Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbicara tentang buruh tani harian lepas maka yang terlintas dalam benak
orang adalah orang-orang yang bekerja pada sektor pertanian yang bersifat harian.
Mereka bekerja seharian di kebun atau ladang majikannya dan mengharapkan
upah yang dia dapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Upah yang mereka
dapatkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kehidupan
perekonomian mereka dari hari ke hari begitu-begitu saja karena hanya
menggantungkan sumber perekonomiannya dari upah yang mereka dapatkan
sebagai buruh di ladang atau kebun orang. Hal ini menyebabkan buruh tani ini
identik dengan kemiskinan. Dimana, kemiskinan merupakan suatu keadaan
dimana seseorang atau kelompok orang hidup lebih rendah dari kondisi hidup
layak sebagai manusia yang disebabkan karena ketidakmampuannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup
seseorang atau kelompok orang, sehingga pada gilirannya individu atau kelompok
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu
mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia.
Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang
atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak
sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses
menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau kelompok orang
1

sehingga seseorang atau kelompok itu tidak mampu memenuhi kebutuhan


kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang layak
sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian 2012 : 2).
Dalam hal ini, buruh tani identik dengan kemiskinan dan untuk
mengatasinya, buruh tani ini harus memiliki alternatif lain dalam rangka
mensejahterakan hidupnya. Jika dikaji lebih mendalam, indikator kemiskinan
yang beraneka ragam dihasilkan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pendapatan,
2. Pendekatan konsumsi, dan
3. Pendekatan multi aspek.
Melalui pendekatan pendapatan, BPS cenderung menetapkan indikator
kemiskinan dalam ukuran rupiah. Dengan alasan adanya inflasi, maka ukuran
kemiskinan yang ditetapkan BPS senantiasa mengalami perubahan. Sebagai
contoh, pada tahun 2003 indikator kemiskinan bagi masyarakat pedesaan
ditetapkan sebesar

Rp.72.780 per bulan per orang. Sedangkan indikator

kemiskinan untuk masyarakat perkotaan ditetapkan Rp.96.956 perbulan per orang.


Selanjutnya pada tahun 2004, BPS menetapkan indikator kemiskinan
dalam bentuk pendapatan rata - rata sebesar Rp.150.000,00 perbulan per orang.
Sedangkan pada tahun 2005 BPS menetapkan indikator kemiskinan dalam bentuk
pendapatan rata-rata sebesar Rp.180.000,00 perbulan per orang. Pada tahun 2010
BPS menetapkan indikator kemiskinan dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp.
211.000,00 perbulan per orang. BPS kembali menetapkan indikator kemiskinan
pada tahun 2011. Menurut BPS indikator kemiskinan dalam bentuk pendapatan
rata-rata secara nasionaluntuk tahun 2011 adalah sebesar Rp.233.174 perbulan per
orang. Bank Dunia sendiri menetapkan indikator kemiskinan sebesar US$ 2
perhari per orang.

Banyak pihak berpendapat bahwa pendapatan tidak selalu dapat


menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sebagai contoh, adalah
berbeda secara signifikan dua keluarga dengan pendapatan yang sama, jika satu
diantaranya menempati rumah milik sendiri dengan yang menempati rumah yang
disewa. Dengan demikian, pendapatan tidak representatif jika dijadikan sebagai
indikator kemiskinan.
Kelemahan yang terdapat pada penetapan pendapatan sebagai indikator
kemiskinan menjadikan banyak ahli mencari indikator lain. Salah satu indikator
alternatif yang dianggap cukup representatif adalah konsumsi. BPS berusaha
merumuskan indikator kemiskinan dalam bentuk konsumsi. Badan ini
menetapkan, bahwa manusia hanya akan dapat hidup layak jika mengkonsumsi
makanan dan minuman dengan kandungan minimal 2.100 kalori perkapita per
hari. Dengan demikian seseorang dapat dikategorikan miskin bilamana jumlah
uang yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
kurang dari 2.100 kalori perkapita perhari (Siagian, 2012: 73).
Pada awalnya banyak pihak meletakkan harapan pada penetapan indikator
kemiskinan yang ditetapkan melalui pendekatan konsumsi. Namun setelah
dilakukan, pendekatan tersebut dianggap masih sarat dengan kelemahan. Salah
satu kelemahannya adalah sulitnya dilakukan pengukuran yang akurat. Sebagai
contoh, jumlah kandungan kalori pada makanan maupun minuman tidak
selamanya signifikan dengan harga makanan dan minuman itu. Selain itu, tidak
mudah untuk mengukur kandungan kalori pada setiap makanan dan minuman.
Disamping itu, banyak pihak yang berpandangan bahwa penetapan
indikator kemiskinan melalui pendekatan konsumsi tidak selalu menggambarkan

