Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
karsinoma
hepato
seluler
pada
manusia,
contohya
variasi
protokol
eksperimental
untuk
menginvestigasi
tahapan
2-asetil
aminofluorene,
meningkatkan
insidensi
tumor
(asam
deoksikolik),
diklorodifeniltrikloroetan
(DDT),
bifenil
kemungkinan
bahwa
agen
progresor
dalam
hepar
tikus
314-318
Perkembangan sejumlah besar lesi proliferatif fokal dan nodular kecil
proliferasi dari hepatosit dengan perubahan fenotip, yang sebagian besarnya
mengalami perubahan bentuk atau regresi setelah penghentian perlakuan 2-AAF.
Namun sejumlah kecil nodul hepatoseluler berkembang dan secara histologis tak
dapat dibedakan dari yang diproduksi pada model hepatokarsinogenesis kimiawi
lainnya. Beberapa karsinoma hepatoseluler dapat terlihat sekian bulan setelah
lengkapnya regimen DEN/2-AAF/PH.
Analisis langkah-langkah komponen model hepatosit resisten tersebut
memiliki kesimpulan: (1) DEN diberikan dengan dosis karsinogenik yang cukup
efektif dalam induksi inisiasi: (2) 2-AAF mencukupi untuk mensupresi setidaknya
95% hepatosit normal saat menjalani PH sebagai stimulus mitogen.(3) Hepatosit
yang berubah akibat DEN memiliki resistensi terhadap efek antimitogeik
perlakuan 2-AAF, dan berproliferasi secara selektif sebagai respon terhadap PH.
(4) Minoritas sel teralterasi DEN sanggup berevolusi secara klonn menjadi nodul
hepatoseluler
persisten
yang
terkadang
berprogresi
menjadi
karsinoma
hepatoseluler yang jelas. Terdapat pula ketertarikan pada agen promoter tumor
seperti fenobarbital dan asam orotik yang menunjukkan efek mikroinhibisi pada
hepatosit normal, mensugestikanbahwa agen-agen tersebut mungkin beraksi
dalam proliferasi selektif juga resistensi terhadal lingkungan.
Data telah menunjukkan sejumlah mekanisme resistensi yang ditunjukkan
oleh progeni hepatosit terinisiasi oleh efek sitotoksik dan antimitogenik dari
berbagai hepatotoksin dan hepatokarsinogen. Hepatosit dengan fokus dan nodul
preneoplastik nyatanya memiliki defisiensi sitokrom P450 dan aktivitas oksidase
lainnya. (Fase I fungsi metabolisasi), namun menunjukkan kadar bentuk isozimik
glutation-S-transferase. Sejumlah besar hepatokarsinogen membutuhkan fase I,
sehingga penurunan kadar aktivitas fase I pada hepatosit preneoplastik sesuai
dengan fenotip resisten. Aktivitas tinggi GGT yang terlihat pada fokus dan nodul
hepatoseluler terinduksi oleh berbagai hepatokarsinogen, diasumsikan mampu
melindungi sel-sel tersebut dari elektrofil reaktif dengan cara meningkatkan kadar
Pertumbuhan
Transformasi-
ditunjukkan
memiliki
faktor
hepatoseluler
pada
mencit
transgenik
ganda
yang
meng-
secara bersamaan dengan gen N-myc-2 dalam genom Woodchuck pada segmen
histologis hepar dengan prekanker hewan coba tersebut.
TGF-1 adalah inhibitor polipeptida poten dari proliferasi hepatosit dan
pada hepar yang beregenerasi mungkin berfungsi dominan sebagai faktor
pertumbuhan hepar parakrin negatif. Transkrip mRNA TGF-1 dan kadar
polipeptidanya telah dilaporkan mengalami kenaikan pada sejumlah karsinoma
hepatoseluler manusia, dan TGF-1 dapat terdeteksi dengan pewarnaan
imunohistokimiawi.
Pasien
dengan
karsinoma
hepatoseluler
ditemukan
mengalami kenaikan kadar TGF-1 plasma. Batas sel epitelial hepar tikus yang
tertransformasikan secara neoplastik telah menunjukkan overekspresi TGF-1.
Bagaimanapun juga, telah ada sejumlah bukti yang meningkat tentang hipotesis
bahwa akuisisi properti tumorigenik oleh hepatosit, juga batasan sel epitelial
hepar tikus tertransformasi, umumnya disertai resistensi terhadap efek
antiproliferatif TGF-1.
Faktor Pertumbuhan Hepatosit/Faktor Sebar adalah stimulator polipeptida
poten dari proliferasi hepatosit dan telah dicanangkan bersamaan dengan TGF-
untuk menjadi efektor parakrin positif mitogenesis hepatosit in vivo menunjukkan
pH atau selama sejumlah variasi cidera hepatik dengan kehilangan sel parenkim.
Secara berlawanan, HGF/SF menginhibisi pertumbuhan batasan sel karsinoma.
Overekspresi C-met (Reeptor HGF/SF) telah dideteksi dalam sejumlah karsinoma
hepatoseluler pada manusia, meski fungsi biologisnya belum diketahui secara
pasti.
Faktor pertumbuhan berperan penting dalam kemampuan mempengaruhi
proliferasi hepatosit prekankerl maupun malignansi, dan juga berperan dalam
tahapan-tahapan yang berbeda dalam proses hepatokarsinogenesis dengan aksi
untuk mengubah diferensiasi hepatoseluler, stimulasi dan modulasi vaskularisasi
tumor primer, dan mungkin meregulasi sifat invasif dan metastasis.
