Anda di halaman 1dari 41

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Dasar Halusinasi

2.1.1 Pengertian
Halusinasi adalah persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita
yang teresepsi. (Yosep, I. 2009)
Halusinasi merupakan pengalaman atau kesan sensori yang salah
terhadap stimulus sensori atau penerapan tanpa adanya rangsangan
maupun panca indra utama yaitu pendengaran terhadap suara, visual terhap
penglihatan, taktil terhadap sentuhan, pengecpan terhadap rasa, penciuman
terhadap bau (Damaiyanti, M. 2010)
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi
terhadap stimulus tersebut ( Nanda-I,2012 )
Halusinasi adalah salah satu gejala ganguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara,penglihatan,pengecapan,perabaan atau penghiduan.klien merasakan
stimulus sebetulnya tidak ada(damayanti,2008).

2.1.2

Rentang Respon Neurobiologis


8

Rentang respon halusinasi


Respon Adaptif

Pikiran logis

Respon Maladaptif

Distorsi
(pikiran kotor)

Persepsi
akurat
Emosi

Reaksi
berlebihan

dengan

kurang

Gangguan
pikir/delusi

Ilusi

konsisten

pengalaman

pikiran

Halusinasi
emosi
atau

Prilaku
disorganisasi
Isolasi sosial

Prilaku aneh dan tidak

Prilaku sesuai
biasa
Gambar 2.1 Rentang Respon neurobiologis ( Stuart, G.W, 2007 )
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
b. Respon psikososial
9

Respon psikosial meliputi:


1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
4) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
2.1.3 Jenis jenis halusinasi

10

Menurut Yosep, I (2007) jenis-jenis halusinasi adalah :


a. Halusinasi pendengaran ( auditif, akustik )
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi, mendenging, atau
suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara
tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat dengan suara tersebut. Suara tersebut dapat
dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari
tiap bagian tubuh sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh
berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki
atau bahkan yang menakutkan bahkan kadang-kadang mendesak atau
memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh dan merusak.
b. Halusinasi penglihatan ( visual ,optic )
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium ( penyakit organic).
Biasanya sering muncuk bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

c. Halusinasi penciuman ( olfaktorik )


Halusinasi ini biasan yaberupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang di anggap penderita sebagai
suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan ( gustatorik )
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik
lebih jarang dari halusinasi gustatorik
e. Halusinasi Perabaan ( taktil )

11

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang


bergerak. Terutama pada keadaan delirium toksis dan schizophrenia.
f. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ organ.
g. Halusinasi Kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak- gerak dalam suatu ruang
atau anggota badannya bergerak gerak.misalnya phantom
phenomenom atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak gerak (
phantom limb). sering pada skizofenia dalam keadaan toksik tertentu
akibat pemakaian obat tertentu.
h. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1. Depersonilasasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada.sering pada skizoprenia dan
sindrom lobus parientalis.Misalnya sering merasa dirinya
terpecah dua.
2. Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan.Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.
2.1.4

Etiologi

a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, I. (2010) faktor predisposisi klien dengan
halusinasi adalah :
1) Faktor Perkembangan
12

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya


kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia.

Akibat

stress

berkepanjangan

menyebabkan

teraktivasinya neurotransmitter otak.


4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
1) Perilaku

13

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,


perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, prilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
Rwlins dan Heacock, 1993 mencoba mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan sesoran
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsure-unsur
bio-psiko-sosio-spritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu :
(a) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
(b) Dimensia Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi yang terjadi. Isi
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
(c) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan implus yang menekan, namun

14

merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang


dapat mengambil seluruh perhatian koien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
(d) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan intraksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memnuhi kebutuhan akan intraksi sosial, control diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
indvidu cendrung untuk itu. Oleh karna itu, aspek penting
dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses intraksi yang menimbulkan
pengalaman

interpersonal

yang

memuaskan,

serta

mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu


berintraksi dengan lingkungnanya dan halusinasi tidak
berlangsung.
(e) Dimensi Spritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkardiannyaterganggua, karna ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak

15

jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah


dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Menurut Hamid ( 2000 ) perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut :
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakkan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.

detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
Tampak tremor dan berkeringat
Perilaku panic.
Agitasi dan kataton
Curiga dan Bermusuhan
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
Ketakutan
Tidak dapat mengurus diri
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat, dan orang

