterima dari penjualan aset pemerintah
secara angsuran kepada
pegawai pemerintah. Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai
nominal dari kontrak penjualan aset yang bersangkutan. Contoh
tagihan penjualan angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas
dan penjualan kendaraan dinas.
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi menggambarkan
tagihan kepada pegawai pemerintah yang terbukti menyalahgunakan
uang negara atau menghilangkan aset pemerintah. Tuntutan
perbendaharaan/tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam
Surat Ketetapan Tanggung jawab Mutlak atau Surat Keputusan
Pembebanan dari pejabat yang berwenang.
Kemitraan dengan Pihak Ketiga menggambarkan nilai hak yang
akan diperoleh atas suatu aset yang dibangun dengan cara kemitraan
pemerintah dan swasta berdasarkan perjanjian. Kemitraan dengan
pihak ketiga dinilai sebesar nilai kontrak kerjasama antara pemerintah
dengan pihak ketiga. Bentuk kemitraan tersebut antara lain Bangun
Kelola Serah (BKS)/Built operate Transfer (BOT) , Bangun Serah Kelola
(BSK)/Built Transfer Operate (BTO) dan bentuk kemitraan lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Lainnya dalam
neraca Daerah dan Neraca SKPD adalah Diinvestasikan dalam Aset
Lainnya, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet
Aset Lainnya
Aset Tak Berwujud
Tagihan Penjualan Angsuran
Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi
Kemitraan dengan Pihak Ketiga

Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX

Kredit
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam
Aset Lainnya*

Rp XXX

* Diinvestasikan
dalam
Aset
Lainnya disajikan di Neraca
sebagai Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian aset lainnya dalam neraca adalah:


Aset Lainnya
Tagihan Penjualan Angsuran
Rp XXX
Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi
Rp XXX
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Rp XXX
Aset Tak Berwujud
Rp XXX
Aset Lain-lain
Rp XXX
Total Aset Lainnya
Rp XXX
Informasi mengenai jenis dari masing-masing komponen aset
lainnya dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
B. Kewajiban
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

20

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban
tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
timbul.
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang
asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata
uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral (Bank Indonesia) pada
tanggal neraca.
Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
1.

Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika


diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian
yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga
pinjaman, utang jangka pendek kepada pihak ketiga, utang perhitungan fihak
ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
Kewajiban jangka pendek antara lain terdiri atas:
a. Bagian lancar utang jangka panjang
Bagian lancar utang jangka panjang merupakan bagian utang jangka
panjang yang diharapkan akan dibayar dua belas bulan sesudah
tanggal pelaporan. Contohnya Pemerintah daerah XYZ meminjam
uang kepada Pemerintah Pusat sebesar Rp20 miliar pada tanggal 1
Oktober 2005. Pinjaman tersebut dibayar mulai tahun 2006 sampai
2015 (selama 10 Tahun). Pemda XYZ akan melaporkan Bagian
Lancar Utang kepada Pemerintah Pusat sebesar yang akan dibayar
pada tahun 2006 yaitu Rp2 miliar.
b. Utang Bunga
Utang bunga merupakan utang yang timbul pada akhir periode
pelaporan sehubungan dengan adanya bunga terutang akibat dari
adanya pinjaman yang diambil pemerintah.
c. Utang PFK
Utang PFK merupakan utang yang timbul akibat pemerintah kurang
menyetor kepada pihak lain atas pungutan Penerimaan Perhitungan
Pihak Ketiga (PFK) yang dilakukannya. Dengan kata lain Utang PFK
adalah Penerimaan PFK dikurangi Pengeluaran PFK. Sebagai contoh,
Pemerintah daerah ABC melakukan pemotongan dari gaji untuk
iuran Tabungan Asuransi Pensiun (Taspen) Rp10 juta selama tahun
2005. Tetapi Pemerintah daerah tersebut baru menyetor ke rekening

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

21

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

PT Taspen sebesar Rp8 juta selama tahun 2005. Utang PFK yang
dilaporkan adalah sebesar Rp2 juta.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Pendek
(kecuali Utang PFK) dalam neraca adalah Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek, yang dapat digambarkan dalam diagram
sebagai berikut:
Debet

Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Bagian Lancar Utang Jangka Pendek
Utang Bunga
Utang Jangka Pendek Lainnya

Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX

Ekuitas Dana Lancar


Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek *

(Rp XXX)

* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran


Utang Jangka Pendek disajikan di Neraca sebagai
pengurang Ekuitas Dana Lancar.