kenyataan kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang. Bahkan,


indikator kemiskinan yang dihasilkan pun belum pula mampu mempresentasikan
kebutuhan hidup manusia secara menyeluruh. Berbagai pandangan ini kemudian
menjadi alasan untuk mencari dan menggunakan pendekatan lain, yaitu
pendekatan multi aspek.
Salah satu pihak yang berupaya menelaah dan menetapkan indikator
kemiskinan melalui pendekatan multi aspek adalah PBB. Dalam Laporan PBB I
berjudul Report on International Definition and Measurement of Standard and
Level of Living, badan dunia tersebut menetapkan 12 jenis komponen yang harus
digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan manusia, meliputi:
1. Kesehatan, termasuk kondisi demografi
2. Makanan dan gizi
3. Pendidikan, termasuk literacy dan skill
4. Kondisi pekerjaan
5. Situasi kesempatan kerja
6. Konsumsi dan tata hubungan aggretatif
7. Pengangkutan
8. Perumahan, termasuk fasilitas-fasilitas perumahan
9. Sandang
10. Rekreasi dan hiburan
11. Jaminan Sosial
12. Kebebasan manusia (United Nation dalam Siagian, 2012).
Di Kota Kabanjahe, tepatnya di Jalan Lingkar Kelurahan Padang Mas
Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo terdapat aktivitas kerumunan buruh tani
yang mangkal setiap pagi menunggu petani yang membutuhkan tenaga mereka.
Para buruh tani ini setiap harinya mulai antara pukul 07.00 - 10.00 wib pagi
berbondong-bondong di pangkalan ini menunggu para pemilik lahan yang datang
menjemput mereka ataupun menunggu para petani yang menawarkan pekerjaan
pada mereka. Biasanya jika waktu sudah diatas jam 10.00 wib, bagi mereka yang
tidak mendapatkan pekerjaan pergi meninggalkan pangkalan.

Buruh harian lepas di kota Kabanjahe ini pada umumnya adalah pendatang
dari luar daerah Kabupaten Karo seperti dari daerah Simalungun, Dairi, Tapanuli,
Tobasa, Pak-Pak dan sebagainya. Di kota Kabanjahe ini mereka hidup menyebar,
ada di Jalan Lingkar, Siki, Simpang Enam, Katepul, Kampung Dalam, Pajak
Singa, Ketaren, Samura, Sumbul dan lain-lain. Mereka menyewa rumah sebagai
tempat tinggal.
Meskipun kota Kabanjahe merupakan ibu kota kabupaten, namun sebagian
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Beda dengan kota-kota
kabupaten lain pada umumnya yang lebih maju dengan kehidupan perekonomian
pada sektor dagang, industri dan jasa. Dataran tinggi Karo terkenal sebagai daerah
yang subur dan terkenal sebagai penghasil sayur-mayur dan buah-buahan. Hal ini
menjadi berkah bagi para perantau ini, dimana kebutuhan akan tenaga kerja besar
sehingga banyak perantau datang ke Kabanjahe ini. Hal ini dikarenakan bukan
hanya petani dari pedesaan saja yang datang mencari tenaga kerja melainkan ada
pula petani yang tinggal di kota dan menawarkan kerja pada mereka.
Di daerah perantauan ini, mereka bermata pencaharian sebagai buruh
harian lepas karena mereka tidak memiliki lahan sendiri untuk digarap sehingga
mereka menggantungkan sumber perekonomian utama dengan bekerja di lahan
orang lain. Selain itu mereka tidak memiliki keterampilan maupun modal untuk
membuka usaha di perantauan ini jadi mau tak mau mereka menjadi tenaga kerja
harian lepas di ladang para petani yang membutuhkan tenaga mereka.
Pada awalnya buruh tani ini berkumpul di suatu tempat yang oleh mereka
biasa menyebutnya dengan istilah pangkalan menunggu siapa saja buruh tani
yang membutuhkan tenaga mereka dan mereka belum terorganisasi dengan baik.
Para pemilik lahan yang membutuhkan tenaga kerja akan mendatangi tempat ini
dan mengajak sejumlah tenaga kerja sesuai kebutuhannya untuk dipekerjakan di

ladangnya. Hal ini mengakibatkan secara tidak langsung mereka secara tidak
langsung saling bersaing untuk mendapatkan pekerjaan sehingga ada istilah siapa
cepat dia dapat. Apalagi jumlah buruh tani ini semakin meningkat.
Namun, seiring berjalannya waktu, para buruh tani ini membentuk
kelompok-kelompok kecil untuk menghindari persaingan maupun konflik dengan
sesama rekan kerjanya. Mereka membentuk kelompok - kelompok kecil dan
menjalin hubungan dengan para kepala buruh-kepala buruh di berbagai daerah di
Tanah Karo. Kepala buruh ini biasa mereka sebut dengan istilah kepala aron
dimana kepala aron ini berperan sebagai penghubung antara mereka dengan petani
yang membutuhkan tenaga kerja untuk bekerja di kebunnya. Hal ini
menguntungkan kedua belah pihak antara petani dengan buruh tani ini. Petani
tidak perlu susah payah mencari tenaga kerja dan buruh tani tidak perlu bersusah
payah mencari lowongan kerja.
Dengan adanya kepala aron ini, para buruh tani ini cukup terbantu untuk
mendapatkan pekerjaan. Jika ada lowongan, kepala aron ini akan menghubungi
anggotanya untuk bekerja atau sebaliknya aron ini yang bertanya kepada kepala
buruh ini mengenai ada tidaknya lowongan. Pada umumnya, para buruh tani ini
tidak memilih-milih pekerjaan maupun lokasi di daerah mana mereka bekerja.
Asal ada lowongan mereka akan mengambilnya.
Meskipun demikian, bukan berarti semua aron atau buruh tani ini selalu
mendapatkan pekerjaan. Hal ini disebabkan jumlah mereka yang semakin besar
serta semakin rendahnya permintaan terhadap tenaga kerja terutama di saat musim
kemarau maupun di saat libur anak sekolah dimana para petani memberdayakan
anak sekolah untuk bekerja di ladangnya. Belum lagi semenjak terjadinya bencana
erupsi gunung Sinabung membawa dampak yang cukup signifikan bagi para
buruh tani ini dimana permintaan akan kebutuhan tenaga kerja turun drastis. Hal

