Anda di halaman 1dari 11

Kirgalet

Legenda Dua Puluh Kunci


Tentang Kanatron dan Terzien
Pada zaman dahulu ada orang-orang yang terlahir bakat istimewa: berbicara dalam macam-macam
bahasa binatang, mengubah batu menjadi permata, menyaru tajamnya penciuman anjing atau cakar
harimau, serta menyembuhkan luka-luka dalam sekejap. Di antara mereka adalah Raja Persekutuan
Skoy Erga, Penguasa Bukit Angin Vejra, dan Penguasa Gunung Es Thrytyl ketiganya bersepakat
bahwa kekuatan tanpa pengetahuan hanya membawa kehancuran. Mereka mendirikan perguruan di
Gunung Kembar di tanah Skoy, tempat para pemilik Bakat dapat mendalami ilmu. Perguruan itu
disebut Perguruan Kanatron, Perguruan Bintang, dengan lambang silang hitamnya yang tersohor.
Murid-muridnya disebut Utusan Bintang, dan bakat mereka dikenal sebagai Bakat Bintang. Para
pemilik Bakat dari berbagai negeri ramai-ramai mengirimkan putra-putri mereka belajar di sana.
Perguruan Kanatron menjadi besar, dan dianggap sebagai pelindung rakyat. Di bawah pimpinan para
Guru Besar dari generasi ke generasi, Tanah Barat aman tenteram. Tetapi pada masa pemerintahan
Guru Besar Kanatron Kedua, dua ratus orang Utusan Bintang memberontak, keluar, dan mendirikan
Terzien di bawah lambang silang putih. Bagi rakyat kebanyakan, Terzien adalah penjahat besar. Dan
Perguruan Kanatron berusaha keras menghancurkan mereka, sampai pada puncaknya dalam Perang
Kanatron di masa Guru Besar Ketiga. Pasukan Terzien hancur dalam pertempuran di Tanah Mati,
meriam-meriam merah mereka diledakkan, membuat daerah itu menjadi tandus dan dihindari orang
sampai sekarang. Sisa-sisa Terzien bersembunyi di pegunungan, dan kabar soal mereka tak lagi banyak
terdengar, sampai pada masa pemerintahan Guru Besar Kanatron Keempat.
Pencari Kunci
Tahun keenam puluh delapan masa pemerintahan Guru Besar Kanatron Keempat. Desa Hamer di
padang rumput Preyar cukup berada sebagai tambang batu hitam. Pelanggan mereka ialah suku-suku
pengelana yang sering singgah, membeli batu hitam untuk diasah menjadi pisau dan panah. Tetapi hari
itu ketenteraman desa diganggu oleh sekumpulan Terzien yang mendadak menyerbu, menghancurkan
lorong-lorong, membakar kebun sayur, membunuhi siapapun yang ada di depan mata. Di tengah
kekacauan seorang bocah lelaki berlari, berseru-seru memanggil, Ehoin! Ehoin! Lambang silang
putih tertera di bajunya, mantel bulu menggantung pada punggungnya. Ia Ferishen, seorang Terzien,
tapi tak tahu menahu sebab musabab pembantaian itu. Ketika hampir mencapai pemukiman desa,
Ferishen dihadang oleh Kanatron berpedang kembar. Selan namanya. Ia tak mau mendengar alasan
apapun dari mulut Ferishen.
Sejak dahulu Terzien selalu bermulut licin, katanya.
Maka terjadilah perkelahian yang tidak seimbang. Ferishen yang tak bersenjata mencoba menghindar
secepat mungkin. Selan mengayunkan pedangnya, melepas jurus segel energi yang menjadi
andalannya. Tombak cahaya meluncur, menghantam punggung Ferishen. Namun Selan segera
mendapati dirinya dikeroyok Terzien-Terzien lain. Ferishen bersembunyi di balik batu, dan setelah
yakin Kanatron itu tak melihat ke arah dirinya, ia lari. Ferishen meloncat ke atas seekor kuda yang
tunggang langgang dari kandangnya, dijadikannya surai kuda itu kendali, lalu kabur sejauh mungkin
meninggalkan desa.
Adapun asap yang ditimbulkan kerusuhan para Terzien di Hamer naik tinggi ke langit. Rupanya di