Apabila terdapat pungutan PFK yang belum disetor berarti saldo uang
tersebut masih berada di Kas Daerah. Oleh karena itu, perkiraan pasangan
(balancing account) Utang PFK dalam neraca adalah Kas di Kas Daerah, yang
dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Debet
Aset Lancar
Kas di Kas Daerah

Rp XXX

Kredit
Kewajiban Jangka Pendek
Utang PFK

Rp XXX

Khusus pada SKPD terdapat akun Uang Muka dari BUD sebagai akun lawan
dari Kas Di bendahara Pengeluaran, dan Akun Pendapatan yang ditangguhkan
sebagai akun lawan dari Kas Di Bendahara penerimaan.
Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca adalah:
Kewajiban Jangka Pendek
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Utang Bunga
Utang PFK
Utang Jangka Pendek Lainnya
Total Kewajiban Jangka Pendek

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari kewajiban jangka pendek dapat
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

22

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

2.

Kewajiban Jangka Panjang

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika


diharapkan dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Suatu entitas
pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban jangka panjangnya, meskipun
kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk diselesaikan dalam waktu 12 (dua
belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika:
1. jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
bulan;
2. entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut
atas dasar jangka panjang; dan
3. maksud tersebut didukung
dengan adanya suatu perjanjian
pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali
terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan
disetujui.
Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang
dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi
di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti
dalam kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan
kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini
diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas
perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan
membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah
jangka panjang.
Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
(covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban
jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait
dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian,
kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya
jika:
1. pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan
sebagai konsekuensi adanya pelanggaran, dan
2. tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua
belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Kewajiban jangka panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Utang Dalam Negeri-Sektor Perbankan
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah
melakukan pinjaman kepada perbankan dalam negeri
b. Utang Dalam Negeri- Obligasi
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah
melakukan penarikan dana dari masyarakat melalui pengeluaran surat
utang/obligasi.
c. Utang Luar Negeri

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

23

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah


melakukan pinjaman kepada negara/lembaga asing. Penarikan
pinjaman luar negeri ini dapat dilakukan melalui penerbitan obligasi
yang diperuntukkan bagi pihak asing.
d. Utang Jangka Panjang Lainnya
Merupakan utang jangka panjang yang tidak dapat dikelompokkan ke
dalam Utang Dalam Negeri- sektor Perbankan, Utang Dalam NegeriObligasi, Utang Luar Negeri. Misalnya Utang Kepada Pemerintah
Pusat/Daerah Otonom Lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Panjang
dalam neraca adalah Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang
Jangka Panjang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet

Kredit
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan
Utang Dalam Negeri-Obligasi
Utang Luar Negeri
Utang Jangka Panjang Lainnya

Rp
Rp
Rp
Rp

Ekuitas Dana Investasi


Dana yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Panjang *

Rp XXX

XXX
XXX
XXX
XXX

* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran


Utang Jangka Panjang disajikan di Neraca sebagai
pengurang Ekuitas Dana Investasi.

Penyajian Kewajiban Jangka Panjang di neraca adalah:


Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan
Utang Dalam Negeri-Obligasi
Utang Luar Negeri
Utang Jangka Panjang Lainnya
Total Kewajiban Jangka Panjang

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari masing-masing kewajiban


jangka panjang dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.
Akuntansi kewajiban lebih rinci diatur dalam PSAP Nomor 09 tentang
Akuntansi Kewajiban.
C. Ekuitas Dana
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana diklasifikasikan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

24

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

menjadi Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana
Cadangan.
1. Ekuitas Dana Lancar
Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban
jangka pendek. Ekuitas Dana Lancar terdiri dari:
Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA), yang merupakan akun
pasangan yang menampung kas dan setara kas serta investasi jangka
pendek.
Pendapatan yang Ditangguhkan, yang merupakan akun pasangan untuk
menampung Kas di Bendahara Penerimaan.
Cadangan Piutang, yang merupakan akun pasangan yang dimaksudkan
untuk menampung piutang lancar.
Cadangan Persediaan, yang merupakan akun pasangan dari persediaan.
Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek,
merupakan akun pasangan dari kewajiban jangka pendek lainnya.
Penyajian Ekuitas Dana Lancar di neraca adalah:
Ekuitas Dana Lancar
SiLPA
Pendapatan yang Ditangguhkan
Cadangan Piutang
Cadangan Persediaan
Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang
Jangka Pendek
Total Ekuitas Dana Lancar

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

XXX
XXX
XXX
XXX
XXX

Rp XXX

2. Ekuitas Dana Investasi


Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang
tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya,
dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Ekuitas Dana Investasi terdiri
dari:
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun
pasangan dari Investasi Jangka Panjang.
Diinvestasikan dalam Aset Tetap merupakan akun pasangan dari Aset
Tetap,
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang merupakan akun pasangan
Aset Lainnya.
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang
(contra account), yang merupakan akun pasangan dari seluruh Utang
Jangka Panjang.
Penyajian Ekuitas Dana Investasi di neraca adalah:
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