ini disebabkan para petani yang memiliki lahan di sekitar lereng gunung tersebut
otomatis tidak membutuhkan tenaga kerja karena lahan pertanian mereka tidak
bisa dikelola lagi. Bahkan sebaliknya, para pengungsi itu banyak yang beralih
profesi dari petani menjadi buruh tani dan hal ini mengakibatkan permintaan
tenaga kerja menurun drastis sementara jumlah tenaga kerja semakin meningkat.
Padahal sebelum bencana terjadi, para buruh tani sering mendapatkan tawaran
kerja di ladang/kebun para petani di sekitar gunung Sinabung tersebut.
Namun buruh tani ini terkesan hanya bisa pasrah dengan nasib dan tetap
menggeluti pekerjaannya sebagai penawar tenaga bagi petani yang membutuhkan.
Meskipun permintaan tenaga kerja menurun bahkan terkadang tidak ada lowongan
dari kepala buruh (kepala aron), buruh tani yang belum mendapatkan pekerjaan
tetap saja datang ke pangkalan ini berharap ada petani yang melintas dari
pangkalan dan menawarkan pekerjaan kepada mereka.
Kondisi ketidakpastian kerja ini membawa dampak yang besar bagi
perekonomian para buruh tani ini. Akibat berkurangnya permintaan tenaga kerja
menyebabkan buruh tani ini seringkali menjadi pengangguran sementara padahal
kebutuhan-kebutuhan hidup harus dipenuhi terutama kebutuhan sehari-hari.
Dalam artian tidak ada jaminan para buruh tani ini mendapatkan pekerjaan setiap
harinya.
Di samping belum adanya kepastian kerja setiap harinya, para buruh tani
ini mendapatkan upah kotor minimal sebesar Rp 60.000,00 dimana mereka
bekerja mulai sekitar pukul 09.00-10.00 wib pagi hingga pukul 17.00 wib sore.
Namun, ada kalanya gaji mereka Rp 70.000,00. Bahkan biaya makan siang
ditanggung pemilik lahan/kebun bagi tenaga kerjanya yang bekerja mengangkat
hasil pertanian ke tempat penyusunan barang/gubuk tenda. Namun itu terjadi di

saat-saat tertentu yaitu di masa panen terutama waktu panen jeruk maupun tomat.
Jumlah upah harian ini tergolong besar namun mengingat mereka hanya
menggantungkan perekonomian mereka dari gaji yang mereka dapatkan sehingga
hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar. Selain itu, tidak pula setiap hari mereka
mendapatkan pekerjaan. Untuk mengatasi kondisi seperti ini, para buruh tani ini
harus mencari solusi ataupun alternatif lain dalam rangka menyejahterakan
hidupnya agar terbebas dari garis kemiskinan dan hidup sejahtera.
Berdasarkan kondisi tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut
strategi pemecahan permasalahan yang dilakukan oleh buruh tani ini untuk
bertahan hidup dan keluar dari garis kemiskinan dalam bentuk penelitian dan
hasilnya dituangkan dalam skripsi yang berjudul Strategi Bertahan Buruh Tani
Di Kota Kabanjahe (Studi Deskriptif di Jalan Lingkar Kelurahan Padang
Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangatlah penting dalam suatu penelitian agar
diketahui arah jalannya penelitian tersebut. Arikunto (1993 :17) menguraikan
bahwa agar penelitian dapat dilaksananakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis
harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana memulai, kemana harus
pergi dan dengan apa ia melakukan penelitian.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Upaya Buruh Tani di
Jalan Lingkar Kelurahan Padang Mas Kabanjahe
Hidupnya?.

Mempertahankan

1.3 Tujuan Penelitian


Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak
dicapai dalam proses penyelenggaraannya. Adapun yang menjadi tujuan dari
penelitian ini yaitu Untuk Mengetahui Strategi Buruh Tani di Jalan Lingkar
Kelurahan Padang Mas Kabanjahe dalam Mempertahankan Hidupnya.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi kepustakaan
Departemen Sosiologi khususnya menambah kajian

tentang sosiologi

buruh dan sosiologi ekonomi.


2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi
pemerintah untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani dan merumuskan suatu
kebijakan dan model pemberdayaan masyarakat miskin pada umumnya
dan buruh tani harian lepas ini pada khususnya. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya serta
mampu memberikan manfaat untuk masyarakat yang berkaitan dengan
penelitian ini.
1.5 Definisi Konsep
Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk
memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah
definisi, abstraksi mengenai gejala atau realita ataupun suatu pengertian yang
nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Moleong, 2006 :67).
Disamping berfungsi untuk memfokuskan dan mempermudah suatu
penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya digunakan

peneliti untuk menindaklanjuti sebuah kasus yang diteliti dan untuk menghindari
terjadinya kesalahan penafsiran dalam sebuah penelitian. Adapun konsep yang
digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini,antara lain adalah:
1. Strategi diartikan sebagai rencana atau langkah tindakan yang dilakukan buruh
tani dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Buruh tani yaitu seseorang atau kelompok orang yang bekerja di ladang/kebun
orang lain untuk mendapatkan upah dari pemilik lahan tersebut.
3. Bertahan hidup adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan dan kesehatan.
4. Kota yaitu suatu daerah terbangun yang didominasi jenis penggunaan tanah
nonpertanian dengan jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang
cukup tinggi.
5. Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari majikan/pengusaha kepada
pekerja atas pekerjaan yang telah dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam
bentuk uang, yang ditetapkan menurut suatu perjanjian dan dibayarkan atas
dasar suatu perjanjian kerja antara majikan/pengusaha dan pekerja.
6. Kepala buruh yaitu kepala buruh tani yang berperan sebagai perantara buruh
tani dengan majikan untuk dipekerjakan di kebun/ladang pemilik lahan.
7. Majikan ialah pemilik lahan/petani yang mempekerjakan buruh dengan
memberikan upah sebagai imbalan atas jasanya.
8. Kemiskinan yaitu proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang
atau kelompok orang, sehingga pada gilirannya individu atau kelompok
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu
mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