2.1.6 Batasan Karakteristik Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

16

Batasan karakteristik klien dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi


menurut Nanda I ( 2012 ) yaitu :
a. Perubahan dalam pola perilaku
b. Perubahan dalam kemampuan menyelesaikan masalah
c. Perubahan dalam ketajaman sensori
d. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
e. Disorientasi
f. Halusinasi
g. Hambatan komunikasi
h. Iritabilitas
i. Konsentrasi buruk
j. Gelisah
k. Distorsi sensori
2.1.7

Tahapan Halusinasi
Menurut Yosep, I (2010), klien yang mengalami gangguan jiwa
sebagian besar disertai Halusinasi yang meliputi beberapa tahapan antara
lain :
Tabel 2.1 Tahapan Halusinasi

Fase fase halusinasi

Karakteristik

Stage 1 : Sleep disorder

klien merasa banyak masalah, ingin

Fase awal seseorang

menghindar dari lingkungan ,takut

sebelum muncul halusinasi

diketahui orang lain bahwa dirinya


banyak masalah .
misalnya

kekasih

hamil,

terlibat

narkoba
dihianati kekasih, masalah dikampus,
drop out, dst. Masalah tersa tertekan
karena

terakumulasi

sedangkan

support sistem kurang dan persepsi


terhadap masalah sangat buruk. Sulit
tidur

berlangsung

terus

menerus
17

sehingga terbiasa menghayal. Klien


menganggap lamunan lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.

Stage II : Comforting

Klien

mengalami

emosi

yang

Halusinasi secara umum ia

berlanjut seperti adanya perasaan

terima sebagai sesuatu

cemas,kesepian, perasaan berdosa,

yang alami

Ketakutan dan mencoba memusatkan


pemikiran pada timbulnya kecemasan.
Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran

dapat

dia

kontrol

bila

kecemasannya diatur dalam tahap ini


ada

kecenderungan

klien

merasa

nyaman dengan halusinasinya


Stage III : Condemning

Pengalaman sensori klien menjadi

Secara umum halusinasi sering

sering datang dan mengalami bias.

mendatangi klien

Klien mulai merasa tidak mampu lagi


mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan
objek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain, dengan
inttensitas waktu yang lama

Stage IV :Controlling Severe


Level Of Anxiety

klien mencoba melawan suara suara


itu atau sensori abnormal yang datang.

Fungsi sensori menjadi tidak

Klien dapat merasakan kesepian bila

relevan dengan kenyataan

halusinasinya berakhir. Dari sinilah


Dimulai fase gangguan psikotik.

18

Stage V : Coquering Panic

pengalaman sensorinya terganggu.

Level Of Anxiety

klien mulai terasa terancam dengan

Klien mengalami gangguan

datangnya suara suara terutama bila

dalam menilai lingkungannya

klien tidak dapat menuruti ancaman


atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya
Halusinasi dapat berlangsung selama
minimal 4 jam atau seharian bila klien
tidak

mendapatkan

trapeutik.

komunikasi

Terjadinya

gangguan

psikotik berat.

2.2

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi
Klien mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan sukar
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, perawat harus mempunyai
kesadaran diri yang tinggi agar dapat menerimakan

dan mengevalusi

perasaan sendiri secara trapeutik dalam merawat pasien.


Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawatan, perawat harus
jujur, tidaak larut dalam halusinasi klien dan ttidak menyangkal.

2.2.1

Pengkajian
Menurut Rohmah dan Walid (2012) pengkajian adalah tahap awal
dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang
paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian
19

adalah pengumpulan data. Sumber data terbagi menjadi dua yaitu sumber
data primer yang berasal dari klien dan sumber data sekunder yang
diperoleh selain klien seperti keluarga, orang terdekat, teman, orang lain
yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga kesehatan. Data
pengkajian

kesehatan

jiwa

dapat

dikelompokkan

menjadi

faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,


dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Pengkajian meliputi beberapa faktor :
a. Faktor Predisposisi
Yang meliputi faltor perkembangan, social cultural, psikologis,
genetic dan biokimia jika tugas perkembangan terhambat dan
hubungan terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan berbagai factor dimasyarakat yang membuat seseorang
terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya rangsangan
dari eksternal.
Stress yang berlebihan dapat mengganggu system metabolisme
dan tubuh akan mengeluarkan zat yang bersifat halusinogenik
hubungan interpersonal yang tidak harmonis pesan ganda dan
bertantangan sering mengakibatkan kecemasan dan stress.
b. Faktor Presipitasi
1)

