Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pembangunan nasional.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat.1
Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan
industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup
masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi
makan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran atau
polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi
kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin
meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti; jantung, kanker,
diabetes, hipertensi, gagal ginjal dan sebagainya. Demikian juga dengan pola
penyakit penyebab kematian menunjukkan adanya transisi epidemiologi,
yaitu bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi ke penyakit
non-infeksi (degeneratif).2
Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker
merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruH dunia. World
Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 84 juta orang
meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005 dan 2015.3

Salah satu jenis kanker yang ditandai oleh penimbunan sel darah putih
abnormal dalam sumsum tulang adalah leukemia. 4 Menurut WHO (2002)
leukemia terjadi hampir di seluruh dunia. Registrasi kanker telah mencatat
sekitar 250.000 kasus baru per tahun dengan CFR 76%. Dari 100.000 kasus
baru kanker, Leukemia Mielositik Akut (LMA) sekitar 2,5%, sementara
Leukemia Limfositik Akut (LMA) adalah sekitar 1,3%.5
Hasil penelitian Simamora (2009), melaporkan bahwa di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2004-2007 tercatat 162 penderita leukemia,
Leukemia Limfositik Akut (LLA) 87%; Leukemia Granulositik/Mielositik
Akut

(LGA/LMA)

6,2%;

Leukemia

Granulositik/Mielositik

Kronik

(LGK/LMK) 2,5%, dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK) 4,3%.6


Data yang diperoleh dari rekam medik di RSU Dr. Pirngadi Medan
tahun 2005-2009 ditemukan penderita leukemia rawat inap sebanyak 116
orang. Rincian tiap tahun yaitu pada tahun 2005 jumlah penderita 27 orang,
tahun 2006 jumlah penderita 25 orang, tahun 2007 jumlah penderita 20 orang,
tahun 2008 jumlah penderita 26 orang, dan tahun 2009 jumlah penderita 18
orang.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Leukemia


Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai darah
putih pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.7
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik
pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang
normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga
akan menimbulkan gejala klinis.8 Keganasan hematologik ini adalah akibat
dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif
kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia
beredar secara sistemik.9
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang
berlebihan,10 dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah
putih sirkulasinya meninggi.11

2.2. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih


Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23,
yaitu berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah
sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3.7
Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel
darah

putih

digolongkan

menjadi

yaitu

granulosit

(leukosit

polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear).12


2.2.1. Granulosit
Granulosit

merupakan

leukosit

yang

memiliki

granula

sitoplasma. Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan


pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan
basofil.13
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap
invasi oleh bakteri,14 sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini
sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan
bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya.13
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadangkadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik
halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit
terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda
pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah

muda.26 (gambar 2.3. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran


1000x).15
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak,
mencapai 60% dari jumlah sel darah putih.13 Neutrofil merupakan
sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan
jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu
neutrofil mati.12
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan
meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar.13 Sel granulanya
berwarna merah sampai merah jingga.7 (gambar 2.4. hapusan
sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).15
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar
hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat
eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya.14
Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil,
hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.12
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya
yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki
sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan

berwarna keunguan sampai hitam.13 (gambar 2.5. hapusan sumsum


tulang dengan perbesaran 1000x).15
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung
histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera
dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah
intravaskular.13
2.2.2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma.
Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.13
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah
neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi
dalam reaksi imunitas.13 Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval
yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna
biru.7 (gambar 2.6. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran
1000x).15
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B.
Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam
timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikelfolikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas
respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif
antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya,
berdiferesiansi

menjadi

sel-sel

plasma

yang

menghasilkan

imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons


kekebalan hormonal.7
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 38% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam
darah.12 Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai
bintik-bintik sedikit kemerahan.16 (gambar 2.7. hapusan sumsum
tulang dengan perbesaran 1000x).15
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif,
membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan
mikroorganisme.13