perbatasan padang rumput, dua Kanatron pengembara sedang berjalan. Yang perempuan ialah Canmi,
keturunan kesembilan Erga, yang juga penyembuh paling andal di Perguruan. Yang laki-laki adalah
kakaknya, Sketrrer, Pemimpin Pasukan Mata Angin Kanatron yang sedang dalam misi rahasia. Bakat
elang emas yang dimilikinya membuat matanya mampu melihat lebih jauh dan lebih jelas dari orang
kebanyakan. Ia melihat asap itu. Tahu sesuatu yang buruk terjadi, Sketrrer menarik Canmi ke atas
punggungnya, lalu terbang ke angkasa. Dengan sayap elang emas dari jubahnya, Sketrrer tak butuh
waktu lama mencapai desa Hamer. Ia mengubah gelang di tangannya menjadi tongkat rantai ganda
berujung pisau lengkung, lalu menukik dan menyerang para Terzien yang tersisa. Ketika musuh-musuh
di sekitarnya sudah roboh bergelimpangan, Sketrrer melihat Selan datang mendekat. Kedua Kanatron
itu bertukar salam.
Tetapi kata Canmi, Kenapa kalian begitu kejam membunuh Terzien-Terzien itu?
Jawab Sketrrer, Apa menurutmu orang yang membantai rakyat tak bersalah seperti itu pantas hidup?
Canmi melihat jenazah-jenazah penduduk Hamer tergeletak di mana-mana. Ia tak bisa bicara. Dari
dalam lubang-lubang tambang, beberapa penduduk yang selamat mengintip malu-malu, mengharap
bantuan. Mengetahui mereka luka-luka parah, Canmi dengan senang hati menolong. Ia menyembuhkan
luka dengan Bakatnya, juga membuat ramu-ramuan obat.
Sementara itu, Sketrrer dan Selan membantu penduduk yang lain mengurus mayat-mayat. Ketika
mengumpulkan mayat-mayat Terzien menjadi satu tumpukan, Selan menyadari ada yang tidak beres.
Katanya, Seharusnya ada satu mayat Terzien kecil di sini.
Sketrrer gusar. Kenapa kau biarkan dia kabur?
Dia cukup gesit dan lawanku terlalu banyak waktu itu. Tapi kekuatannya sudah kusegel, dia tak akan
bisa memakai Bakat Bintangnya lagi, jawab Selan.
Penduduk Hamer mengumpulkan jenazah teman-teman mereka dalam satu gunungan besar di pelataran
batu, lalu mengkremasinya dalam upacara adat. Para Kanatron mengikuti upacara itu sampai selesai,
meskipun Selan lebih tertarik menanyakan perkembangan tugas rahasia Sketrrer. Sebetulnya Sketrrer
tak senang mendengarnya karena tugas itu dianggapnya omong kosong belaka.
Semua berawal dari undangan Guru Besar Keempat pada awal tahun ini. Dulu pada Perang Kanatron,
Terzien berhasil dikalahkan dan sisa-sisanya bersembunyi di pegungan Timur. Semua orang
menganggap itu adalah kemenangan besar Kanatron, tetapi Guru Besar berpendapat lain.
Aku melihat sendiri berapa banyak meriam merah yang mereka siapkan waktu itu. Pasukan kita
menghancurkan meriam-meriam itu dan hasilnya adah Tanah Mati yang sekarang, kata Guru Besar,
Ada pertengkaran dalam tubuh Terzien enam puluh tahun yang lalu, yang menyebabkan mereka tibatiba mengundurkan diri ke gunung. Jika mereka meneruskan pertempuran enam puluh tahun yang lalu
tentu kitalah yang kalah.
Kemudian lanjut Guru Besar, Terzien yang sekarang mulai menjalin kerja sama dengan suku-suku di
utara padang rumput. Mereka tentu sedang menyusun kekuatan baru. Meskipun aku ingin mengerahkan
pasukan untuk menyerang mereka lebih dulu, kita tidak bisa mengharapkan keberuntungan enam puluh
tahun lalu. Kita tidak tahu berapa kekuatan sesungguhnya yang disembunyikan Terzien dalam gunung-

gunung mereka di seberang Tanah Mati. Serangan lebih dulu bisa menghancurkan kita, kecuali jika kita
memiliki kekuatan yang jauh lebih besar, yang lebih kuat dari apapun yang dapat dimiliki Terzien.
Kekuatan mana yang sebesar itu? tanya Sketrrer.
Guru Besar menjawab, Dua puluh Kunci Kanatron.
Sketrrer memaki Guru Besar, Gila! Ia tak percaya mereka bisa mengalahkan Terzien dengan Kunci
Kanatron, yang salah satunya tergantung sebagai kalung di dadanya. Benda itu cuma berguna untuk
pajangan, kecuali kalau kau percaya dongeng-dongeng kuno.
Tetapi kata Guru Besar, Dongeng-dongeng tidak datang dari udara kosong, Sketrrer. Kalau tidak para
bangsawan Kanatron tak akan mewariskan Kunci-kunci seperti harta berharga.
Kunci-kunci itu berasal dari kriya masa lampau yang misterius. Tidak ada ahli kriya masa ini yang
dapat membuat bahan serupa. Tidak juga benda-benda itu dapat dihancurkan dengan kekuatan apapun.
Legenda mengatakan bahwa dua puluh Kunci mula-mula dipegang oleh para bangsawan Kanatron.
Namun seiring berjalannya waktu, Kunci-kunci tersebut akhirnya tersebar dan hilang. Beberapa Kunci
kembali dipegang Kanatron yang tinggal di Perguruan, tapi asal usulnya sulit ditelusuri. Hanya ada
empat kunci yang silsilahnya tercatat jelas: milik Guru Besar yang diwariskan dari pemimpin generasi
pertama pada penerus-penerusnya, milik Erga yang sekarang diwarisi Sketrrer, milik Penguasa Bukit
Angin yang sekarang bersemayam di istana mereka di Benua Timur, dan milik Penguasa Gunung Es
yang hilang dalam perebutan kekuasaan lima belas tahun lalu.
Menurut legenda jika dua puluh Kunci berkumpul, Kekuatan Dunia akan terbuka. Kekuatan yang tak
terbayangkan oleh manusia selama ini. Tetapi karena Kunci-kunci sudah tersebar sejak ratusan tahun
lalu, tidak ada yang tahu seperti apakah Kekuatan Dunia itu. Lebih parah lagi, legenda-legenda yang
ada tak pernah menyebut Kunci secara jelas. Dongeng-dongeng yang ditulis para Kanatron
menyebutnya Yang Dua Puluh. Di luar itu, setiap bangsa menyebutnya berbeda-beda, belum lagi
dikacaukan oleh sifat cerita tutur. Para cendekia Perguruan sudah menelusuri beberapa benda legenda
yang kemungkinan merujuk Kunci mulai dari kotak emas, tongkat, bejana bidadari, sampai pedang.
Dan kini Guru Besar Keempat menginginkan Sketrrer menelusuri dongeng-dongeng itu dan
mengumpulkan Yang Dua Puluh.
Anda gila menyuruhku mencari Kunci-kunci dongeng itu, Guru, protes Sketrrer.
Guru Besar menjawab, Kalau kau sebut itu dongeng, jelaskan kekuatan mana di dunia ini yang
mampu membuat benda seperti dua puluh Kunci.
Sketrrer tak dapat menemukan jawabannya.
Guru Besar melanjutkan, Lagipula tiga tahun lalu aku bermimpi. Bukan mimpi biasa, karena
seseorang menyusup dalam mimpiku.
Sketrrer terkejut mendengarnya. Penyusup mimpi? Tapi itu hanya ada dalam legenda.
Aku juga pernah berpikir begitu, kata Guru Besar, Tetapi sekarang tidak. Pamanmu yang dulu
pernah menyelidiki legenda kekuatan mimpi itu menunjukkan padaku sebuah catatan yang
mengejutkan. Pada masa Guru Besar Kedua, ada seorang cendekia Kanatron yang diserang oleh