10

2.1 Teori Tindakan Sosial


2.1.1 Tindakan Sosial menurut Max Weber dalam Masyarakat
Multikultural
Max Weber adalah salah satu ahli sosiologi dan sejarah bangsa
Jerman,lahir di Erfurt, 21 April 1864 dan meninggal dunia di Munchen,14 Juni
1920. Weber adalah guru besar di Freiburg (1894-1897), Heidelberg (sejak1897),
danMunchen(19191920).Webermelihat sosiologi sebagai sebuah studi tentang
tindakan sosial antar hubungan sosial dan itulah yang dimaksudkan dengan
pengertian paradigma definisi atau ilmusosial itu (Ritzer1975).
Tindakan manusia dianggap sebagai sebuah bentuk tindakan sosial
manakala tindakan itu ditujukan pada orang lain. Tindakan sosial menurut
Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai
makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain
(Weber dalam Ritzer,1975).
Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak
masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai
tindakan sosial ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada orang
lain atau individu lainnya. (Weber dalam Turner 2000).

2.1.2 Ciri-ciri tindakan sosial


Ada 5 ciri pokok tindakan sosial menurut Max Weber sebagai berikut:
1. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif
dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata.
2. Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya.

11

3. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi,
tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara
diam-diam dari pihak mana pun.
4.

Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

5.

Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang
lain itu.
Selain kelima ciri pokok tersebut, menurut Weber tindakan sosial dapat pula

dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu
sekarang, waktu lalu, atau waktu yang akan datang. Sasaran suatu tindakan sosial
bisa individu tetapi juga bisa kelompok atau sekumpulan orang. Campbell
(1981).

2.1.3 Tipe tindakan sosial


Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe yaitu:
1.

Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)

Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang


didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
Contohnya : Seorang siswa yang sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat
transportasi, akhirnya ia membeli sepeda motor agar ia datang ke sekolah lebih
awal dan tidak terlambat. Tindakan ini telah dia pertimbangkan dengan matang
agar dia mampu mencapai tujuan tertentu yaitu supaya tidak terlambat ke sekolah.
Dengan perkataan lain menilai dan menentukan tujuan itu dan bisa saja
tindakan itu dijadikan sebagai cara untuk mencapai tujuan lain.

12

2.

Tindakan rasional nilai (Werk Rational)

Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya
merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya
sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.
Contoh : perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan orang yang lebih tua
ketika antri sembako. Artinya, tindakan sosial ini telah dipertimbangkan terlebih
dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki.
3.

Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi (Affectual Action)

Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak
rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya: hubungan
kasih sayang antara dua remaja yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk
asmara.Tindakan ini biasanya terjadi atas rangsangan dari luar yang bersifat
otomatis sehingga bias berarti
4.

Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional Action)

Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena


kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau
perencanaan. Tindakan pulang kampung disaat lebaran atau Idul Fitri.

2.2 Konsep Kemiskinan


2.2.1 Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya digambarkan sebagai gejala kekurangan pendapatan
untuk

memenuhi kebutuhan yang pokok. Sekelompok angggota masyarakat

dikatakan berada di bawah garis kemiskinan jika pendapatan kelompok anggota

13

masyarakat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok
seperti pangan, pakaian, dan tempat tinggal.
Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai
inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi
fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur. Garis
kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, dapat dipengaruhi oleh tiga hal: (1) persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, (2) posisi manusia di dalam
lingkungan sekitar, dan (3) kebutuhan objektif manusia untuk dapat hidup secara
manusiawi.
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, adat-istiadat dan sistem nilai yang dimiliki. Dalam hal
inilah maka garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Berkaitan dengan posisi
manusia dalam lingkungan sosial, bukan kebutuhan pokok yang menentukan,
melainkan bagaimana posisi pendapatnya di tengah-tengah masyarakat sekitarnya.
Kebutuhan objektif manusia untuk dapat hidup secara manusiawi ditentukan oleh
komposisi pangan apakah bernilai gizi cukup dengan protein dan kalori, sesuai
dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan
alam yang dialaminya.
Kesemuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa serta tertuangkan
dalam nilai uang sebagai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang
diperlukan. Dengan demikian, garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat
pendapatan minimal. Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

14

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal dan


keterampilan.
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal
usaha.
3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar
karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan.
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas, berusaha apa saja.
5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai
keterampilan.
Di Indonesia, salah satu pasokan yang digunakan untuk menentukan
apakah seseorang termasuk kategori miskin atau tidak adalah dengan mengacu
pada kriteria yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik (BPS). Menurut BPS,
kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dan
kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan. Standar ini disebut garis
kemiskinan, yakni setara 2.100 kalori energi per kapita per hari, ditambah nilai
pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan makanan yang paling pokok.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas mengemukakan batasan
kemiskinan sebagai keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa
dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini
berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak
adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Kemiskinan berbeda dengan ketimpangan distribusi pendapatan.
Kemiskinan berkaitan erat dengan standar hidup yang absolut dari bagian
masyarakat tertentu, sedangkan ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif
dari seluruh masyarakat. Pada tingkat ketimpangan yang maksimum, kekayaan