Dirumah sakit jiwa rangsangan lingkungan yang sering sebagai


pencetus terjadinya halusinasi yaitu partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak bicara objek yang ad dilingkungan
20

suasana sepi (isolasi),. Suasana diatas dapat meningkatkan stress


dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
2)

Berbagai stress dapat menyebabkan timbulnya halusinasi,


hubungan interpersonal, masalah dapat meningkatkan cemas dan
stress berat akhirnya timbul halusinasi.

c. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, bicara inkoheren, bicara sendiri tidak dapat membedakan
nyata dan tidak nyata.
d. Mekanisme Koping
Progressif merupakan koping yang umum dipakai untuk
mengurangi perasaan cemas
e. Fokus Pengkajian Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Persepsi :
Halusinasi : (Pendengaran, Penglihatan, Perabaan, Pengecapan,
dan Penghidu)
Jelaskan :
Jenis

Halusinasi

..
Isi

Halusinasi

21

Waktu

Halusinasi

..
Frekuensi

Halusinasi

..
Situasi

Halusinasi

..
Respon

klien

..
Masalah Keperawatan klien : Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi
2.2.2 Masalah Keperawatan
a. Resiko Prilaku Kekerasan pada ( diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan Verbal )
b. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
c. Isolasi Sosial

2.2.3 Pohon Masalah

22

Resiko Perilaku kekerasa pada ( Diri Sendiri, Orang lain,


Lingkungan dan Verbal )
Efek

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Core Problem
Isolasi Sosial

Causa

Gambar 2.2 Pohon Masalah (Keliat, B.A & Akemat, 2009)

2.2.4

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan gangguan status
kesehatan jiwa klien baik actual maupun potensial yang dapat dipecahkan
atau diubah melalui tindakan keperawatan yang dilakukan didalam
diagnosa keperawatan terdapat pernyataan respon klien dimana perawat
bertanggung jawab dan mampu mengatasinya (Stuart and Laraia, 2001)

23

Diagnosa yang diangkat berdasarkan diagnoas keperawatan


berdasarkan pohon masalah :
a.

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

b.

Isolasi Sosial
c.

Risiko Prilaku kekerasan pada ( diri sendiri, orang lain,


lingkungan dan verbal)

2.2.5

Perencanaan
Perencanaan yaitu tahapan dari proses keperawatan atau tahap
penentuan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien pada tahap ini
mempunyai 4 komponen yaitu : menetapkan masalah prioritas masalah,
merumuskan tujuan, criteria hasil dan menentukan rencana tindakan
sehingga nyata dapat diukur dan mempunyai batas waktu pencapaian serta
dapat mengetahui tindakan apa selanjutnya (Stuar and Laraia, 2001)
Berdasarkan pohon masalah diatas dan masalah keperawatan sebagai
berikut :

Diagnosa keperawatan 1
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Tujuan 1 :

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria Evaluasi

1. Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada


kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,

24

mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan, mau


mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakankan
prinsip komunikasi terapeutik dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi trapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kebutuhan dasar klien

Tujuan 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya


Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi,

timbulnya

halusinasi.
2. Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya
Intervensi :

25

1.

adakan kontak sering tapi singkat secara bertahap


2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya ; tertawa
dan bicara sendiri tanpa adanya stimulus, memandang kekiri atau
kekanan tanpa adanya stimulus seolah olah ada teman bicara.
3. Bantu klien mengenai halusinasinya
a. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah

ada suara yang didengar.


b. Jika klien menjawab ada lanjutkan apa suara yang didengar
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tak mendengarnya ( dengan nada suara
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi )
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang sepeti klien
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien

4. Diskusikan dengan klien


a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
b. waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, dan
malam atau jika sendiri,jengkel atau sedih)
5.

Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi

(marah,

sedih,

senang,

takut)beri

kesempatan

mengungkapkan

perasaannya.
Tujuan 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya
26

Kriteria Evaluasi :
a. Klien dapat menye utkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengatasi untuk mengendalikan halusinasinya
b. Klien dapat menyebutkan cara baru
c. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien
Intervensi :
1. Identifikasi bersama klien ccara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri, dan lain lain)
2. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat
berikan pujian

3.

diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya


halusinasi ;
a. Katakan Saya tidak mau dengar kamu(pada saat halusinasi
terjadi)
b. Menurut orang lain (Perawat/teman/anggota keluarga) untuk
bercakab cakap atau mengatakan halusinasi yang terdengar
c. Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak
sampai muncul

27

d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika tampak bicara


sendiri.
4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi
secaraBertahap
5. beri kesempatan untuk melakukan cara yang sudah dilatih.
Evaluasi hasil dan beri pujian bila berhasil.
6. Anjurkan klien untuk mengikuti terpi aktifitas kelompok,
orientasi realita, stimulus persepsi
Tujuan 4 : klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
Halusinasi
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat Membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Keluarga dapat menyebutkan pengertian tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.

Intervensi :
1.

Anjurkan klien untuk memberi tahu kluarga jika mngalami halusinasi

2.

Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/saat kunjungan


rumah :
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota yang halusinasi dirumah, beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.

28

d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat


bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai
orang lain.
Tujuan 5 : Klien memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria Evaluasi :
1.

Klien dan kluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek


samping obat

2.

Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar

3.

Klien dapat informasi tentang efek samping penggunaan obat

4.

klien dapat memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi

5.

Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat

Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan
manfaat obat
2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
3. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan
4. diskusikan akibat berhenti obat obat tanpa konsultasi
5. Bantu klien mengguankan obat dengan prinsip 5 benar

29

Tabel 2.2 Pedoman Strategi Pelaksanaan gangguan persepsi sensosi : halusinasi


No

Pasien

Keluarga

SPIP
.
1.

SPIK

Mengidentifikasi jenis halusinasi Mendiskusikan


pasien

2.

masalah

yang

dirasakan keluarga dalam merawat

Mengidentifikasi

isi

pasien
halusinasi Menjelaskan

pasien

halusinasi,

pengertian
tanda

dan

gejala

halusinasi, jenis halusinasi serta


3.

proses terjadinya halusinasi


Mengidentifikasi waktu halusinasi Menjelaskan cara merawat pasien

4.

pasien
Mengidentifikasi

5.

halusinasi pasien
Mengidentifikasi

6.

menimbulkan halusinasi pasien


Mengidentifikasi respon pasien

7.

terhadap halusinasi
Mengajarkan pasien

8.

halusinasi
Menganjurkan pasien memasukkan

halusinasi
frekuensi
situasi

yang

menghardik

cara menghardik halusinasi dalam


kegiatan harian.
SP2P
1.

SP2K

Mengevaluasi

jadwal

kegiatan Melatih keluarga mempraktekkan

harian pasien
2.

Melatih

pasien

cara

merawat

pasien

dengan

halusinasi
mengendalikan Melatih keluarga melakukan cara

halusinasi dengan cara bercakap- merawat langsung kepada pasien


3.

cakap dengan orang lain


halusinasi
Menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian
30

SP3P
1.

SP3K

Mengevaluasi

jadwal

kegiatan Membantu

harian pasien

jadwal

keluarga

aktivitas

membuat
di

rumah

termasuk minum obat (discharge


2.

Melatih

pasien

planning)
mengendalikan Menjelaskan follow up pasien

halusinasi dengan cara mlakukan setelah pulang


kegiatan

(kegiatan

yang

biasa

dilakukan di rumah)
3.

Menganjurkan pasien memasukkan


ke dalam jadwal kegiatan harian

1.

SP4P
Mengevaluasi

2.

harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan

jadwal

kegiatan

tentang penggunaan obat secara


3.

teratur
Menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian
Diagnosa 2 : Isolasi sosial
Tujuan 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
1. Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,

31

klien mau duduk berdampingan, mau mengutarakan masalah yang


dihadapi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakankan prinsip
komunikasi terapeutik dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
trapeutik
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kebutuhan dasar klien
Tujuan 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Kriteria Evaluasi :
1.

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari:


a.
b.
c.

Diri sendiri
Orang lain
Lingkungan

Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang prilaku menarik diridan tanda tandanya

32

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan peraasaan


penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
3. diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik diri tanda tanda
serta penyebab yang muncul
4. berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam menggunakan
perasaannya
Tujuan 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Kriteria Evaluasi :
1.

Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


2. Klien dapat mnyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
Intervensi :
1. Kaji pengtahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
2. Beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
3. Diskusikan bersama klieen tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain

33

4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan peengungkappan


perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
Tujuan 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap
antara :
KP
KPK
K P Kel
K P Klp

Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien mebina huungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu klien untuk berhubunga dengan orang lain melalui
tahap :
KP
K P P lain
K P P lain K lain
K P Kel/Klp/masy
3. Berireinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluaasi manfaat berhubungan

34

5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam


mengisi waktu
6. Motifasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7. Beri reinforcemen atas kegiatan klien dalam ruangan
Tujuan 5 : Klien dapat mengungkapkan Perasaannya telah
berhubungan dengan orang lain
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah beruhubungan
dengan orang lain
a. Diri sendiri

Intervensi :
1.

Dorong

klien

untuk

mengungkapkan

perasaannya

bila

berhubungan dengan orang lain


2.

Diskusikan

dengan

klien

tentang

perasaan

manfaat

berhubungan dengan orang lain


3.

Beri

Reinforcemen

positif

atas

kemampuan

klien

mengungkapkan manfaat berhubungan dengan orang lain


Tujuan 6 : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
mampu

mengembangkan

kemampuan

klien

untuk

berhubungan dengan orang lain

35

Kriteria Evaluasi :
1. Keluarga dapat :
a.

Menjelaskan perasaannya

b.

Menjelaskan cara merawat klien menarik diri

c.

Mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri

d.

Berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri


Intervensi :
1.

Bisa berhubungan saling percaya dengan keluarga :


a. Salam, Perkenalkan diri
b. Sampaikan tujuan
c. Buat kontrak
d. Eksplorasi perasaan keluarga

2. Diskussikan dengan anggota keluarga tenttang :


a. Perilaku menari diri
b. Penyebab Prilaku menarik diri
c. Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak dianggapi
d. Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3.

Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada


klien untuk berkomunikasi dengan orang lain

4. Anjurkan anggota keluarga cara rutin dan bergantian menjenguk klien


minimal satu minggu sekali
5.

Beri Reinforcemen atas hal hal yang telah dicapai oleh keluarga

36

Tabel 2.3 Pedoman Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial


No

Pasien

Keluarga

SP1P

SP1K

1.

Mengidentifikasi penyebab isolasi Mendiskusikan


sosial pasien

masalah

yang

dirasakan keluarga dalam merawat


pasien

2.

Berdiskusi dengan pasien tentang Menjelaskan pengertian, tanda dan


keuntungan

berinteraksi

dengan gejala isolasi sosial yang dialami

orang lain
3.

pasien beserta proses terjadinya.

Berdiskusi dengan pasien tentang Menjelaskan cara-cara merawat


kerugian berinteraksi dengan orang pasien isolasi sosial
lain

4.

Mengajarkan

pasien

cara

berkenalan dengan satu orang


5.

Menganjurkan pasien memasukkan


kegiatan

latihan

berbincang-

bincang dengan orang lain dalam


kegiatan harian
SP2P
1.

SP2K

Mengevaluasi

jadwal

kegiatan Melatih keluarga mempraktekkan

harian pasien

cara

merawat

pasien

dengan

isolasi sosial
2.

Memberikan kesempatan kepada Melatih keluarga mempraktekkan


pasien

mempraktekkan

berkenalan dengan satu orang

cara cara merawat langsung kepada


pasien isolasi social

37

3.

Membantu
kegiatan

pasien

memasukkan

latihan

berbincang-

bincang dengan orang lain sebagai


salah satu kegiatan harian
SP3P
1.

SP3K

Mengevaluasi

jadwal

kegiatan Membantu

harian pasien
2.

keluarga

membuat

jadwal aktivitas di rumah termasuk

minum obat (discharge planning)


Memberikan kesempatan kepada Menjelaskan follow up pasien
pasien

mempraktekkan

cara setelah pulang

berkenalan dengan dua orang atau


3.

lebih
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Diagnosa 3 : Resiko Prilaku Kekerasan (pada diri sendiri, orang lain,
lingkungan)
Tujuan 1 : Klien dapat Membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :

1.

Klien mau membalas salam

2.

Klien mau berjabat tangan

3.

Klien mau menyebutkan nama

4.

Klien mau tersenyum

5.

Klien mau kontak mata

6.

Klien mengetahui nama perawat

7.