kekuatan yang sama. Dulu catatan hariannya diabaikan karena keadaannya yang pikun. Tetapi setelah
kasusku, para cendekia mulai memberi perhatian lebih. Menurut penelusuran ternyata penyusup itu
adalah seorang bocah, yang sepuluh tahun kemudian memberontak dan mendirikan silang Putih
Terzien. Pewaris kekuatan itu mungkin masih ada di balik silang putih, Sketrrer. Aku mengirimmu
dalam tugas rahasia mengumpulkan dua puluh Kunci. Siapa lagi selain kau, keturunan Erga yang
paling berbakat, yang dapat melakukannya?
Sesungguhnya Sketrrer menganggap ucapan Guru Besar olok-olok belaka. Sudah cukup gila dia
mengirimku untuk tugas bodoh, ini kenapa harus Canmi juga? katanya pada Selan setelah upacara
kremasi di Hamer selesai. Tugas ini terlalu berbahaya untuk Canmi, dia bukan ksatria.
Tetapi sahut Selan, Dia penyembuh Kanatron terbaik saat ini. Ksatria paling berbakat dan penyembuh
terbaik, pasangan yang bagus. Sayang sekali aku tak punya informasi soal Kunci dari Ehuor. Tapi
penduduk padang rumput punya legenda banyak tentang Pelataran Merah dan Batutunggal Irghi. Kalau
kau ingin mencari tahu soal Kunci, di sana bisa jadi tempat yang bagus.
Kemudian Selan meneruskan perjalannya sebagai pembawa kabar intaian ke Barat, ke perbatasan Elesi.
Sketrrer dan Canmi tinggal beberapa hari lagi di Hamer. Mereka mengirim kabar lewat elang-elang
emas ke pos jaga Kanatron di perbatasan padang rumput untuk meminta bantuan. Pada hari keempat,
Sketrrer mengikuti saran Selan, mengajak Canmi pergi ke Pelataran Merah.
Setelah beberapa hari berjalan di bawah cuaca buruk berawan, akhirnya Sketrrer dan Canmi sampai di
Pelataran Merah. Batutunggal Irghi yang tinggi menjulang di baliknya. Ketika mereka mendekat ke
barisan batu-batu rata yang besar, seekor makhluk aneh seperti kelinci, tapi telinganya bertangan dan
bersayap selaput mencuri botol minum Canmi. Segera saja Canmi mengejar makhluk itu, dan mau
tidak mau Sketrrer mengikuti adiknya. Mereka melewati setapak kuno dari batu merah lalu masuk ke
taman bunga. Saat pencuri botol hilang dari pandangan, barulah kedua Kanatron itu sadar kalau tempat
mereka berdiri sungguh janggal. Tidak ada angin di sana, tidak juga bayangan di bawah kaki.
Aku tidak suka tempat ini. Mencurigakan. Lupakan saja botol minummu, mari kita pergi dari sini,
kata Sketrrer.
Kedua Kanatron itu merasa berbalik arah menuju tempat mereka masuk, tetapi meskipun lama berjalan
pemandangan di sekitar mereka tak berubah. Sketrrer menarik Canmi, membawanya lari secepat
mungkin. Namun semak dan pohon-pohon bergerak mengikuti mereka, mengurung mereka semakin
masuk ke tengah taman. Sketrrer gusar. Ia mencoba mengembang sayap untuk membawa Canmi
terbang, tetapi ketiadaan angin membuat sayap lebarnya terkulai. Ia merutuk. Dan dahan pohon-pohon
membalas dengan membelit dua orang itu.
Mendadak terdengar suara tawa anak kecil. Mata kedua Kanatron terbuka. Di depan mereka tebing
merah Irghi sudah terlihat, ada birai setinggi bahu di kakinya, dan Ferishen duduk di atasnya, di
samping makhluk pencuri botol.
Siapa orang bodoh yang masuk Pelataran Merah lewat Taman Sesat? ejek bocah itu.
Kurang ajar! Ini pasti perbuatanmu! Apa yang kau inginkan, Terzien? Sketrrer menggeram dari
tengah belitan pohon.
Bukan aku. Tapi pohon-pohon itu tidak suka makianmu tadi. Jadi mereka menangkapmu dan akan

