Anda di halaman 1dari 430
__PENUNTUN al : MANUAL OF EMERGENCY MEDICINE. 5/E Copyright © 1993 by Mosby Year Book, Inc. PENUNTUN KEDARURATAN MEDIS. E/S Alih bahasa: dr. Hunardja Santasa Editor: dr. Widayanti D. Wulandari, dr. Linda Chandranata Hak cipta terjemahan Indonesia © 1994 Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box 4276/Jakarta 10042 Telepon : 6530 6712 Desain kulit muka: Samson P. Barus Hak cipta dilindungi Undang-Undang Anggota IKAPI Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Cetakan I: 1998 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Eliastam, Michael Penuntun kedaruratan medis / Michael Eliastam, George L. Stembach, Michael Jay Bresler ; alih bahasa, Hunardja Santasa ; editor, Widayanti D. Wulandari, Linda Chandranata. ~ Ed. 5. - Jakarta : EGC, 1998. ix, 495 him, ; 12,5 x 19 em, Judul asli: Manual of emergency medicine ISBN 979-448-405-9 1, Darurat keschatan. I. Judul. II. Sternbach, George L. III. Bresler, Michael Jay. IV. Santana, Hunardja. V. Wulandari, Widayanti D. VI. Chandranata, Linda. 616.025 Isi di uar tanggung jawab percetakan Daftar Isi Kata Pengantar Edisi Kelima v Kata Pengantar Edisi Keempat vi Kata Pengantar Edisi Pertama vii 1/ Syok 1 2_{ Penatalaksanaan Trauma _11. 3_/ Kedaruratan Jantung 15 4 / Kelainan Elektrolit dan Asam-Basa 43 5 / Kedaruratan Pernapasan 63 6 / Cedera pada Toraks 81 7 / Gawat Darurat Neurologis: Perubahan Tingkat Kesadaran _99 8 / Sinkop 17 9 / Sakit Kepala 121 10 / Pusing dan Vertigo 125 11 / Gangguan Konvulsi 129 12 / Trauma Neurologis 133 13_/ Kedaruratan Abdomen Akut _ 143, vill Daftar Isi_ ix 14 / Kelainan Traktus Genitourinarius 159 15 _/ Obstetri dan Ginekologi 171 16 / Infeksi Jaringan Lunak 183 17_/ Kedaruratan Pembutuh Darah Perifer __197 18 / Trauma Tulang dan Persendian 207 19 / Cedera Tangan 223 20 / Cedera Wajah 237 21_/ Kedaruratan Telinga-Hidung-Tenggorokan 253 22 / Kedaruratan Oftalmologi 269 23_/ Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS) dan Kedaruratan Onkologi dan Hematologi 279 24 | Kea Pediatri 307 25 / Kedaruratan Alergik 323 26 / Kelainan Dermatologi_ 333 27 / Trauma Lingkungan 345 28 / Anestesi 357 29 / Penatalaksanaan Keracunan, Takar Lajak, dan Envenomasi__373 Syok I. Definisi A. Syok adalah suatu keadaan klinis akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat. Ada beberapa jenis utama syok (Tabel 1-1). B. 1 Syok hipovolemik disebabkan oleh kehilangan darah, plasma, atau cairan tubuh. Bab ini terutama akan membicarakan tentang syok hipovolemik. Syok kardiogenik disebabkan oleh gagalnya fungsi jantung sebagai pompa (lihat Bab 3). Syok septik disebabkan oleh vasodilatasi, meningkatnya permeabi- litas kapiler, depresi miokardium yang berhubungan dengan infeksi sistemik atau endotoksomia. Syok anafilaktik berhubungan dengan vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang disebabkan oleh pelepasan zat-zat vasoaktif akibat reaksi imunologis (lihat Bab 25). Syok spinal berhubungan dengan vasodilatasi sekunder akibat peng- hentian mendadak dari kontrol saraf (lihat bagian IV dari Bab ini). Syok obstruktif dapat timbul sekunder akibat obstruksi mekanis dari aliran balik vena ke jantung seperti pada tamponade jantung dan tension pneumotoraks. Aliran darah dari jantung dapat tersumbat akibat diseksi dari aneurisma aorta (lihat Bab 3). Penuntun Kedaruratan Medis 2 euapeorsue OXBIp ‘uatOpge Sisouls ‘ynjeq neye send woXu ‘yeu “uaw ‘Bursiq -edojnyew ‘qenur ‘eansunt tsuajodiy uewedepip ‘yeoroq-yeo ~“UOY Isyayuy “Ipreypyer ‘eoudryeL eqess} FEPLL, uppuny req ‘eueyn, AWweEyewy jnso8u0y Sunjuef eses ‘epur)-epue) Teguoprp yedep ueSunp ueynweyp urygunu Sum Fpreqipesq -ueq efuepe B8nf yedep yedueg we3u uel Zursiq neq nee ipreynyey ueyjedepip §=—neye ueule[oy ~WayJoq ‘qeq ueyesed :doyon “tsuajodry ‘eoudryey, uDysunyy epe YEpLy, “Wy ‘UISUIG yluazorprey , yang ~yAUIqueq tsuajodry ueuleyoy ‘yeond ‘qeq sneH “apreypyey ‘eoudryey eqeso) YePLL, Spe XepLL §— “way ‘UIUC yrurajoaodiy, uyeT-urey Teta epaey-epuey, PPT epeq wny stuef BuaA-euaA 304g eped smurry eyefay ‘TT THaVL 3 Syok snsyopeied sns tnd eAuyeySurusy) snuisideud ‘ui o1suayer “s1Zopounau syed (OIq) eeuny -OSIP JE[NYSeARN -Ul Ise[n3voy neye jeyoj Is ~yoJu! epuey-epue |, tsusj}odiy ‘ipreyryey ‘woudiyey, Isuajodry ‘tpseyrperg tsuojodiy preypye ‘woudrye | winunseipew uep voyen uesesaiod uep yesaqeyiun sedeu iAunq eAusueiy nee ynef reZuepiay Zunpusqiay, Bunquef Aung ueUre[ay epe xepLL equounaud eAuepe ueynwanp qensoy “ueurepey, epe Yep eqes01 YePLL eqes91 EPL (syzsqjowneud uotsua) ynoueis new neye Sunjuel yeond ‘qeq apeuodwie) -wa] ‘UIsuIg jnynnsqo ueyeloUsy uep yesueyH qeurds stsourls ney yeond uep ui3uip neye ueyesouloy uep 1edueyy yndeg 4 Penuntun Kedaruratan Medis II. Syok Hipovolemik A. Penyebab. L 2. 3 Kehilangan darah a. Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka. b. Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika perdarahan ini di dalam toraks, abdomen, retroperitoneal atau tungkai atas Kehilangan plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar, cedera berat atau inflamasi peritoneal. Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara berlebihan melalui jalur gastrointestinal, urinarius atau kehilangan lainnya tanpa adanya penggantian yang adekuat B. Tanda-tanda klinis. 1, Status mental.—Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok. Ansietas, tidak bisa tenang, takut, apati, stupor, atau koma dapat ditemukan. Kelainan-kelainan ini menunjukan ada- nya perfusi cerebral yang menurun. Tanda-tanda vital. a. Tekanan darah—Perubahan awal dari tekanan darah akibat hipovolemia adalah adanya pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan diastolik. Ini merupakan akibat adanya peningkatan tekanan diastolik yang disebabkan oleh vasokonstriksi atas rang- sangan simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan pada batas nor- mal sampai terjadinya kehilangan darah 15-25%. Hipotensi pos- tural dan hipotensi pada keadaan berbaring akan timbul. Per- bedaan postural lebih besar dari 15 mmHg adalah bermakna. b. Denyut Nadi.—Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah karakteristik untuk syok. Perubahan postural lebih dari 15 denyutan permenit adalah bermakna. Dapat ditemu- kan adanya penurunan dari amplitudo denyutan. Takikardi dapat tidak ditemukan pada pasien yang diobati dengan beta bloker. c. Pernapasan.—Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosisrespi- ratorius sering ditemukan pada tahap awal dari syok. Kulit. a. Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara keseluruhan mudah berubah menjadi pucat. b. Vena-vena extremitas menunjukkan tekanan yang rendah—ini yang dinamakan vena perifer yang kolaps. Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis. Syok 5 4. Gejala-gejala—Pasien mengeluh mual, lemah atau lelah. Sering ditemukan rasa haus yang sangat. C. Penatalaksanaan. 1. Pemantauan.—Parameter di bawah ini harus dipantau selama stabili- sasi dan pengobatan: Denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena sentral (CVP) dan pengeluaran urin. Penge- luaran urin yang kurang dari 30 ml/jam (atau 0,5 ml/kg/jam) menun- jukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat. 2. Penatalaksanaan pernapasan—Pasien harus diberikan aliran oksi- gen yang tinggi melalui masker atau kanula. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala dan mandibula yang tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang sempuma. Penentuan gas darah arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus diintubasi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur sebe- sar 12 sampai 15 ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12-16 per menit. Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan PO? sekitar 100 mmHg. Jika pasien “melawan" terhadap ventilator, maka obat sedatif atau pelumpuh otot harus diberikan (lihat bab 12). Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang adekuat, atau jika fungsi paru-paru menurun harus ditambahkan 3-10 cm tekanan ekspirasi akhir positif. 3. Pemberian cairan. a, Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan Ringer laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kece- patan pemberian dan jumlah aliran intravena yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya syok. Umumnya paling sedikit 1 sampai 2 liter larutan Ringer laktat harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagi apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung. Harus dilakukan transfusi da- rah pada pasien-pasien ini secepat mungkin, dan kecepatan serta jumlah yang diberikan disesuaikan dengan respons dari para- meter yang dipantau (lihat Bab IV, A). (1) Darah yang belum dilakukan reaksi silang atau yang bergo- Jongan O-negatif dapat diberikan terlebih dahulu, apabila syok menetap dan tidak ada cukup waktu (kurang lebih 45 menit) untuk menunggu hasil reaksi silang selesai dikerjakan. 6 Penuntun Kedaruratan Medis (2) Segera setelah hasil reaksi silang diperoleh, jenis golongan darah yang sesuai harus diberikan. (3) Koagulopati dilusional dapat timbul pada pasien yang men- dapat transfusi darah yang masif. Darah yang disimpan tidak mengandung trombosit hidup dan faktor pembekuan V dan VI. Satu unit plasma segar beku harus diberikan untuk setiap 5 unit whole blood yang diberikan. Hitung jumlah trombosit dan status koagulasi harus dipantau terus menerus pada pasien yang mendapat terapi transfusi masif. (4) Hipotermia juga merupakan konsekuensi dari transfusi ma- sif. Darah yang akan diberikan harus dihangatkan dengan koil penghangat dan suhu tubuh pasien dipantau. b. Celana militer anti syok (MAST = Military Antishock Trou- sers)—Tekanan berlawanan eksternal dengan pakaian MAST bermanfaat sebagai terapi tambahan pada terapi penggantian cairan. Pakaian MAST ini dikenakan pada kedua tungkai atau abdomen dari pasien, dan masing-masing ketiga kompartemen individual ini (kedua tungkai dan abdomen) dapat dikembung- kan. Pakaian ini meredistribusikan darah dari ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral dan mengurangi aliran darah arterial ke tungkai dengan memperkecil diameter pembuluh darah. (1) Kontraindikasi untuk memakainya. a Edema paru yang bersamaan. 6 Kehamilan.—Ini hanya berlaku pada kompartemen abdomen. (2) Hal yang perlu diperhatikan. a Pakaian MAST dapat meningkatkan kejadian perda- rahan karena cedera diafragmatik. 6 Pemakaian yang lama (24-48 jam) pada tungkai yang cedera dapat menyebabkan timbulnya sindrom kompar- temen pada fascia. 4. Vasopresor.—Pemakaian vasopresor pada penanganan syok hipo- volemik akhir-akhir ini kurang disukai, Alasannya adalah bahwa hal ini akan lebih mengurangi perfusi jaringan. Pada kebanyakan kasus, vasopresor tidak boleh digunakan; tetapi vasopresor mungkin ber- manfaat pada beberapa keadaan. Vasopresor dapat diberikan sebagai tindakan sementara untuk meningkatkan tekanan darah sampai dida- patkannya cairan pengganti yang adekuat. Hal ini terutama berman- faat bagi pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner atau penya- kit pembuluh darah otak yang berat. Zat yang digunakan adalah Syok 7 norepineprin 4 sampai 8 mg yang dilarutkan dalam 500 ml 5% dekstrosa dalam air (DsW), atau metaraminol, 5 sampai 10 mg yang dilarutkan dalam 500 ml DsW, yang bersifat vasokonstriktor predo- minan dengan efek yang minimal pada jantung. Dosis harus dise- suaikan dengan tekanan darah. III. Syok Septik A. Penyebab. 1. Penyebab yang paling sering dari syok septik adalah bakteriemia dan organisme enterik gram negatif yaitu Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, dll. 2. Lebih jarang adalah bakteri gram positif, virus, jamur dan riketsia yang bertanggung jawab atas infeksi yang menyebabkan syok septik. 3. Banyak pasien yang mempunyai faktor presdiposisi yang memper- mudah terjadinyainfeksi yang berat. Dapat berupa penyakit kronis— diabetes, keganasan alkoholisme, sirosis—imunosupresi, atau baru menjalani operasi, atau tindakan instrumentasi traktus urinarius. B. Tanda-tanda klinis. 1, Keadaanmental.—Gangguan keadaan mental merupakan akibat dari perfusi serebral yang menurun, dan terdiri dari keadaan bingung, stupor atau koma. i 2. Tanda-tanda vital —Demam sering kali dijumpai, meskipun suhu tu- buh dapat juga normal atau di bawah normal. Permulaan syok septik seringkali ditandai dengan demam yang menggigil dan meningkat dengan cepat. Takipnea, Takikardi, dan hipotensi sering dijumpai. 3. Kulit.—Kulit teraba hangat dan kemerahan pada awal stadium pe- nyakit—Ini menunjukkan vasodilatasi arterial. Pada stadium selan- jutnya jika timbul vasokonstriksi, kulit akan teraba dingin dan pucat. 4. Tandadan gejalalain.—Pada pasien mungkin ditemukan gejala yang menunjukkan sumber dari infeksi seperti: batuk atau tanda rangsang meningeal. Mungkin didapati tanda-tanda iritasi traktus gastrointes- tinal seperti muntah dan diare. Jika timbul Koagulasi In- travaskular Diseminata (DIC) sebagai komplikasi dari sepsis, mungkin akan dijumpai perdarahan abnormal dari traktus gastrointestinal, didalam urin, dari tempat venapungsi, atau dari sumber lainnya. C. Pemeriksaan laboratorium. 1. Satu-satunya uji laboratorium yang bernilai diagnostik untuk syok septik adalah kultur darah , yang dapat mengidentifikasikan organis- me penyebab. Karena syok septik merupakan suatu keadaan yang 8 = Penuntun Kedaruratan Medis serius, pengobatan harus dilakukan segera setelah diagnosis dite- gakkan. 2. Hitung jenis lekosit biasanya menunjukkan lekositosis dengan per- geseran ke kiri, tetapi dapat juga ditemukan keadaan lekopenia. Peningkatan jumlah enzim Serum Glutamat Oksaloasetat Transami- nase dan Amilase sering dijumpai. 3. Jika gejala-gejala DIC ditemukan, hitung trombosit, kadar fibrino- gen, partial tromboplastin time (PTT) dan protrombin time (PT) ha- tus.ditentukan. Trombositopenia dan hipofibrinogenemia dan peman- jangan waktu PT dan PTT ditemukan pada penderita dengan DIC. D. Penatalaksanaan. 1. Parameter yang dijabarkan pada bab IV, A harus dipantau. 2. Penggantian cairan harus dimulai untuk menggantikan cairan yang keluar dari pembuluh darah. Harus dilakukan pengawasan terhadap tanda-tanda klinis gagal jantung kongestif dan pemantauan tekanan vena sentral. 3. Karena organisme penyebab biasanya jarang diketahui pada permu- laan evaluasi maka spektrum antibiotika yang dipakai harus diten- tukan secara empiris. Setelah kultur darah dan kultur faktor-faktor lain yang berkaitan—urin, sputum, luka, cairan cerebrospinal—se- suai indikasi, pemakaian antibiotika yang tepat harus dimulai. Dibe- rikan Gentamisin atau Tobramisin Smg/kg/hari secaraintravena, dan Ampisilin 2 gram intravena setiap 6 jam. Jika organisme anaerob yang dicurigai, Klindamisin 20 mg/kg/hari intravena atau Kloram- fenikol 4 gram/hari intravena atau Cefoxitin 8 gram/hari intravena, dalam dosis terbagi. Jika Pseudomonas diperkirakan sebagai orga- nisme penyebab, Karbenisilin 500 mg/kg/hari intravena dalam dosis terbagi harus ditambahkan. 4. Kortikosteroid adrenal dapat diberikan, tapi pemakaiannya dalam syok septik masih kontroversial, dan tidak jelas apakah pemakaian- nya secara bermakna merubah keadaan pasien. 5. Jika pemberian cairan pengganti gagal mengatasi hipotensi, obat- obatan vasoaktif diindikasikan. Diberikan Dopamin 2-20 pg/kg/ menit. 6. Plasma segar beku harus diberikan jika terdapat DIC. E. Sindrom syok toksik. 1. Suatu jenis syok endotoksik Stafilokokus yang ditandai dengan demam 2 38,9°C,: hipotensi, (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), makulo-eritroderma yang difus yang selanjutnya mengalami deskua- masi dan melibatkan paling sedikit 3 sistem organ. Syok 9 2." Sebagian kasus dilaporkan terjadi pada wanita yang sedang mens- truasi, beberapa darinya berhubungan dengan pemakaian tampon. 3. Penatalaksanaannya seperti pada syok septik. Penambahan antibio- tika anti stafilokokus seperti Nafsillin | gram intravena tiap 4 jam diperlukan pada kasus dimana dapat diidentifikasi sumber yang definit dari infeksi stafilokokus. IV. Syok Spinal A. Penyebab.—Keadaan ini diakibatkan oleh cedera medula spinalis, de- ngan vasodilatasi perifer akibat hilangnya pengaruh vasokonstriksi neu- ral di bawah tempat lesi. . Gejala klinis—Ini dapat dilihat pada Tabel 1-1. Perhatikan adanya bradikardi gejala yang cukup khas untuk syok jenis ini. . Penanganan.—Ini dapat dilihat pada bab II, C kecuali kalau frekuensi jantung bukan merupakan parameter resusitasi yang harus dipantau. 2 Penatalaksanaan Trauma Pasien dengan trauma hebat atau multipel akan dievaluasi dan ditangani secara sistimatis, dititikberatkan pada penentuan prioritas tindakan berda- sarkan atas riwayat terjadinya kecelakaan dan derajat beratnya cedera. I. Penatalaksanaan Jalan Napas Penatalaksanaan jalan napas merupakan prioritas utama. Harus diyakini lancarnya jalan napas dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya caneeuet pada trauma didaerah cervical dari tulang belakang. . Untuk pasien yang tidak sadar manuver posisi seperti mengangkat dagu dan menolak rahang dapat menghasilkan lancarnya jalan napas. Leher harus dihiperekstensikan dalam usaha untuk menjaga kelancaran jalan napas. B. Penghisapan dari jalan napas dapat membersihkannya dari partikulat. C. Insersi dari pipa nasofaring atau orofaring dapat mempertahankan kelan- caran jalan napas pada pasien yang tidak sadar atau stupor. Il. Pernapasan dan Keadekuatan dan Kesimetrian dari Pertukaran Ventilasi Semua penderita trauma harus mendapat suplai oksigen yang tinggi, kecuali jika terdapat kontraindikasi terhadap tindakan ini. Bantuan ventilasi harus dimulai jika usaha pernapasan inadekuat. 