Anda di halaman 1dari 49

Farmakologi Dasar

1. 1 SAINAL EDI KAMAL, S.Si., M.Kes., Apt.


2. PENDAHULUAN Farmakologi : Pharmacon (Obat) &
Logos (Ilmu Pengetahuan) Ilmu yang mempelajari obat
dan cara kerjanya pada sistem biologi. Obat : bahan
atau sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau kondisi patologi
dalam rangka penetapan diagnosi, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dari sakit, gejala sakit atau
penyakit untuk meningkatkan kesehatan dan
kontrasepsi.
3. Sejarah Farmakologi Sejak saman dahulu obatobatan telah digunakan untuk mengobati penyakit
pada manusia dan hewan Clandius Galen (129-200
M) : Para empiris mengatakan bahwa semua ditemukan
oleh pengalaman. Bagaimanapun kami , berpendapat
bahwa hal ituditemukan sebagian oleh pengalaman ,
sebagian olehTeori. Baik pengalaman maupun teori saja
sangat tepat untuk menemukan semua.
4. Theophrastus von Hohenheim (1493-1541 M),
disebut Paracelsus : Segala hal adalah racun, tidak ada
yang tanpa racun; dosis saja menyebabkan hal tidak
menjadi racun. Johann JakobWepfer (1620-1695)
adalah orang pertama yang memverifikasi dengan
hewan percobaan pernyataan tentang tindakan
farmakologis atau toksikologi.
5. Rudolf Buchheim (1820-1879) mendirikan
lembaga pertama farmakologi diUniversitas Dorpat
(Tartu, Estonia) pada tahun 1847, mengantarkan
farmakologi sebagaidisiplin ilmiah independen Oswald
Schmiedeberg (1838-1921), Konsep dasar seperti
hubungan aktivitas struktur, reseptor obat, dan
toksisitas selektif muncul dari kerja

6. John J. Abel (1857-1938) adalah salah satu orang


pertama Amerika yang melatih di Schmiedeberg itu
laboratorium dan pendiri Journal of Pharmacology and
ExperimentalTherapeutics (diterbitkan dari 1909
sampai sekarang).
7. Akhir abad 19 : obat-obatan berasal dari produk
alam berupa tanaman segar atau kering Untuk
pengamanan produk medis, maka dikeringkan atau
direndam dalam alkohol atau minyak tumbuhan
Sintesis obat, isolasi dari tanaman Uji preklinik, uji
klinik, tosisitas
8. Raw Opium Preparation of opium tincture Morphine
Codeine Narcotine Papaverine, etc
9. Peranan Farmakologi Pekerjaan Kefarmasian :
pembuatan (pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,
pengolahan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional Peran Farmakologi :
sebagai bagian dari kontrol kualitas serta
pengembangan obat tahap praklinik dan klinik
10. Kerja Obat Efek obat terjadi karna interaksi fisikokimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan
reseptor atau bagian tertentu dari tubuh. Untuk
mencapai tempat kerjanya maka obat harus melalui 3
proses : 1. Fase Farmasetik 2. Fase Farmakokinetik 3.
Fase Farmakodinamik
11. Fase Farmasetika Fase yang dipengaruhi antara lain
oleh cara pembuatan obat, bentuk sediaan obat dan
zat tambahan yang digunakan. Tablet terdegradasi
granul Partikel kecil pelepasan zat aktif Zat aktif
terdisolusi absorpsi Larutan suspensi serbuk
kapsul tablet tablet salut

12. . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ....


. . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ...... .
. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. ..
..... .. . .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. . . . . .
TABLET DISINTEGRASI DISOLUSI
13. Fase Farmakokinetik Mempelajari absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat dari dalam
tubuh atau mempelajari pengaruh tubuh terhadap obat
14. 1. Absorpsi Adalah proses masuknya obat ke dalam
sirkulasi sistemik. a. Kelarutan Kecepatan melarut dari
suatu obat akan menentukan kecepatan absorpsi obat
15. Lipid bilayer
16. b. pH : derajat keasaman atau kebasahan Obat
yang bersifat asam lemah akan mudah menembus
membran sel pada suasana asam atau obat relatif tidak
terionisasi. Aspirin mudah menembus membran
lambung dari pada membran usus Obat yang bersifat
basa lemah akan mudah diabsorpsi di usus halus
17. c. Tempat Absorpsi Obat dapat diabsorpsi pada
kulit, membran mukosa, lambung dan usus halus.
Absorpsi obat menembus lapisan sel tunggal seperti
pada ephitelium intestinal akan lebih cepat
dibandingkan membran kulit yang berlapis-lapis
18. d. Sirkulasi Darah Obat baiknya diberikan pada
daerah yang kaya akan sirkulasi darah. Pemberian
melalui sublingual lebih cepat diabsorpsi dari sub kutan
(sirkulasi darah kurang)
19. MEMBRAN Pasif Aktif Pinositosis Usus Sel
20. 2. Distribusi Merupakan proses dimana obat berada
dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Kecepatan
distribusi dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas obat

pada jaringan dan protein. Faktor lain yang


mempengaruhi distribusi obat adalah fungsi
kardiovaskuler.
21. PERSENTASI PENGIKATAN DENGAN PROTEIN DAN
WAKTU PARUH OBAT TERTENTU OBAT % Terikat t1/2,
jam Furosemida 95 1,5 Aspirin 49 0.25-2 Digoxin 25 36
Eritromisin 70 3 Lorazepam 92 15 Quinidin 70 6
Rifampisin 89 2 Teofilin 60 9
22. Organ (jantung, ginjal, hati) yang mendapat suplai
darah lebih banyak atau cepat akan menerima obat
lebih banyak dan cepat dari organ lain (tulang, abses).
Pada saat obat masuk ke sirkulasi sistemik , sebagian
besar akan terikat oleh protein plasma (albumin),
ikatan ini membentuk molekul besar sehingga tdk
dapat menembus membran.
23. Hanya obat bebas yg mencapai sasaran dan
mengalami metabolisme sehingga mudah
diekskresikan. Berkurangnya obat bebas (tidak terikat)
akan menyebabkan pelepasan obat yang terikat oleh
protein, jadi terjadi keseimbangan yg dinamis.
Perbandingan obat bebas dan obat terikat menentukan
durasi obat
24. Obat lipofil mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap jaringan, sehingga cenderung terakumulasi,
apabila aliran darah sedikit di jaringan, maka distribusi
obat terhambat. Pemberian obat yang terlalu cepat
berpotensi menimbulkan toksik.
25. 3. Metabolisme Merupakan reaksi perubahan zat
kimia dalam jaringan biologis yang dikalisis oleh enzim
menjadi metabolitnya. Hati merupakan organ utama
tempat metabolisme obat. Kebanyakan metabolisme
menggunakan enzim sitokrom P450 (hepar dan GI)

26. Waktu Paruh Dilambangkan dengan t adalah


waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat
untuk dieleminasi. Suatu obat akan melalui beberapa
kali waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat
dieleminasi.
27. WAKTU PARUH ASPIRIN 650 mg JUMLAH t1/2 Wkt
Eliminasi (Jam) Dosis yg tersisa (mg) %tase yg tersisa 1
3 325 50 2 6 162 25 3 9 81 12.5 4 12 40.5 6.25 5 15
20.25 3.125 6 18 10.125 1.562
28. 4. Ekskresi Ginjal adalah organ utama dalam
ekskresi obat atau metabolitnya. Organ lain tempat
ekskresi adalah instestinal (feses), paru-paru, kulit,
keringat, air liur dan air susu. Kecepatan ekskresi dilihat
dari nilai t, obat yg panjang tnya maka frekuensinya
pemakaiannya relatif panjang.
29. Proses ekskresi obat dalam ginjal meliputi : a.
Filtrasi glomelurus Obat bebas akan mengalami filtrasi
glomelurus masuk ke tubulus. Kelarutan dan pH tidak
berpengaruh Dipengaruhi oleh ukuran partikel
30. b. Reabsorpsi tubulus Di tubulus kebanyakan obat
mengalami reabsorpsi ke sirkulasi sistemik kembali,
terutama zat non polar atau bentuk non ion. c. Sekresi
tubulus Obat yang tdk mengalami FG dapat masuk ke
tubulus melalui sekresi di tubulus proksimal.
31. Fase Farmakodinamik Mempelajari efek obat dalam
tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari pengaruh
obat terhadap fisiologi tubuh. a. Berinteraksi dengan
reseptor Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat,
enzim, karbohidrat atau lemak. Semakin banyak
reseptor yg diduduki maka intensitas efek semakin
meningkat