menyedot habis seluruh sari-sarimu, kata Ferishen. Berhentilah memberontak. Pohon-pohon dalam
taman ini menghisap tenaga Bakat Bintang. Semakin kau memberontak semakin cepat pula kau akan
mati.
Adapun Sketrrer sebenarnya menyimpan Bakat Acentevein yang langka yang memampukan
pemiliknya mengambil tenaga alam. Biasanya Bakat itu tertidur, namun kemarahan Sketrrer kali ini
membangunkannya. Sketrrer meraung nyaring, memberontak, mencabik dahan-dahan pohon hitam
yang melilitnya. Ia membebaskan Canmi, lalu membawanya lompat menerjang Ferishen di atas birai.
Sketrrer sudah akan menghajar Terzien itu kalau Canmi tidak melarangnya.
Jangan kau lukai dia, kata gadis itu. Dia cuma anak kecil.
Sketrrer menyanggah, Dia Terzien. Lihat silang putih di bajunya.
Tetapi Ferishen buru-buru bicara, Aku bisa menunjukkan jalan keluar yang lain. Kalian tidak mungkin
lewat taman itu lagi karena sekarang semua pohon marah dan hendak menghancurkan kalian.
Sketrrer merasa curiga, tetapi tubuhnya tak mungkin menggunakan Acentevein dua kali berturut-turut
dan tidak ada angin di birai itu untuk membantunya terbang. Ia menyuruh Ferishen menunjukkan
jalannya. Ferishen dua Kanatron mendaki tangga kecil lalu masuk dalam batu Irghi lewat sebuah gua
yang gelap. Mereka menyusur lorong gua yang mendaki landai berliku-liku sampai berakhir di ujung
jalan buntu. Sketrrer marah. Tetapi Ferishen melantun suatu sajak dan pintu batu terbuka. Kedua
Kanatron pantas terkejut karena menurut pengetahuan mereka, tidak ada yang mampu dan boleh
membuat pintu semacam ini selain di Perguruan Kanatron. Akan tetapi kilat mata serigala surai dan
geraman menunggu di muka pintu. Kedua Kanatron kaget disambut dengan kelebat golok dalam gelap.
Ferishen membaca syair untuk menutup lagi pintunya.
Mereka keturunan Penguasa Gunung Es yang mengejarku sampai masuk ke sini, ujar Ferishen.
Jalan keluar kita ada di terusan lorong tempat mereka berjaga itu.
Kau memanfaatkan kami, Sketrrer bersungut.
Aku bilang akan mengantar kalian ke jalan keluar. Aku tidak bilang jalan keluarnya aman, kata
Ferishen.
Meskipun kesal, Sketrrer masih membutuhkan petunjuk arah Ferishen. Lagipula adiknya pasti
mencegahnya membunuh Terzien kecil itu. Mata elang emas Sketrrer tidak berguna dalam gelap, jadi
dia menyalakan bola lentera gas dari tasnya. Ia menyuruh Ferishen membuka pintu batu lagi.
Hormat pada silang hitam Kanatron. Pemimpin Pasukan Mata Angin, Sketrrer, di sini! katanya.
Dalam remang-remang lentera gas tampak delapan orang keturunan Penguasa Gunung Es, masingmasing menunggang seekor serigala surai. Mereka berbicara dalam bahasa asing. Tetapi salah satu di
antaranya mengerti bahasa Skoy yang digunakan Sketrrer.
Kami tidak berurusan denganmu, tapi bocah di belakangmu itu. Dia mencuri harta berharga keluarga
kami, katanya.
Ferishen menyahut, Aku tidak mencuri! Aku mendapatkannya dari ibuku dulu. Itu hadiah ulang