11 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Penatalaksanaan Trauma 13 VI. Intubasi Insersi dari pipa nasogastrik harus dilakukan melalui rute orogastrik. Jika terdapat cedera midfasial yang dapat menimbulkan fraktur dari lamina kribriformis. Pipa nasogastrik berguna untuk; A. Mengurangi distensi gastrik B. Mengeluarkan isi gastrik C. Diagnosis terhadap adanya perdarahan gastrointestinal atau hernia diafragmatika. VII. Imobilisasi Spinal Mempertahankan posisi pasien dengan imobilisasi spinal sampai radio- graf dapat diperileh adalah bijaksana, apabila A. Terdapat bukti adanya cedera tulang belakang atau defisit neurologis. B. Mekanisme dari cedera sangat mendukung kearah kemungkinan ter- dapatnya cedera spinal. VIII. Pemantauan Neurologis Penilaian berulang-ulang terhadap status neurologis adalah suatu keha- tusan pada pasien dengan kemungkinan cedera neural. A. Pada pasien dengan trauma kepala, penekanan harus dilakukan pada reevaluasi tingkat kesadaran secara periodik. B. Respons dari pasien harus dicatat dengan menggunakan sistim yang standar seperti Glasgow Coma Scale. C. Pemeriksaan rektal dan evaluasi dari fungsi sensoris sakral harus menjadi bagian rutin dari pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita cedera spinal. D. Hipoventilasi dapat diakibatkan oleh cedera pada vertebra cervikalis. Status ventilasi pasien harus dipantau dengan pemeriksaan terhadap gas darah arteri dan pengukuran kapasitas vital. IX. Trauma Ekstremitas Umumnya cedera ini tidaklah mengancam jiwa dan harus ditangani hanya apabila cedera lain yang lebih kritis sudah stabil. A. Pemeriksaan harus meliputi evaluasi dari pembengkakan, deformitas, ekimosis, nyeri dan krepitasi. 14 Penuntun Kedaruratan Medis . Evaluasi dan dokumentasi dari status sirkulasi adalah penting pada semua kasus. Ini harus meliputi palpasi denyut nadi distal, evaluasi pengisian kembali kapiler dan memperhatikan warna dan kehangatan dari ekstremitas distal dari cedera. 1. Stetoskop Doppler harus digunakan jika denyut tidak teraba. 2. Perbandingan harus dilakukan terhadap sisi kontralateral. . Defisit neurologis distal dari daerah cedera harus dicatat. . Suatu fraktur harus dinyatakan terbuka apabila terdapat robekan pada kulit dekat tempat fraktur. . Penatalaksanaan: 1. Fraktur yang dicurigai fraktur harus diimobilisasi sebelum evaluasi radiografik, posisi imobilisasi tergantung dari cederanya. 2. Pendinginan dan elevasi harus dikerjakan untuk mengurangi pem- bengkakan. 3. Luka terbuka harus ditutup dengan kasa steril yang kering. 4. Jikaterdapat fraktur terbuka, antibiotika parenteral dengan spektrum lebar harus diberikan dan dilakukan profilaksis tetanus (lihat Bab 16). 3 Kedaruratan Jantung I. Infark Miokard Akut (IMA) A. Definisi—tInfark miokard akut (IMA) terjadi apabila terdapat nekrosis miokard sebagai akibat dari ketidakscimbangan antara kebutuhan O2 miokardium dan suplai darah arterialnya. IMA biasanya terjadi karerfa oklusi arteri koronaria, tetapi trombosis atau perdarahan ke dalam plak ateroma juga menyebabkan IMA. Juga dapat timbul sebagai akibat dari spasme arterial atau embolisasi dari bekuan darah atau material ateroma proksimal dari tempat obstruksi. B. Insiden.—Penyakit ini harus dicurigai pada semua orang dengan nyeri dada terutama semua pria diatas 40 tahun dan semua wanita pasca menopause. Dapat juga timbul pada pria dewasa muda dan wanita yang sedang menstruasi. Mengetahui faktor risiko -kecuali sangat bermakna— biasanya tidak banyak membantu pada keadaan darurat. Faktor risiko bermakna sebagai berikut: 1, Riwayat kematian atau IMA pada anggota keluarga dalam usia yang relatif muda. 2. Kelainan spesifik seperti: DM dan lipoproteinemia type Il. 3. Obesitas yang berlebihan. 4, Perokok berat. C. Diagnosis.—Gambaran klasik dari pasien IMA tanpa komplikasi berupa adanya nyeri dada substernal yang hebat yang menjalar ke bahu dan 15 16 = Penuntun Kedaruratan Medis lengan kiri, berkeringat dan muntah. Pemeriksaan fisik ditemukan pasien yang cemas dengan nyeri hebat dan tanpa tanda-tanda abnormal yang lain. Elektrokardiografi (EKG) awal memperlihatkan elevasi dari seg- men ST dan lebih lanjut menunjukkan adanya gelombang Q yang berhubungan dengan tempat nekrosis miokardium, kreatin fosfokinase darah (CK) kadarnya meningkat dengan bermakna. Sayangnya banyak pasien IMA tidak mengikuti pola seperti ini. Ambang kecurigaan bahwa seorang pasien menderita IMA harus relatif rendah di bagian gawat darurat, untuk menghindari kesalahan penanganan pasien IMA. 1. Nyeri dada atau ketidak-nyamanan di dada bisa relatif ringan, tidak menjalar sama sekali, atau dapat menjalar ke salah satu tempat ini; rahang, bahu, tangan kiri atau tangan kanan, punggung, epigastrium. 2. EKG dapat normal atau abnormal yang tidak spesifik atau mungkin terdapat gambaran Left Bundle Branch Block (LBBB) yang sudah ada sebelumnya sehingga menyebabkan ketidakmungkinan untuk mene- * _ Mukan IMA dengan EKG. 3. Kadar CK bisa normal pada stadium awal, tapi biasanya meningkat 6 jam pasca infark. 4. Riwayat penyakit—Pasien yang kaget atau yang dapat mengendali- kan emosinya mungkin kurang tampak gejala-gejalanya: halangan bahasa dan kebudayaan dapat menyebabkan interpretasi yang salah . __ terhadap riwayat penyakit. 5. IMA yang tanpa gejala atau yang luput terdiagnosis dapat menim- bulkan atau mengikuti keadaan klinis lainnya, dan diagnosis akan sulit ditegakkan. Keadaan-keadaan ini meliputi sebagai berikut: a. Hipotermia akibat dari berbagai kausa. b. Pingsan akibat disritmia jantung atau perfusi sereral yang me- nurun, c. Trauma yang timbul akibat hilangnya kesadaran, yang disebab- kan oleh IMA yang menimbulkan disritmia jantung atau hipo- perfusi otak. d. Hilangnya kesadaran dan stroke.—IMA tidak jarang merupakan penyebab, sebagai akibat dari hipoperfusi atau embolisasi dari endokardium yang rusak diatas area infark dari jantung. e. Pada orang tua dan penderita diabetes gejala-gejala dan tanda- tanda IMA sering tidak bermanifestasi. D. Evaluasi dan Pengobatan awal 1. Semua pasien yang dicurigai IMA harus dibawa segera ke bagian gawat darurat yang dilengkapi dengan alat-alat penolong henti jan- tung. Hal ini harus dilaksanakan dengan menjaga kecemasan pasien Kedaruratan Jantung 11 seminimal mungkin dan dengan penentraman dan keyakinan yang dicerminkan oleh para dokter dan perawat yang menangani. 2. Segera mulai pemantauan irama jantung secara terus menerus dan berikan infus dengan dekstrosa dalam air 5% (DsW) dalam kece- patan lambat. Berikan oksigen melalui kanula nasal atau masker sebanyak 8-10 liter/menit. 3. Harus ada pengawasan perawat yang terus menerus dan tersedianya dokter dengan segera. 4, Pasang keduabelas lead EKG. 5. Pertimbangkan hitung sel darah yang komplit, penentuan enzim serum terutama CK jantung, dan elektrolit darah dan urinalisis. . Pengobatan nonspesifik—Jika diagnosis dari IMA tanpa komplikasi tidak dapat disingkirkan, aturlah supaya cepat masuk ke unit perawatan intensif dan pertimbangkan pengobatan nyeri di bawah ini. Nitrogliserin dapat diberikan sebagai berikut: Sublingual (0,4-0,6 mg diulangi tiap 10 menit), dalam bentuk nitropasta (1-2 inci), atau Intravena (5-25 pgram/menit). Morfin Sulfat dapat diberikan secaraintravena dalam 2 mg tambahan untuk menghilangkan nyeri dan mengurangi cemas. Hipotensi yang diinduksi oleh obat diterapi dengan elevasi tungkai dan jika perlu sedikit tambahan cairan infus: 200 cc dalam 5-10 menit, diperhatikan secara teliti vena-vena leher, basal paru dan timbul S3 gallop sebagai tanda adanya gagal jantung insipien. Dalam keadaan yang jarang, morfin dalam dosis ini dapat menimbulkan perubahan dari tingkat kesadaran dan depresi pernapasan dan mungkin memerlukan antidot dengan na- loxone (Narcan) 0,8 mg secara intravena. Lidokain profilaksis harus dipertimbangkan pada semua pasien in- fark miokard, tetapi yang pasti diberikan pada setiap cktopik ventrikuler atau IMA anterior. Berikan | mg/kg berat badan secara intravena per- lahan-lahan. Bolus kedua yang terdiri dari 50% sampai 100% dari dosis awal harus diberikan dalam 10 menit, dan infus yang menghasilkan dosis 2-4 mg/menit harus dimulai segera. Kurangi dosis sampai dengan 50% pada pasien yang berusia 70 tahun atau lebih dan pasien dengan penyakit hati, gagal jantung dan hipotensi. '. Terapi trombolitik.—Di unit gawat darurat pemberian streptokinase (STK) intravena atau tissue-type plasminogen activator (tPA) harus dipertimbangkan untuk pasien dengan nyeri kurang dari durasi 6 jamdan perubahan ST yang bermakna pada EKG. 1. Kontraindikasi—Obat-obatan ini harus dihindari pada pasien- pasien dengan riwayat perdarahan patologis (gastrointestinal[GI], 18 Penuntun Kedaruratan Medis susunan saraf pusat [SSP]), trauma yang belum lama, operasi yang belum lama, resusitasi kardiopulmonar yang belum lama, hipertensi tidak terkontrol yang bermakna, lain-lain penyakit serius yang lanjut, mendapat terapi STK selama tahun lalu. Konsultasi—Obat-obat ini harus diberikan dengan kerjasama ahli kardiologi yang mengatur lamanya pasien dirawat. Studi pembekuan darah.—Selain evaluasi rutin pasien dengan IMA, pasien juga perlu evaluasi segera dari pembekuandarah. Premedikasi dengan fenilhidramin (Benadryl) (50 mg IV) dan Heparin (5000 IU TV) biasanya diberikan. G. IMA dengan komplikasi—Komplikasi yang sering terjadi pada unit gawat darurat adalah hipotensi akibat dari disritmia, gagal jantung, syok kardiogenik dan henti jantung. 1. Syok kardiogenik.—Kondisi ini dapat timbul dalam beberapa jam atau beberapa hari sejak terjadinya infark miokard. Dan mortalitas- nya 80% atau lebih. Dapatterjadi pada setiap pasien IMA tetapi lebih sering terjadi pada infark yang sangat luas, infark anterior, dan kombinasi infark anterior-inferior. a. Definisi—Syok kardiogenik adalah suatu sindroma yang diaki- batkan oleh gangguan sirkulasi; schingga akibat utama dari aktivitas pompa jantung yang lemah. Biasanya terjadi secara tiba-tiba, dan efeknya terhadap organ-organ vital sangat besar. b. Diagnosis —Di unit gawat darurat, diagnosis dibuat berdasarkan atas: . (1) Diagnosis dari IMA (lihat Bab I, C). (2) Bukti-bukti adanya curah jantung yang berkurang secara bermakna meliputi hipotensi, keringat berlebihan, kulityang lembab, dan perubahan tingkat kesadaran. (3) Bukti-bukti yang persisten terhadap adanya curah jantung yang jelek, walaupun sudah dilakukan terapi nyeri, cemas dan disritmia dan percobaan terhadap ekspansi volume (lihat lebih lanjut). c. Pengobatan.—Pasien-pasien ini harus dipindahkan ke unit pera- watan intensif secepat mungkin dimana kateter untuk mengukur tekanan baji paru dapat diinsersikan. Penatalaksanaan pasien- pasien dengan syok kardiogenik di unit gawat darurat harus dibatasi. : (1) Pengobatan nyeri, penentraman hati dan pengawasan yang terus menerus oleh perawat sambil menunggu transfer ke unit perawatan intensif. Kedaruratan Jantung 19 (2) Pencegahan dan pengobatan disritmia. (3) Manipulasi terhadap preload. a Elevasi tungkai. & Pemberian cairan 200 cc DsW selama 10 menit. Pantau vena-vena leher dan/atau tekanan vena sentral (CVP), dan ingat bahwa CVP pada pasien dengan keadaan ini mung- kin tidak tepat mencerminkan tekanan jantung sisi kiri. Hentikan pemberian cairan jika CVP tidak berubah dan keadaan klinisnya tidak mengalami deteriorisasi. (4) Penambahan farmakologis.—Dopamin 200 mg di dalam 250 cc DsW untuk mendapatkan kadar 5-15 gram/kg/me- nit. Ingatlah bahwa dosis tinggi dari dopamin dapat ber- fungsi sebagai stimulan adrenergik, oleh karenaitu, mulailah dengan 5-8 .gram/kg/menit. Dobutamine 200 mg dalam 250 ec DsW juga bisa dipakai dengan dosis awal 2-10 ugram/kg/ menit. Kadang-kadang lebih efektif bila dipakai dengan dopamin, (5) Catatan. Manipulasi terhadap preload dan afterload (vaso- dilatasi) lebih lanjut, jika memang diperlukan, harus dilak- sanakan di unit perawatan intensif yang diperlengkapi dengan alat pemantau hemodinamik yang tepat, yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan, 2. Edema paru kardiogenik.—Kondisi ini pada keadaannya yang keme- rah-merahan mudah didiagnosis. Keadaan ini sangat menakutkan terutama bagi pasien-pasien yang merasa seolah-olah mereka teng- gelam dalam sekresi mereka sendiri. (Penyebab non-kardiogenik edema paru dibicarakan pada Bab 5). a. Definisi—Edema paru diakibatkan oleh akumulasi cairan dan zat-zat terlarut di dalam jaringan ekstravaskular dan ruang per- tukaran gas di lapangan paru. Penyebab kardiogenik terdiri dari: (1) IMA menimbulkan : a Regurgitasi mitral 6 Gagal ventrikel kiri ¢ Aneurisma ventrikel kiri d Ruptur septum ventrikel (2) Hipertensi sistemik (yang hebat) (3) Kerus&akan katup yang akut, obstruksi aliran keluar ventrikel kiri. b, Diagnosis ——Gejala-gejala dan tanda-tanda yang umum adalah napas pendek, ortopnea, paroksismal nokturnal dispnea. Ronki 20 = Penuntun Kedaruratan Medis dan lebih jarang lagi bronkospasme mungkin dapat didengar pada auskultasi. Foto rontgen dada sangat penting, tapi pene- muan foto rontgen biasanya ketinggalan dibandingkan gambar- an klinis. Penemuan awal jika ada, adalah redistribusi dari aliran ke lobus atas. Lebih lanjut tanda-tanda peningkatan cairan inter- stitial dapat terlihat. Gas darah arterial memperlihatkan hipok- semia dan hipokarbia pada stadium awal. Hiperkarbia dapat timbul pada stadium lebih lanjut akibat dari peningkatan retensi C02 dan peningkatan produksi CO2. c. Pengobatan.—Hal-hal di bawah ini harus dilakukan dengan cepat: (1) Berikan kesempatan bagi pasien untuk mengambil posisi yang paling nyaman, biasanya setengah duduk dengan tung- kai diletakkan di atas tempat tidur. Siapkan pengawasan yang terus-menerus terhadap adanya disritmia. (2) Berikan oksigen dengan aliran yang tinggi dengan memakai kanula atau masker jika pasien bisa mentolerimya. Pada keadaan yang jarang, intubasi nasal atau endotrakeal mung- kin diperlukan, (3) Jika tidak ditemukan adanya hipotensi, berikan nitrogliserin 0,4 mg (1/150 g) secara sublingual, atau 1 inci pasta nitro- gliserin di atas kulit. Untuk mendapatkan efek yang cepat, nitrogliserin secara [V dapat dipakai, dimulai dengan 10 Lgram/menit sampai maksimal 250-500 p.gram/menit. (4) Pemberian morfin sulfat secara IV dengan penambahan se- cara bertahap 2 mg mengurangi kecemasan dan menim- bulkan vasodilatasi. (5) Segera lakukan evaluasi hitung sel darah yang lengkap, elektrolit serum dan gas darah arteri. (6) Berikan terapi diuretika: furosemid 20-40 mg IV, pada pa- sien yang tidak sedang menggunakan obat ini, sebaliknya untuk yang sedang menggunakan, dosis obat harus dua kalinya; naikkan dua kali dosisnya jika tidak ada respons dalam 30 menit. (7) Profilaksis terhadap disritmia—Kurangi hipoksemia, ko- feksi keseimbangan asam basa, pertimbangkan suatu bolus lidokain IV, 1 mg/kg berat badan, dan ulangi 10 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 2-4 mg/menit. (8) Pengobatan disritmia—Untuk disritmia akibat edema paru, kecepatan pengobatan adalah penting. Pertimbangkan tin- Kedaruratan Jantung 21 dakan kardioversi untuk fibrilasi atrium yang cepat, flutter, atau irama supraventrikuler yang lain. Takiaritmia atrial yang tidak begitu hebat dapat membaik dengan cepat dengan. terapi obat (lihat II, B). Bradiaritmia dalam hal ini mungkin perlu suatu alat pacu jantung. Jika dapat diperoleh, alat pacu jantung eksternal adalah sangat bermanfaat. Jika tidak, alat pacu jantung farmakologis, seperti atropin, 0,5-1,0 mg seca- ra IV perlahan-lahan, harus digunakan pada permulaan. obat-obatan adrenergik seperti isoproterenol harus diguna- kan dengan sangat hati-hati, karena dapat meningkatkan konsumsi oksigen miokard. (9) Untuk bronkospasme yang bermakna, pertimbangkan pem- berian aminofilin 5 mg/kg berat badan dalam waktu 20 menit, dan dosis pemeliharaan yang lebih rendah 0,4 mg / kg/jam. (10) Phlebotomi dengan mengeluarkan 250-500 cc darah dapat dengan cepat mengurangi cairan yang berlebihan. Tindakan ini jarang diperlukan. Ii. Disritmia Jantung A. Gambaran Umum 1. Sering kali disritmia jantung mencerminkan proses patologis penye- babnya yang bukan berasal dari jantung. Pasien-pasien dengan dis- ritmia semacam ini perlu pemeriksaan terhadap status volumenya, pencarian terhadap penyebab penyakit, dan evaluasi kadar elektrolit- nya, keseimbangan asam basa dan obat-obatan yang dimakan. Penentraman hati untuk mengurangi kecemasan, dan oleh karena itu kadar katekolamin darah adalah penting untuk pasien-pasien ini. Penetraman hati tidak hanya mengembalikan beberapa keadaan dis- ritmia ke irama sinus yang normal, tetapi juga dapat mengurangi kecenderungan dari disritmia benigna memburuk menjadi gangguan irama jantung yang lebih berbahaya. Ketika menilai efek