Menyedikan waktu untuk kontrak


Intervensi
38

1. Beri salam atau panggil nama klien


2. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
3. Jelaskan maaksud hubungan intraksi
4. jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5. beri rasa aman dan sikap empati
6. lakukakan kontak singkat tapi sering
Tujuan 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab PK
Kriteria Evaluasi :
1.

Klien dapat mengungkapkan peraasaan

2.

klien dapat mengungkapkan perasaan jengkel atau kesal (dari diri


sendiri, dari lingkungan atau orang lain)

Intervensi :
1.

Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya

2.

bantu klien mengungkapkan penyebab jegkel atau kesal


Tujuan 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda PK
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat mengungkapkan persaan saat marah atau jengkel
2. Klien dapat menyimpulkan tanda tanda jengkel atau kesal yang
dialami
Intervensi 1 :
1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat marah atau
jengkel
2. Observasi tanda Pk pada klien

39

Intervens 2 :
1. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel atau kesal yang
dialami klien
Tujuan 4 : Klien dapat mengidentifikasi akibat PK yang biasa dilakukan
Kriteria Evaluasi
1. Klien dapat mengungkapkan Pk yang biasa dilakukan
2. Klien dapat bermain peran dengan PK yang biasa dilakukan
3. Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyesuaikan masalah
atau tidak

Intertvensi :
1. anjurkan klien untuk mengungkapkan Pk yang biasa dilakukan
2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan Pk yang biasa dilakukan
3. Bicarakan denga klien apakah cara yang klien lakukan masalahnya
selesai
Tujuan 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat Pk
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang dilakukan klien
Intervensi :
1.

Bicaran akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien

2.

Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien


Tujuan 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam

40

merespon terhadap kemarahan


Kriteria Evaluasi :
Klien dapat melakukan cara yang berespon terhadap kemarahan secara
konstrukti
Intervensi :
1.

Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

2.

berikan pujian bila klien mengetahui cara lai yang sehat

3.

Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :


a. Secara Fisik : Tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul
bantal atau kasur atau olah raga atau pekerjaan yang memerlukan
tenaga
b. Secara Verbal : Katakan bahwa anda sedang kesal atau
tersinggung / jengkel (Saya kesal anda berkata seperti itu : saya
marah karna mama tidak memenuhi keinginan saya)
c. Secara Sosial : lakukan dalam kelompok cara cara marah yang
sehat : Latiha asentif, latihan menejemen Pk,
d. Secara Spiritual ; Anjurkan klien sembahyang, berdoa, atau ibadah
lain : meminta pada tuhan untuk diberikan kesabaran mengadu
pada tuhan kekerasan atau kejengkelan
Tujuan 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol PK
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol PK :
a. Fisik : Tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman

41

b. Verbal : mengatakan nya secara langsung dengan tidak menakuti


c. Spiritual : Sembahyang berdoa atau ibadah lain
Intervensi :
1.

Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien

2.

bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih

3.

bantu keluarga klien untuk menstimulasi caraa tersebut (rolePlay)


4. beri Reinforcemen positif atau keberhasilan klienmenstimulasi cara
tersebut
5. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
jengkel atau marah

Tujuan 8 : Klien mendapat dukungn kluarga dalam mengontrol PK


Kriteria Evaluasi :
1.

Keluarga Klien dapat : menyebutkan cara merawat klien


yang berprilaku kekerasan

2.

mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien


Intervensi :

1.

Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap


apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini

2.

Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien

3.

jelaskan cara cara merawat klien :


a. Terkait dengan cara mengontrol prilaku marah dengan konstruktif
b. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas

42

c. Membantu klien mengenal penyebab ia marah


4.

Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien

5.

bantu

keluarga

mengungkapkan

perasaannya

setelah

melakukan demonstrasi
Tujuan 9 : Klien dapat menggunakan obat obatan yang diminum dan
keguanaannya (Jenis, Waktu, Dosis dan Efek)
Kriteria Evaluasi :
1.

Klien dapat menyebutkan obat obatan yang diminum


(Jenis, Waktu dan Efek)

2.

Klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan

Intervensi 1 :
1.

Jelaskan jenis obat obatan yang diminum klien pada


keluarga

2.

diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti


minum obat tanpa seijin dokter
Intervensi 2 :

1.