tahunku.
Keturunan Penguasa Gunung Es berkata lagi, Serahkan bocah itu pada kami, Kanatron. Atau kami
tidak akan segan-segan meskipun kalian punya silang hitam.
Perkataan itu membuat Sketrrer gusar. Kupikir Perguruan Kanatron dan Gunung Es berhubungan baik.
Siapa kalian sehingga berani menantang Utusan Bintang?
Kami tidak ada urusan denganmu atau Perguruanmu, anak muda. Serahkan bocah itu atau kalian
semua mati di sini. Keturunan Penguasa Gunung Es mengacung-acungkan golok.
Bukan aku tapi kalianlah yang lebih dulu memusuhi silang hitam, kata Sketrrer. Ia mengeluarkan
tongkat gandanya.
Delapan keturunan Penguasa Gunung Es mengepung Sketrrer dalam gelap. Sketrrer menghalau mereka
semua, mengubah tongkat gandanya menjadi tombak besar, lalu menghujam lantai gua keras-keras.
Dengan suara nyaring gua runtuh tepat di atas Pelataran Merah. Adapun saat itu para Tetua suku-suku
Rahuemer sedang berkumpul dalam pertemuan akbar. Mereka terkejut melihat orang-orang asing
merusak tempat suci itu.
Sketrrer mendarat di atas timbunan batu yang mengubur musuh-musuhnya. Ia tak mengerti bahasa
Rahuemer, tapi silang hitam pada bajunya cukup membuat para Tetua takjub. Ferishen dan Canmi ikut
turun ke tumpukan batu. Melihat silang putih di baju Ferishen, pasukan Tetua Rahuemer segera
membidik panah. Canmi berdiri di depan Ferishen untuk melindunginya.
Biarkan dia, Canmi, kata Sketrrer.
Bagaimana kau bisa membiarkan dia mati sedangkan dia sudah menuntunmu sampai ke jalan keluar
ini? balas Canmi.
Sketrrer tidak ingin bertengkar dengan adiknya. Ia mengikat Ferishen dengan tambang laba-laba pipih
yang ringan namun kuat, lalu berkata pada para Tetua Rahuemer, Salam. Aku Pemimpin Pasukan
Mata Angin Kanatron, Sketrrer putra Kezser. Adikku Canmi adalah Peramu Perguruan. Dan bocah ini
adalah anjing tangkapanku. Taman Sesat kalian membawa kami sampai ke Pelataran Merah ini.
Kemudian ia menceritakan duduk permasalahannya.
Tetua dari Suku Kerbau Putih yang mengerti bahasa Skoy menerjemahkan ucapan Sketrrer pada Tetua
Agung. Orang-orang Rahuemer menyambut dua Kanatron itu dan membawanya ke perkemahan utama.
Berdasarkan permintaan Sketrrer, Tetua Agung menyelenggarakan pesta besar dan mengundang
pendongeng-pendongeng terbaik di perkemahan. Tetua Agung heran mengapa Guru Besar mengirim
ksatria dan peramu untuk mengumpulkan naskah-naskah dongeng rakyat. Tetapi ia hanya ingin
menjaga hubungan yang sudah terjalin baik antara orang Rahuemer dengan Perguruan, dan dirinya tak
tertarik ikut campur urusan Utusan Bintang. Semua dongeng yang dikisahkan hari itu dicatat dalam
buku besar. Tetapi tidak satu pun memberi petunjuk jelas mengenai Kunci. Ketika beristirahat di
kemah, Canmi mengeluhkan perkara ini, lupa bahwa Ferishen juga ada bersama dengan mereka.
Jadi kalian mencari dua puluh Kunci legenda itu, kata Ferishen.
Sketrrer segera menangkap leher baju bocah itu. Aku tidak bisa lagi membiarkan kau hidup.

Benarkah? Tapi aku tahu di mana Kunci-kunci itu berada, kata Ferishen.
Dengarkan dia, sahut Canmi. Kita sudah menghabiskan empat puluh hari menelusuri dongengdongeng yang disampaikan para cendekia Perguruan dan tidak satu pun yang benar. Lebih baik sedikit
petunjuk daripada tidak sama sekali.
Sketrrer melempar bocah itu sampai punggungnya mengenai api pelita. Ketika itu ia melihat bahwa
mantel bulu di punggung Ferishen tidak terbakar, bahkan tidak hangus sama sekali. Sketrrer segera
merampas mantel itu.
Kau memang mencuri. Ini bulu serigala surai yang hanya hidup di Gunung Es. Kau pasti mencurinya
dari delapan orang itu. Sketrrer gusar.
Ferishen berkata, Sudah kubilang itu hadiah ulang tahun dari ibuku saat aku masih kecil.
Kau tidak terlihat seperti keturunan Penguasa Gunung Es, kata Sketrrer. Karena kulit Ferishen tidak
pucat dan rambutnya tidak lurus keperakan. Orang-orang Gunung Es tak pernah memberikan mantel
bulu serigala surai pada orang asing, tidak pada Kanatron sekalipun.
Ferishen menjawab, Kukira para Kanatron adalah ksatria mulia yang memutuskan perkara dengan
adil. Bagaimana kau bisa menuduhku tanpa bukti yang jelas? Ibuku orang Oshtogar. Tapi aku tidak
tahu ayahku datang dari mana. Kau tahu di Oshtogar sana hanya wanita yang berhak memiliki rumah.
Dan setiap pelancong yang hendak bermalam harus diterima sebagai anggota keluarga. Dari mana aku
tahu berapa banyak pelancong yang diterima ibuku sebelum aku lahir atau dari mana mereka datang?
Kata Canmi pada Sketrrer, Kau sudah membunuh delapan orang itu padahal mereka termasuk sekutu
Perguruan kita. Kenapa kau masih mau menambah kesalahan dengan menuduh anak ini tanpa bukti
yang jelas?
Sketrrer menjawab, Delapan orang itu menghina silang hitam dan hendak membunuh kita. Berhentilah
mengkhawatirkan orang lain dan mulailah memikirkan keselamatanmu sendiri. Tapi baiklah. Sesuai
permintaanmu, akan kubiarkan anak ini asal dia memenuhi perkataannya.
Tidak perlu cemas. Aku memiliki Bakat serigala, kata Ferishen. Hidungku bisa mencium bau Kunci
dari kejauhan. Misalnya Kunci yang kau sembunyikan di balik bajumu itu, atau yang ada dalam tas
adikmu itu.
Sketrrer dan Canmi pantas terhenyak dengan ketepatan Ferishen.
Bocah itu melanjutkan, Kau tidak akan mendapat banyak di sini, tapi delapan hari perjalanan jauhnya
dari sini ada bandar dagang Artuan. Di sana tinggal seorang pemilik Bakat Bintang yang sudah tua, ia
tidak memakai silang putih maupun silang hitam karena Artuan tak pernah memihak. Tetapi aku tahu
dia punya Kunci Kanatron. Aku sudah empat kali membeli burung-burungan perak Oshtogar yang
bagus dari tokonya.
Sketrrer sering mendengar soal Artuan. Orang-orang di sana tak ingin memusuhi Kanatron, atau
Terzien, atau Oshtogar, atau bangsa-bangsa lain, selama mereka datang membawa uang dan dagangan.
Perkataan Ferishen tidak ada salahnya dicoba.