Gambar 2.1 . Sel Darah Putih

Gambar 2.2. Leukimia

Granulosit

Gambar 2.3 Netrofil

Gambar 2.4 Eosinofil

Gambar 2.5 Basofil

Agranulosit

Gambar 2.6 Limfosit

Gambar 2.7 Monosit

2.3. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,
dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka
terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.
Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.17
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau
menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk
translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi
ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi
sel abnormal.7
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi

kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga


sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.
Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan
tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini
juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar
getah bening, ginjal, dan otak.18

2.4. Klasifikasi Leukemia


Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel
dan tipe sel asal yaitu :19
2.4.1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah
abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ
lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa
pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.20
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik
yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)
dan kegagalan organ.8
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada
umur dewasa (18%).21 Insiden LLA akan mencapai puncaknya

10

pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan


hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh
kegagalan dari sumsum tulang.8 (gambar 2.8. hapusan sumsum
tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).15

Gambar 2.8. Leukemia Limfositik Akut

b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid.
LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi.19
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih
sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anakanak (15%).20 Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa
1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak
diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan. 7 (gambar 2.8. hapusan
sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).15

11

Gambar 2.9. Leukemia Mielositik Akut

2.4.2. Leukemia Kronik


Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi
karena keganasan hematologi.11
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.21 (gambar 2.8. a dan b. hapusan sumsum tulang
dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).15
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang
menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki.22

12

Gambar 2.10. Leukemia Limfositik Kronik

b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai
dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang
relatif matang.21 LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling
sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).
Abnormalitas

genetik

yang

dinamakan

kromosom

philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK. 22


(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa a.
perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x).15
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan

sel

muda

leukosit,

biasanya

berupa

mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel


darah merah yang amat kurang.10

13

Gambar 2.11. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

2.5. Epidemiologi
2.5.1. Distribusi Frekuensi Leukemia
a. Berdasarkan Orang
1. Umur
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di
Amerika Serikat, leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008,
penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak.
Biasanya jenis leukemia yang menyerang orang dewasa yaitu LMA dan
LLK sedangkan LLA paling sering dijumpai pada anak-anak.5
Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun20042007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anakanak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun
7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%.6

14

2. Jenis Kelamin
Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada lakilaki dibanding perempuan. Pada tahun 2009, diperkirakan lebih dari
57% kasus baru leukemia pada laki-laki. 5 Berdasarkan laporan dari
Surveillance Epidemiology And End Result (SEER) di Amerika tahun
2009, kejadian leukemia lebih besar pada laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 57,22%:42,77%.23
Menurut penelitian Simamora (2009) di RSUP H. Adam Malik
Medan, proporsi penderita leukemia berdasarkan jenis kelamin lebih
tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (58%:42%).6
3. Ras
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009),
leukemia merupakan salah satu dari 15 penyakit kanker yang sering
terjadi dalam semua ras atau etnis. Insiden leukemia paling tinggi
terjadi pada ras kulit putih (12,8 per 100.000) dan paling rendah pada
suku Indian Amerika/penduduk asli Alaska (7,0 per 100.000).5
b. Berdasarkan Tempat dan Waktu
Menurut U.S. Cancer Statistics (2005) terdapat 32.616 kasus
leukemia di Amerika Serikat, 18.059 kasus diantaranya pada laki-laki
(55,37%) dan 14.557 kasus lainnya pada perempuan (44,63%). Pada tahun
yang sama 21.716 orang meninggal karena leukemia (CFR 66,58%).24

15

LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di


Indonesia yaitu 25-20% dari leukemia. IR LMK di negara barat adalah 11,4 per 100.000 per tahun.19
2.5.2. Determinan Penyakit Leukemia
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga
kini. Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu
lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
a. Host
1. Umur, Jenis Kelamin, dan Ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut
umur. LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada
anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA
terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak
ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan
pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).22 Insiden leukemia
lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden
yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih)
dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.5
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis
kanker. Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika
Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan
terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling

16

sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak,


hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.25
2. Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada
kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden
leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan
kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis
Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi,
sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom
trisomi D.19
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden
leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk
mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4
kali.8 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar
identik.4
b. Agent
1. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan
leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia
yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah
penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di

