Makalah SSJ Tren Isu
Makalah SSJ Tren Isu
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Stevens Johnson (SSJ) akhir-akhir ini sering diberitakan di media
massa. Penyakit ini adalah penyakit yang mengakibatkan kulit terbakar hebat yang
biasanya disebabkan karena efek dari hipersensitivitas terhadap obat tertentu.
Meskipun nama penyakit ini sudah lama dikenal di kalangan medis, namun karena
penderitanya jarang sehingga kurang diketahui masyarakat. SJS bisa terjadi
karena adanya kompleks imun di dalam tubuh. Ketika terjadi ikatan antara antigen
dan antibodi yang disebut sebagai kompleks imun, kompleks imun tersebut
menimbulkan reaksi pada tempat dimana dia mengendap sehingga menimbulkan
kerusakan jaringan. SJS ini secara khusus melibatkan kulit dan membran mukosa
atau selaput lendir organ tertentu. Di kalangan medis nama penyakit ini dikenal
juga dengan sebutan Ektodermosis erosiva pluriorifisialis, eritema multiformis
tipe Hebra, eritema bulosa maligna, sindrom mukokutaneaokular, serta minor
form of TEN (toxic epidermal necrolysis).
SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang
ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium, serta
mata disertai gejala umum berat. ( Black, 2001 ) Sinonimnya antara lain: sindrom
de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform
bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dan lain-lain. Nama ini
berasal dari Dr. Albert Mason Stevens dan Dr. Frank Chambliss Johnson, dokter
anak di Amerika yang mempublikasikan kumpulan gejala ini di tahun 1922.
Sindrom Steven Johnson ialah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari
erupsi di kulit, kelainan di mukosa dan konjungtivitis etiologi yang belum
diketahui dengan pasti.
Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab ialah : infeksi oleh
microorganisme seperti virus dan bakteri, obat-obatan, alergi yang hebat, faktor
endokrin dan faktor fisik seperti sinar matahari, hawa dingin, dan sinar-X. Ciriciri penyakit SSJ meliputi gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan
syndrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.
Angka kejadian SSJ sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta
penduduk. Syndrom ini tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, karena pada usia
anak dibawah 3 tahun masih mendapatkan imunisasi oleh karena itu daya tahan
tubuhnya masih kuat. Gejala SSJ dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada
mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa
waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, dapat timbul demam,
sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka
seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun
seperti HIV dan AIDS serta lupus angka kejadiannya dapat meningkat secara
tajam. Mengingat morbiditas dan mortalitas SSJ maka, perawat sangat berperan
dalam membantu proses kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis,
mengayomi, memberi motivasi dan menjaga pasien.
2.1 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tren dan isu tentang penyakit Syndrom Steven
Johnson.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus '' Asuhan Keperawatan Klien dengan Syndrom Steven
Johnson '', ini disusun supaya :
a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab,
klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, serta komplikasi dari Syndrom Steven
Johnson.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien
dengan Syndrom Steven Johnson.
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang
diperlukan pada pasien yang dirawat dengan keluhan Steven Johnson.
BAB II
KONSEP DASAR
(seperti vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula kemudian pecah
sehingga terjadi erosi yang luas.
Di samping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainan
tersebut terjadi di seluruh tubuh. 2. Kelainan selaput lendir di orifisium, yang
tersering adalah di selaput lendir mulut (100 persen) kemudian disusul oleh
kelainan di lubang alat genital (50 persen), di lubang hidung dan anus jarang.
Vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman.
Kelainan yang tampak di bibir adalah krusta berwarna hitam yang tebal.
2.4 Manifestasi Klinis
Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 8 tahun kebawah. Keadaan
umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada syndrom ini terlihat adanya
trias kelainan, berupa :
1. Kelainan kulit.
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikeldan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat
terjadi purpura, pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2. Kelainan selaput lendir
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100 %)
kemudian disusul oleh kelainan alat dilubang genetol (50 %), sedangkan dilubang
hidung dan anus jarang (masing-masing 8 % dan 4 %).
3. Kelainan mata.
Kelainan mata merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering telah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis parulen,
peradarahan, alkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan
tersebut dapat pula dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : notritis, dan
onikolisis.
Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan
esofagus) dan saluran nafas atas. Keadaan ini dapat menyebabkan penderita
sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas. 3. Kelainan mata, kelainan
mata merupakan 80 persen diantara semua kasus, yang tersering adalah
konjungtivitis kataralis (radang konjungtiva). Dan yang terparah menyebabkan
kebutaan. Disamping kelainan tersebut terdapat juga kelainan lain seperti radang
ginjal, dan kelainan pada kuku.