Dua hari kemudian mereka berpamitan pada para Tetua Rahuemer dan meneruskan perjalanan ke
Artuan. Ketika berkemah di tengah jalan, Canmi mendapat mimpi buruk yang aneh. Ia merasa telah
bangun, tapi sekelilingnya dingin membeku seperti padang salju. Ia tak menemukan kakaknya maupun
Ferishen, bahkan kemah mereka pun lenyap. Canmi yang ketakutan berseru memanggil-manggil. Ada
cahaya di kejauhan. Canmi bergegas ke sana, mengharap adanya bantuan. Tetapi hanya patung-patung
es yang menunggu, berdiri kaku. Baik wajah, rambut, maupun pakaiannya begitu halus dan terperinci,
seolah-olah mereka orang sungguhan yang terkena kutuk. Canmi menjerit sekencangnya lalu terjatuh.
Tiba-tiba sekelilingnya kembali menjadi padang rumput biasa. Kemahnya tampak di kejauhan. Tetapi
patung-patung mayat membeku masih berdiri di sana, meski tak setitik pun es ada di atas rumput.
Sketrrer mendengar suara adiknya datang bersama Ferishen. Mereka terpana oleh kumpulan patung
membeku. Bahkan Ferishen yang biasanya lebih paham soal padang rumput tak pernah melihat sesuatu
semacam ini. Setelah diperhatikan baik-baik, ternyata mayat-mayat patung itu mengenakan pakaian
bersilang putih. Tak jauh dari sana tergeletak tas-tas yang terbuka dan tercecer. Sketrrer menemukan
satu Kunci Kanatron di sana, entah Terzien yang mana yang memilikinya. Namun daripada memikirkan
Kunci, ia lebih pensaran siapa gerangan yang membekukan orang-orang itu. Ia belum pernah
mendengar Bakat semacam itu.
Canmi sangat terguncang oleh mayat-mayat beku. Beberapa hari lalu ia muak oleh tindakan Sketrrer
dan Selan membunuhi Terzien-Terzien di Hamer. Ia lebih marah melihat kekejaman Terzien membantai
orang-orang tidak bersalah. Tetapi tidak ada yang lebih mengerikan daripada mayat-mayat beku yang
mendadak berdiri di depannya ini. Ia berharap tetap tinggal di Perguruan seperti yang sudah-sudah dan
Guru Besar tak pernah mengutusnya untuk tugas rahasia ini.
Sketrrer menyuruh rombongan berangkat lebih cepat. Ia ingin segera sampai di Artuan agar Canmi
mendapat hiburan keramaian kota dan melupakan ketakutannya. Tetapi hujan turun selama tiga hari
dan mendung menggantung lama di langit. Mereka baru melihat bayang-bayang kota enam hari
kemudian. Ferishen memimpin rombongan menuju pasar.
Kota kecil itu ramai dan meriah. Tetapi ketika jubah perjalanan Sketrrer dan Canmi tersingkap
memperlihatkan silang hitam di baliknya, orang-orang ribut. Sketrrer dan Canmi tidak mengerti bahasa
padang rumput, jadi mereka tak tahu apa yang dikatakan orang-orang itu. Tiba-tiba terompet ditiup
nyaring. Dua orang bersenjata dengan silang putih di bajunya merangsek hendak menangkap Sketrrer
dan Canmi. Dalam kekacauan itu Ferishen berhasil melepaskan diri dan menghilang. Barulah Sketrrer
tahu kalau mereka telah dijebak. Tempat itu bukan Artuan tetapi kota dagang lain yang telah menjalin
kerja sama dengan Terzien.
Sketrrer berusaha melindungi Canmi dari serangan para Terzien dan keluar secepatnya dari kota itu.
Sayang sekali berkelahi di tengah kota bukan perkara mudah, Sketrrer harus berhati-hati agar tidak
melukai orang awam. Belum lagi Terzien yang mengejar mereka semakin banyak, membuat Sketrrer
kewalahan. Pada akhirnya ia dan Canmi terpisah. Sketrrer dikeroyok lima orang Terzien dan
mengkhawatirkan keberadaan adiknya. Ketika ia akhirnya berhasil membebaskan diri dan terbang,
Canmi tak terlihat di mana-mana.
Sebatang anak panah melesat mengenai sayap Sketrrer. Kanatron itu tak sempat mengelak, sayapnya
kembali menjadi jubah robek. Sketrrer menukik lalu sebelum mengenai atap-atap rumah, ia
mengembang sepasang sayap baru dan terbang ke luar kota. Tetapi hujan panah menghantui di
belakangnya. Sketrrer terbang secepat mungkin ke padang terbuka. Ia menoleh ke bawah, melihat