Rp XXX
Rp XXX
PSAP 01

25

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

Diinvestasikan dalam Aset Lainnya


Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang
Jangka Panjang
Total Ekuitas Dana Lancar

Rp XXX
Rp XXX
Rp XXX

3. Ekuitas Dana Cadangan


Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang
dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan. Ekuitas Dana Cadangan terdiri dari:
Penyajian Ekuitas Dana Investasi dalam neraca adalah:
Ekuitas Dana Cadangan
Ekuitas Dana Cadangan
Total Ekuitas Dana Cadangan

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

Rp XXX
Rp XXX

PSAP 01

26

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

SOAL LATIHAN
1. Soal Pilihan Ganda
Soal untuk nomor 1-3 :
Pada Neraca Pemda B per 31 Desember 2005 diketahui bahwa:
Kas Daerah
Rp 50 juta
Persediaan
Rp 45 juta
Piutang Pajak
Rp 60 juta
Investasi Jangka Panjang
Rp100 juta
Aset Tetap
Rp200 juta
Aset Lainnya
Rp 85 juta
Dana Cadangan
Rp300 juta
Utang Jangka Pendek
Rp 30 juta (termasuk PFK Rp5
juta)
Utang Jangka Panjang
Rp150 juta
1. Berapakah jumlah yang dilaporkan sebagai Ekuitas Dana Lancar per 31
Desember 2005?
a. 155 juta
b. 120 juta
c. 125 juta
d. 255 juta
2. Berapakah jumlah yang dilaporkan sebagai Ekuitas Dana Investasi per
31 Desember 2005?
a. 255 juta
b. 235 juta
c. 385 juta
d. 285 juta
3. Berapakah jumlah yang dilaporkan sebagai Ekuitas Dana Cadangan per
31 Desember 2005?
a. 300 juta
b. 150 juta
c. 270 juta
d. 385 juta
4. Dalam neraca Pemda A akun Kas di Kas disajikan sebesar Rp600 juta,
akun Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp35 juta, dan akun SILPA
sebesar Rp585 juta. Selisih sebesar Rp50 juta merupakan:
a. Utang PFK
b. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka
Pendek
c. Utang Bunga
d. Cadangan Piutang
5. Pasangan akun Kas di Bendahara Penerimaan adalah:
a. SILPA
b. Utang PFK
c. Pendapatan yang Ditangguhkan
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

27

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

d. Dana Cadangan
2. Soal Essay
Dari data pembukuan Pemda A ditemukan Saldo Kas di Kas Daerah per 31
Desember 2005 adalah Rp1.000 juta, setelah ditelusuri ternyata terdapat kas
sebesar Rp 45 juta yang belum disetor oleh Bendahara Penerimaan ke Kas
Daerah sampai dengan 31 Desember 2005. Jumlah kas sebesar Rp 45 juta
tersebut diketahui baru disetor ke Kas Daerah pada tanggal 6 Januari 2006.
Selain itu dari laporan bendahara pengeluaran statu SKPD ditemukan adanya
sisa uang persediaan sebesar Rp50 juta yang belum disetor ke Kas Daerah
sampai dengan 31 Desember 2005. Jumlah tersebut baru disetor pada tanggal
5 Januari 2006. Laporan Keuangan Pemda A untuk TA 2005 baru diselesaikan
dan diterbitkan pada tanggal 31 Maret 2006.
Bagaimana penyajian kas Pemda A di neraca per 31 Desember 2005?

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

28

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

DAFTAR BACAAN
1.

UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

2.

UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3.

UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan


Negara;

4.

UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

5.

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6.

UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan


Pemerintahan Daerah;

7.

PP No. 14/2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah,


sebagaimana telah diubah dengan PP No. 33/2006;

8.

PP No. 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;

9.

PP No. 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian


Negara/ Lembaga;

10.

PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

11.

PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

12.

PP No. 54/2005 tentang Pinjaman Daerah;

13.

PP No. 55/2005 tentang Perimbangan Daerah;

14.

PP No. 56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;

15.

PP No. 57/2005 tentang Hibah Kepada Daerah;

16.

PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

17.

PP No. 65/2005 tentang Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan dan


Penerapan Standar Pelayanan Minimal;

18.

PP No. 2/2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah
serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;

19.

PP No. 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

20.

PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;

21.

PP No. 3/2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada


Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat

22.

PP No. 8/2007 tentang Investasi Pemerintah;

23.

PP No. 39/2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

29

Modul Pelatihan Standar Akuntansi Pemerintahan

CONTOH FORMAT NERACA

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

PSAP 01

30

Modul PSAP No. 01 Penyajian Laporan Keuangan

Modul PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan

31

Anda mungkin juga menyukai