15

dimiliki oleh satu orang saja dan tingkat kemiskinan sangat tinggi. Beberapa ahli
mengemukakan definisi kemiskinan, antara lain:
1. Soerjono Sooekanto (2003) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai
dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga
mental,maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
2. Edi Suharto (2012) mengatakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya menunjuk
pada situasi kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami seseorang,baik
ketidakmampuannya

memenuhi

kebutuhan

hidup,maupun

akibat

ketidakmampuan negara atau masyarakat memberikan perlindungan sosial


pada warganya.
3. Mencher (Siagian, 2012) mengatakan bahwa kemiskinan adalah gejala
penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah
sehingga mempengaruhi daya dukung hidup atau sekelompok orang
tersebut,dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu
mencapai kehidupan yang layak.
4. Castells (Siagian, 2012) menyatakan bahwa,kemiskinan adalah suatu tingkat
kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum agar
manusia dapat bertahan hidup.
5. Pearce (Siagian, 2012) menyatakan bahwa kemiskinan adalah produk dari
interaksi teknologi,sumber daya alam dan modal,dengan sumber daya manusia
serta kelembagaan.

16

Untuk memahami lebih jauh persoalan kemiskinan ada baiknya


memunculkan beberapa kosakata standar dalam kajian kemiskinan sebagai
berikut.
1. Poverty line (garis kemiskinan) yaitu tingkat konsumsi rumah tangga
minimum yang dapat diterima secara sosial. Biasanya dihitung berdasarkan
pendapatan yang dua pertiganya digunakan untuk keranjang pangan yang
dihitung oleh ahli statistik kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan
protein utama yang paling murah.
2. Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif). Kemiskinan
absolut adalah kemiskinan yang jauh di bawah standar konsumsi minimum
dan karenanya tergantung pada kebaikan (amal). Adapun yang relatif adalah
kemiskinan yang eksis di atas garis kemiskinan absolut yang sering
dianggap sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok
nonmiskin berdasarkan pendapatan relatif.
3. Deserving poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan
orang-orang nonmiskin, bersih, bertanggungjawab, mau menerima pekerjaan
apa saja demi memperoleh upah yang ditawarkan.
4. Target population (populasi sasaran) adalah kelompok orang tertentu yang
dijadikan sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah. Mereka
dapat berupa rumah tangga yang dikepalai perempuan, anak-anak, buruh
tani yang tak punya lahan, petani tradisional kecil, korban perang dan
wabah, serta penghuni kampung kumuh perkotaan (Setiadi, 2011: 793).
Friedman dalam Setiadi (2010: 794) juga merumuskan kemiskinan sebagai
minimnya kebutuhan dasar sebagaimana dirumuskan dalam konferensi ILO Tahun
1976. Kebutuhan dasar menurut konferensi ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat (pangan,
sandang, papan).

17

2. Pelayanan esensial atas konsumsi kolektif yang disediakan oleh dan untuk
komunitas pada umumnya (air minum sehat, sanitasi, tenaga listrik,
angkutan umum, dan fasilitas pendidikan dan kesehatan).
3. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan yang memengaruhi
mereka.
4. Terpenuhinya tingkat absolut kebutuhan dasar dalam kerangka kerja yang
lebih luas dari hak-hak dasar manusia.
5. Penciptaan lapangan kerja baik sebagai alat maupun tujuan dari strategi
kebutuhan dasar.
Kemiskinan bersifat multidimensional, dalam arti berkaitan dengan aspek
sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek lainnya. Masyarakat miskin pada
umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan
ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lain yang mempunyai potensi
lebih tinggi. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Friedman yang
mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidaksamaan kesempatan
untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial.
Namun menurut Brendley dalam Setiadi (2010: 795) kemiskinan adalah
ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh
Salim dalam Setiadi (2010:795) yang mengatakan bahwa kemiskinan biasanya
dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan yang
pokok. Adapun Lavitan dalam Setiadi (2010:795) mendefinisikan kemiskinan
sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk
mencapai standar hidup yang layak.
2.2.2 Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan
Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan
menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu :

18

1. Faktor Internal, dimana hal ini berasal dari dalam individu yang mengalami
kemiskinan itu secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan yang
meliputi:
a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b. Intelektual, seperti: kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya
informasi.
c. Mental emosional atau temperamental, seperti malas, mudah menyerah
dan putus asa.
d. Spiritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah atau tidak disiplin.
e. Sosial psikologis,seperti:kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi,
stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f. Keterampilan, seperti: tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah,
rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor Eksternal, dimana bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang
mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu
menjadikannya miskin, yaitu:
a. Terbatasnya pelayanan dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat
memenuhi kebutuhan hidup.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usahausaha sektor formal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layananan kredit mikro dan tingkat bunga
yang tidak mendukung serta usaha makro.
e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
f. Sistem mobilisasi dan pemberdayagunaan dana sosial masyarakat yang
g.
h.
i.
j.
k.

belum optimal, seperti zakat.


Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural.
Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.

19

l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin ( Siagian,


2012 : 114-116).