pengejarnya ternyata seorang Terzien yang menunggang kuda merah. Nama orang itu Trehuem, sebagai
seorang keturunan Rahuemer ia mahir berkuda serta memanah. Dengan dua bidikan mantap beruntun,
Trehuem menembak dua sayap Sketrrer dan menjatuhkan Kanatron itu. Sebelum Sketrrer sempat
membuat sayap baru, Trehuem melompat dari punggung kuda dan menendang perutnya. Sketrrer
terlempar, berhasil mendarat susah payah di tanah. Trehuem segera menghadiahinya dengan tendangan
beruntun. Sketrrer mengeluarkan tongkat gandanya, menyerang balik. Untuk pertama kalinya Sketrrer
menemukan lawan yang seimbang.
Meski tak bersenjata, Trehuem sangat lincah dan tendangannya mematikan. Ia mengecoh Sketrrer
dengan bulu ilusi, ilmu mengelabuhi lawan dengan bulu ekor kuda merah yang panjang, menciptakan
kesan pengganda tubuh. Ilmu yang hanya dimiliki keturunan Tahuan, sang Tetua Agung pertama, bapa
orang-orang Rahuemer. Sosok-sosok Trehuem melingkari musuhnya, menyerang bersamaan. Sketrrer
tak mau ambil pusing mencari Trehuem yang asli, ia mengubah tongkat gandanya menjadi tombak, lalu
bergasing menyambar semua Terzien yang mengepungnya. Tetapi sosok-sosok Terzien itu berubah
menjadi bulu-bulu merah, dan karena sabetan Sketrrer yang begitu cepat, bulu-bulu itu tebakar. Ada
peledak-peledak kecil yang digantungkan pada masing-masing ujungnya, semua meledak bersamaan,
membuat Sketrrer terpuruk ke tanah. Tanpa memberi kesempatan, Trehuem menerjang.
Sketrrer mengira harapannya sudah hilang ketika Acentevein bangkit kembali. Udara tersedot menjadi
pusaran angin di sekitar tubuh Sketrrer. Trehuem mundur, tahu lawannya memiliki Bakat yang belum
pernah ia lihat. Tetapi Sketrrer tersuruk ke tanah. Angin masuk lewat kulitnya, mengisi semua ruangan
kosong, membuatnya merasa penuh. Terlalu penuh malah, sampai aliran udara bertabrakan di dalam.
Sketrrer tak lagi dapat mengendalikan kekuatannya dan pandangannya gelap.
Seseorang melempar bom cahaya, membuat kuda merah Trehuem kabur ketakutan dan si Terzien
menyembunyi wajah. Si pelempar bom menggotong Sketrrer yang pingsan, lalu membentang empat
sayap belalang dan terbang pergi.
Ketika Sketrrer tersadar dirinya dikelilingi adiknya (yang sehat walafiat), dan dua orang asing. Mereka
berada di dalam hutan, di bawah naungan pohon-pohon lebat. Padang rumput masih terlihat samar di
antara deret batang-batang kelabu. Canmi menuangkan ramuan hijau pada luka-luka bakar Sketrrer,
lalu meletakkan tangan di atasnya hingga kulit baru tumbuh sempurna. Sketrrer duduk.
Jangan gegabah. Aku hanya bisa menyembuhkan luka luarmu tapi tidak dalamnya. Kau masih harus
beristirahat sampai besok. Canmi menyodorkan botol vienar, cairan kehidupan.
Sketrrer meneguk satu dua, kehangatan merangkum tubuhnya. Ia merasa pulih dan tenaganya mulai
kembali. Ia berpaling pada dua lelaki asing. Siapa kalian?
Aku Klein dan ini temanku Yore. Kami menemukan adikmu ketakutan dan kebingungan di kota tadi
jadi kami membawanya kemari. Adikmu meminta bantuan kami karena para Terzien di kota pasti
memburumu, ujar pria yang lebih kekar dengan baju panjang ala Skoy.
Terima kasih untuk bantuan Anda, kata Sketrrer.
Aku melihat kau memiliki Bakat Acentevein, kata Klein. Biasanya aku hanya membacanya di buku,
tetapi hari ini aku bisa melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Sketrrer tidak menyangka ada orang asing yang dapat mengenali Bakat langkanya sekali lihat. Lagipula