Jelaskan prinsip benar minum obat (Baca nama yang tertera


pada botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum )

2.

ajarkan klien minta obat dan minum tepat waktu

3.

anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika


merasakan efek yang tida menyenangkan

4.

Beri pujian, jika klien minum obat dengan benar

43

Tabel 2.4 Pedoman Strategi pelaksanaan Prilaku Kekerasan


No
.
1.

Pasien

Keluarga

SP1P

SP1K

Mengidentifikasi penyebab PK

Mendiskusikan
dirasakan

masalah

keluarga

yang
dalam

merawat pasien
2.

Mengidentifikasi tanda dan gejala Menjelaskan pengertian PK, tanda


PK

dan gejala, serta proses terjadinya

3.

PK
Mengidentifikasi PK yang dilakukan Menjelaskan cara merawat pasien

4.
5.
6.

Mengidentifikasi akibat PK
Menyebutkan cara mengontrol PK
Membantu pasien mempraktekkan

PK

latihan cara mengontrol PK secara


7.

fisik 1
Menganjurkan pasien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP2P

1.

Mengevaluasi

2.

harian pasien
Melatih pasien

jadwal

SP2K
kegiatan Melatih keluarga mempraktekkan

mengontrol

cara merawat pasien dengan PK


PK Melatih keluarga melakukan cara

dengan cara fisik 2

merawat langsung kepada pasien


PK

3.

Menganjurkan pasien memasukkan


ke dalam jadwal kegiatan harian
SP3P

1.

Mengevaluasi
harian pasien

SP3K
jadwal

kegiatan Membantu
jadwal

keluarga

aktivitas

membuat
di

rumah
44

termasuk minum obat (discharge


pasien

mengontrol

planning)
PK Menjelaskan follow up pasien

2.

Melatih

3.

dengan cara verbal


setelah pulang
Menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian

1.

SP4P
Mengevaluasi

2.

harian pasien
Melatih pasien

3.

dengan cara spiritual


Menganjurkan pasien memasukkan

jadwal

kegiatan

mengontrol

PK

ke dalam jadwal kegiatan hari

1.

SP5P
Mengevaluasi

2.

harian pasien
Melatih pasien

3.

dengan minum obat


Menganjurkan pasien memasukkan

jadwal

kegiatan

mengontrol

PK

ke dalam jadwal kegiatan harian


2.2.6

Implementasi
Menurut

Keliat,

B.A

dan

Akemat

(2009),

implementasi

keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan


memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam

integritas

klien

beserta

lingkungannya.

Sebelum

melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat


perlu

memvalidasi

apakah

rencana

tindakan

keperawatan

masih

dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini. Hubungan saling

45

percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam


pelaksanaan tindakan keperawatan.
Tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi adalah :
a) Membina hubungan saling percaya dengan klien
b) Mengenal halusinasi klien ( jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, dan
respon klien terhadap halusinasi)
c) Mengontrol halusinasi klien( menghardik halusinasi, bercakap-cakap
dengan orang lain, melakukan kegiatan sehari-hari, menggunakan obat
secara teratur)
d) Dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
e) Klien dapat memanfaatkan obat dengan dengan baik
2.2.7

Evaluasi
Menurut Rohmah & Walid (2012) tinjauan pustaka evaluasi adalah
penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien ( hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien digunakan komponen SOAP.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
dengan penjelasan sebagai berikut:
S (Subjektif) Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait
dengan tindakan keperawatan seperti coba bapak sebutkan kembali
bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?

46

O (Objektif) Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan


yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien
pada saat tindakan dilakukan.
A (Analisisa) Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau
ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
P (Planing) Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat
. Rencana tindak lanjut dapat berupa:
a. Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah
dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak
belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi
adalah:
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien dapat mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan
respon dari halusinasi
c. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d. Klien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap cakap
dengan orang lain

47

e. Klien dapat mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan


f. Klien dapat mengontrol halusinasi sesuai jadwal kegiatan
g. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi
h. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara
mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien

2.2.6 Dokumentasi
Pencatatan dan pelaporan keperawatan adalah kumpulan informasi
perawatan dan kesehatan pasien yang dilakukan oleh perawat sebagai
pertanggungjawaban

dan

pertanggunggugatan

terhadap

asuhan

keperawatan yang dilakukan perawat pada pasien dalam melakukan


asuhan keperawatan (Effendy, 2009).

48

Anda mungkin juga menyukai