Penderita yang mengalami SJS ini bisa mengalami komplikasi berupa
kelainan pada paru yaitu bronkopneumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan
cairan dan darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Dapat pula terjadi
kebutaan.
2.5 Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif
tipe III dan IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem
komlemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim
dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran (target- organ). Reaksi
hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak
kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi
radang.
Reaksi hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam
darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah bitir.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi
tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil
tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga
terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitif tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil
limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel
yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (elayed)
memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah
80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan
cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syoek pada mata
dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam
menegakkan diagnosis.
1. CBC (complek blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal
atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan
disebabkan karena infusi bakteri.
2. Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab
infeksi.
Tes lainya : Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma. Adanya
mikrosis sel epidermis
Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator
1. Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh sukup diobati dengan
predisone 3040 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya burukdan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat.Kartikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksamate dan intravena dengan dosis
permulaan 46 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasienstevenjohnson
berat harus segera dirawat dan berikan deksametason 6x5 mg intravena setelah
masa kritisteratasi, kedaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama
mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, tiap hari diturunkan 5 mg.
Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan table
kortikosteroid, misalnya prendnisone yang diberikan keesokan harinya dengan
dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian
obat
tersebut
dihentikan.
Lama
pengobatan
kira-kira
10
hari.
Na dan CI) bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia
diberikan KCL 3x500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.
Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi
protein/anabolik seperti nandroklok dekanoat dan nanadrolon fenilpropionat dosis
25-50 mg untuk devasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
2. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat di beri antibiotik yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrom luas dan bersifat sakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x
80 mg. Infus dan transfusi darah. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan
nutrisi penting karena pasien sukaratau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut
dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus
misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan
dalam 2 3 hari, maka daapt diberikan transfusi darah banyak 300 cc selama 2 hari
berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus
dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000
mg intravena sehari dan hemostatik.
3. Topikal
Terapi topikal untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk
lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfadiazine perak.
2. Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson
Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang
sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang
melibatkan lima fase berikut ini : pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan,
implementasi, evaluasi ( Jos dan Kate, 2006 : 256 dalam Evi Agustini, 2006).
Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan (Jos dan Kate,
2006:270 dalam Evi Agustini,2006).
Data yang dikumpulkan meliputi :
1. Identitas
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut
untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit sindrom steven Johnson.
3. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
1. Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
2. Kesadaran
Kesadaran mencakup tentagn kualitas dan kuantitas keadaan klien.
3. Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)
2. Sistem integument
Mengkaji tentang keadaan kulit
3. Sensori
1. Mata
Mengkaji tentang penglihatan, dan keadaan konjungtiva
2. Mulut
Mengkaji tentang mukosa bibir, fungsi menelan, dan fungsi bicara
4. Pola aktivitas
1. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan
aktivitas dan anjuran bedrest
3. Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati
1. Aspek penunjang
1. Hasil pemeriksaan Laboratorium
2. Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Sindrom Steven
Johnson
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan
epidermis
2. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan
menelan
intervensi
keperawatan
dituangkan
dalam
rencana
keperaawatan.
Perencanaan pada klien Sindrom Steven Johnson yaitu :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan
epidermis
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dalam 3 x 24
Kriteria Hasil :
1.
2.
3.
Intervensi keperawatan :
1.
2.
10
2. BB meningkat
3. Mukosa bibir tidak tampak stomatitis ulseratif spectrum luas
Intervensi keperawatan :
1) Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
Rasional : memberikan klien/orang terdekat rasa kontrol,
meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki
pemasukan
2) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
3) Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : meningkatkan nafsu makan
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit
Tujuan : Memperoleh rasa nyaman dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
o Klien sudah tidak merasa Nyeri,pegal
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
Rasional : Mengetahui derajat nyeri
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan
umum
3) Pantau TTV
Rasional : untuk memaksimalkan efek obat
4. Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Intorelansi aktivitas terpenuhi dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
o Klien tampak segar
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari
11
12
5. Evaluasi
Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan
keperawatan yang dilaksanakan pada klien unutk mendapatkan kasus sebagai data
dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk
mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
berkesinambingan.
Evaluasi adalah proses yang terus menerus kerena setiap intervensi dikaji
efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan (Bobak,
2005 :195,Evi Agustini,2006).