dari disritmia jantung, perhatian khusus harus diberikan kepada pasien-pasien yang berkurang suplai vaskularnya ke otak, miokardium, dan ginjal. Pengurangan aliran darah yang sedikit saja dapat menimbulkan kerusakan yang hebat pada organ- organ ini. Evaluasi alat pacu jantung: dengan pemakaian yang luas dari alat pacu jantung yang dapat diimplantasi, unit gawat darurat sering 22 Penuntun Kedaruratan Medis menerima pasien-pasien yang mengeluh tentang “masalah alat pacu jantung mereka” atau mungkin tentang gejala-gejala dari alat pacu jantung yang terganggu fungsinya. Pendekatan di bawah ini adalah aman dan berguna: a. Pelajari ulang mengenai riwayat jantung pasien dan cobalah mengidentifikasi jenis dari alat pacu jantungnya. Foto rontgen dapat membantu. Lakukan pemeriksaan fisik secara menyelu- tuh, termasuk evaluasi yang teliti mengenai jantung pasien. b. Pelajari ulang kedua belas lead EKG untuk mengetahui aktivitas alat pacu jantung. c. Jika terdapat aktivitas dari alat pacu jantung, harus ada rekaman yang sesuai, yakni suatu spike dari alat pacu jantung yang diikuti dengan suatu gelombang P atau suatukompleks QRS. Juga harus ada pengertian yang tepat, yakni suatu gelombang P yang “asli dari jantung” atau suatu kompleks QRS menghambatimpuls dari alat pacu jantung. d, Jika tidak didapatkan adanya aktivitas alat pacu jantung pada kedua belas lead EKG, ada 3 kemungkinan: (1) Irama “asli” jantung si pasien lebih cepat daripada yang sudah diatur dari alat pacu jantung. (2) Terdapat “oversensing” dari gelombang T atau terdapat inhibisi miopotensial, keduanya menghambat aktivitas alat pacu jantung. (3) Terdapat kegagalan total dari baterai alat pacu jantung (tanpa mengeluarkan impuls). e. Letakkan sebuah magnit di atas alat pacu jantung selama 20 detik, dan amati gambaran EKG-nya. Apabila alat pacu jantung berfungsi, ia akan mengeluarkan impuls dengan kecepatan yang sama, sering disebut “‘kecepatan magnit”. Jika aktivitas alat pacu jantung sekarang ada, berarti irama aslinya lebih cepat daripada - irama alat atau terdapat oversensing. Bila tetap tidak terdapat aktivitas ketika magnit diletakkan di atas alat pacu jantung, berarti terjadi kegagalan total dari baterai. f. Karena pemakaian magnit menimbulkan sedikit bahaya akan timbulnya disritmia, pemakaiannya hamus dibatasi untuk waktu yang singkat saja (20 detik), hanya untuk diagnosis. Komunikasi yang segera dengan dokter yang bertanggung jawab pada pema- sangan alat pacu jantung dan penatalaksanaan dari pasien adalah tindakan yang paling membantu dalam keadaan ini. Kedaruratan Jantung 23 B. Disritmia spesifik. 1. Takikardi sinus. a. Diagnosis. (1) Kecepatan pada EKG. @ Atrial, 100-160 kali/menit. 5 Ventrikuler, 100-160 kali/menit. ¢ Gelombang P normal. d Interval PR normal. Kompleks ORS normal. (2) Penyebab Demam Hipotensi Faktor emosi Hipoksia akibat infark miokard, emboli paru, gagal jan- tung. e Obat-obatan, termasuk disini derivat epinefrin, isoprote- renol dan senyawa-senyawa yang berkorelasi, atropin, kafein, nikotin, dan medikasi tiroid. b. Pengobatan.—Evaluasi terhadap penyebab-penyebab di atas dan diobati sesuai dengan penyebabnya. 2. Takikardi Supraventrikuler Paroksismal (TSVP). a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. @ Atrial, 150-230 kali/menit (biasanya 160-190 kali/menit). b Ventrikuler 150-230 kali/menit (biasanya 160-190 kali/ menit). Gelombang P biasanya tidak tampak. Interval PR normal atau memanjang — > 0,20 / detik. Segmen QRS normal atau melebar. Pengurutan sinus karotikus (PSK) tidak berefek atau tidak dapat menghentikan episode serangan. (2) Penyebab. a Dapat timbul pada orang yang “normal”. & Faktor presipitasi: kafein, alkohol, stres, olahraga. c Sindroma Wolff-Parkinson-White (WPW), penyakit jan- 1 tung rematik, IMA. b. Pengobatan. (1) Penentraman hati dan sedasi sering menghentikan jenis yang “normal” ini. 2 Ro ee Saran 24 Penuntun Kedaruratan Medis (2) Stimuli vagal yang termasuk di sini adalah PSK, gagging, muka dimasukkan kedalam air es, manuver valsava. (3) Agen farmakologis. a Untuk pasien yang tidak mempunyai bukti adanya WPW yang serius secara anamnesis atau pemeriksaan EKG, Jakukan terapi seperti di bawah ini: @ Gi) Verapamil merupakan obat terpilih, berikan 5-10 mg secara IV perlahan-lahan selama 2-3 menit. Dapat diulang 15-30 menit kemudian. Indikasi kontra ter- hadap terapi verapamil meliputi hipotensi dan gagal jantung kongestif. Bilamana terjadi komplikasi hi- potensi pemakaian verapamil, dapat diatasi dengan kalsium kloridaO,5-1 g secaralV perlahan-lahan. Ini lebih sering terjadi pada pasien yang diterapi dengan obat penyckat-B secara kronis. Kadang-kadang cair- an IV dan vasopresor diperlukan. Apabila pengobatan dengan verapamil merupakan indikasi kontra atau tidak efektif, terdapat obat alter- natif lain dan harus digunakan dengan pemantauan yang teliti dan terus menerus. Obat-obatan ini meli- puti edrofonium (5-10 mg secara IV selama | menit, diberikan 5 menit setelah pemberian dosis percoba- an sebesar 1 mg secara IV), neostigmin (0,5-2 mg secara IM atau IV), fenilefrin (0,5-1,5 mg secaralV selama30 detik), metaraminol bitartrat (Aramine; 10 mg secara IV selama 5 menit), propanolol (0,5-1,5 mg/menit secara [V sampai 5 mg), dan digoksin (0,25-0,5 mg secara IV). Fenilefrin dan aramine harus digunakan secara hati-hati pada pasien hiper- tensif. Pemakaian propanolol merupakan indikasi kontra pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan asma. b Pengobatan pasien WPW dengan takikardi supraven- trikuler paroksismal (TSVP) atau fibrilasi atrium sbb: w@ Kecuali terdapat atau diketahui adanya studi elek- trofisiologis, terapi permulaan sebaiknya dengan prokainamid (100 mg secara IV perlahan-lahan, di- ulangi sampai | gram) atau lidokain (1 mg/kg secara IV). Kedaruratan Jantung 25 (ii) Fibrilasi atrium dapat timbul selama terapi, dan tin- dakan kardioversi yang segera merupakan indikasi, jika hemodinamik pasien tidak stabil. (iii) Untuk pasien dengan WPW yang stabil dengan fibri- lasi atrium, terapi obat-obatan meliputi prokainamid, kinidin atau disopiramid. 3. Takikardi Atrial Paroksismal (TAP) dengan blok. a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. a b c d e Atrial 150-200 kali/menit. Ventrikuler 50-100 kali/menit—blok atrioventrikuler 2:1 atau lebih besar. Gelombang P reguler dan biasanya berbentuk normal. Interval PR normal pada denyut yang terkonduksi. Segmen QRS normal. (2) Penyebab. a b Intoksikasi digitalis, hipokalemia, kinidin, isoproterenol. Penyakit kardiovaskular arterioslerotik (PKVAS), IMA. b. Pengobatan (1) Hentikan terapi digitalis. (2) Berikan kaliam pengganti 20-40 mEq secara IV selama 2-4 jam. (3) Propanolol 0,5-1 mg/menit sampai 5 mg kecuali terdapat bradikardi atau blok dengan derajat yang lebih tinggi. (4) Fenitoin (Dilantin), 50 mg secara IV setiap 2 menit sampai 1000 mg. 4. Takikardi Atrial Multifokal (TAM). a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. a b c d e Atrial > 100 kali/menit. Ventrikuler > 100 kali/menit. Gelombang P mempunyai morfologi yang bervariasi dari paling sedikit 3 fokus yang berbeda-beda. Interval PR bervariasi. Kompleks QRS normal. (2) Penyebab a b ce d Penyakit paru yang berat. Penyakit jantung yang berat dari jenis apa pun. Ketidakseimbangan metabolik dan elektrolit, infeksi. Obat-obatan: alkohol, bronkodilator. 26 = = Penuntun Kedaruratan Medis b. Pengobatan. (1) Evaluasi penyebab-penyebab di atas dan obati menurut pe- nyebabnya. (2) Kadang-kadang lidokain atau prokainamid dapat mengon- trol aritmianya, namun disritmia merupakan suatu tanda dari penyakit penyebabnya yang serius yang harus diobati. 5. Flutter atrium. a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. a Atrial 200-400 kali/menit. 6 Ventrikuler 50-200 kali/menit, tergantung dari derajat blok AV. c Gelombang P memberikan gambaran gigi gergaji pada lead II dan V1. d Kompleks QRS bentuk dan durasinya normal. e Hubungan gelombang P dan kompleks QRS bervariasi antara 1:1 sampai 4:1. Ff PSK sering dalam waktu sesaat meningkatkan blok AV sampai 2:1, 3:1, 4:1. (2) Penyebab. a Penyakit jantung kronis. & Presipitasi oleh hipoksia, stres, trauma, tirotoksikosis, alkohol, emboli paru. c Kadang-kadang pada pasien yang mendapat terapi digi- talis yang insufisien. b Pengobatan. (1) Evaluasi terhadap penyebab-penyebab di atas dan obati me- nurut penyebabnya. * (2) Tindakan kardioversi, terutama untuk pasien dengan ke- adaan hemodinamik yang membahayakan: gunakan energi rendah, 25-50 W-detik, dan jika pada permulaan tidak ber- hasil, lipatgandakan energinya untuk untuk tindakan berikut- nya. Intoksikasi digitalis merupakan indikasi kontra relatif, tetapi tindakan kardioversi mungkin dibutuhkan pada pasien dengan keadaan hemodinamik yang membahayakan. Di- mulai dengan energi yang sangat rendah, yakni 5-10 W- detik. Untuk sedasi dipakai diazepam IV 5-10 mg, atau midazolam, 2-4 mg secara IV perlahan-lahan. Perlu diberi- kan untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien. Kedaruratan Jantung 27 (3) Verapamil, 5 mgsecaralV, biasanya memperlambat denyut- an ventrikel, meskipun tidak terjadi konversi. (4) Digoksin, dengan cara meningkatkan blok AV, merubah flutter atrium menjadi fibrilasi atrium yang denyutan ven- trikelnya diperlambat. Dosisnya adalah 0,5-0,75 mg secara IV sesudah mengecek kadar kalium serum. Setelah terjadi konversi, lakukan digitalisasi secara penuh kepada pasien tersebut. (5) Propanolol 0,5-1 mg/menit secara IV sampai 5 mg secara perlahan-lahan dapat digunakan pada keadaan yang men- desak. Indikasi kontra adalah asma, gagal jantung kongestif yang hebat, blok AV. 6. Fibrilasi atrium. a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. a. Atrial > 400 kali/menit. b. Ventrikuler 100-200 kali/menit (ireguler). c. Gelombang P tidak dapat diidentifikasikan—garis dasar bergelombang. d. Kompleks QRS biasanya berbentuk normal—jaraknya ireguler. (2) Penyebab. a Penyakit miokard dari segala macam penyebab. b Presipitasi oleh alkohol atau stres. c¢ Infark miokard. d Ketidakseimbangan elektrolit, terutama hipokalemia. e Stres mental, tirotoksikosis, emboli paru, sindroma WPW. b. Pengobatan (1) Evaluasi penyebab dasarnya dan obati sesuai dengan penye- babnya. (2) Pada pasien dengan keadaan hemodinamik yang stabil, beri- kan digoksin secara IV atau oral. Dosis untuk pemberian IV adalah 0,5 -0,75 mg, dilanjutkan dengan 0,25 mg tiap 1-4 jam untuk 1-3 dosis, (Dosis digitalisasi yang biasa adalah 1-1,5 mg). Jika kecepatannya sudah terkontrol, lanjutkan dengan terapi rumatan 0,125-0,25.mg per hari. (3) Pada pasien dengan sindroma WPW, gunakan prokainamid, kinidin, atau disopiramid. Hindari digitalis. Obat-obatan ter- sebut akan sangat berkurang efektivitasnya jika interval R-R Penuntun Kedaruratan Medis yang terpendek adalah < 0,25 detik. Kardioversi merupakan alternatif yang lebih baik terutama pada pasien dengan ke- adaan hemodinamik yang membahayakan. (4) Pada pasien dengan keadaan hemodinamik yang membaha- yakan, tindakan kardioversi yang disinkronisasi merupakan indikasi. Gunakan sedasi intravena, (Diazepam 5-10 mg atau midazolam, 2-4 mg IV perlahan-lahan), dimulai dengan 50 W-detik dan dinaikkan per 50 W-detik sampai berhasil. (5) Verapamil dapat digunakan untuk memperlambat respons ventrikel terhadap flutter atrium atau fibrilasi atrium. Cara kerjanya adalah dengan memblok aliran kalsium melalui saluran lambat pada nodus sinoatrial (SA) dan AV. Dosisnya adalah 0,075-0,15 mg/kg, 5-10 mg secara IV perlahan-lahan. Efck samping yang jarang terjadi meliputi bradikardi, hipo- tensi, dan blok AV. Pemakaiannya berbahaya pada syok kardiogenik dan penyakit nodus sinus yang hebat, dan harus diberikan secara hati-hati pada pasien-pasien yang sedang memakai obat-obat penyekat f atau pasien-pasien dengan intoksikasi digitalis. 7. Bradikardi sinus. a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. a Atrial < 60 kali/menit, 5 Ventrikuler < 60 kali/menit. ¢ Gelombang P normal. d Interval PR normal. e Kompleks QRS normal. (2) Penyebab. a Efek dari stimulasi vagus sebagai akibat dari manuver valsava, PSK, muntah, peningkatan tekanan intrakranial, ansietas. 5 Infark miokard, khususnya segmen inferior. c Obat-obatan: digoksin, morfin, propanolol, kinidin. d Penyakit nodus sinus, misal: PK VAS, demam rematik. e Hipotiroid, hipotermia, hipokalemia. b. Pengobatan. (1) Pada pasien-pasien asimtomatik, tidak perlu diterapi hanya observasi saja, misal pada IMA. (2) Pada pasien-pasien yang memperlihatkan keadaan hemo- dinamik yang mengancam: Kedaruratan Jantung 29 a atropin 0,5 mg secara IV setiap 5-10 menit sampai 2 mg. Jika tidak berhasil lihat butir b atau c di bawah. 6 Isoproterenol, 1-2 mg di dalam 500 cc atau 1-4 gram/ menit, dititrasi untuk meningkatkan curah jantung dan menghindari disritmia. c Apabila tersedia, suatu alat pacu jantung eksternal mung- kin dapat benar-benar efektif. 8. Blok Atrioventrikuler. a. Diagnosis. (1) Blok AV tingkat pertama.—Interval PR > 0,20 detik meru- pakan suatu keadaan klinis dengan sedikit nilai kemaknaan dan tidak perlu diobati. (2) Blok AV tingkat kedua.—Kecepatan EKG: atrial 60-100 kali/menit, ventrikuler, lebih rendah daripada kecepatan atrial. Terdapat 2 tipe: a Wenkebach (Mobitz I)—Gelombang P normal. Interval PR memanjang secara progresif dan kemudian terjadi suatu denyutan hilang. Interval RR makin pendek pada tiap denyutan. Kompleks QRS normal. b Mobitz I]—Gelombang P normal, interval PR normal untuk denyutan yang dikonduksikan atau tidak ada pe- manjangan progresif untuk denyutan yang tidak dikon- duksikan. Kompleks QRS normal. (3) Blok AV tingkat ketiga (Blok jantung yang komplit). a Kecepatan.—Atral bervariasi, dan ventrikuler < 50 kali/ menit, tetapi mungkin terdapat suatu irama idioventri- kuler yang dipercepat dengan frekuensi 60-100 kali/ menit. b EKG.—Gelombang P dapat memperlihatkan keadaan normal atau macam-macam disritmia supraventrikuler. Kompleks QRS bentuknya aneh; makin dekat letak fokus terhadap nodus AV, makin normal bentuk QRS. c Penyebab. (i) PKVAS, terutama IMA. (ii) Obat-obatan.—Digitalis, antihipertensiva, propra- nolol. (iii) Miokarditis. b. Pengobatan. (1) Obati pasien-pasien dengan keadaan hemodinamik yang membahayakan, angina, atau gagal jantung kongestif. 30 © Penuntun Kedaruratan Medis (2) Atropin 0,5-1 mg secara IV setiap 5-10 menit sampai 2 mg, lebih baik dengan dosis yang lebih besar daripada dengan dosis yang lebih kecil, karenakemungkinan terjadinya vago- tonia paradoksikal pada pemakaian dengan dosis yang lebih kecil. (3) Apabila pemberian Atropin gagal, Isoproterenol kadang- kadang berhasil pada dosis 1-2 mg di dalam 500 cc, 1-10 Ugram/menit secara IV. Pantau terhadap kemungkinan ada- nya aritmia jantung, terutama terhadap kontraksi-kontraksi ventrikuler yang prematur (KVP), yang berbeda dengan irama idioventrikuler. (4) Pemasangan alat pacu jantung ventrikuler merupakan in- 9. KVP. dikasi yang definitif untuk blok AV tingkat ketiga, Mobitz II, dan blok bifasik baru yang timbul setelah IMA. Dianjur- kan pemasangan alat pacu jantung dengan tuntunan fluoros- kopi, tetapi alat pacu jantung eksternal per kutan atau pema- sangan alat pacu jantung mengambang transvena secara “buta” dapat berguna untuk sementara pada situasi yang darurat. a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. a Atrial 60-100 kali/menit. b Ventrikuler biasanya 60-100 kali/menit, tetapi dengan irama yang ireguler. Gelombang P normal. d Interval PR normal untuk irama dasar, tidak terdapat gelombang P untuk KVP. e Kompleks QRS normal diselingi dengan kompleks QRS yang bentuknya anch, 0,12 detik. . (2) Jika timbul keadaan-keadaan di bawah, potensial untuk ter- jadinya takikardi ventrikuler (TV) dan/atau fibrilasi (FV, terutama pada IMA sbb: a KVPunifokal lebih dari enam per menit. b KVP multifokal, yakni kompleks QRS yang berbeda bentuknya pada lead EKG yang sama. c Bigeminus atau trigeminus, yakni KVP berpasangan de- ngan kompleks QRS yang normal. d Salvo dari KVP. Kedaruratan Janung 31 e Fenomena “R di atasT”, yakni KVP timbul pada gelom- bang T atau pada segmen QRS normal yang mendahului- nya. (kontroversial). Ff Fibrilasi ventrikuler atau takikardi ventrikuler biasanya timbul tanpa adanya KVP yang “memperingati” terlebih dahulu. (3) Penyebab. a Biasanya menunjukkan adanya penyakit jantung yang bermakna. & Hipoksia akibat dari berbagai sebab. c Gangguan metabolisme. d Gangguan keseimbangan elektrolit, terutama hipoka- lemia. e Obat-obatan—Katekolamin, isoproterenol, antidepresan trisiklik, kafein, alkohol, rokok, digitalis, kinidin, prokai- namid, f Kadang-kadang KVP tidak berbahaya. b. Pengobatan. (1) Evaluasi terhadap penyebab dasar dan obati sesuai dengan penyebabnya. Secara khusus lakukan koreksi terhadap hi- poksia dan keadaan metabolisme yang abnormal dan hen- tikan pengobatan dengan obat-obatan yang dapat menye- babkan presipitasi KVP. (2) KVP dengan bradikardi sinus dapat menunjukkan adanya “escape beats”. Atropin (0,5-1 mg secara IV) dapat mening- katkan kecepatan dan meniadakan KVP yang timbul pada keadaan di atas. (3) KVP yang berbahaya, yakni salvos, multifokal, jumlahnya lebih dari 6 per menit, dan bigeminus, memerlukan terapi segera, terutama pada keadaan dengan IMA. a Lidokain(1 mg/kg) biasanya 100 mg secaraIV, 10 menit kemudian dilanjutkan dengan bolus kedua dengan dosis yang sama, diikuti dengan pemberian secara infus 2 gram di dalam 500 cc dengan dosis 2-4 mg/menit. Kurangi dosis bolus dan dosis rumatan sampai setengahnya pada pasien-pasien dengan gagal jantung dan penyakit hati. Berikan secara hati-hati pada pasien dengan bradikardi. b Prokainamid 100-200 mg Secara IV selama 2-3 menit, dilanjutkan dengan 100 mg setiap 5 menit sampai KVP 32 Penuntun Kedaruratan Medis dapat ditekan. Jangan melebihi 1000 mg. Dilanjutkan secara infus 1-5 mg/menit. c Obat-obatan yang lain, misalnya: Bretilium (5-10 mg/kg selama 10 menit), propanolol (0,5-1 mg/menit secara IV sampai 5 mg secara perlahan-lahan), dan fenitoin (50 mg secara IV perlahan-lahan setiap 2 menit sampai | gram), dan pemasangan alat pacu jantung yang sebelumnya di- kesampingkan dapat menjadi indikasi pada kasus-kasus tertentu. 