Disusun Oleh :
NURUL AHDIAH
20154030083
A. Pengertian Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,
penyingkiran, penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa
metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia digolongkan
menjadi 2 macam, yaitu:
1. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem
pencernaan (Dianawuri, 2009).
2. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini
sering disebut buang air kecil.
B. Fisiologi Dalam Eliminasi (Potter & Perry, 2009)
1. Fisiologi Defekasi
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan
teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap
hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan
pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka
peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari
kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk
ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di
daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan
kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir
(Pearce, 2002).
2. Fisiologi Miksi
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih.
C. Patofisiologi
1. Eliminasi fekal.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum
dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi
biasanya dimulai oleh refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum,
pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid,
dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal
tenang maka feses keluar. Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf
dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 4) dan kemudian
kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik.. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otototot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui
saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan
tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah
rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara
berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan
feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
2. Eliminasi miksi
Ginjal
a. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai dengan vertebra lumbalis ke3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 2 cm dari ginjal kanan karena
posisi anatomi hepar (hati). Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul yang kokoh dan
dikelilingi oleh lapisan lemak. Produk pembuangan hasil metabolisme yang
terkumpul dalam darah di filtrasi di ginjal.
b. Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan percabangan dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Setiap ginjal berisi
1 juta nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal kemudian membentuk urine.
c. Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini
membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi
darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein yang berukuran
besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus.
Normalnya glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.
d. Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya diekskresikan
sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam pengaturan cairan dan
eletrolit.
e. Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit, pengatur
tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi eritropoietin, sebuah
hormon yang terutama dilepaskan dari sel glomerolus sebagai penanda adanya
hipoksia ( penurunan oksigen) eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi
eritropoesis ( produksi dan pematangan eritrosit ) dengan merubah sel induk tertentu
menjadi eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat memproduksi
hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.
f. Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk mengatur
aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai darah ). Fungsi renin
adalah sebagai enzim untuk mengubah angiotensinogen ( substansi yang disentesa
psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat
meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang
depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
f. GAYA HIDUP
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelatihan buang air
besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur,
seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang
ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan
akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu
ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan
bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.
g. OBAT-OBATAN
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi
yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein,
menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkaneliminasi
feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan
tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi miksi
a. Jumlah air yang diminum Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin
banyak. Apabila banyak air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah
sedikit, sehingga pembuangan air jumlahnya lebih banyak dan air kencing akan
terlihat bening dan encer. Sebaliknya apabila sedikit air yang diminum, akibatnya
penyerapan air ke dalam darah akan banyak sehingga pembuangan air sedikit dan air
kencing berwarna lebih kuning .
b. Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah
Supaya tekanan osmotik tetap, semakin banyak konsumsi garam maka pengeluaran
urin semakin banyak.
c. Konsentrasi hormon insulin
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin. Kasus ini
terjadi pada orang yang menderita kencing manis.
d. Hormon antidiuretik (ADH)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika darah sedikit
mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke dalam ginjal, akibatnya
penyerapan air meningkat sehingga urin yang terjadi pekat dan jumlahnya sedikit.
Sebaliknya, apabila darah banyak mengandung air, maka ADH yang disekresikan ke
dalam ginjal berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang
terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.
e. Suhu lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya
dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih
banyak yang menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju
ginjal jumlahnya samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
f. Gejolak emosi dan stress
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat
sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam
kondisi emosi, maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka
timbullah hasrat ingin buang air kecil.
g. Minuman alkohol dan kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika. Seseorang yang
banyak minum alkohol dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan meningkat.
E. Jenis-jenis gangguan eliminasi fekal:
Secara umum terdapat beberapa masalah defekasi yang umum diantaranya konstipasi,
impaksi, diare, inkontinensia (Potter & Perry, 2009).
1. Konstipasi : Keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami stasis
usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja
terlalu kering dan keras.
Penyebab
:
a. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA
dan lain-lain
b. Pola defekasi yang tidak teratur
c. Nyeri saat defekasi karena hemoroid
d. Menurunnya perstaltik karena stress psikologis
e. Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi
f. Proses penuaan
Gejala :
a. Adanya feses yang keras
b. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
c. Menurunnya bising usus
d. Adanya keluhan pada rectum
e. Nyeri saat mengejan dan defekasi
f. Adanya persaan masih ada sisa feses
2. Impaksi : Kumpulan feses yang mengeras.mengendap di dalam rectum yang tidak dapat
dikeluarkan. Pada kasus impaksi berat, massa dapat lebih jauh masuk ke dalam kolon
sigmoid. Klien yang menderita kelemahan, kebingungan atau tidak sadar adalah klien
yang paling berisiko mengalami impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak sadar akan
kebutuhannya untuk melakukan defekasi.