Evaluasi adalah tindakan intelektual unutk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rnecana tindakan dan
pelaksanaannya
sudah
berhasil
dicapai
(Nursalam,2001:71
dalam
Evi
Agustini,2006)
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan (Jos dan Kate,2006:330
dalam Evi Agustini, 2006). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan
SOAP
sebagai
pola
pikirnya
(Keliat,1999:15
dalam
Evi
Agustini,2006).
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien
EVALUASI PADA KLIEN SSJ
13
Evaluasi :
S:O: Terdapat pemasangan NGT dan IVFD
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan intervensi
Dx : Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan
konjungtivitas
Evaluasi :
S :O: Mata terdapat konjuntivitas dan tampak edema kemerahan sehingga klien sulit
membuka mata
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan intervensi
Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan Jaringan Kulit
Evaluasi :
S:O : Tanda tanda infeksi tidak ada
A : Masalah teratasi.
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 TREN dan ISU
3.1.1 Sindrom Steven Johnson, Sebuah Malpraktek ?
Ratna Ningsih, warga Jakarta Timur tubuhnya melepuh setelah
menjalani pengobatan di Puskesmas Ciracas. Kadinkes DKI Dien Emawati
menyebut penyakit Ratna adalah Sindrom Steven Johnson (SSJ). Seperti
biasa bila kasus SSJ timbul pada seorang pasien, maka saat ini opini
masyarakat dan media masa terlalu mudah memvonis suatu kesalahan
dokter atau malpraktek. Bila dicermati sebenarnya kasus SSJ bukanlah
sekedar sebuah malpraktek. Tampaknya tidak ada seorang dokterpun
bahkan seorang dokter yang paling ahli atau berpengalaman dapat
menghindarinya.
SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis kulit melepuh
kemerahan pada seluruh bagian kulit, bagian lunak seperti bibir, mata dan
daerah kelamin. Penyakit SSJ sebenarnya bukan sekedar penyakit alergi
obat biasa. Banyak faktor dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyebab
atau faktor yang mempengaruhi SSJ sangat rumit dan sukar ditentukan
dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada
umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat. Beberapa
faktor penyebab timbulnya SSJ biasanya diawali adanya infeksi virus,
jamur, bakteri, parasit yang ditambah adanya alergi obat, makanan
tertentu, penyakit kolagen, keganasan, kehamilan.
16
tegretol,
tetrasiklin,
digitalis,
kontraseptif
dan
obat
17
18
dapat terkena SSJ. Tiada seorang profesor atau dokter yang paling ahlipun
dapat memprediksi dapat mencegah dan menghindari terjadinya SSJ.
Sehebat apapun seorang dokter tiada yang bisa memprediksi akan
terjadinya SSJ. Bahkan tidak ada sebuah pemeriksaan laboratorium atau
tes yang dapat mencegah untuk terjadinya SSJ. Tes alergi obatpun
kalaupun dilakukan dan hasilnya negatif belum tentu dapat mencegah
kasus SSJ karena penyebabnya multifaktorial.
Bukan hanya kasus SSJ berbagai kasus yang merupakan dampak
suatu pengobatan dan penyakit, seringkali masyarakat bahkan media masa
terlalu mudah memvonis sebagai malpraltek. Memang kasus malpraktek
dokter juga harus diakui masih banyak terjadi. Tetapi hal ini bukan alasan
untuk selalu memvonis malpraktek bila terjadi sebuah masalah dalam
tindakan kedokteran. Hal ini bisa dimaklumi bahwa harapan masyarakat
terhadap penyembuhan terhadap penyakit pasien demikian tinggi. Dan hal
ini juga menyangkut biaya dan resiko nyawa yang dipertaruhkan saat
terserang penyakit. Bila harapan sembuh, biaya yang sudah dikeluarkan
sangat besar dan komunikasi antara pasien dengan dokter tidak terjalin
baik maka label malpraktek itu akan terlalu sering dan terlalu mudah
diucapkan oleh media dan masyarakat.
3.1.2 Dokter Spesialis Kulit Rumah Puan
dr. Amaranila Lalita Drijono, Sp.KK, dokter spesialis kulit Rumah
Puan Perempuan Clinic menjelaskan bahwa Steven-Johnson Syndrome
(SJS) adalah kondisi kulit di mana sel epidermis terpisah dari sel dermis
(kulit mengelupas). Tak hanya kulit, SJS juga menyerang membran
mukosa yang antara lain terdapat pada mata, mulut, hidung, telinga, daerah
kemaluan, dan anus.
"SJS bukan sindrom langka. Namun, tingkat keparahannya sangat
ekstrem dan darurat, dengan kemungkinan kematian yang cukup tinggi.