10. Takikardi ventrikuler. a. Diagnosis. (1) Kecepatan EKG. a Atrial bervariasi. 6 Ventrikuler, 100-200 kali/menit. c Gelombang P biasanya independen atau retrograd. d Kompleks QRS bentuknya aneh dan melebar, > 0,12 detik. (2) Penyebab-penyebabnya sama seperti pada KVP (lihat No. 9,a,(3)). b. Pengobatan.—Ini merupakan irama jantung yang sangat berba- haya. Terapi tergantung dari dampak aritmia ini terhadap kondisi pasien. (1) Apabila pasien dalam tingkat kesadaran yang baik dan hanya sedikit simptomatis berikan lidokain, 1 mg/kg secara IV bolus, ulangi dalam 10 menit, dan mulai dengan infus lido- kain dengan dosis 1-4 mg/menit. Jika tidak terkonversi, ambillah terapi berikut ini. (2) Apabila pasien mengalami hipotensi atau keadaannya men- jadi kacau, pertimbangkan segera tindakan kardioversi di- mulai dengan energi rendah 25-50 W-detik, dan lipatganda- kan tingkat energinya pada setiap tindakan yang gagal. Ka- lau perlu gunakan sedatif secaralV: Diazepam 5-10-mg seca- ra IV atau midazolam 2-4 mg secara IV, selalu diberikan se- cara perlahan-lahan. Berikan lidokain seperti pada butir (1). (3) Lakukan koreksi terhadap hipoksia atau keadaan metabo- lisme yang abnormal dan hentikan terapi dengan segala macam obat yang dapat mempresipitasi timbulnya takikardi ventrikuler. (4) Takikardi ventrikuler yang resisten atau rekuren memer- lukan terapi sbb.: Kedaruratan Jantung 33 a Prokainamid (Pronestyl) 100 mg/menit secara IV selama 2 menit, lalu 200 mg selama 5 menit, diulangi sampai suatu loading dose sebesar | gram. Dosis rumatan di- titrasi pada kadar 1-5 mg/menit. b Bretilium 5-10 mg/kg berat badan secara IV perlahan- lahan selama 10 menit. Hipotensi yang hebat merupakan efek samping yang sudah lama tercatat. c Propanolol (Inderal) 1 mg/menit sampai 5 mg. Berikan secara hati-hati pada pasien-pasien dengan bronkospas- me, gagal jantung dan blok jantung. d Carilah penyebab-penyebab yang jarang dari takikardi ventrikuler, seperti obat yang overdosis, hipoksia yang di bawah perkiraan, asidosis yang tidak ditangani, hipo- kalemia, kadang-kadang dengan hipomagnesemia dan hipovolemia. III. Torsade de Pointes A. Diagnosis. 1. Kecepatan EKG. ‘ a Kecepatan ventrikel 160-280 dan interval QT yang panjang. b- Irama ventrikuler yang ireguler dengan siklus dari polaritas elektris yang berubah-ubah dan puncak QRS berputar di sekitar garis isoelektris, Amplitudo ventikel bervariasi dalam pola sinusoidal. d_ Sering timbul bersama dengan bradiaritmia atau bigeminus ven- trikuler dimana kedua pasangan-mempunyai interval yang pan- jang; diawali dengan KVP diatas gelombang T. 2. Penyebab. a Obat-obatan antiaritmia (terutama kinidin. prokainamid dan disopiramid), fenotiazin, dan antidepresan trisiklik menimbul- kan pemanjangan interval QT. b Hipokalemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia, ¢ Hemoragia intraserebral, dict protein cair, iskemia miokard. B. Pengobatan. 1. Pasien-pasien biasanya tanpa disertai oleh keadaan hemodinamik yang mengancam, dan dengan mengatasi agen yang mengganggu atau dengan mengkoreksi keseimbangan elektrolit sudah cukup. 2. Apabila pasien dengan keadaan hemodinamik yang mengancam, lidokain, fenitoin atau alat pacu jantung atrial atau ventrikuler yang ° 34 Penuntun Kedaruratan Medis dapat menambah kecepatan adalah efektif dalam mengurangi inter- val QT. Bretilium dapat juga digunakan (dosisnya dapat dilihat pada I1,9,b). 3. Hindari pemakaian kinidin, disopiramid, dan prokainamid. IV. Henti Jantung A. Gambaran Umum. 1. Henti jantung adalah keadaan klinis di mana curah jantung secara efektif adalah nol. Meskipun biasanya berhubungan dengan fibrilasi ventrikel, asistole atau disosiasi elektromagnetik (DEM), dapat juga disebabkan olch disritmia yang lain yang kadang-kadang mengha- silkan curah jantung yang sama sckali tidak cfcktif. Ini meliputi bradikardi yang hebat dan takikardi ventrikuler. 2. Untuk sebagian besar henti jantung, rencana evaluasi dan peng- obatan harus mengikuti prinsip-prinsip dan detail-detail yang dipa- parkan pada bagian ini. Namun, pada kasus-kasus yang khusus, obat-obatan atau prosedur operasi spesifik merupakan penyelamat hidup, jika diberikan atau dilaksanakan dengan segera. Ini berarti bahwa setiap kasus henti jantung harus dievaluasi terhadap penye- bab-penyebab yang relatif jarang tetapi secaraterapeutik dapat diper- tanggungjawabkan. Ini meliputi hal-hal di bawah ini: a. Overdosis dari opiat atau propoksifen (Darvon) perlu diberikan nalokson 0,8 mg secara IV. b. Overdosis dari antidepresan trisiklik memberikan gambaran se- bagai takidisritmia yang non perfusi, perlu diberikan fisostigmin 2 mg secara IV. c. Emboliparu yang masif perlu diberikan heparin 5000 unit secara IV, segera dan pertimbangkan selanjuinya untuk embolektomi. d. Tamponade perikard perlu dilakukan perikardiotomi terbuka atau dengan jarum. e. Pneumothorax tension perlu segera dilakukan dekompresi de- ngan jarum dan insersi tabung pada dada. f. Hipotermia perlu diberikan penghangatan kembali seperti dije- laskan pada Bab 27. 3. Setiap tim resusitasi henti jantung harus mempunyai satu orang yang berperan sebagai pimpinan. Agar pasien mendapat penanganan se- baik-baiknya, klinikus ini harus memberikan semua medikasi dan prosedur, dan menerima semua informasi laboratorium untuk meng- ambil keputusan klinis, Kedaruratan Jantung 35 4. Setiap resusitasi henti jantung merupakan suatu rangkaian kejadian yang kompleks, banyak tindakan yang haus dilakukan secara simul- tan. Secara keseluruhan setiap aspek harus diteliti dengan cermat untuk meyakini bahwa resusitasi sedang dilaksanakan dengan se-. efektif mungkin. Khusus untuk hal-hal di bawah ini harus dilakukan: Evaluasi yang sering terhadap membran mukosa dan ekstre- mitas, auskultasi paru, dan kadang-kadang rontgen dada apabila ada indikasi, untuk mengecek ventilasi dan oksigenasi. Perhatikan teknik kompresi jantung dan adanya denyutan fe- moral yang teraba yang ditransmisikan oleh kompresi jantung tersebut. Pengukuran gas darah arteri untuk mengidentifikasi adanya hi- poksemia, hiperkarbia, asidosis atau alkalosis. Ulangi evaluasi terhadap riwayat klinis dan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi penyebab dasarnya sehingga dapat dila- kukan terapi spesifik. 5. Pada sebagian besar keadaan tindakan kompresi jantung tertutup adalah efektif. Kadang-kadang berhubung dengan penyebab spesifik atau apabila teknik resusitasi kardiopulmonar sudah adekuat tetapi tidak ada denyutan femoral atau karotis yang teraba, torakotomi darurat dan masase internal jantung harus dipertimbangkan. Situasi ini biasanya paling sering timbul pada kasus-kasus di bawah ini: a Henti jantung traumatik sekunder akibat dari: (1) Luka tembus jantung. (2) Tamponade jantung yang tidak responsif terhadap tindakan perikardiosentesis. (3) Trauma hebat yang masif pada daerah toraks. (4) Trauma tumpul pada dada dengan kecurigaan adanya ruptur dari atrium, ventrikel atau aorta. Hipotermia hebat dengan fibrilasi ventrikel. (denyutan dapat dirasakan dengan RJP) dan tidak ada by pass kardiopulmonar, yakni diperlukan adanya penghangatan kembali secara langsung terhadap jantung. Perdarahan masif yang tidak responsif terhadap terapi pengganti cairan dan darah, yakni jepitan silang terhadap aorta desendens. Bentuk-bentuk abnormal yang menghalangi efektifitas tindakan masase dada eksternal: (1) Pasien emfisematous dengan dada berbentuk tabung (barrel chest). 36 © Penuntun Kedaruratan Medis (2) Pektus karinatum yang hebat. (3) Kifoskoliosis yang hebat. e. Syokelektrik dengan fibrilasi ventrikel yang refrakter. Denyutan sering didapat dengan RJP. 6. Keputusan untuk menghentikan tindakan resusitasi henti jantung terletak pada ketua tim penolong dan dokter yang merawat si pasien (jika dokter yang merawat ada). Meskipun setiap keputusan adalah individual, di dalam literatur kedokteran terdapat banyak sekali bukti-bukti yang menyatakan bahwa pada keadaan-keadaan di bawah ini terdapat indikasi kuat untuk menghentikan resusitasi, dikarenakan probabilitas yang sangat kecil untuk berhasilnya tin- dakan tersebut. a. Indikasi. (1) Tidak terabanya denyut nadi dan apnea selama lebih dari 10 menit sebelum dimulainya tindakan RJP. (2) Tidak terdapat respons klinis sesudah lebih dari 30 menit “advanced cardiac life support” (ACLS), termasuk di sini yang dilakukan di luar rumah sakit. (3) Tidak terdapat aktivitas ventrikel pada EKG, yakni asistole yang persisten sesudah lebih dari 10 menit tindakan ACLS. (4) Sebelumnya terdapat penyakit dengan stadium terminal se- perti kanker stadium terminal dan penyakit jantung stadium terminal. b. Pengecualian.—Keadaan hampir tenggelam, hipotermia dengan berbagai sebab dan trauma dengan perdarahan, terutama pada orang- orang muda. Pada keadaan-keadaan demikian, tindakan resusitasi harus dilakukan secara agresif dan terapi spesifik seperti disebutkan sebelumnya harus dimulai secepatnya. B, Evaluasi dan pengobatan. . 1. Konfirmasikan keadaan yang tidak responsif. Pada keadaan trauma, kurangi seminim mungkin risiko cedera vertebra servikal. Mintalah bantuan! 2. Pertahankan jalan napas dengan memakai manuver kepalatengadah —dagu diangkat, karena korban dengan henti jantung mungkin ter- jatuh dan menderita cedera leher. Apabila teknik kepala tengadah- dagu diangkat tidak berhasil, gunakan tehnik mendorong dagu atau manuver kepala tengadah -leher diangkat untuk mempertahankan jalan napas yang adekuat (Gambar 3-1 sampai 3-4). Periksalah mulut dengan cepat, bersihkan setiap makanan yang ada, muntahan atau gigi palsu. Kedaruratan Jantung 37 “Jalan napas tertutup Jalan napas terbuka GAMBAR 3-1. Pada pasien yang tidak sadar, usaha inspirasi dapatmenarik lidah ke belakang ke arah tenggorokan. Tengadahkan kepalake arah belakang biasanya menye- babkan rahang bawah bergerak ke depan dan jalan napas terbuka. 3. Usahakan pemberian 2 kali pernapasan buatan secara cepat dan pastikan bahwa dadanya bergerak dengan tepat; jika tidak terjadi gerakan, lakukan manuver untuk menghilangkan obstruksi jalan napas. a. Sekali lagi, periksa mulut pasien untuk melihat adanya benda asing dan gigi palsu yang longgar dengan cara menyapu meng- gunakan jari tangan. b. Pemeriksaan secara langsung daerah faring dan laring. dapat menemukan adanya benda asing yang dapat diraih dengan forsep McGill. c. Berikan 4 dorongan pada abdomen dengan berlutut di samping paha korban atau duduk mengangkanginya dan lakukan dorong- an yang terpusat pada daerah epigastrium untuk wanita yang gemuk atau korban yang hamil, berikan 4 dorongan pada dada dengan meletakkan satu telapak tangan pada masing-masing sisi dari bagian bawah dada anterior dan lakukan dorongan ke poste- rior. Periksa mulut dan usaha ventilasi sebagai bukti adanya perbaikan obstruksi jalan napas. Ulangi beberapa kali sebanyak yang dibutuhkan. Jika tidak ada perbaikan ulangi seperti di atas, sampai obstruksinya dapat diatasi. d. Apabila tidak berhasil lakukan di bawah ini: Balikkan si korban ke arah anda dan berikan 4 backslaps di antara kedua bahu. 38 Penuntun Kedaruratan Medis Kepala tengadah — dagu diangkat GAMBAR 3-2, Untuk pasien-pasien dengan trauma dan pasien-pasien di mana tengadah- angkat teher tidak menghasilkan jalan napas yang adekuat, pengangkatan dagu dapat bermanfaat. Letakkan jari-jari pada bagian tulang dari rahang dekat dagu dan angkatlah rahang ke arah depan sambil menyokongnya, se- hingga jalan napas terbuka. Periksalah mulut dengan cara menyapu menggunakan jari dan usahakan ventilasi. , c. Terakhir kali, kalau semua usaha gagal krikotirotomi harus dilaksanakan. Prosedur ini jauh lebih efektif dan aman diban- dingkan dengan trakeostomi pada keadaan ini. Trakeostomi dapat dilakukan sesudahnya sebagai tindakan elektif, apabila diperlukan lobang trakea yang lebih permanen. f. Mulai RJP dan saat anggota tim tiba, delegasikan tanggung jawab untuk penatalaksanaan jalan napas, intepretasi EKG dan pemberian obat-obatan. g. Pertahankan kontrol jalan napas sbb: (1) Teruskan pernapasan mulut ke mulut atau mulut ke masker ventilasi sampai tersedianya kantong masker yang baik. (2) Intubasi trakea tidak diperlukan dengan segera, karena pada sebagian besar keadaan, kantong masker ventilasi yang ber- Kedaruratan Jantung 39 GAMBAR 3:3. Metode mendorong rahang untuk membuka jalan napas (diambil dari Rosen P. dan kawan-kawan: Emergency Medicine: Concept and Clinical Practice. St. Louis, CV Mosby Co, 1988, halaman 91. Dikutip dengan izin.) katup sudah adekuat untuk memperbaiki oksigenasi. Intu- basi trakea dapat dilakukan hanya apabila terdapat orang yang ahli mengenainya. Setiap usaha harus dibatasi sampai 30 detik, dan usaha yang gagal harus dilanjutkan segera dengan kantong ventilasi masker berkatup untuk mengu- rangi hipoksia. Panjang tabung harus diperhatikan untuk _ menghindari intubasi bronkus utama kanan. Tabung endo- trakeal harus diimobilisasi dengan aman memakai plester perekat. (3) Pada pasien-pasien dengan trauma, penanganan harus sebaik mungkin untuk mengurangi risiko terjadinya trauma pada vertebra servikalis, pada waktu intubasi dilakukan. Traksi servikal in line dibutuhkan. h, Pasanglah infus, bersamaan itu lakukan intepretasi EKG, sebab defibrilasi yang cepat merupakan tindakan yang menyelamatkan jiwa (lihat selanjutnya). Infus dengan mempergunakan jarum yang besar harus dipasang seawal mungkin dan jika memung- kinkan alat pemantau tekanan harus dimasukkan sampai ke sirkulasi sentral. Vena-vena ekstremitas termasuk vena femo- talis harus dicoba. Vena subklavia dan vena jugularis eksterna 40 = Penuntun Kedaruratan Medis Kepala tengadah — jeher diangkat GAMBAR 3-4. Dengan satu tangan pada dahi pasien dan tangan yang lainnya di bawah leher, tengadahkan kepala ke arah posterior, dan angkat leher ke arah ante- tior. Pada pasien-pasien dengan trauma, manuver ini dapat meningkatkan kemungkinan cedera servikal; karena itu harus dilakukan dengan tenaga seminimal mungkin yang cukup untuk membuka jalan napas. Manuver kepala tengadah dagu diangkat (lihat gambar 3-1) mempunyai risiko yang lebih kecil terhadap terjadinya cedera servikal. atau interna harus dicoba untuk dimasukkan dengan alat peman- tau tekanan sesudah jalan napas aman atau jika sirkulasi belum terkoreksi sesudah pemberian obat-obatan melalui vena perifer. Pada stadium ini suatu alat pemantau tekanan melalui salah satu tute-rute ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk terapi selanjutnya. Injeksi intrakranial harus dihindari, karena risiko terjadinya laserasi A. Coronaria dan kecenderungan ter- jadinya disritmia yang sulit diatasi sebagai akibat dari tindakan yang kurang hati-hati menyuntikkan obat secara langsung ke dalam miokardium, Instalasi obat-obatan ke dalam trakea mela- lui tabung endotrakeal merupakan alternatif yang efektif, apabila keadaan tidak memungkinkan untuk memasang rute intravena secara cepat. Obat-obatan harus dengan volume antara 5-10 ml dan dosis awal dari epinefrin, lidokain, dan atropin adalah mirip dengan dosis yang diberikan secara IV, tetapi dosis selanjutnya Kedaruratan Jantung 41 harus ditakar lebih rendah. Obat-obatan ini harus disuntikkan ke dalam tabung endotrakeal dengan mempergunakan kateter CVP atau jarum panjang, diikuti dengan pemberian besar-besaran. Akhir-akhir ini tidak ada bukti tentang kemanjuran dari obat henti jantung yang lain yang diberikan melalui rute endotrakeal. Area sublingual, jaringan yang sangat vaskular, harus dipertim- bangkan sebagai tempat pemberian obat-obatan ini. Dosis IV harus digunakan. Pemberian Natrium bikarbonat harus dipertim- bangkan hanya sesudah terapi obat spesifik padapermulaan telah diberikan tanpa perbaikan dari sirkulasi. Dosis permulaan adalah 1 mg/kg. Dosis selanjutnya didasarkan atas hasil analisa gas darah arterial. Apabila hasil analisa ini tidak dapat diperoleh, natrium bikarbonat dapat diberikan setiap 10-15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal. Tentukan irama EKG dengan menggunakan penilai cepat pada alat defibrilator jika tersedia atau pengamat EKG standar. Peng- obatan tergantung irama dari jantung. (1) Fibrilasi ventrikel (FV). a Berikan energi sebanyak 200 joule dengan segera. Jika tidak berhasil, berikan kejutan kedua sebanyak 200-300 J dengan segera, dan jika perlu berikan ketiga kalinya sampai 360 J. Berikan 0,5-1 mg epinefrin secara IV jika tindakan defibrilasi tidak berhasil. Pada henti jantung yang tidak terawasi pertimbangkan dahulu natrium bikar- bonat. Sesudah pemberian epinefrin dan bikarbonat ulangi tindakan defibrilasi. Pemberian natrium bikarbo- nat tambahan harus didasarkan atas hasil analisa gas darah arterial. Pada kasus henti jantung di luar Rumah sakit, berikan setengah dari dosis awal setiap 10-15 me- nit. Epinefrin dapat diulang setiap 5 menit atau dapat lebih sering. 