17

dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA


yang menyebabkan leukemia pada binatang.19
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan
etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia)
dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop
elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus
leukemia/limfoma sel T.
2. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling
jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan
LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan.
Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli
radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih
besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut.
Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah
ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan
LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5
sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga
dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan
sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih
banyak.10

18

3. Zat Kimia
Zat-zat

kimia

(misal

benzene,

arsen,

pestisida,

kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko


terkena leukemia.7 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi
penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa
menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.8
4. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk
berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen
yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.8
Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang
merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya
merokok.5

2.6. Gejala Klinis


Gejala

klinis

dari

leukemia

pada

umumnya

adalah

anemia,

trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi,


hipermetabolisme.26
2.6.1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan
perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan

19

sendi, hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada


sternum, tibia dan femur.21
2.6.2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi
yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.
Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari
100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas,
nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan
metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.19
2.6.3. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita
LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau
olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan
dengan perjalanan penyakitnya.19
2.6.4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase
krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa
cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat
badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi

20

ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis


dan demam yang disertai infeksi.10

2.7. Pencegahan
2.7.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu
terjadi.27
a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan
pasien yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi.
Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan
baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan
pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan
memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah mungkin
sesuai kebutuhan klinis.27
b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia
Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar
dengan benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat
dilakukan dengan memberikan pengetahuan atau informasi
mengenai bahan-bahan karsinogen agar pekerja dapat bekerja
dengan hati-hati. Hindari paparan langsung terhadap zat-zat kimia
tersebut.27

21

c. Mengurangi Frekuensi Merokok


Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat
agar dapat berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat
kasus LMA disebabkan oleh merokok. Dapat dilakukan dengan
memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa
menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA).28
d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan
menikah. Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masingmasing calon mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau
salah satu dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga
yang menderita sindrom Down atau kelainan gen lainnya,
dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi. Jadi pasangan
tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.28
2.7.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan

sekunder

bertujuan

untuk

menghentikan

perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke


arah kerusakan atau ketidakmampuan.27 Dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat.29

a. Diagnosis Dini

22

1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan
splenomegali (86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan
tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita
LMA ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadangkadang ada gangguan penglihatan yang disebabkan adanya
perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK
ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia,
gejala-gejala

hipermetabolisme

(penurunan

berat

badan,

berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada


LGK/LMK hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada
90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan pada tulang
dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura,
perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan
kadang-kadang priapismus.25
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

penunjang

dapat

dilakukan

dengan

pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang.


a) Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan
leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%).48
Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan
trombosit.19 Pada penderita LLK ditemukan limfositosis

23

lebih

dari

50.000/mm3,30

sedangkan

pada

penderita

LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.7


b) Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita
leukemia akut ditemukan keadaan hiperselular. Hampir
semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),
terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel
yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. 9
penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh
limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.
Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan
limfosit

B.29

Sedangkan

pada

penderita

LGK/LMK

ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah


megakariosit

dan

aktivitas

granulopoeisis.

Jumlah

granulosit lebih dari 30.000/mm3.6


c) Pemeriksaan Radiologi
Perubahan radiologis dari leukemia paling sering
ditemukan pada anak dari pada orang dewasa (50% : 10%).
Hal ini mungkin akibat sum-sum merah pada anak lebih
banyak daripada orang dewasa walaupun gambaran
kelainan radiologis dari leukemia sering muncul menyusul
gambaran klinis.

24

Gambaran kelainan Radiologi Leukemia adalah khas


dan dapat dibagi menjadi beberapa pola :
1) Metaphyseal Translucency
-

Terdapat pada 90% kasus dan mengenai area yang


paling cepat pertumbuhannya dan sangat kaya akan
vaskuler (lutut, ankle, pergelangan tangan, bahu,
panggul dan vertebra).