2.3 Pengertian Strategi


Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan dalam
ketentaraan. Konotasi ini berlaku selama perang yang kemudian berkembang
menjadi manajemen ketentaraan dalam mengelola,mengkoordinasikan komando
yang jelas (Dirgantoro, 2001:5).
Strategi adalah serangkaian komitmen dan tindakan yang terintegrasi dan
terkoordinasi yang dirancang untuk mengeksploitasi kompetensi inti dan
mendapatkan keunggulan kompetitif (Jatmiko, 2004:134). Kompetensi ini
merupakan sumber daya yang menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi suatu
perusahaan atas pesaingnya.
Strategi adalah aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen
puncak dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Selain itu, strategi
mempengaruhi perkembangan jangka panjang perusahaan, biasanya untuk lima
tahun ke depan dan karenanya berorientasi ke masa yang akan datang. Strategi
mempunyai konsekuensi multifungsional atau multidivisional serta perlu
mempertimbangkan faktor eksternal maupun internal yang dihadapi perusahaan
(David, 2009: 19).
2.4 Mempertahankan Hidup
Kemauan dan kemampuan manusia untuk bertahan hidup dalam
lingkungan sebenarnya merupakan hal yang manusiawi sebagai penjelmaaan dari
daya pikir makhluk yang sempurna. Hal seperti ini tumbuh dan berkembang
dengan sendirinya. Pengertian mempertahankan hidup di sini adalah kemampuan
seseorang untuk dapat bertahan hidup dari keadaan yang kurang menguntungkan

20

di sekelilingnya. Timbulnya keinginan mempertahankan hidup adalah karena


adanya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan yang dihadapinya. Faktor
kesulitan itu antara lain:
1) Keadaan alam (cuaca, keadaan lingkungan)
2) Keadaan makhluk lain di sekitar kita
3) Keadaan diri sendiri
Semangat untuk tetap hidup, dengan semangat inilah yang akan tumbuh
kekuatan pantang menyerah dalam keadaan sesulit apapun. Motivasi inilah yang
akan selalu menumbuhkan harapan dengan disertai sifat-sifat positif dan juga
keberanian. Kepercayaan diri merupakan tenaga potensial yang harus tetap dijaga.
Dengan kepercayaan diri akan timbul kekuatan untuk melaksanakan segala
sesuatu dengan penuh keyakinan.
Dalam mempertahankan hidup, belajar dari pengalaman sangatlah
berharga. Hampir seluruh materi pengajaran adalah kumpulan pengalaman.
Pengalaman ini sangat berharga baik pengalaman sendiri maupun pengalaman
orang lain. Tidak ada yang membantah bahwa pengalaman adalah guru yang
paling baik. Selain itu dalam memperluas pengetahuan tentang mempertahankan
hidup, tentu saja ada baiknya banyak belajar dari penduduk setempat tentang
pengalaman, pengetahuan dan kebiasaannya (Adiyuwono,1996: 9).

2.5 Strategi Mempertahankan Hidup


Menurut Edi Suharto (2003), konsep mata pencaharian sangat penting
dalam memahami Coping Strategies karena merupakan bagian dari strategi mata
pencaharian. Coping Strategies dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, antara
lain:
1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga
untuk

melakukan

aktivitas

sendiri,

21

memperpanjang

jam

kerja,

memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitar dan


sebagainya.
2.
Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga, misalnya
pengeluaran untuk biaya sandang, pangan, pendidikan dan sebagainya.
3. Stategi jaringan pengaman, misalnya menjalin relasi, baik secara informal
maupun formal dalam lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan,
misalnya

meminjam

uang

ke

tetangga,

mengutang

di

warung,

memanfaatkan program anti kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau


bank dan sebagainya.
2.6 Buruh Harian Lepas
2.6.1 Pengertian Buruh Harian Lepas
Buruh dapat diartikan sebagai semua orang yang yang bekerja dan terdaftar
namanya di perusahaan serta menerima upah dan gaji secara langsung dari
perusahaan tempat dia bekerja, baik yang aktif bekerja maupun yang sedang cuti
dengan izin perusahaan, sedang mengikuti training, berstatus buruh tetap, kontrak,
harian lepas maupun borongan. Pengertian lainnya, buruh adalah orang yang
dengan senang hati melakukan usaha, kerja keras, berjerih payah untuk
menghasilkan barang atau produk. Buruh adalah pemilik jasa dan orang yang
melahirkan karya. Buruh bukanlah orang yang tergelincir pada lilitan ekonomi
dan tunduk dalam suatu pekerjaan, tetapi orang yang mengaktifkan diri, berjalan
terus dan aktif memenuhi kebutuhan produksi. Buruh memiliki sifat yang
memberikan dan berunsur membangun, mencipta dan menghidupkan.
Buruh harian lepas adalah buruh yang diikat dengan hubungan kerja dari hari
ke hari dan menerima upah sesuai dengan banyaknya hari kerja atau jam kerja
atau banyaknya barang atau jenis pekerjaan yang disediakan. Disebut buruh harian
lepas karena buruh yang bersangkutan tidak ada kewajiban untuk masuki kerja
dan tidak mempunyai hak yang sama seperti pada buruh tetap. Umumnya buruh