6 Jika fibrilasi ventrikel dapat diatasi, lakukan reevaluasi pasien secara hati-hati untuk mencari hipoksia yang belum diketahui yang berhubungan dengan pneumoto- raks, peletakkan tabung endotrakeal yang tidak benar atau hipovolemi, dan lakukan koreksi ketidakseimbang- an asam basa. Jika tidak berhasil, cobalah obat-obatan ini dan lakukan tindakan defibrilasi sesudah setiap obat ini diberikan: 42° Penuntun Kedaruratan Medis (i) Lidokain 1 mg/kg berat badan secara IV bolus dan ulangi tindakan defibrilasi. Jika tidak berhasil, ulangi bolus dan pertahankan infus rumatan pada dosis 1-4 mg/menit. (ii) Bretilium, 5 mg/kg secara IV bolus, dan ulangi tin- dakan defbrilasi. (iii) Prokainamid 100 mgsecaraIV bolus selama | menit, 200 mg selama 5 menit sampai tercapai suatu /oad- ing dose sebesar 1 gram, dan ulangi tindakan de- fibrilasi. (iv) Propanolol 1-Smg dengan dosis 1 mg/menit secara IV dan ulangi tindakan defibrilasi. (v) Atropin 1 mg secara IV, ulangi tindakan defibrilasi. (2) Asistole ventrikel (AV). a Konfirmasikan pada 2 lead EKG. Jika meragukan obati sebagai FV. 6 Berikan epinefrin 0,5-1 mg secara IV bolus. Jika ruteIV perifer tidak tersedia gunakan rute sublingual IV atau berikan kedalam trakea dan berikan ventilasi secara besar-besaran. Apabilatersedia aktifkanalat pacu jantung per kutaneus. Jika tidak efektif, lakukan di bawah ini. Berikan Atropin 1-2 mg secara IV bolus. d Pertimbangkan pemberian natrium bikarbonat | mEq/kg, terutama jika henti jantung itu tidak terawasi atau keja- dian berlarut- larut. e Sangat jarang suatu alat pacu jantung transvena dapat merestorasi ke suatu irama efektif. (3) EMD. a Dicirikan dengan suatu kompleks EKG yang terorganisir dengan tanpa adanya bukti-bukti aksi pemompaan meka- nis, yakni untuk mengesampingkan tamponade perikar- dial, tension pneumotoraks, hipovolemia, asidosis yang berat dan emboli paru. b Berikan epinefrin 0,5-1 mg secaraIV. c Pertimbangkan natrium bikarbonat 1 mEq/kg. d@ JikaEKG memperlihatkan irama idioventrikuler di mana tidak terdapat gelombang P dan terdapat QRS yang lebar dan aneh, pertimbangkan pemberian atropin 1 mg secara Iv. 5 4 Kelainan Elektrolit dan Asam-Basa I. Keseimbangan Asam-Basa A. Gambaran Umum.—Perubahan keseimbangan asam basa diidentifikasi dengan cara mengevaluasi gas darah arterial. Normogram atau formula yang sederhana (contoh dapat dilihat selama bab ini) dapat digunakan untuk mendefinisikan kelainan asam basa yang dapat berupa asidosis atau alkalosis. Keduanya dapat disebabkan oleh penyebab metabolik atau respiratorius, dan abnormalitas campuran dapat timbul kalau yang satu dikompensasi oleh yang lainnya. Keempat keadaan adalah asidosis metabolik, alkalosis metabolik, asidosis respiratorik, dan alkalosis respi- ratorik. Gunakan hasil analisa elektrolit laboratorium dari nilai bikar- bonat (HCO3), jika terdapat kemungkinan suatu abnormalitas yang kompleks. Bikarbonat didalam evaluasi gas darah merupakan petunjuk tidak langsung dari kadar pH dan Pco2. B. Asidosis Respiratorik. 1. Mekanisme terjadinya ialah hipoventilasi yang berhubungan dengan keadaan di bawah ini. a. Retensi CO2 sebagai akibat dari penyakit paru primer, misalnya: penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) atau asma. b. Obat-obatan yang berefek sentral yang mempengaruhi ventilasi dan menyebabkan retensi CO2. 44 = Penuntun Kedaruratan Medis c. Penyakit neuromuskuler, trauma toraks atau spinal, obesitas yang berlebihan, dan obstruksi jalan napas yang mempengaruhi yentilasi yang selanjutnya menyebabkan retensi CO2. 2. Gambaran klinis. a, Tanda-tanda dan gejala-gejala dari kondisi yang menyebabkan hipoventilasi. b. Kemungkinan adanya perubahan tingkat kesadaran akibat dari edema otak yang disebabkan oleh retensi CO2 yang hebat. c. Gas darah arterial. (1) PaCO2 meningkat di atas normal berkisar antara 38-42 mmHg; Hitunglah pH yang dihasilkan oleh PaCO2 pasien tersebut, Untuk setiap 10 mmHg di atas PaCO2 40, pH biasanya turun 0,08, misalnya untuk PaCOQ2 = 50, pH yang diharapkan atau yang dihitung = 7,32. (2) Jika pH pasien secara bermakna di bawah yang diharapkan atau dihitung berarti terdapat asidosis metabolik, di samping adanya asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik. (3) Jika pH pasien secara bermakna di atas nilai yang dihasilkan berarti terjadi alkalosis metabolik di samping adanya abnor- malitas perapasan, (4) Nilai PO2 harus dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai dengan umur pasien. PO2 berdasarkan umur = 104-0,4 x Umur. Karena bentuk dari kurva disosiasi oksihemoglobin, suatu PaOzdi atas 60 mmHg dapatditerima kalau ini menunjukkan saturasi 90%. Penurunan yang sedikit saja di bawah 60 mmHg menimbulkan penurunan yang bermakna terhadap tingkat saturasi, yakni hipoksia jaringan yang potensial. d. Elektrolit serum.—Kadar bikarbonat serum akan normal pada keadaan akut dan meningkat pada keadaan kronis atau pada keadaan kompensata sebagai akibat dari reabsorpsi bikarbonat oleh ginjal. Carilah anion gap, dan pertimbangkan pula osmolal gap jika secara klinis tepat. (lihat C,2,b,3). 3. Pengobatan. a. Pengobatan terhadap penyebab dasar dari hipoventilasi. b. Tingkatkan ventilasi dengan penghisapan jalan napas, masker ventilasi dengan kantong berkatup, jika perlu intubasi endotra- keal atau nasal. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 48 Penuntun Kedaruraian Medis Il. Hipernatremia A. Mekanisme terjadinya. 1. Hipernatremia yang bermakna hanya timbul apabila rasa haus tidak dapat mengkompensasi keadaan hipertonik. Keadaan ini paling sering timbul bersamaan dengan muntah-muntah atau diare hebat, obtundasi, atau di lingkungan yang kekurangan air atau pada bayi- bayi yang tidak dapat memberitahukan kebutuhan mereka. 2. Kehilangan air melebihi kehilangan natrium (kedua-duanya hilang), Ini merupakan mekanisme yang paling umum dari hipernatremia. Penyebab meliputi gastroenteritis, berkeringat dan diuresis osmotik. (akibat dari hiperglikemia, manitol iatrogenik atau urea load dari susu formula bayi). 3. Kehilangan air muri tanpa kehilangan natrium. Keadaan ini jauh lebih jarang ditemukan. Penyebabnya meliputi diabetes insipidus (hipotalamik atau nefrogenik) dan keringat ber- lebihan akibat dari keadaan hipermetabolik (hiperpireksia atau hiper- tiroid). 4. Pemasukan natrium yang berlebihan. Keadaan ini paling banyak diakibatkan oleh kecelakaan. Dian- taranya adalah pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan selama resusitasi jantung, pemakaian yang kurang hati-hati dari larutan garam hipertonik secara intravena sebagai pengganti larutan dekstrosa 5% (misal: larutan garam 3% sebagai pengganti larutan dekstrosa 5%), secara tidak sengaja gula diganti dengan garam pada pemberian preparat formula bayi, dan minum air laut sesudah kapal karam. B. Penyebab (Caratan: Tabel4-1 bandingkan penyebab-penyebabdi bawah ini dengan mekanisme yang dijelaskan di atas) Kehilangan cairan melalui rute gastrointestinal. Kehilangan cairan melalui keringat. Diuresis osmotik. Diabetes insipidus. Keadaan hipermetabolik, . Kecelakaan atau iatrogenik. ambaran klinis. Hampir semua gejala-gejala hipernatremia berhubungan dehidrasi seluler sebagai akibat dari perpindahan cairan dari kompartemen intrascluler yang isotonik ke kompartemen ckstrascluler yang hiper- tonik. Natrium tetap yang paling utama di ruang ekstraseluler. & S 0 Ree ee aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Penuntun Kedaruratan Medis 52 x x *(ueYIgo|ioqg joWUEW UBTeyeuod ‘ermayryssadiy) BN UesUap UeZUNgNYIeq Yepn yUoyodry ueepeay Zp Iseyisyoruy davHys eynomiq Plosajsoy MOY Isuaisiynsuy Pployoyoyesour [suaisyynsuy Teuaipy Teual Je[nqn) sisopisy sutaydau Sunsom DN SISOMJON Teusy (ise ewinen ‘syneanued ‘1exeqQI9) “yeBuLeyJaq ‘azerp ‘yeyuNu) iseipryaq JNsaBuo0y Bunjuel jeden (sisouis ‘stsoyjou) ulojoid uedueltyoy weysurusypy WIN QO7H uesuepiyoy JowsQ § OZH Isuajay << eN uRsuELYyoYy BN Isuajoy < O2H Isuaey ermaneuodry Bojong ‘t-b TAGVL aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 56 Penuntun Kedaruratan Medis Latihan dari anggota gerak sebelum pengambilan sampel dapat menyebabkan pelepasan kalium otot ke dalam serum. Leukositosis dan trombositosis dapat menghasilkan kadar kalium yang tinggi secara false positif. V. Hipokalemia A. Mekanisme terjadinya. Pemasukan kalium yang inadekuat.—Ini merupakan penyebab hipo- kalemia yang tidak lazim, kecuali pada orang-orang dengan defisien- si diet yang nyata. 2. Peningkatan ekskresi kalium.—Ini merupakan penyebab hipoka- lemia yang paling sering. Peningkatan ekskresi bisa renal atau gas- trointestinal. 3. Perubahan distribusi dari kalium di dalam tubuh.—Ini merupakan mekanisme terjadinya hipokalemia pada alkalosis dan keadaan- keadaan lain yang lebih jarang. B. Penyebab Pemasukan melalui diet yang kurang. a. Kelaparan. b. Diet yang tidak lazim. c. Alkoholisme. 2. Kehilangan kalium yang berlebihan. a. Gastrointestinal. (1) Muntah-muntah berlarut-larut (2) Diare, penyalahgunaan laksatif. (3) Penghisapan nasogastrik. b. Renal. ~ (1) Diuretika. (2) Osmotik diuretika. (3) Aldosteronisme (4) Potassium wasting nephritis. 3. Paralisis periodik hipokalemik. 4. Alkalosis 5. Sindroma Cushing. C. Gambaran klinis. 1 Gejala-gejala hipokalemia cenderung samar-samar dan ringan jika kadar kalium serum diatas 3 mEq/L. Komplikasi berat biasanya timbul pada kadar serum kurang dari 2 mEq/L. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 60 Penuntun Kedaruratan Medis - C. Gambaran klinis 1. 2. 3. 4. Traktus gastrointestinal—Anoreksia, mual, muntah, konstipasi, dan nyeri abdomen merupakan manifestasi dari hiperkalsemia. : Traktus urinarius.—Hiperkalsemia dapat menyebabkan poliuria, po- lidipsia dan pembentukan batu pada traktus urinarius. Neurologi.—Lelah, kelemahan otot dan berkurangnya refleks ten- don dalam merupakan akibat dari hiperkalsemia. Hiperkalsemia yang hebat disertai dengan perubahan status mental: apatis, depresi, tingkah laku psikotik, disorientasi, stupor atau koma. Elektrokardiografi—Hiperkalsemia menimbulkan pemendekan dari interval QT. D. Pengobatan. 1 Berikan infus larutan garam fisiologis untuk mengatasi dehidrasi dan menurunkan konsentrasi kalsium, merupakan cara yang paling se- derhana dalam pengobatan hiperkalsemia. Ekskresi kalsium ke da- lam urine bertambah apabila ekskresi natrium ditingkatkan. Pem- berian infus larutan garam fisiologis dan disertai dengan 40-80 mg furosemid secaraintravena dapat digunakan untuk menurunkan kon- sentrasi kalsium serum. Perhatian harus diberikan untuk mencegah terjadinya kelebihan beban sirkulasi. Diuretika tiazid yang dapat menimbutkan hiperkalsemia harus dihindari. Mitramisin menurunkan konsentrasi kalsium dengan cara mengham- bat resorpsi tulang. Dosis tunggal sebesar 25 pgram/kg di dalam larutan dekstrosa 5% (DsW) diberikan secara infus intravena selama 3-4 jam menghasilkan penurunan konsentrasi kalsium dalam 12-24 jam. Pemberian ulang dapat menimbulkan trombositopenia dan tok- sisitas yang serius pada ginjal atau hepar. Glukokortikoid mengurangi kadar kalsium serum selama pemberian beberapa hari. Hidrokortison 250 mg secara intravena setiap 6 jam atau equivalennya dapat diberikan. Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA) meningkatkan ekskresi kalsium ke urine dan membentuk kompleks dengan kalsium di dalam darah. Ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi konsentrasi kalsium. 15-50 mg/kg harus diberikan selama 4 jam, karena terdapat resiko yang bermakna terhadap timbulnya gagal ginjal akut dengan EDTA pemakaiannya harus dibatasi untuk ke- adaan darurat yang mengancam jiwa. Pemberian fosfat anorganik juga merupakan cara yang cepat untuk mengurangi konsentrasi kalsium. Infus fosfor elemental 20-30 mg/ kg selama 12-16 jam, akan menurunkan konsentrasi kalsium secara aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 64 Penuntun Kedaruratan Medis sebelumnya adalah bermakna, meskipun aksisnya normal. Takikardi sinus biasanya dijumpai, dan denyut prematur atrial, flutter atau fibrilasi dapat timbul. 4. Hasil rontgen dada adalah normal pada sebagian besar kasus. Elevasi dari hemidiafragma, infiltrat, efusi pleura, atelektasis platelike meru- pakan gambaran yang paling sering dijumpai. Hilangnya gambaran vaskular pada suatu bagian dari paru (tanda dari Westermark) meru- pakan pertanda yang kuat dari emboli paru, tetapi sering sukar dibedakan. C. Diagnosis (lihat juga bab III). 1. Scanning perfusi. a. Proses-proses penyakit lain dapat menyerupai gambaran emboli paru, Oleh karena itu, penemuan scan yang abnormal mungkin tidaklah diagnostik. b. Namun suatu hasil scan yang normal, hampir diagnostik dapat menyingkirkan diagnosis emboli paru. Angka negatif palsu ku- rang dari 1%. 2. Scanning ventilasi perfusi (V-Q) agaknya mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam membantu diagnosis, tetapi hanya apabila terdapat defek lobar atau segmental yang terlihat oleh scanning perfusi, yang mana tidak sesuai dengan defek ventilasi. Sebagai tambahan, rontgen dada harus normal, atau setiap infiltrat yang ada harus lebih kecil daripada defek scan perfusi yang sesuai. 3. Arteriografi paru. a. Ini merupakan studi diagnostik yang definitif. b. Morbiditas 4% dan mortalitas 0,2%. c. Indikasi. (1) Gambaran klinis sangat sugestif untuk emboli paru, tetapi nuclear scan hasilnya normal atau tidak diagnostik. (2) Adanya gagal jantung kongestif atau penyakit paru parenkim yang mempengaruhi scan perfusi. (3) Risiko tinggi dalam penggunaan antikoagulan. (4) Pertimbangan untuk ligasi vena kava. D. Pengobatan. 1. Heparin. a. Ini dapat diberikan secara infus intravena yang terus menerus (metode yang lebih disukai) atau secara bolus setiap 4 jam. Apabila metode infus konstan yang dipakai, 5000-10000 unit harus diberikan sebagai dosis primer dan lalu 1000-1200 unit tiap jam melalui pompa infus. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 68 Penuntun Kedaruratan Medis harus dicek dan regimen terapi disesuaikan dengan hasil tes sen- sitivitas. G. Mikoplasma. 1. ‘ Gambaran klinis——Pneumonia.Mikoplasma merupakan penyakit yang terutama terdapat pada anak-anak dan dewasa muda. Demam, dispnea, takipnea, nyeri kepala, faringitis, dan batuk biasanya dapat dijumpai; kadang-kadang dijumpai adenopati servikal, erupsi keme- rahan pada kulit, nyeri telinga dan miringitis bulosa. Ronki dapat terdengar, tetapi tanda-tanda konsolidasi lobus biasanya tidak ada. Sputum.—Mycoplasma pneumoniae tidak mempunyai dinding sel, oleh karena itu, tidak menahan zat wama Gram, sehingga pada perwarnaan sputum tidak ada organisme yang terlihat, meskipun dapat dijumpai adanya neutrofil. Rontgen dada.—Gambaran khas adalah mengenai lobus bawah. Biasanya ditemukan infiltrat interstitial berbercak-bercak. Juga da- pat dijumpai konsolidasi lobus atau segmental. Efusi pleura tidak khas, tetapi dapat ditemukan. Penemuan radiologis sering lebih impresif dibandingkan penemuan pada pemeriksaan fisik. Pengobatan.—Obat terpilih adalah eritromisin 250-500 mg’4 kali sehari. Terapi alternatif Tetrasiklin dengan dosis seperti di atas. Terapi harus dilanjutkan sampai 2-3 minggu meskipun kemajuan secara klinis biasanya terlihat sesudah 2-3 hari. H. Penyakit Legionnaire. 1, Gambaran klinis.—Gejala-gejala dapat ringan atau sangat berat. Demam, menggigil, mialgia, nyeri kepala dapat dijumpai. Juga dapat ditemukan mual, muntah, dan diare yang cair. Hemoptisis dan nyeri dada pleuritik dapat ditemukan pada beberapa pasien. Ronki halus adalah khas terdengar pada permulaan penyakit, tetapi tanda-tanda konsolidasi menjadi jelas pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut. Sputum.—Perwarnaan Gram memperlihatkan neutrofil tetapi tidak ada organisme bakterial yang predominan. Legionella pneumophilia merupakan basilus Gram positif. _Rontgen dada—Bronkopneumonia yang mengenai banyak lobus adalah karakteristik. Mungkin didapatkan adanya sedikit efusi pleura. Kalau penyakitnya berlanjut, konsolidasi lobus dapat di- jumpai. Pengobatan.—Eritromisin merupakan obat terpilih. Dosisnya sebe- sar 500 mg tiap 6 jam, dan pengobatan harus diteruskan selama 3 minggu karena akan timbul relaps apabila dihentikan sebelum waktu ini. Perawatan rumah sakit biasanya diindikasikan. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 72 Penuntun Kedaruratan Medis Hidrasi trakeobronkial. Antibiotika untuk infeksi. _Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis. a. Tindakan ini harus dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis karena terdapat angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi berhubungan dengan intubasi yang ber- kepanjangan dan ventilasi mekanik pada pasien-pasien ini. b. Indikasi untuk intubasi harus disesuaikan untuk tiap individu. Beberapa rekomendasi sebagai berikut: (1) Henti jantung paru. (2) Keadaan koma dengan depresi pernapasan. (3) Ketidakmampuan untuk mempertahankan PO2 dalam batas 50-60 mmHg meskipun diberi aliran Oz yang tinggi. (4) Hiperkarbia progresif disertai dengan penurunan status men- tal, kelelahan otot, atau asidosis respiratorik dengan pH < 7,20. (5) Ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas dari sek- tet-sekret dengan tindakan fisioterapi dan penghisapan. anus IV. Edema Paru Nonkardiogenik A. Definisi—Peningkatan akumulasi cairan alveolar dan interstitial yang tidak berhubungan dengan gagal ventrikel kiri B. EBtiologi. + 1. Tempat tinggi. 2. Obat-obatan: a, Narkotika. . b. Salisilat. ¢. Pentazosin. d. Propoksifen. 3. Neurogenik. a. Cedera kepala dan sumsum tulang belakang. b. Gangguan serebrovaskular. c. Infeksi SSP. d. Pasca konvulsi. Organofosfat insektisida. Keadaan hampir tenggelam. a. Terjadi pada keduanya, baik hampir tenggelam di air laut mau- pun air tawar. we aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 76 = Penuntun Kedaruratan Medis dan pandengaran, dan penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Efek gangguan SSP yang lanjut meliputi parkinsonisme, retardasi mental, disorientasi dan psikosis. 4. Tanda dan gejala-gejala dapat dikorelasikan dengan kadar karbok- sihemoglobin (COHb) berdasarkan perkiraan yang kasar. a. COHb kurang dari 10%, biasanya tidak ada gejala. b. COHb 10-20%, nyeri kepala seperti diikat pada daerah frontal dantemporal. _ c. COHb 30-40%, nyeri kepala, rasa lemah, gangguan penglihatan, mual, muntah. d: COHb 40-50%, gangguan tingkat kesadaran. e. COHb 50-60%, koma, konvulsi. f. COHb lebih besar dari 60%, depresi kardiorespirasi, kematian. 5. Tanda dan gejala-gejala perkiraan di atas harus dipakai hanya seba- gai patokan kasar, karena gambaran kKlinis yang bermakna dapat timbul pada kadar yang lebih rendah dari yang disebutkan. Warna kemerahan seperti buah cherry pada kulit dan membran mukosa bukan merupakan indeks yang sensitif terhadap keracunan. * * 6. Dasar-dasar pengobatan. a. Tentukan kadar COHb, kadar PO? bisa normal pada pasien- pasien dengan keracunan CO. Nilai ini bukan merupakan refleksi yang valid dari pemaparan. b. Berikan aliran tinggi oksigen pada pasien sambil menunggu hasil pemeriksaan kadar COHb. Oksigen menggantikan CO dari he- moglobin dan mempercepat eliminasinya dari tubuh. c. Oksigen melalui masker dengan kadar 100% harus diberikan pada semua pasien-pasien simptomatis dengan kadar COHb > 10%, d. Pasien-pasien dengan gangguan mental yang bermakna atau COHb > 40% harus diobati dalam ruang hiperbarik apabila tersedia. ~ e. Pasien-pasien dengan disfungsi jantung, atau yang mengalami pingsan, dan pasien-pasien dengan kadar COHb < 25% harus dirawat di rumah sakit untuk pemantauan jantung dan pemberian oksigen. B. Inhatasi zat-zat toksik yang lain. 1. Kebakaran dan pemaparan industri dapat menimbulkan inhalasi gas- gas toksik yang lain meliputi belerang oksida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, fosgen dan klorin. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 84 Penuntun Kedaruratan Medis Diagnosis. a. Pasien dengan fraktur iga simpel merasa nyeri pada palpasi dan mengeluh nyeri bertambah hebat pada saat batuk, menarik napas dalam atau pergerakan. Rontgen dada, termasuk iga secara detail, mengkonfirmasi diag- nosis dan membantu menyingkirkan adanya pneumotoraks atau hemotoraks. c. Sebagian besar dinding dada anterior terdiri dari tulang rawan yangnonkalsifikasi, yang tidak radio-opak. Oleh karena itu suatu fraktur tulang rawan iga tidak tampak secara radiografi, tetapi secara klinis menyerupai fraktur iga. Pengobatan. a. Nyeri biasanya dapat ditanggulangi dengan analgesik oral seper- ti kodein 60 mg dengan aspirin 600 mg setiap 4 jam. b. Anestesi blok interkostal dapat dipakai untuk menangani nyeri hebat dari fraktur iga. (1) Bupivakain (Marcaine)0,5% diinfiltrasikan di sekitar nervus interkostalis dari iga yang fraktur, demikian juga untuk sela iga di atas (dan bila memungkinkan dua sela iga) di atas dan di bawah. (2) Tempat suntikan adalah di bawah tepi bawah dari iga, di antara frakturnya dan prosesus spinosus. Harus hati-hati, hindari terkena pembuluh darah interkostal dan parenkim paru. c. Pembalutan yang kencang tidak diperbolehkan karena dapat membatasi pernapasan. Ban iga yang mudah dilepa, dikencang- kan dengan Velcro dapat dipakai dengan menyenangkan, tetapi pasien harus diingatkan akan pentingnya inspirasi dalam secara periodik untuk mencegah hipoaerasi, retensi sekret dan pneu- mona. d, Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk perawatan ru- mah sakit adalah umur, penyakit kardiorespirasi yang ada, cede- ra-cedera lain yang bermakna, fraktur multipel, analisa gas darah abnormal atau komplikasi seperti pneumotoraks. s B. Flail chest. Gambaran umum. -a. Apabila beberapa iga dan/atau sternum mengalami fraktur pada kedua sisi pada titik trauma, suatu flail chest atau unstable chest dapat timbul (Gambar 6-1). aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 90° = Penuntun Kedaruratan Medis c Pneumoperikardium. d Emfisema subkutan. 6. Pengobatan. a. Observasi mungkin sudah merupakan terapi yang cukup untuk pneumotoraks yang kecil (< 10%) dan spontan di mana tanpa ~ disertai dengan gejala-gejala yang bermakna. b. Insersi ke dalam dinding dada suatu alat berkatup satu arah (unidireksional) bisa digunakan sebagai drain pada pneumoto- raks yang kecil. c. Torakostomi pipa dengan penghisapan terus menerus dianjurkan untuk semua pneumotoraks kecuali pneumotoraks traumatik yang paling kecil. Dianjurkan pula untuk pneumotoraks spontan yang berukuran sedang sampai besar. d. Tehnik dalam melakukan torakostomi pipa: (1) Sela iga kedua, garis midklavikularis dapat dipakai dalam pneumotoraks spontan. (2) Selaigake empat dankeenam pada garis midaksilaris, dapat digunakan pada trauma untuk drainase yang lebih baik ter- hadap kemungkinan adanya hemotoraks. Lokasi ini akan meninggalkan jaringan parut yang kurang begitu jelas dan olehkarena itu dianjurkan untuk pneumotoraks spontan pada wanita muda. (3) Perkusi selama ekspirasi penuh untuk meyakinkan bahwa tempat tersebut tidak berada di atas hepar atau lien. (4) Garis midaksilaris yang berada setingkat dengan ujung ska- pula sering merupakan tempat yang baik. (5) Sesudah menyiapkan kulit, lakukan infiltrasi secara seksama dengan lidokain (Xylocaine) ke dalam periosteum dan per- mukaan pleura. (6) Buatlah insisi kecil ke dalam ke arah iga. (7) Pakailah hemostat, bebaskan secara tumpul pada tepi supe- rior dari iga, dengan demikian dihindari terkenanya bundel neurovaskular jikalau melalui tepi bawah iga. (8) Memasuki pleura, sebarkan hemostat untuk memperbesar lubang pada pleura. (9) Masukkan jari bersarung tangan ke dalam ruang pleura untuk meyakini bahwa ruang pleura sudah dimasuki dan tidak ada perlekatan yang akan mengganggu perletakan pipa. + (10) Pakailah klem untuk memegang pipa tersebut dan masukkan ke arah posterior apabila terdapat kemungkinan hemotoraks. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 94 Penuntun Kedaruratan Medis 6. Pengobatan.—Operasi reduksi herniasi dan reparasl diafragma yang ruptur dilaksanakan sesegera mungkin. H. Cedera aorta dan pembuluh-pembuluh darah besar lainnya. 1, Cedera penetrasi dari aorta dapat menyebabkan tamponade jantung atau hemotoraks, tergantung apakah bagian dari pembuluh darah yang cedera tersebut intraperikardial atau ekstraperikardial. Pada cedera yang non penetrasi, tempat ruptur yang paling sering adalah di dekat ismus aorta tepat di bawah percabangan A. Sub- kKlavia. Cedera-cedera seperti ini biasanya fatal dengan segera, tetapi sejum- lah kecil korban dapat bertahan cukup lama sampai tiba di rumah sakit. Resusitasi cairan dan celana anti syok medis (CASM) dipakai untuk mempertahankan tekanan darah, Aortografi dilakukan secepatnya jika hasil rontgen memperlihatkan suatu mediastinum yang melebar atau fraktur dari iga | (atau kedua) atau jika terdapat kecurigaan klinis yang kuat akan adanya cedera pembuluh-pembuluh darah utama. Kalau robekan aorta sudah terdokumentasi, aorta diperbaiki, atau dilakukan suatu pencangkokan. Fasilitas untuk by pass kardiopul- monar harus tersedia. I. Kontusio miokard. 1, 2. 4, 5. Trauma tumpul pada dada dapat menyebabkan kontusio miokard. Akibat dari cedera menyerupai infark miokard, meskipun kerusakan dapat menyembuh secara sempurna dan keadaan klinis biasanya lebih ringan. Perubahan enzim dan elektrokardiograf (EKG) abnormal dapat timbul pada saat yang sama dengan infark non traumatik. Oleh karena itu kontusi mungkin tidak jelas untuk satu dua hari. Perubahan EKG dapat meliputi takikardi sinus, right bundle branch block, berbagai gangguan konduksi dan disritmia yang lain. Perjalanan klinisnya mempunyai risiko disritmia dan komplikasi yang lain. Pasien harus dipantau di unit perawatan intensif. J. Tamponade jantung. 1, Tamponade jantung terjadi akibat akumulasi darah di dalam kantung perikard yang disebabkan oleh trauma tumpu! ataupun penetrasi. Terjadi penurunan pengisian diastol dan isi sekuncup. Pada pasien-pasien dengan trauma toraks, penurunan tekanan darah dan distensi vena-vena leher (tanpa adanya tanda-tanda lain dari aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bahan dengan hak cipta aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 102 = Penuntun Kedaruratan Medis Glasgow Coma Scale Perintah verbal Termadap nyeri ‘Tidak ada respone Respons Terhadap ‘Menunt motorikterbalk verbal Response Orertasl verbal terbali” dan konversi 5 Tou! Stesgow Goma Sela bordesarin peda mombuia rata, respons ‘verbal dan motork merapatan slat yang praidie untuk memantau penubahan ‘adalah 3, teringgisdalah 15. ‘Berikan ketukan pada sterum, r pe longen. "Bargunkan pasion dengan stimulus nyerika par, GAMBAR 7-1. Glasgow Coma Scale. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 106 Penuniun Kedaruraian Medis Glukosa 50 cc dari 50 % dekstrosa di dalam air, dan nalokson (Narcan), 0,8 mg secara IV. Jika pemberian secara intravena tidak memungkinkan, segera berikan glukagon 1 cc IM sebagai pengganti glukosa IV, dan berikan nalokson secara sublingual. Melalui saluran intravena yang besar, perbaiki volume apabila diper- lukan dengan mempergunakan larutan garam fisiologis atau larutan Ringer laktat sampai hasil pemeriksaan elektrolit, BUN dan gas darah arterial diperoleh. Kemudian berikan cairan dan elektrolit pengganti sesuai hasil pemeriksaan. Celana anti syok militer (CASM) dan posisi Trendelenburg dapat diindikasikan. Lakukan koreksi keseimbangan asam basa. Jika penyalahgunaan alkohol dicurigai, berikan thiamin 10 mg secara intravena dan 100 mg secara IM, bersamaan atau sebelum pemberian glukosa. Pemantauan pemasukan dan pengeluaran cairan dengan memper- gunakan kateter Foley seperti diindikasikan. II. Pengobatan Jenis-Jenis Spesifik dari Stupor atau Koma A. Keadaan yang diinduksi oleh obat atau racun (lihat Bab 29). B. Trauma kepala (lihat Bab 12). C. Penyalahgunaan alkohol. 1. 2. 3. Semua pasien harus dievaluasi akan kemungkinan penyebab lain dari stupor dan koma selain dari efek alkohol ini. Kadar alkohol darah harus diperoleh. Semua pasien harus diberikan tiamin 100 mg secara IM dan 10 mg secara IV, dengan 50 cc dekstrosa 50% dalam air IV. Alkohol dihubungkan perubahan tingkat kesadaran pada keadaan Klinis di bawah ini: a. Intoksikasi akut. (1) Diagnosis a Riwayat peminum berat atau “‘pesta” minuman keras. b Keadaan kKlinis bervariasi dari mabuk sampai koma. c Kadar alkohol darah. (2) Pengobatan. a Observasi. b Penatalaksanaan jalan napas. c¢ Perawatan pasien koma aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 116 = Penuntun Kedaruratan Medis meliputi plak pada pembuluh darah karotis dan emboli jantung sekunder dari infark miokard yang tenang atau suatu disritmia jantung, terutama fibrilasi atrium. d. Pungsi lumbal jarang diindikasikan, dan CT scan harus diguna- kan secepatnya untuk mendapatkan proses patologi. 2, Pengobatan. a, Penatalaksanaan jalan napas dan perawatan koma meliputi glu- kosa IV (50% dekstrosa dalam air) dan nalokson IV 0,8 mg. b. Konsultasi neurologi untuk mempertimbangkan evaluasi invasif dan terapi selanjutnya. Hanya tekanan darah yang sangat tinggi yang harus diobati segera di unit gawatdarurat,dan hanya selama beberapa jam. L. Katatonia dan histeria (lihat Bab 30 “Kegawatan Psikiatri”). aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bahan dengan hak cipta aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 130 Penuntun Kedaruraian Medis E. Tidak ada riwayat kejang. 1. 2. Persiapkan evaluasi diagnostik yang lebih lengkap. Apabila pasien dalam keadaan koma dan pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan disfungsi neurologis fokal, lakukan CT scan, dan jika perlu pungsi lumbal. Jika terdapat abnormalitas neurologis fokal dan/atau papiledema atau jika riwayat mengarah ke proses neurologis yang progresif, CT scan harus dilakukan dengan segera. Hindari pungsi lumbal kecuali pasien demam atau terdapat riwayat atau pemeriksaan fisik yang mengarah ke perdarahan subarakhnoid akut atau meningitis tanpa tanda-tanda kenaikan tekanan intra- kranial. Il. Pemeriksaan Diagnostik A. Pasien status epileptikus. 1, 2. Kadar serum dari glukosa, kalsium dan elektrolit dan hitung darah lengkap harus ditentukan. Kadar serum obat antikonvulsan harus ditentukan apabila pasien adalah penderita epilepsi. Suatu sampel serum dapat disimpan untuk analisa lebih lanjut bila tidak terdapat riwayat epilepsi kronik. Sampel serum dan urine dan aspirat gaster harus dianalisa untuk mengetahui adanya obat tertentu bila pasien tidak diketahui apakah dia seorang penderita epilepsi. (Keracunan Fensiklidin (PCP) dan penghentian mendadak dari barbiturat merupakan penyebab yang umum dari status, terutama pada remaja dan dewasa muda.) Kejang yang berkepanjangan kadang-kadang menghasilkan asidosis laktat dan mioglobinuria. Periksa gas darah arterial dan kadar kreatin fosfokinase serum (CK). Urine mungkin perlu diperiksa untuk men- cari adanya mioglobin. B. Pasien dengan kesadaran penuh, mendapat kejang pertama kali, tanpa defisit neurologis atau tanda-tanda infeksi. 1, 2. 3. Hitung darah lengkap dan penentuan kadar elektrolit, kalsium, mag- nesium, dan glukosa serum. CT scan. Pertimbangkan pemberian dosis muatan fenitoin (Dilantin) (500- 1000 mg secara intravena perlahan-lahan), dan terapi terus menerus sebesar 300 mg/hari untuk orang dewasa. . Rekomendasi untuk mendapatkan surat izin mengemudi dan men- jalankan mesin-mesin berat. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 134 Penuntun Kedaruratan Medis f, Jikadiabergerak, apakah gerakannya bertujuan (yakni, dia dapat berespons terhadap arah nyeri)? g. Apakah semua ekstremitas bergerak? h. Apakah gerakannya terbatas pada fleksi atau ekstensi dari lengan dan tungkai (respons deserebrasi)? Periksalah mata untuk menentukan ukuran pupil dan reaksi terhadap sinar. a. Pembesaran pupil unilateral merupakan petunjuk adanya pe- ningkatan tekanan intrakranial, terutama bila pasien tidak res- ponssif. ‘ b. Pupil yang terfiksasi dengan ukuran sedang atau kecil mungkin merupakan petunjuk adanya lesi otak tengah atau pons. c. Apabila terdapat pupil anisokor pada pemeriksaan permulaan, harus dilakukan evaluasi secara teliti. Bahkan pada pasien yang sadar sekalipun, mungkin merupakan petunjuk herniasi dini. d. Penemuan fundus yang normal tidak mengesampingkan trauma intrakranial. Pemeriksaan harus ditunda, terutama jika pasien tidak tenang atau tidak koperatif. Pergerakan mata. a. Jika kelopak mata tidak terlalu bengkak sehingga pemeriksa dapat melihat pergerakan mata, gerakan sederhana dari mata sebagai respons terhadap perintah dapat dicatat sebagai suatu dasar. b. Jika pasien tidak sadar dan cedera servikal telah disingkirkan, perlahan-lahan putarlah kepala ke satu sisi, untuk melihat apakah “bolamata tetap mengikuti gerakan kepala (tanda mata boneka negatif), atau bergerak berlawanan arah (tanda mata boneka positif); pergerakan menunjukkan preservasi dari refleks okulo- sefalik (refleks putar kepala proprioseptif). Bila cedera servikal belum dapat disingkirkan, pertahankan imobilisasi leher. Pertim- bangkan tes kalorik bila perlu untuk menyingkirkan cedera batang otak dan CT scan tidak tersedia. Penilaian fungsi motorik dari rahang, muka, palatum, dan leher segera dilakukan pada pasien yang sadar. Dengan palpasi dari leher bagian belakang untuk mencari adanya nyeri, dapat diketahui adanya dislokasi atau fraktur, dan ini harus dilakukan untuk mendahului setiap tindakan untuk mengerakkan pasien untuk memeriksa tulang belakang. Refleks tendon dalam. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 138 Penuntun Kedaruratan Medis 4, Jika pasien sadar, pemeriksaan neurologis dapat dengan cepat men- deteksi adanya kerusakan medulla spinalis. a. Mintalah pasien untuk melakukan gerakan volunter berbagai bagian dari ekstremitas. . b. Refleks dicoba, meliputi respons plantar, abdominal, dan kre- master pada laki-laki dan refleks regangan biseps, triseps, lutut dan tumit, Respons terhadap tusukan peniti juga dikerjakan, Tonus sfingter rektal harus diperiksa. Priapismme mengarah pada cedera medulla, 5. Tingkat cedera medulla spinalis dapat ditentukan dengan temuan- temuan neurologis yang cukup akurat pada sebagian besar kasus. (Tabel 12-1 dan 12-2), a. Kerusakan tingkat torakal pada sebagian besar cedera tidak dapat ditentukan dengan pergerakan otot kecuali fleksi ventral yang kuat dari leher secara normal menimbulkan kontraksi dari-mus- kulus rektus abdominis (T8-T12). Jika umbilikus bergérak ke TABEL 12-1. Tingkat Motorik Tingkat Medulla Aksi Otot Spinalis Mengangkat bahu Trapezius Nervus asesorius, . C2, C3 Fieksi lengan bawah Biseps C5, C6 pada siku ~ Ekstensi lengan Triseps C6, C7 pada siku Abduksi dan adduksi Interosea dan C8, TL dari jari-jari . lumbrikalis Fleksi dari paha ke Tliopsoas LI, L2, L3 abdomen Ekstensi dari tungkai Quadriseps L2, L3, L4 bawah pada lutut Dorsofleksi dari kaki Muskulus tibialis 14,L5 dan ibu jarinya anterior dan peroneus Plantar fleksi dari kaki Gastroknemius LS, $1 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 13 Kedaruratan Abdomen Akut I. Obstruksi Intestinal A. Obstruksi mekanis dari usus merupakan penyebab yang sering dari nyeri abdomen akut. Dari hampir setiap sudut pandang klinis, obstruksi dari usus kecil dan besar merupakan dua penyakit yang berbeda. B. Diagnosis dari obstruksi tidak dapat dibuat berdasarkan hanya satu kelompok gejala. 1. 2. 3. Hampir semua pasicn pada suatu saat sclama obstruksi mengalami nyeri, muntah, distensi, obstipasi, dan hasil rontgen yang abnormal. Distensi dan obstipasi timbul hampir secara konsisten, tetapi kedua- nya tidaklah diagnostik. Nyeri dan muntah lebih prominen pada obstruksi usus kecil dan mungkin tidak ditemukan pada obstruksi usus besar. Nyeri obstruksi secara khas adalah terasa kram, timbul tanpa tanda peringatan terlebih dahulu, sering diikuti dengan muntah, cenderung untuk mencapai puncak keparahan, dan lalu mereda dengan tiba-tiba. Episode berikutnya timbul dalam 5-15 menit. Irama yang periodik seperti ini adalah karakteristik untuk nyeri obstruktif dan mem- bedakannya dari kram akibat gangguan intestinal ringan. Muntah agaknya bervariasi dengan tingkat obstruksi. Pada obstruksi tinggi, sering dan banyak; pada obstruksi kolon kadang-kadang tidak ada, 143 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Kedaruratan Abdomen Akut 147 GAMBAR 13-2. Obstruksi usus besar: diagram darl foto polos abdomen mempertihatkan suatu caecum dan kolon transversum yang distensi. Usus halus yang distensi menunjukkan adanya inkompetensi dari valvula ileocaecal dan obstruksi tingkat lanjut. K. Volvulus Caecum 1, Temuan berupa: mendadak timbulnya nyeri midabdomen yang ko- lik,nausea, vomitus, dan distensi abdomen yang sedang. Abdomen dapat nyeri secara difus dan timpanik, atau nyeri dapat terlokalisir pada kuadran kanan bawah. 2. Rontgen abdomen memperlihatkan suatu segmen dari usus yang distensi, oval atau berbentuk ginjal di midabdomen atau kuadran kiri atas. Mungkin didapatkan segmen usus halus yang distensi dan tidak ada gas kolon. 3. Tindakan operasi segera merupakan terapi pilihan. Il. Penyakit Inflamasi Akut A. Nyeri pada penyakit inflamasi sering mulai secara lambat, jauh dari organ yang terkena, dan kemudian cenderung bergeser dan terlokalisir dekat organ. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Kedaruratan Abdomen Akut 151 5. Terapi simptomatis dengan bismuth subsalisilat direkomendasikan. Opiat harus dihindari, karena dapat memperpanjang durasi dari infeksi bakteri. IV. Luka Traumatik dari Abdomen A. Cedera nonpenetrasi atau tumpul pada abdomen dapat menimbulkan ruptur dari alat dalam yang berongga dan menyebabkan peritonitis atau dapat menimbulkan ruptur dari alat dalam yang solid dan menyebabkan perdarahan intemal. 1. Banyak kontusio abdominal timbul tanpa kerusakan visera yang serius, tetapi kemungkinan cedera harus selalu diingat dan pasien harus diperiksa dengan interval yang sering sampai keputusan yang berkenaan dengan pembedahan dapat dibuat. 2. Cedera yang sangat sepele dapat menimbulkan ruptur dari usus atau lien. Cedera yang serius dapat timbul tanpa tanda yang dapat terlihat atau kontusio pada dinding abdomen. 3. Kesulitan dalam diagnosis dapat timbul karena bukti-bukti klinis dari cedera tidak timbul, sampai beberapa jam kemudian. 4. Adalah suatu keharusan bahwa dokter yang sama memeriksa pasien untuk suatu interval yang sering. 5. Rute intravena, pipa nasogastrik, dan kateter Foley dipasang. Segera sesudah kondisi pasien mengizinkan, foto polos abdomen dan dada dibuat dan pemeriksaan adanya pneumoperitoneum atau pola gas intraperitoneal yang karakteristik dikerjakan. Tidak adanya udara bebas intraperitoneal tidak menyingkirkan ruptur dari visera yang berongga. 6. Diagnosis yang tepat tergantung sebagian besar dari frekuensi dan karakter dari pemeriksaan klinis. 7. Indikasi absolut untuk laparatomi adalah sebagai berikut: a. Eviserasi dari isi abdomen. b. Adanya udara bebas intraperitoneal. c. Lavage abdomen yang mendapatkan darah. d. Renjatan persisten tanpa adanya cederatoraks, spinal atau ekstre- mitas yang bermakna. B. Cedera viseral organ solid. 1, Cedera viseral paling sering mengenai lien atau hepar. 2. Foto polos abdomen kadang-kadang dapat membantu dalam men- diagnosis ruptur lien. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Kelainan Traktus Genitourinarius 167 dapat terlibat dan mungkin membesar dan nyeri. Epididimitis harus dibedakan dengan torsio, di mana nyeri sering mulai dengan lebih mendadak dibandingkan dengan epididimitis. (lihat Bagian 4, A). 3. Jika terdapat sekret, harus dievaluasi seperti dijelaskan sebelumnya. Kultur urin dapat menolong, terutama bila tidak diperoleh sekret. 4. Terapi suportif meliputi penopang skrotum, es, tirah baring, anti- biotika, dan kadang-kadang terapi anti inflamasi seperti indometasin 25 mg 3 kali sehari. 5. Terapi antibiotika mirip dengan pada uretritis tetapi lebih lama: a. Seftriakson 250 mg IM. b. Lalu doksisiklin 100 mg 2 kali sehari atau tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari untuk 10 hari. E. Prostatitis akut. 1. Prostat bisa mendapat penularaninfeksi dari sumber yang jauh, tetapi lebih sering sumbernya dari epididimis dan uretra. Prostatitis dapat disebabkan oleh urin patogen pada orang tua, tetapi pada orang muda lebih sering oleh gonokokus dan klamidia. 2. Biasanya gejalanya berupa disuria, gangguan miksi, dan sering disertai dengan keluarnya sekret dan nyeri perineal atau suprapubik. 3. Pemeriksaan fisik didapatkan prostat yang lunak dan nyeri. 4. Apabila terdapat sekret, harus diperiksa seperti pada uretritis. Urin harus dikultur. 5. Pengobatannya terdiri dari tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari; doksisik- lin 100 mg 2 kali sehari; atau trimetoprim dan sulfametoksazol 160/ 800 mg (Bactrim DS atau Septra DS) 2 kali sehari untuk 10-14 hari “HI. Obstruksi Traktus Urinarius A. Kolik ginjal. 1, Kolik ginjal atau uretra disebabkan oleh lewatnya batu melalui ureter dengan meregang otot polos uretra dan hiperperistaltik di daerah proksimal dari tempat batu. 2. Nyerinya hebat, menjalar dari panggul ke inguinal, dan sering diser- tai dengan nausea dan vomitus. 3. Pemeriksaan abdomen biasanya tidak menunjukkan kelainan yang khas, tetapi sering ada nyeri di daerah sudut kostovertebra. . 4. Hasil urinalisis sering didapatkan adanya eritrosit. Namun, obstruksi komplit dari ureter dapat menghasilkan urinalisis yang normal. 5. IVP atau ultrasonografi darurat merupakan indikasi untuk menen- tukan derajat obstruksi dan konfirmasi diagnosis. Batu yang rekuren aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 172 Penuntun Kedaruratan Medis 5. Apendisitis (lihat Bab 13). 6. Kram menstruasi. 7. Endometriosis. 8. Abrupsio plasenta (pada trimester III). B. Perdarahan per vaginam. 1. Tidak jelas hamil. Kehamilan ektopik. Ruptur kista ovarium. Penyakit Inflamasi Pelvis (Pelvic Inflammatory Disease = PID). Perdarahan disfungsional. e. Kehamilan dengan abortus spontan yang mengancam. 2. Jelas hamil. a. Plasenta previa. b. Abrupsio plasenta. c. Abortus spontan yang mengancam. d. Bloody show yang berlebihan. C. Keluarnya sekret per vaginam. 1. Vaginitis. a. Jamur (Candida albicans, sebelumnya dikenal sebagai Monilia albicans). b. protozoa (Trichomonas vaginalis). c. Bakteria (Gardnerella vaginalis sebelumnya dikenal sebagai Corynebacterium vaginale atau Haemophilus vaginalis). d. Virus (Herper simplex). 2. Salpingitis atau servisitis. Chlamydiae, Gonorrhea. Bakteria lain. Campuran, BPP aoge Ill. Diagnosis Spesifik Sesungguhnya A. Kehamilan ektopik. 1, Gejala (Salah satu atau semua dari gejala di bawah ini mungkin tidak dijumpai). a. Periode menstruasi yang terlambat. b. Nyeri abdomen bagian bawah, biasanya unilateral. c. Perdarahan per vaginam. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 194 Penuntun Kedaruratan Medis GAMBAR 16-1. insisi dari suatu felon (nfeksi jJaringan lemak distal). (Dikutip dengan ijin dari Way LW (ed): Current Surgical Diagnosis and Treatment, ed 7, Los Altos, Calif, Lange Medical Publishers,1985. Digunakan dengan izin.) = Dengan cara anestesi blok jari, lakukan insisi longitudinal pusat pada pulpa jari di mana terdapat mata abses (lihat Gambar 16-1). Septum digitalis jangan diganggu. Ini merupakan perubahan dari cara tradisional di mana sering menyebabkan ketidakstabilan ujung jari. Luka diirigasi dengan salin dan drain kecil dimasukkan, Drain dapat diangkat dalam 1-2 hari, bekas jalurnya diirigasi, dan luka dibiarkan menutup dengan proses granulasi. Pemberian antibiotik antistafilokokus dapat dianjurkan. 2. Paronikie. a Pp Ini adalah abses dari kulit sekeliling dasar kuku. Dapat menyebar di bawah lempengan kuku. Suatu insisi longitudinal dibuat sepanjang daerah yang berfluk- tuasi (Gambar 16-2). Rongga diirigasi dan drain kecil dimasukkan. Drain diangkat sesudah 1 hari dan jari direndam secara periodik di dalam air hangat. Jika infeksi menyebar di bawah kuku, 1/3 lateral dari lempengan kuku pada sisi paronikhia harus diangkat. Sesudah drainase sirurgis, antibiotika tidak diindikasikan, ke- cuali terdapat tanda-tanda selulitis, limfangitis atau felon. Na- mun, paronikhia yang kecil tanpa fluktuasi dapat diobati tanpa aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 200 = Penuntun Kedaruratan Medis Hematomna “ subintima Rect dari peluru {Feap intima ecepatan tinggi Luka masuk _---- yang kecil Luka keluar 1 > ~ yang besar Perluasan ~ cedera jaringan lunak Ti shee rombus dini Arteri poplitea GAMBAR 17-2. Oklusi arteri ditimbulkan oleh trauma penetrasi berkecepatan tinggi. 7. Apabila terdapat keraguan akan integritas arteri, si pasien harus mengalami eksplorasi bedah. Eksplorasi juga hams dipertimbangkan untuk cedera di mana peluru berkecepatan tinggi menembus daerah didekat pembuluh darah utama. 8. Perbaikan arteri harus dilakukan di ruang operasi di mana anestesi yang adekuat, lampu, instrumen dan asisten tersedia. Ill. Embolisasi Arteri A. Sebagian besar emboli arteri berasal dari trombus intrakardiak. Fibrilasi arteri, stenosis’ mitralis, atau suatu infark miokardial yang baru sering berhubungan dengan pembentukan trombus kardiak. Dalam keadaan yang jarang miksoma atrium kiri dapat timbul sebagai suatu emboli arteri aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 18 Trauma Tulang dan Persendian I. Gambaran Umum A. Prioritas. 1 Prioritas penanganan harus ditentukan pada setiap pasien dengan cedera multipel. Jalan napas yang adekuat harus diperoleh dan dipertahankan dan perdarahan besar harus dikontrol. Cedera pada dada, abdomen, atau pembuluh darah besar perlu diprioritaskan penanganannya karena keadaan-keadaan ini dapat menimbulkan kritis. Pemeriksaan fungsi neurologis seperti juga sirkulasi dan denyutan distal dari fraktur adalah penting, begitu juga pencatatan yang leng- kap dari hasil pemeriksaannya. B. Rontgen.—Rontgenogram yang adekuat dari daerah cedera adalah suatu keharusan. 1 2. Radiografi standar (biasanya posteroanterior, lateral, dan oblik) ha- tus diperoleh. Sudut pandang khusus mungkin diperlukan seperti sudut pandang “mortise" atau oblik pada cedera tumit. Pada cedera ekstremitas pada anak dan dewasa muda, sisi berla- wanan perlu sebagai kontrol jika terdapat keraguan dalam inter- pretasi hasil film. Kerjakan film untuk perbandingan terutama pada anak-anak. 207 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Trauma Tulang “dan Persendian 211 c. Cedera nervus radialis adalah sering; dapat terjadi beberapa jam sesudah cedera awal akibat pergerakan di daerah fraktur. d. Eksplorasi dini biasanya tidak diindikasikan. 3. Fraktur suprakondiler. a. Fraktur ini perlu mendapat perhatian segera. b. Kemungkinan terjadinya kontraktur iskemik Volkmann sesudah fraktur ini menjadikan fraktur ini suatu cedera yang sangat berbahaya. Periksalah pasien tentang awal timbulnya nyeri, pu- cat, tidak teraba denyut nadi, parestesia, dan paralisis, tanda- tanda klasik dari cedera iskemik. c. Fraktur tipe ekstensi sejauh ini merupakan tipe yang paling sering. (1) Fragmen distal dari humerus terletak posterior. (2) Reduksi dengan traksi longitudinal dengan siku pada posisi hiperekstensi. (3) Sendi siku lalu difleksikan melebihi sudut 90 derajat untuk mempertahankan reduksi. (4) Jika terdapat tanda-tanda menetap kontraktur Volkmann yang akan datang sesudah reduksi yang adekuat, kurangi derajat dari fleksi siku sampai denyutnya kembali teraba. (5) Jika tidak terdapat perbaikan, arteriografi segera diindika- sikan. F. Siku. 1 Subluksasio sentral dari kaput radii, juga dikenal sebagai “siku pengasuh anak." a. Inimerupakancedera yang sering, dan riwayat terjadinya adalah penting; yang Klasik adalah traksi longitudinal yang mendadak terjadi pada ekstremitas atas seorang anak, biasanya di bawah usia 3 tahun. b. Timbul nyeri apabila dilakukan fleksi atau ekstensi pasif pada siku. c, Lengan bawah dalam posisi pronasi; usaha untuk melakukan supinasi pasif memperberat nyeri. d. Lakukan rontgen pada siku sebelum manipulasi. e. Supinasi secara cepat dari lengan bawah dengan menggunakan sedikit tenaga adalah tindakan yang diperlukan untuk men- dorong kaput radii kembali melalui ligamentum anulare dan menghilangkan gangguan yang nyeri ini secara sempurna. f, Suatu kain penggendong lengan dengan bidai plester posterior dapat dipasang untuk mempertahankan lengan bawah pada posi- aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Tendon superfisialis utuh Cedera Tangan 231 GAMBAR 19-7. Tes terhadap fungsi fleksor digitorum superfisialis 10. Ketidakmampuan untuk melakukan ekstensi secara penuh falangs ‘distal dari ibu jari menunjukkan divisi dari tendon ekstensor polisis longus. Cedera pada metakarpal dari ibu jari dan aspektus radial dari per- gelangan tangan dengan ketidakmampuan untuk melakukan ekstensi dan abduksi dari ibu jari menunjukkan cedera dari tendon ekstensor brevis dan abduktor longus. Ekstensor longus dapat juga mengalami divisi. Pada laserasi yang kecil sekalipun pada area thenar dapat menim- bulkan divisi dari cabang motorik nervus medianus, yang menginer- vasi otot-otot thenar. Pada cedera seperti ini, pasien akan tidak mampu melakukan oposisi ibu jari ke basis dari jari kelingking secara kuat atau melakukan abduksi ibu jari secara normal. Kerusakan dari cabang motorik dari nervus ulnaris pada palmar manus akan menimbulkan ketidakmampuan melakukan abduksi aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Cedera Tangan 235 F. Avulsi dan amputasi. 1. 2. 3. Avulsi darijaringan lunak ala bartatan pada falangs distal biasanya berespons baik dengan transplantasi kulit split-thickness. Avulsi dari jaringan lunak pada ujung jari sering menyembuh dengan memuaskan tanpa dilakukan reparasi. Tulang yang terpajan harus ditutup dengan jaringan lunak. Trans- plantasi kulit full-thickness, pedicle flap atau serpihan dari ujung tulang dengan penutupan kulit secara primer mungkin diperlukan, G. Cedera oleh penyemprot cat dan minyak. ly Ini dapat berupa luka tusuk minimal segera sesudah cedera. Namun, keadaan ini menimbulkan salah satu cedera tangan yang paling serius. Senyawa organik yang tidak larut, yang meskipun hanya masuk pada ujung jari, dapat masuk ke dalam sarung tendon dan menjalar ke proksimal ke dalam tangan. Pembengkakan dan reaksi inflamasi yang tertunda dapat sangat hebat, dan cedera ini sering harus diamputasi jika tidak ditangani. Semua pasien dengan jenis trauma seperti ini harus segera dirujuk ke ahli bedah tangan. Banyak yang memerlukan dekompresi dan debridemen di ruang operasi. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Cedera Wajah 239 2kain Kain bagian atas diletakkan pada kepaia dan leher Kain ketiga pada kepala Kain keempat di bawah dagu dan dijepit. GAMBAR 20-1. Penutupan lapangan operasi pada cedera wajah. 