Terlihat sebagai bahan radiolusen yang mulainya tipis


dan tdk lengkap

namun dgn cepat berkembang

sampai melintasi seluruh bagian metafisis.


2) Metafisial Eroion
-

pada awalnya terjadi pada sisi medial ujung proksimal


humerus dan tibia

lesi-lesi osteolitik dapat terlihat pada 50% kasus

terutama mengenai tulang panjang namun dapat


mengenai semua tulang kerangka badan. Reaksi
periosteal dpt terjadi biasanya tdpt diatas lesi yang ada
dan terlihat sbg elevasi periostium oleh jaringan
leukemia

Lesi osteosklerotik didaerah metafisis (hal ini jarang


ditemukan)
Gambaran radiologi kelainan ginjal pd leukemia :
- Pembesaran ginjal bilateral

25

- Elongasi calyceal system


Gambaran radiologi kelainan toraks pd leukemia :
- Pembesaran kelenjar getah bening, hilus dan
mediastinum
- Terdapat infiltrat nonspesifik yang disebabkan
deposit
leukemik/infeksi sekunder.

Tulang sedikit osteoporotik dan terlihat adanya band


radiolusen di daerah ujung distal femur dan ujung
proksimal tibia

26

Terlihat adanya band radiolusen pada ujung metafisial dari


tulang panjang

Terlihat adanya band radiolusen dengan densitas tulang yg


berkurang serta bgn yg radioopak di daerah metafisis

Terlihat adanya destruksi dari korteks dan medulla tulang


distal femur dan proksimal tibia

27

Tampak adanya lesi korteks tulang femur kanan sepertiga


distal dengan sum-sum tulang yang mengalami proliferasi
sel-sel leukemia

Terlihat adanya trabekulasi tulang yang kasar pada tulang


tulang Pergelangan tangan dan tangan disertai band yang
radiolusen melintas di ujung distal radius dan ulna

28

Lesi lesi radiolusen di daerah metafisial yang lanjut


disertai adanya pembentukan periosteal yang baru

Infiltrasi meduler yang luas di humerus dan scapuladengan


erosi korteks

b. Penatalaksanaan Medis
1. Kemoterapi
a) Kemoterapi Pada Penderita LLA

29

Pengobatan

umumnya

terjadi

secara

bertahap,

meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua


orang.
1) Tahap 1 (Terapi Induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah
untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam
darah dan sumsum tulang.17 Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang
panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah
normal dalam proses membunuh sel leukemia.4 Pada tahap
ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.8
2) Tahap 2 (Terapi Konsolidasi/ Intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan
terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi
sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga
timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini
dilakukan setelah 6 bulan kemudian.10
3) Tahap 3 (Profilaksis SSP)
Profilaksis

SSP

diberikan

untuk

mencegah

kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam


tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.17
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang

30

berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi


radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan
sistem saraf pusat.4
4) Tahap 4 (Pemeliharaan Jangka Panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan
masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3
tahun.17
Angka

harapan

hidup

yang

membaik

dengan

pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat


mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar
80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya
mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai
dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum
tulang dan SSP.7
b) Kemoterapi Pada Penderita LMA10
1) Fase Induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang
intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemia
secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.
Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa selsel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat
dideteksi.

Bila

dibiarkan,

sel-sel

ini

berpotensi

menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.

31

2) Fase Konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari
fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari
beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan
jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang
digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%,
tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat
hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.7

c) Kemoterapi Pada Penderita LLK


Derajat

penyakit

LLK

harus

ditetapkan

karena

menetukan strategi terapi dan prognosis. Salah satu sistem


penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai:9
- Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
- Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
- Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
- Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
- Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia
<100.000/mm3 dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa,
kelenjar.10
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena
tujuan

terapi

bersifat

32

konvensional,

terutama

untuk

mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada


penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup.
Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah
pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan
kemoterapi intensif.4
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun
dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien
dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10
tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV
rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.20
d) Kemoterapi Pada Penderita LGK/LMK
-

Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan
yag mampu menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka
waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang
intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang
tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum
tulang.22