22

harian lepas adalah buruh yang mengerjakan pekerjaan yang sifatnya tidak terus
menerus tetapi bersifat musiman.
Buruh tani dalam pengertian sesungguhnya memperoleh penghasilan
terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau
penyewa tanah. Sebagian besar dari mereka atas dasar jangka pendek,
dipekerjakan dan dilepas dari hari ke hari. Disamping malakukan pekerjaan yang
diupah, buruh harian itu juga melakukan perdagangan kecil-kecilan, menjual
pisang, rokok dan hasil pertanian secara kecil-kecilan, menjual berdasarkan
komisi dan kadang-kadang ada dari mereka yang menanami sebidang tanah
kehutanan dengan perjanjian (Sajogyo dalam Sembiring,2009 :20).
Dalam tingkah lakunya terhadap orang-orang yang diluar kelompoknya,
buruh tani biasanya menyerah saja pada nasibnya, ia ingin memperbaiki
keadaannya, tetapi ia tidak tahu caranya, karena itu ia menyerah saja. Kelompok
ini biasanya curiga tentang segala sesuatu yang datang dari luar lingkungannya.
Akan tetapi sekalipun kedengarannya bertentangan, pada akhirnya buruh tani
itupaling percaya pada pertimbangan para majikan mereka. Tentu saka
kepercayaan itu ada batasnya, tetapi dalam berhubungan dengan mereka,
sekurang-kurangnya buruh itu tahu dimana mereka berdiri. Dalam beberapa
keadaan, pendapat para majikan itu amat menentukan, sedangkan pendapat orangorang yang berusahamenjadi pemimpin buruh tanidalam perjuangan mereka untuk
memperbaiki kondisi hidup, tidak diterima. Terbukti bahwa pendapat mereka
kurang diperhatikandibandingkan dengan pendapat majikan. Tidak ada jawaban
atau badan pemerintahan yang benar-benar memberikan perhatiaannya, baik
langsung maupun tidak langsung kepada buruh tani mengenai nasibnya. Buruh

23

tani hidup dari hari hari ke hari saja dan tidak memperhatikan rencana masa depan
misalnya dengan menabung.
Sajogyo (Sembiring, 2009: 21) memberikan ciri-ciri buruh tani yang bekerja
dengan upah harian lepas sebagai berikut:
1. Buruh tani biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah besar dengan digaji
sebagai pekerja harian.
2. Seluruh hasil pertanian dipungut, buruh tani diperbolehkan menanami
tanah-tanah itu selama masa sekitar 6 bulan sebelum ditanami oleh para
pemilik lahan atau tuan tanah.
3. Di waktu mereka tidak dipekerjakan sebagai buruh, para buruh tani
melakukan perdagangan kecil-kecilan yang menghasilkan laba kira-kira
sama besarnya dengan gaji mereka.

2.6.2 Kedudukan Sosial


Kedudukan sosial buruh harian lepas ini sebagai berikut:
1. Para buruh tani berada di tingkat terendah dalam lapisan masyarakat.
Mereka tidak mungkin jatuh lebih rendah lagi dan mereka tidak
mempunyai kedudukanyang akan dipertahankan maupun yang akan
hilang. Posisi seperti ini mempunyai pengaruh besar terhadap nilai-nilai
norma kelompok itu.
2. Buruh tani hidup untuk menyambung nyawa saja karena tidak ada benda
atau orang yang menjamin kelanjutan hidup mereka di masa depan.
3. Buruh tani yang sesungguhnya tidak mempunyai latar belakang
kecerdasan, yang tidak mempunyai pengalaman mengelola pertanian.
Mereka telah terbiasa bekerja sebagai buruh tani sepanjang hidup karena
itu mereka tahu sedikit mengenai pekerjaan pertanian seperti mencangkul,
menanam, menyiangi dan memanen.

24

4. Buruh tani sebagai kelompok sama sekali tidak terikat kepada desa
mereka. Banyak dari mereka berasal dari tempat lain dan kalau telah
datang waktunya mereka berpindah ke tempat yang baru dimana mereka
berharap menemukan kesempatan untuk berhasil atau mendapatkan gaji
yang lebih besar dan kerja yang lebih ringan (Sajogyo dalam Sembiring,
2009 :21).

2.7 Pengupahan
2.7.1 Definisi Upah, Kedudukan dan Fungsi
Yang dimaksud dengan upah adalah adalah suatu penerimaan sebagai
imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut
persetujuan atau peraturan perundang-undangandan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja termasuk tunjangan, baik untuk
pekerja sendiri maupun keluarganya (PP Nomor 8 Tahun 1981).
Kedudukan dan fungsi upah adalah sebagai hak bagi para pekerja dan
kewajiban bagi perusahaan yang merupakan sarana untuk memelihara dan
meningkatkan kebutuhan hidup manusia, ditetapkan atas dasar nilai-nilai tugas
seorang pekerja dengan memperhatikan keseimbangan prestasi, kebutuhan pekerja
dan kemampuan perusahaan.
Tingkat upah dalam setiap pasar tenaga kerja ditentukan kekuatan
ekonomi yang berlawanan dari buruh dan majikan. Apabila buruh meningkatkan
kekuatan ekonominya dengan cara bertindak bersama-sama melalui serikat-serikat

25

buruhnya sebagai bargaining agent, maka mereka dapat meningkatkan upah


mereka.
Baik karyawan maupun majikan memasuki pasar tenaga kerja tanpa tanpa
harga permintaan/penawaran tertinggi dan terendah. Dalam batas-batas harga
tersebuttingkat upah ditentukan kekuatan economic bargaining kedua belah pihak.
Buruh individual yang berkekuatan lemah harus menerima tingkat upah yang
terendah. Sebaliknya serikat buruh dapat menggunakan kekuatan ekonominya
yang lebih besar untuk menuntut tingkat upah yang lebih tinggi.
2.7.2

Sistem Pengupahan
Pada dasarnya sistem pengupahan dapat ditetapkan menurut waktu atau

berdasarkan upah potongan atau borongan atau kombinasi-kombinasinya. Dengan


demikian jelas sistem pengupahan tidak boleh dikaitkan dengan status atau
kedudukan pekerja. Mekanisme penetapan upah pada dasarnya ditentukan
melalui:
a. Perjanjian kerja
b. Peraturan perusahaan
c. Kesepakatan kerja bersama
d. Apabila ada perselisihan ditetapkan melalui P4 Daerah atau P4 Pusat