Penyebab
: Akibat dari konstipasi yang tidak diatasi
Gejala :
a. ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat
keinginan berulang untuk melakukan defekasi
Gejala :
a. Tidak terjadinya sendawa dan pengeluaran flatus
6. Hemoroid : Keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan di daerah anus. Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal dan hemoroid
eksternal.
Penyebab
:
a. Konstipasi
b. Peregangan saat defekasi
Gejala :
a. Terlihat penonjolan kulit, apabila vena mengeras akan terjadi perubahan menjadi
keunguan
F. Jenis-jenis gangguan eliminasi miksi
1. Retensi urin. Merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih dan keridakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi kandung kemih
adalah urin yang terdapat dalam kandung kemih melebihi 400 ml. Normalnya adalah
250-400 ml.
2. Inkontinensia urin. Adalah ketidakmamapuan otot sfingter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Ada dua jenis inkotinensia yaitu: inkotinensia
stress dan ikontinensia urgensi.
3. Enuresis. Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna. Biasanya terjadi pada anakanak atau orang jompo.
H. Pengkajian
Pengkajian eliminasi miksi dimulai dari menemukan perubahan-perubahan yang terjadi saat
proses eliminasi. Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pola eliminasi urine, disebabkan oleh multipel (obstruksi anatomis),
kerusakan motorik sensorik, infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
1. Frekuensi : Frekuensi merupakan jumlah berkemih dalam sehari. Meningkatnya frekuensi
berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi
tanpa tekanan asupan cairan dapat diakibatkan oleh sistitis. Frekuensi yang tinggi
dijumpai pada keadaan stres atau hamil.
2. Urgensi : Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umunya, anak kecil memiliki kemampuan yang
buruk dalam mengontrol sfingter eksternal dan perasaan segera ingin berkemih biasanya
terjadi pada mereka.
3. Disuria : Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih (ISK), trauma, dan striktur uretra.
4. Poliuria : Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besra oleh ginjal
tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita
diabetes melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.
5. Urinaria Supresi : Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak.
Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120
ml/jam.
Untuk pengkajian eliminasi fekal dimulai dengan mengkaji pola defekasi dan keluhankeluhan selama defekasi. Setelah itu tanyakan kepada klien mengenai karakteristik feses
yang dikeluarkan, meliputi :
No Keadaan
1. warna
Normal
Bayi, kuning.
Abnormal
Penyebab
Putih, hitam/tar, Kurang
kadar
empedu,
atau merah
perdarahan saluaran saluaran
Gangguan
kesimbangan
cairan
J. Daftar Pustaka
dengan skala 3
untuk menentukan diit yang
5. Darah di feses berkurang
hieginis
menjadi skala 3
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
6. Nyeri saat proses defekasi
menggunakan obat antidiare
berkurang menjadi skala 3
Setelah Dilakukan Tindakan pantau tanda kekurangan cairan
2. observasi/catat hasil intake output
Keperawatan
2x24
Jam
dengan Tujuan : volume cairan cairan
3. anjurkan klien untuk banyak
dan elektrolit dalam tubuh
minum
seimbang (kurangnya cairan
4.
jelaskan pada ibu tanda
dan elektrolit terpenuhi)
kekurangan cairan
5.
berikan terapi sesuai advis :
Dengan KH :
Infus RL 15 tpm
Turgor kulit cepat kembali.
Mata kembali normal
Membran mukosa basah
Intake output seimbang
Eliminasi Miksi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan retensi urin pada
pasien dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
Memahami eliminasi urin
nomal dengan skala 3
Meningkatkan pengeluaran
urin yang normal dengan skala
3
Mencapai pengosongan
kandung kemih yg lengkap
dengan skala 3
Mencegah infeksi dengan
skala 3
Mempertahankan integritas
kulit dengan skala 3
Potter, P.A. & Perry A.G. (2009). Fundamentals of Nursing (7th ed.). St. Loois; Mosby
Elsevier
Dianawuri. (2009). Arti Defekasi. http://dianawuri.multiply.com/journal. Diakses tanggal 19
Oktober 2015