Padahal, dengan penanganan dini dan tepat, SJS bisa hilang sepenuhnya.
19
20
rasa
sakit
golongan
non-steroid,
seperti
diklofenak,
21
Johnson merujuk pada nama dua orang dokter, Steven dan Johnson yang
pertama kalinya mengidentifikasikan adanya sindrom ini.
Penyebab
Penyebab pada umumnya tidak diketahui dan sulit diprediksikan
sebelumnya, namun umumnya merupakan respons imun tubuh yang
berlebihan terhadap zat asing. Hampir seperti reaksi alergi, tapi bentuknya
khas dan lebih berat. Secara patofisiologi, mekanisme terjadinya alergi
tidak sama dengan mekanisme SJS, dalam hal antibodi yang terlibat dan
mediatornya. Jika reaksi alergi biasa melibatkan antibodi imunoglobulin E
(IgE), SJS melibatkan IgG dan IgM dan merupakan reaksi imun yang
kompleks.
Beberapa obat dilaporkan dapat menyebabkan reaksi SJS, terutama
adalah obat-obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) dan obat antibiotik
golongan sulfa. Selain itu unsur makanan, cuaca, infeksi (jamur, virus,
bakteri) juga diduga dapat merupakan faktor penyebab. Susahnya, reaksi
ini sulit untuk diprediksi sebelumnya jika belum kejadian.
Penanganan
Tidak
ada obat
22
Jika sudah pernah terjadi sekali saja, maka upayakan untuk mengenali
faktor penyebab, dan sebisa mungkin menghindar dari faktor penyebab
tersebut.
Jika disebabkan karena obat, perlu dipastikan nama obat tersebut dalam
nama generik, dan hindarkan penggunaan obat yang sama dalam berbagai
nama paten yang ada.
Jika perlu, tanyakan kepada apoteker macam-macam obat yang ada pada
resep Anda. Contoh nama generik adalah parasetamol, dan obat ini bisa
dijumpai dalam berbagai merek dagang, seperti: Panadol, Sanmol, Tempra,
Thermorex, Paramex, Bodrex, dan lain-lain. Kadang masyarakat tidak
mengetahui nama generik obat dan hanya mengenal nama patennya
sehingga hanya menghindari obat dengan nama paten tersebut, padahal
bisa jadi obat pemicu SJS tersebut terdapat pula pada merek obat yang
lain.
23
SJS bisa saja terulang lagi jika terkena paparan bahan yang menjadi
pemicu.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Syndrom steven johnson (SSJ) merupakan syndrom yang mengenai kulit,
selaput lendir, di orifisum dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan
sampai berat. Kelainan pada kulit berupa edema, vesikel atau bula dapat disertai
purpura.Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi
alergi obat (misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik). Infeksi mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan
makanan.
Pada syndrom ini terlihat adanya kelainan, berupa : kelainan kulit yang
terdiri daribatuk eritema, vesikel dan bula, kelainan selaput lendir di orivisium,
dan kelainan mata yang ditemukan konjungtivitis kornea. SSJ juga dilaporkan
sebagai akibat pemakaian obat herbal yang tidak umum yang mengandung
ginseng.
SSJ dapat juga disebabkan pemakaian cocaine. Seandainya anda
mengalami alergi obat, makanan, paparan sinar matahari, dan perubahan udara,
24
3.
Bagi keluarga/klien
1. Keluarga harus mengawasi dan membatasi aktivitas klien
2. Keluarga hasur memberikan nutrisi yang adekuat kepada klien agar
kesehatan klien cepat membaik
DAFTAR PUSTAKA
No Name, (1982). Kapita Selekta Kedokteran edisi ke 2. Jakarta FKUI : Media
Aesculapius
Doenges (2001). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC Penerbit
Buku Kedokteran
Levere, G.M (2005). Penyakit Kulit. Jakarta : ESIS
Grabe, Mark ( 2006 ). Buku Saku Dokter Keluarga edisi ke 3. Jakarta: EGC
Siregar, Charles ( 2004 ). Farmasi Klinik. Bandung: EGC
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/08/07/sindrom-steven-johnsonsebuah-malpraktek-386213.html. diakses pada tanggal 17 September 2014
http://www.femina.co.id/isu.wanita/kesehatan/stevenjohnson.syndrome/00
5/005/261. diakses pada tanggal 17 September 2014
25
http://sinarharapan.co/sehat/read/20158/waspada-konsumsi-obat-hindari
stevenjohnson-syndrome. diakses pada tanggal 17 September 2014
26