26

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode
yang digunakan untuk melihat dan memahami apa yang dialami oleh subjek
peneliti secara langsung. Dengan menggunakan penelitian kualitatif maka si
peneliti akan memperoleh informasi dan data secara mendalam mengenai strategi
yang digunakan para buruh tani yang tinggal di kota Kabanjahe dalam
mempertahankan hidupnya.
Penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi
saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab permasalahan
yang diteliti. Melalui penelitian ini, penulis ingin mendeskripsikan bagaimana
strategi buruh harian lepas di Jalan Lingkar Kelurahan Padang Mas Kabanjahe
dalam mempertahankan hidupnya.
3.2 Lokasi Penelitian

27

Penelitian ini dilakukan di Jalan Lingkar Kelurahan Padang Mas, Kabanjahe


Kabupaten Karo. Lokasi penelitian ini berada persis di simpang jalan Lingkar
diantara jalan provinsi yang menghubungkan kota Kabanjahe dengan kota
Pematang Siantar. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena lokasi ini merupakan
pangkalan para buruh tani menunggu petani yang membutuhkan tenaga mereka.
Selain itu karena lokasi ini mudah dijangkau sehingga memudahkan si peneliti
untuk melaksanakan penelitian.
3.3 Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian
atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin,2007:76). Adapun yang
menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah para buruh tani di pangkalan
buruh tani di Jalan Lingkar

Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe,

Kabupaten Karo.
3.3.2 Informan
Informan merupakan subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian
(Bungin,2007: 76). Penelitian kualitatif pada buku Suyanto (Suyanto,2005:171172) tidak mewajibkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya. Oleh
karena itu, pada penelitian kualitatif tidak terdapat adanya populasi dan sampel.
Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian tidak ditentukan
secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informasi yang akan memberikan
berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Adapun yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah para buruh tani yang mangkal di
Jalan Lingkar Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo.

28

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data dalam sebuah penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu
data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian
melalui observasi dan wawancara baik secara partisipatif maupun wawancara
mendalam. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data primer dalam penelitian
ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau
tanpa

menggunakan

pedoman

(guide)

wawancara

(Bungin,2008).

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana strategi bertahan


hidup para buruh tani di Jalan Lingkar Kelurahan Padang Mas Kabanjahe.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur yaitu
kegiatan wawancara yang dilakukan peneliti dengan cara mempersiapkan
terlebih dahulu pertanyaan yang akan diajukan pada saat penelitian.
Tujuannya agar pertanyaan yang diajukan terstruktur dan terfokus terhadap
apa yang diteliti. Dengan demikian akan terhindar dari pertanyaan yang
berulang-ulang atau menghindari munculnya pertanyaan yang tidak
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
b. Observasi
Metode Pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007: 115).
Dalam observasi ini yang diamati adalah strategi buruh tani di Jalan Lingkar

29

Kelurahan Padang Mas Kota Kabanjahe dalam mempertahankan hidupnya.


Dalam observasi ini, peneliti menggunakan metode observasi partisipan
yaitu metode pengamatan dengan teknik terlibat langsung dengan apa yang
diteliti sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh data secara lebih
mendalam dan akurat.
2. Data Sekunder
Data sekunder, yaitu data tangan kedua yang diperoleh melalui pihak lain,
tidak langsung diperoleh peneliti dari objek penelitian (Azwar, 2005 : 91).
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi
kepustakaan, yaitu dengan membuka, mencatat dan mengutip dari buku-buku,
jurnal-jurnal, pendapat-pendapat para ahli/pakar, skripsi, melalui internet yang
relevan untuk dijadikan sebagai referensi penelitian yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti.
3.5 Interpretasi Data
Interpretasi data adalah analisis keseluruhan data yang diperoleh dari
wawancara mendalam lalu menyaring data yang penting dengan pembuatan inti
dari data yang diperoleh lalu disajikan kembali membentuk data yang sederhana.
Data-data yang terkumpul dan telah disederhanakan tadi dikembangkan dengan
dukungan konsep-konsep dalam kajian pustaka dan kemudian akan disajikan
sebagai laporan dari penelitian tersebut.

30

DAFTAR PUSTAKA
Adiyuwono, Survival, Angkasa, Bandung,1996
Arikunto, 1993.Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan
Kesembilan. Jakarta: Rineka Cipta

Praktek.Edisi

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif .Jakarta: Kencana Prenada Media


Group
David, Fred R.2009.Manajemen Strategi Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat
Halili Toha, Hari Pramono.1998.Hubungan Kerja Majikan Dan Buruh, Jakarta:
PT.Bina Aksara
Jatmiko RD.2004. Manajemen Stratejik. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang

31

Moleong, Lexy.2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosda


Karya
Soekanto, Soerjono.2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada
Siagian, Matias. 2012. Kemiskinan Dan Solusi. PT.Grasindo Monorotama: Medan
Sadyohutomo, Mulyono.2008.Manajemen Kota dan Wilayah. Jakarta: PT.Bumi
Aksara
Setiadi Elly, Usman Kolip.2011.Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.Edisi
Pertama.Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Ritzer, George, Goodman, Douglas.2010.Teori Sosiologi Modern.Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Sumber Lain:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44653/3/Chapter%20II.pdf
Di akses tanggal 15 September 2015, pukul 18.45 Wib

32

Anda mungkin juga menyukai