orang itu juga memiliki Bakat Bintang, tetapi bisa berkeliaran bebas di kota para Terzien. Sketrrer
curiga, tapi ia tak melihat lambang silang hitam maupun silang putih. Ia teringat pada ucapan Ferishen
soal pemilik Kunci di Artuan, tetapi segera ditepisnya pikiran itu. Tempat ini bukan Artuan dan
Ferishen sudah jelas-jelas membohonginya.
Canmi berkata, Aku sudah bertanya pada mereka soal Yang Dua Puluh. Tapi menurut Klein tidak
banyak yang bisa didapat dari buku-buku.
Sketrrer kesal adiknya sembarangan mengumbar berita pencarian Kunci ke mana-mana. Ia
menyalahkan Guru Besar mengutus penyembuh yang menghabiskan hidupnya dalam Perguruan atau di
rumah besar keluarga Erga untuk tugas rahasia ini. Tetapi Klein tidak tampak terganggu. Ia
menjelaskan soal legenda-legenda Kunci, yang tak jauh berbeda dari yang diceritakan Guru Besar saat
memanggil Sketrrer di awal tahun. Ia juga mengaku tak melihat Terzien kecil dengan mantel bulu
serigala surai dan leher terikat tali di kota.
Pada akhirnya Klein mengaku tidak bisa banyak membantu. Tetapi tempat ini berada dalam pengaruh
Terzien sejak dua tahun lalu. Tidak baik bagi kalian untuk tetap di sini. Kalian bisa mencari Kunci ke
Teritorial Terzien di pegunungan Timur sana, tapi aku tidak yakin kau mau melakukannya.
Sketrrer tak tertarik pergi ke tempat berbahaya itu bersama Canmi, meski ia yakin pasti ada satu dua
Terzien di sana yang memiliki Kunci. Setelah perkelahiannya melawan Trehuem, ia merasa tugas ini
terlalu bahaya untuk Canmi yang tak bisa membela diri. Ia meminta Klein menunjukkan tempat yang
cukup aman bagi mereka untuk berkemah dan memulihkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan.
Klein mengantar mereka ke tepi sungai yang tenang di tengah hutan. Setelah itu ia dan Yore
berpamitan pergi. Sketrrer dan Canmi tinggal dalam dua hari yang membosankan. Canmi membaca
ulang semua cerita yang telah mereka kumpulkan untuk mencari petunjuk. Tetapi sebetulnya Sketrrer
sudah memutuskan bahwa ia akan membawa adiknya pulang, meninggalkannya di rumah, dan
melanjutkan perjalanan sendiri. Pada malam kedua Canmi terbangun di tengah malam oleh suara tawa
seorang gadis. Dari dalam kemah, ia melihat sosok gadis kecil bergaun putih yang berjalan-jalan di
seberang sungai. Tetapi ketika Canmi keluar, gadis itu hilang tanpa jejak. Canmi teringat mimpi
buruknya tempo hari. Ia kembali ke tenda dan bergelung di samping Sketrrer sepanjang malam.
Keesokan harinya Sketrrer sudah pulih benar. Ia membawa Canmi terbang langsung menuju Skoy di
selatan padang rumput. Mereka singgah sebentar di kota Redthen. Di sana teman baik ayah mereka
tinggal. Dahulu orang itu ksatria Kanatron juga, tetapi kini dirinya memilih tinggal sebagai rakyat biasa
di kota ramai bersama istrinya, meninggalkan lambang silang hitam. Lennel gembira akan kedatangan
Sketrrer dan Canmi, memperlakukannya bagaikan anak sendiri. Istrinya memasak jamuan lezat. Dan
untuk pertama setelah sekian puluh hari Canmi dapat tidur dengan tenang.
Sketrrer tidak tidur. Ia mondar-mandir di halaman rumah sampai Lennel memperhatikannya dan ikut
keluar.
Ada sesuatu yang membebani pikiranmu, anakku? tanya Lennel.
Sketrrer mengangguk.
Lennel menyambung, Tugas dari Guru Besar, bukan?

Orang tua itu memberi tugas yang gila, kata Sketrrer.


Lennel menyahut, Tidak baik kau menghina pemimpinmu.
Dan kau menyebutnya pemimpinku, bukan pemimpin kita. Sepertinya kau tak lagi setia pada silang
hitam. Sketrrer memicing.
Lennel tertawa pelan. Apa gunanya kesetiaan itu jika kau sudah seumurku, Sketrrer? Aku sudah
melihat banyak hal. Tidak, aku tidak membenci Kanatron. Dan aku akan selalu membantumu jika kau
membutuhkannya. Jadi katakan, tugas apa yang diberikan Guru Besar padamu?
Sketrrer diam sejenak sebelum menceritakan semuanya. Ia berharap Lennel, yang menikah dengan
cendekia Kanatron terkenal, mengetahui satu dua hal soal Kunci-kunci itu. Tetapi Lennel juga hanya
mengulang dongeng-dongeng lama yang itu itu.

Anda mungkin juga menyukai