Protoonkogen
Terdapat variasi spesies dengan pola spesifik protoonkogen seluler yang
bermutasi atau teroverekspresi selama hepatokarsinogenesis dalam studi
eksperimen. Contoh : aktivasi mutasional gen famili ras, terutama c-H-ras, telah
terdeteksi secara dominan dalam lesi hepatoseluler prekanker dan kanker. Mutasi
titik pada awal hepatokarsinogenesis umumnya tak adekuat untuk menginduksi
fenotip malignan, menunjukkan pola yang berbeda antara mencit terinduksi kronis
dengan tikus yang mengalami tumor hepar secara spontan, namun tak selalu
bahkan jarang terdeteksi pada setiap kasus karsinoma hepatoseluler.
Peningkatan ekspresi gen famili myc menunjukkan frekuensi bervariasi
dalam hepatokarsinogenesis tahap awal maupun lanjut pada hewan coba
eksperimental. Amplifikasi c-myc ditemukan pada sejumlah kecil karsinoma
hepatoseluler pada manusia. Ko-ekspresi c-myc dan TGF- meningkatkan
perkembangan karsinoma hepatoseluler dalam model mencit transgenik ganda dan
overekspresi c-myc dan TGF- pada sel epitelial hepar tikus yang ditransformasi
secara kimiawi telah terbukti berkorelasi dengan tingginya kadar tumorigenisitas.
Salah satu temuan menarik dalam studi tersebut adalah aktivasi gen N-myc-2 pada
lesi hepatoseluler preneoplastik dan neoplastik dari woodchuck yang diinfeksi
secara eksperimental dengan virus hepatitis woodchuck. Namun aktivitas N-myc
belum diobservasi dalam karsinoma hepatoseluler pada manusia terkait dengan
HBV kronis.
Variabilitas spesies dalam frekuensi inaktivasi mutasional gen supresor
tumor spesifik selama hepatokarsinogenesis bertahap juga telah ditemukan antara
hewan coba eksperimental dan manusia. LOH pada lokus di kromosom 1p, 4q, 5q,
8p, 8q, 10q, 11p, 13q (Situs gen Rb), 16q, 17p (Situs gen p53), dan 22q telah
dilaporkan untuk karsinoma hepatoseluler pada manusia, mensugestikan bahwa
kehilangan beberapa gen dalam regio-regio kromosom tersebut adalah terkait
dengan transformasi malignan hepatosit pada manusia. Salah satu temuan yang
perlu dicatat adalah alterasi p53 (mutasi dan atau kehilangan alel) pada karsinoma
hepatoseluler manusia. Sebagai contoh, sekitar 50% karsinoma hepatoseluler
manusia berkembang pada pasien dari propinsi Cina dan Afrika Selatan, di mana
HBV adalah endemik dan paparan diet terhafap Aflatoksin B1 sangat tinggi,
ditemukan memiliki mutasi titik selektif G ke T pada kodon 259 dari gen p53.
Deteksi mutasi G ke T tersebut telah telah terbukti konsisten dengan tipe
kerusakan DNA yang diproduksi oleh paparan aflatoksin dosis tinggi. Namun,
karsinoma hepatoseluler dari regio dengan kadar B1 yang rendah, menunjukkan
frekuensi mutasi p53 G ke T kodon 249 yang lebih rendah. Sejumlah besar pasien
karsinoma hepatiseluler yang menampilkan mutasi p53 G ke T pada kodon 249
secara selektif, memiliki riwayat infeksi HBV. Mutasi kodon p53 dalam
karsinoma hepatoseluler dalam area terpapar aflatoksin dosis rendah telah
dilaporkan memiliki prevalensi lebih tinggi pada tumor yang berdiferensiasi
rendah, mensugestikan bahwa progresi tumor dalam karsinoma hepatoseluler
mungkin terkait dengan inaktivasi p53.
Meski ada data yang tak bersesuaian, secara umum mutasi titik p53 tak
terdeteksi dalam karsinoma hepatoseluler mencit terinduksi sejumlah agen
hepatokarsinogen kimiawi, baik pada tikus, tupai, atau marmut tanah. Sejumlah
penelitian lain menemukan bahwa mutasi p53 atau RB bukan merupakan
karakteristik hepatokarsinogenesis.
Peran Cidera Hepar Kronis
Pada manusia, karsinoma hepatoseluler sering berkembang terkait penyakit
hepar kronis dikarakterisasikan oleh cidera hepar kronis dan kehilangan sel
parenkim, hepatitis jangka panjang, dan respons proliferatif berkala, berlanjut
pada nodul hepatoseluler makroregeneratif pada kondisi sirosis. Francis Chisari
dkk menyatakan bahwa terlepas dari etiologi, resultan berupa cidera hepar kronis,
inflamasi, dan regenerasi yan terdistorsi dengam pembentukan agen mutagenik
dalam hepar yang mungkin berkontribusi penting dalam transformasi neoplastik
hepatosit.
Sel inflamatori memicu pembentukan ROS yang mampu merusak DNA dan
membentukcDNA teroksidasi uang bersifat mutagenik. Sel inflamatori juga
memediasi formasi dimetilnitrosamin (DMN) endogen, zat hepatokarsinogen
poten.
Hipometilasi
DNA
mungkin
memegang
peranan
pada
transversi G ke T p53 pada kodon 249 individu yang terinfeksi HBV pada wilayah
dengan paparan aflatoksin B1 dosis tinggi, mendukung nilai praktis epidemiologi
molekuler dalam memprediksi resiko kanker.