Fase Akselerasi,
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons
sangat rendah.
2. Radioterapi

33

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk


membunuh sel-sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan
terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang
atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah
bening setempat.10
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti
sumsum tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat.
Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi
kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum
tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak
karena kanker.30 Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80%
angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam
waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human
Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai.20
Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada
penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan
dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan
respon terhadap pengobatan.18
4. Terapi Suportif

34

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat


yag ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping
obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.22
2.7.3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi
perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif.27
Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh
tenaga medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang
diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan
kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit.
Selain itu perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual.
Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga diperlukan.25

35

BAB III
SIMPULAN

Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada
satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan
tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan
gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik
sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum
tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.
Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah
putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan
agranulosit (leukosit mononuklear).
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel
dan tipe sel asal yaitu : Leukemia Akut (Leukemia Limfositik Akut (LLA),
Leukemia Mielositik Akut (LMA)), dan Leukemia Kronik (Leukemia Limfositik
Kronis (LLK), Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)).

36

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI., 1992. Undang-Undang Kesehatan (UU RI No. 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan). Indonesian Legal Center Publishing. Jakarta
2. Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara
3. Depkes RI., 2009. Peringatan Hari Kanker Se-dunia. http://www.depkes.go.id
4. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., 1996. Kapita Selekta Haematologi. Edisi 2.
EGC. Jakarta
5. Hadi N., Moezzi M., Aminlari A., 2008. A Case Control Study Acute
Leukemia Risk Factors in Adults, Shiraz, Iran. Shiraz E-Medical Journal.
Volume 9, No.1, January 2008
6. Simamora, I., 2009. Karakteristik Penderita Leukemia Rawat Inap di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2004-2007. Skripsi FKM USU
7. Price S. A.,Wilson L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta
8. Soegijanto, S., 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di
Indonesia. Airlangga. Surabaya
9. Bakti, M.I., 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Jakarta
10. Sudoyo, A.W., et al., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI.
Jakarta
37

11. Murwani, A., 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendikia Press.
Jogjakarta
12. Junqueira, L. C., Carneiro, J., Kelley, R.O., 1998. Histologi Dasar. Edisi 8.
EGC. Jakarta
13. Sloane, E., 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC. JakartA
14. Fawcett, D. W., 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. EGC. Jakarta
15. Kyoto University, 1996. Atlas Hematology. http://aids.med.nagoya-u.ac.jp
16. Syaifuddin, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Edisi II.
EGC. Jakarta
17. Mayo clinic Staff, 2008. Treatments and drugs. http://www.mayoclinic.com
18. Media

Informasi

Obat

Penyakit,

2005.

Info

Penyakit

Leukemia

http://www.medicastore.com
19. Handayani, W., Haribowa, A. S., 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta
20. Bakta, I.M., Suastika, K., 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
EGC. Jakarta
21. Tierney, L.M., Phee S.J., Papadakis, M.A., 2003. Diagnosis dan Terapi
Kedokteran Penyakit Dalam. Salemba Medika. Jakarta
22. Thomson, A.D., Cotton, R.E., 1997. Catatan Kuliah Patologi. EGC. Jakarta

38

23. Surveillance Epidemiology and End Result, 2009. Incidence and Mortality.
http://seer.cancer.gov
24. CDC, 2009. Leukemia Statistics. http://www.cdc.gov/uscs
25. Supandiman, Iman. 1997. Hematologi Klinik. Penerbit Alumni. Bandung
26. Lee, et al., 2009. Gender and ethnic differences in chronic myelogenous
leukemia prognosis and treatment response. Journal of Hematology &
Oncology 2009. 2:30
27. Timmreck, Thomas C., 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. EGC.
Jakarta
28. Fayed L., 2006. Leukemia Prevention. http://cancer.about.com
29. Budiarto E., Anggraini D., 2002. Pengantar Epidemiologi. EGC. Jakarta
30. Mansjoer, Arief., et al., 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta

39

Anda mungkin juga menyukai