2. Pendekatan tepi luka dan penjahitan secara teliti (yakni dengan benang nilon 5-0 atau 6-0) (Gambar 20-2). B. Tindakan ini tidak dapat dilakukan pada keadaan di mana suatu bagian, seperti kelopak mata terkena; akan menimbulkan distorsi. IV. Teknik Penjahitan A. Bahan untuk menjahit yang dianjurkan. 1 2. 3. 4. Kulit.—polipropilen atau nilon 5-0 atau 6-0. Benang jahit hemostatik dan benang subkutan.—catgut kromik 4- 0 atau 5-0. Fasia otot.—catgut kromik atau asam poliglikolat 3-0 atau 4-0. Mukosa.—catgut kromik, sutera atau asam poliglikolat 4-0. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Cedera Wajah 243 Benar GAMBAR 20-6. . Laserasi stelata. “ [Sane eH GAMBAR 20-7. Luka iris. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Cedera Wajah 249 bilateral. Foto sendi temporomandibularis mungkin sipettukan untuk menyingkapkan abnormalitas tersebut. 2. Fraktur dari simfisis merupakan fraktur mandibula yang paling jarang. Apabila terdapat cedera atau edema sekeliling foramen men- tale, akan ada anestesi dari dagu dan bibir bawah. G. Fraktur dari maksila dibagi dalam beberapa kategori yang terdefinisi dengan baik: 1, LeFortI.—Ini merupakan fraktur transversal melalui maksila(Gam- bar 20-12,A). 2. LeFort I1.—Merupakan fraktur yang melalui tulang nasal dan pro- sesus maksilaris frontale (Gambar 20-12,B). 3, LeFort Il.—Pada fraktur ini, maksila, tulang nasal dan zigoma terpisah dari perlckatan kranialnya, yakni, terjadi disfungsi kranio- fasial (Gambar 20-12,C). Fraktur jenis ini biasanya berkaitan dengan fraktur wajah tambahan. 4. Fraktur midfasial ini dapat menyebabkan elongasi dari midfasial, maloklusi dan gerakan abnormal dari bagian maksilaris dari wajah. Yang terakhir dapat diperlihatkan dengan memegang gigi rahang atas dan palatum dan menggeser unit ini ke anterior. H. Fraktur nasal biasanya depresi atau disposisi ke lateral. Inspeksi dari nares dapat memperlihatkan dislokasi kartilago septum ke dalam salah satu nares. 1. Tanda-tanda dari fraktur nasal. a, Perdarahan nasal. b. Deformitas. c. Edema septum. d. Nyeritekan. 2. Foto rontgen dari tulang nasal mengkonfirmasi diagnosis, tetapi hanya sedikit membantu dalam terapi, karena fraktur nasal nondis- posisi tanpa obstruksi jalan napas tidak perlu terapi. 3. Adanyahematoma septum memerlukan evakuasi segera, dilanjutkan dengan pemasangan tampon hidung. I, Avulsi gigi dapat ditangani dengan reinsersi gigi ke dalam soket. Soket harus diirigasi dulu dengan larutan garam faal dan semua materi bekuan diangkat. Suatu bidai akrilik harus dipasang pada gigi tsb dan gigi berdekatan yang tidak cedera. J. Pengobatan. 1. Reduksi dan imobilisasi dari fraktur tulang wajah bukanlah suatu keadaan darurat jika jalan napas yang adekuat sudah diperoleh. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 21 Kedaruratan Telinga- Hidung-Tenggorokan I. Obstruksi Jalan Napas Akut A. Obstruksi akibat benda asing.—Apabila pasien tidak dapat berbicara, sianosis, gangguan napas, atau jelas tidak berventilasi, tindakandi bawah ini dapat dilakukan: 1. 2. = Benda asing pada jalan napas kadang-kadang dapat dikeluarkan dengan cara perkusi kuat di daerah punggung bagian atas. Manuver Heimlich juga dapat digunakan. Tangan penolong ber- pegangan diletakkan pada epigastrium dari pasien dalam posisi supinasi. Kemudian tekanan yang kuat diberikan. Apabila pasien duduk atau berdiri, dia dapat dipeluk dari belakang. Faring si pasien dapat disapu dengan jari penolong (dengan memakai pelindung gigitan atau objek buatan seperti dompet yang sebelumnya diletakkan di antara gigi untuk mencegah tergigit). Jika tersedia alat, laringoskopi langsung dapat digunakan. Apabila pasien tidak dapat berventilasi melalui sekeliling benda asing, intubasi harus diusahakan. Apabila pemakaian segera dari beberapa atau semua tindakan di atas ” tidak berhasil, suatu tindakan krikotirotomi darurat harus dilakukan (lihat Bab V). B. Obstruksi akibat laringospasme.—Laringospasme dapat menutup jalan napas dan perlu dilakukan krikotirotomi. Namun, jika waktu memung- 253 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Kedaruratan Telinga-Hidung-Tenggorokan 257 kalau menggunakan tali pengaman pada pangkuan dan bahu. Trauma biasanya terjadi pada penumpang yang duduk di kursi depan ketika leher yang ekstensi menghantam dashboard. 2. Trauma laring langsung terjadi akibat terpukul oleh alat pemukul baseball atau bola golf, akibat cedera tinju, setelah menabrak pipa yang menonjol atau cabang pohon, atau akibat dari jeratan selendang atau dasi yang tertarik oleh mesin. 3. Gejala dan diagnosis. a, Suara parau, disfonia, atau afonia dengan riwayat trauma agak- nya menunjukkan cedera saraf atau kartilago dari laring. b. Jalan napas harus dinilai dengan segera. Gejala-gejala pernapas- an berkisar dari relatif ringan sampai stridor yang progresif, dispnea, retraksi suprasternal dan infrasternal dan hemoptisis. c. Palpasi pada leher penderita yang dicurigai menderita trauma laring mungkin didapatkan adanya emfisema subkutan, nycri pada palpasi, deformitas dan perubahan wama atau fiksasi dari kartilago tiroid atau krikoid, atau fraktur dari os hyoid. Sering kali kartilago tiroid mendatar, atau salah satu ala-nya bertum- pang tindih dengan yang lainnya. d. Laringoskopi indirek mungkin akan menemukan hematoma, edema, laserasi pita suara, deformitas dari konfigurasilaring, dan gangguan mobilitas pita suara. Foto rontgen leher lateral dan anteroposterior untuk detil dari jaringan lunak mungkin men- dapatkan udara bebas di ruang jaringan lunak atau deformitas dari struktur, dan foto harus dikerjakan secepatnya. Fiber-optik atau laringoskopi direk diindikasikan untuk semua kasus yang dicurigai fraktur laring. Diagnosis dini dan penanganan segera adalah penting sckali. 4, Penanganan. a. Hal terpenting dalam penanganan trauma laring adalah memper- tahankan dan melindungi jalan napas. Krikotirotomi atau tra- keostomi mungkin diperlukan. Indeks kecurigaan yang tinggi dan evaluasi yang cepat adalah penting dalam mencegah ob- struksi jalan napas. b. Penanganan dari cedera jaringan lunak yang minimal terdiri dari kompres hangat eksternal, istirahat bicara, humidifikasi, dan surveilans. Apabila keadaan jalan napas membahayakan, tra- keostomi rendah harus dilakukan sebelum keadaan menjadi darurat. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Kedaruratan Oftalmologi 273 manual secara intermiten dari bolamata mungkin dapat melepaskan bekuan arterial. Tindakan lain seperti parasentesis kamera okuli anterior lebih baik diserahkan pada ahli mata. VI. Glaukoma Sudut Tertutup Akut A. Glaukoma sudut tertutup akut adalah kedaruratan oftalmologis yang harus dikenali dan ditangani tanpa penundaan. B. Pasien mengeluh tentang nyeri hebat pada mata. Diikuti dengan peng- lihatan yang kabur, nausea, dan vomitus. C. Pemeriksaan fisik didapatkan sbb: Kongesti konjungtiva. Komea yang berkabut. Pendangkalan kamera okuli anterior. Pupil yang berdilatasi midpoint. Tekanan tonometri atau taktil yang tinggi. Dz Pengobatan. —Pengobatan awal harus meliputi pemberian miotika to- pikal seperti pilokarpin | % atau 2% secara tetes atau bentuk salep (tiap 15 menit untuk preparat tetes dan tiap 1/2 jam untuk preparat salep untuk 2 jam pertama) ditambah Diamox (500 mg secara intravena) dan jika tersedia, obat osmoterapeutik (seperti gliserin per oral 150-180 ml larut- an 50 % ditambah dengan juice buah sitrus, atau manitol dengan dosis 1,5-2,0 gram/kg diberikan secara intravena selama 30-60 menit), Per- hatian harus diberikan pada pasien berusia lanjut karena zat osmotik dapat menimbulkan beban vaskular yang berlebihan, Sesudah terapi ini dilaksanakan, konsultasi dengan ahli mata harus segera dilakukan dan pasien dirawat di rumah sakit. WF ype VII. Abrasi Kornea A. Rasa tidak enak pada mata yang hebat dengan riwayat trauma minor biasanya berkaitan dengan abrasi komea. Korea dilapisi oleh epitel gepeng yang melekat pada membrana basalis. Benda yang menggesek permukaan korea dapat menimbulkan pelepasan dari epitel ini dan selanjutnya menyebabkan abrasi kornea. Karena ujung saraf sensorik terpajan, timbullah fotofobia, lakrimasi, blefarospasme dan sensasi sub- aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 310 Penuntun Kedaruratan Medis Kejang pada anak-anak tanpa demam dapat berhubungan dengan berbagai penyebab, meliputi sbb: a. Kelainan metabolik. (1) Ketidakseimbangan elektrolit. (2) Hipoglikemia. (3) Hipokalsemia. b. Intoksikasi. (1) Timah hitam. (2) Fenotiazin. c. Perdarahan intrakranial, (1) Pecahnya pembuluh darah. (2) Gangguan koagulasi. Tumor otak. Defek serebral. Penyakit degeneratif. Infeksi. Trauma. Epilepsi idiopatik. Penanganan segera anak selama kejang terdiri dari: a. Lindungi dengan sumbat mulut, penghisapan lendir, dan pem- berian bantalan dan pengendalian gerakan berlebihan bila perlu. b. Sebagian besar kejang bersifat singkat dan membatasi diri. Jika serangan kejang motorik mayor persisten, terapi dengan salah satu obat di bawah ini diperlukan: (1) Diazepam 0,2-0,3 mg/kg secara intravena pada kecepatan | mg/menit. Dosis maksimal untuk anak di bawah 2 tahun adalah 4 mg; untuk anak yang lebih tua, 10 mg. (2) Fenobarbital 5-10 mg/kg secara IV atau IM. (3) Paraldehid 1-1,5 mL per tahun. secara intramuskular dalam atau 0,3 mg/kg secara rektal sampai suatu dosis maksimal sebesar 7 ml. Informasi lebih lanjut mengenai pengendalian serangan diberikan pada Bab XI. Anak demam dengan riwayat kejang demam harus diperiksa dengan teliti dan pungsi lumbal dilakukan, kecuali penye- bab demamnya sudah jelas. Secepat mungkin sesudah kejang terkontrol atau jika si anak dijum- pai pertama kali pada kondisi pascaiktal, anamnesis riwayat dan pemeriksaan fisik secara teliti dilakukan untuk menentukan penye- bab dari kejang. rere moe aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Kedaruratan Pediatri 321 dilakukan dalam 6 jam jika testis harus diselamatkan. Pada saat operasi testis dihilangkan torsinya dan dilakukan orkhiopeksi. Operasi ini sering kali juga perlu dilakukan pada sisi yang berlawanan. . Perdarahan traktus gastrointestinal. 1, Pada neonatus, sejumlah kecil darah mungkin dimuntahkan atau keluar bersama feses sekunder akibat dari ingesti darah maternal atau pada keadaan hipoprotrombinemia. Observasi sccara kctat dan bilas lambung biasanya diindikasikan. Kadang-kadang transfusi darah diperlukan. Pada bayi yang lebih tua, fissura ani dapat menimbulkan garis-garis darah pada feses. Terdapat riwayat defekasi dengan feses yang keras dan menangis. Letakkan bayi pada posisi telengkup dan tegangkan pantat untuk melihat adanya fisura. Pengobatan meliputi pelembek feses, obat lokal berupa salep pelembut, dan penjelasan kepada orang tua anak. 2. Perdarahan dari ulkus duodeni biasanya akan berhenti spontan pada anak yang lebih tua. Namun, jika ulkus duodeni disertai dengan penyakit lain seperti kombustio, atau lesi susunan saraf pusat, per- darahan mungkin lebih hebat. 3. Divertikulum Meckeli dicurigai jika tidak ada sumber perdarahan lain pada traktus intestinal bagian bawah yang dapat diidentifikasi. Perdarahan dari divertikulum Meckeli biasanya dapat berhenti spon- tan, tetapi mungkin diperlukan transfusi. Reseksi secara elektif mungkin diperlukan. '. Apendisitis—Apendisitis harus selalu dipertimbangkan pada anak de- ngan nyeri abdomen. Apabila nyerinya pada permulaan samar-samar dan difus dan lalu melokalisir di kuadran kanan bawah, maka diagnosis hampir dapat dibuat hanya dari riwayat penyakit saja. Biasanya terdapat anoreksia, nausea, muntah, dan konstipasi tetapi tidak selalu dijumpai. Jika tekanan yang dalam pada kuadran kiri bawah menimbulkan nyeri pada sisi kanan dan jika nyeri kuadran kanan bawah persisten, diagnosis dapat dipastikan. Suatu apendiks retrosekal dapat menyerupai pielo- nefritis, dan tanda-tanda pada abdomen mungkin hampir normal. Juga, pada apendiks yang letaknya dalam pada pelvis, si anak hanya merasa nyeri rektal. Pemeriksaan ulang adalah alat diagnostik yang terbaik. Apendisitis pada anak kecil adalah penyakit yang cepat progresif yang dapat menjadi peritonitis dan toksisitas yang hebat dalam beberapa jam. Banyak penyakit menimbulkan nyeri abdomen pada anak yang menye- rupai apendisitis akut. Diantaranya adalah faringitis akut dengan enteritis virus, adenitis mesenterika, dan pielonefritis akut. Tindakan diagnostik harus meliputi CBC dengan diferensial, urinalisis, dan foto rontgen aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. z pun 000'001 (uneysooky) UNeISIN z %I (2[0zey0dS) jozeuoyg, z 1 (ujuo7) fozeNOTY Tey!doy nurefque yqQ, pepsseyndy Isenuesuoy #q0 40s-sz urel 9 den 00s-0sz sUlDsenaL, Os-SI wref 9 den o¢z-¢71 OS-0€ wef zj den 3u 00g new wef 9 den 3u oop TEUISYNS[No UISTMONIG OS-0€ wef 9 den 301 9¢z, oso usrMOH UT S@-S'21 wef 9 den 8m 9¢7-S71 uUIpseSyOrTiG eynoiqnay (qey/3/2un) yureIpad s1soq Bsemaq sisoq 1eq0 334 =Penuntun Kedaruratan Medis Bopoyewag ueuyelsy weyeqosueg wWeyep uexeUNsIq Bupieg Sued UEEqQ-78q0 “T9t THAVL aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 344 = Penuntun Kedaruratan Medis XII. Nekrolisis Epidermal Toksik A. Terdapat dua bentuk Nekrolisis Epidermal Toksik (NET). Keduanya dicirikan dengan pelonggaran secara akut lapisan epidermis dari lapisan dermis di bawahnya. 1, Yang pertama berkaitan dengan infeksi Stafilokokus aureus (Sta- phylococcal Scalded Skin Syndrome [SSSS}) dan biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 6 tahun dan mempunyai prognosis yang baik. 2. Yang lainnya berkaitan dengan pemakaian obat-obatan, infeksi atau penyakit medis atau idiopatik. Keadaan ini berhubungan dengan mortalitas yang substansial. 3. Kedua keadaan di atas dapat dibedakan dengan biopsi kulit. Pengobatan SSSS dengan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase, Terapi intravena dengan nafsilin 50 mg/kg/hari. Bila pasien dapat menelan obat, berikan kloksasilin oral 50 mg/kg/hari. . Pengobatan NET nonstafilokokus meliputi pemberian cairan pengganti dan pemberian kortikosteroid sistemik (prednison dengan dosis 100-300 mg sehari atau ekuivalennya). XII. Urtikaria A. B. Urtikaria timbul sebagai urtika yang berbatas tegas dan meninggi yang dapat sedikit eritem atau memperlihatkan bagian pusat yang jernih. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan urtikaria secara kontak langsung dengan kulit meliputi tekstil, air liur dan cairan binatang, tumbuh-tum- buhan, obat-obatan topikal, bahan kimia dan kosmetik. Hampir semua obat dapat menimbulkan urtikaria, dan yang paling sering adalah peni- silin dan aspirin. Berbagai macam alergi makanan dapat juga menim- bulkan urtikaria. Pengobatan urtikaria meliputi penghindaran faktor penyebab (apabila dapat dilaksanakan) dan pemberian antihistamin atau obat antipruritus lainnya. Hidroksizin (Atarax, Vistaril) dengan dosis 25-50 mg dian- jurkan. . aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 348 Penuntun Kedaruratan Medis Luka bakar derajat II harus diobati dengan krim antibiotika dan penutupan luka. Suatu regimen yang umum dipakai pada luka bakar adalah sulfadiazin perak, dengan penutup kasa yang diisi dengan antibiotika(Xeroform). Luka bakar harus diperiksadan perban penu- tup diganti seluruhnya dengan interval 1-2 hari. Idealnya, pasien diolesi krim antibiotika beberapa kali sehari, tetapi hal ini sering tidak praktis untuk pasien rawat jalan. E. Luka bakar berat. 1. Pertahankan jalan napas merupakan hal yang vital. Luka bakar bermakna dari jalan napas bagian atas memerlukan intubasi segera dan bahkan mungkin trakeostomi untuk mencegah obstruksi jalan napas atas akibat edema sekunder. “Luka bakar pulmonar” dianggap akibat cedera kimiawi yang dise- babkan oleh inhalasi zat kimia toksik. Uap air pada jalan napas bagian atas dan bawah biasanya mendinginkan gas yang terinhalasi sehingga cedera termal yang sesungguhnya dari jalan napas bagian bawah (paru) mungkin tidak terjadi. (Suatu pengecualian yang mungkin pada inhalasi uap panas, yang dapat menimbulkan cedera termal sedikitnya sampai saluran napas besar yang menuju ke paru.) Cedera inhalasi dicurigai dengan didapatkannyarambut hidung yang hangus, jelaga pada hidung atau mulut, luka bakar perinasal atau perioral, atau terdengarnya ronki pada auskultasi rongga dada. Ce-, dera inhalasi dapat menimbulkan cedera termal dari jalan napas bagian atas atau cedera kimiawi dari jalan napas bagian bawah, yang pada akhimya akan menimbulkan sindroma gangguan pernapasan orang dewasa (ADRS). Eskarotomi dari dada mungkin perlu dilakukan jika eskar derajat II yang tebal membatasi ventilasi (Gambar 27-1). Eskarotomi dari ekstremitas kadang-kadang diperlukan untuk mem- perbaiki gangguan sirkulasi arteri. Pasien dengan luka bakar yang bermakna memerlukan cairan dalam jumlah besar. Infus harus dipasang sedini mungkin dan resusitasi dimulai di unit gawat darurat. Pedoman perkiraan kebutuhan cairan pengganti dapat digunakan. Tetapi harus diingat ini hanya merupakan pedoman yang kasar dan keperluannya harus ditentukan secara individual. Bukti-bukti terakhir menunjukkan permeabilitas kapiler yang ber- makna terhadap cairan koloid selama 24 jam pertama. Oleh karena itu pedoman yang baru menunda pemberian koloid. Dianjurkan memakai formula Parkland (Baxter):

Anda mungkin juga menyukai