32. b. Berinteraksi dgn enzim Obat dapat menimbulkan


efek karna mengikat enzim yg dikeluarkan oleh tubuh.
Obat DM : memperbanyak insulin c. Kerja non spesifik
Obat yang bekerja tanpa mengikat reseptor. Misalnya
alkohol mendenaturasi protein, norit mengikat racun
atau bakteri
33. Conc Waktu To T1 T2 T3 MEC To - T1 = Mula To T2
= Puncak, T1 T3 = Lama Kerja Obat
34. Indeks Terapetik dan Batasan Terapetik Mengukur
batas keamanan suatu obat , yaitu dengan mengukur
ratio dosis terapetik efektif dan dosis lethal Atau = IT
IT kecil = batas keamanan tipis IT besar = batas
keamanan lebar IT kecil = diperlukan batas terapetik
berulang, misal ; 3 X 1 dll ED50 LD50
35. KURVA IT % tase hewan Yang ber-respon 0 50 100
Dosis ED50 LD50
36. DOSIS PEMBEBANAN Jika diinginkan efek segera
Untuk mencapai MEC yang cepat, dan selanjutnya
diberi dosis biasa Misal : Digoksin (Digitalis) atau
digitalisasi (pembebanan) EFEK SAMPING Efek
samping = efek fisiologis yang tidak diinginkan atau
diinginkan Efek Merugikan = reaksi obat yang
merugikan Efek toksik = menimbulkan toksisitas
37. 37
38. Reseptor : suatu makromolekul target khusus
yang mengikat suatu obat dan memediasi kerja
farmakologis obat tersebut Reseptor : enzim, asam
nukleat atau protein terikat membran khusus
Pembentukan kompleks obat-reseptor menghasilkan
suatu respon biologis
39. Besarnya respon sebanding dgn jumlah kompleks
obat dan reseptor Untuk menyatakan hub antara

kons. Obat dan respon biologis adalah dgn kurva


konsentrasi terhadap respon Efek biologis lebih
terkait dgn konsentrasi obat dlm plasma daripada dosis
obat
40. A G O N I S Suatu senyawa yg berikatan dgn
reseptor respon biologis Agonis : obat, ligan endogen
A. Parsial : respon biologis tidak maksimal : sebagian
A. Penuh : respon biologis maksimal : 100%
41. ANTAGONIS Memblok atau membalikkan efek
agonis Nalokson : antagonis opioid Antagonis
kompetitif : potensi agonis lebih kecil : menggeser
kurva dosis- respon ke kanan
42. Interaksi Obat dgn Komponen Makromolekul
Biologis Obat memberikan efek setelah berinteraksi
pada : Protein (dlm membran plasma) : mediator
reseptor, kanal ion Komponen dl sel : enzim, reseptor
nuklear Ekstraseluler tanpa reseptor : netralisasi
asam lambung : antasida
43. Tipe Reseptor Reseptor terhubung kanal ion
Reseptor terhubung enzim Reseptor terkopling
protein G Reseptor nuklear
44. Reseptor Terkopling Protein G GPCR, disebut juga
reseptor metabotropik, berada di sel membran dan
responnya terjadi dalam hitungan detik. Tranduksi
sinyal terjadi dengan aktivasi bagian protein G yang
kemudian memodulasi/mengatur aktivitas enzim atau
fungsi kanal. Contoh reseptor : Histamin H1,
Adrenoreseptor 2, Muskarinik
45. Struktur Reseptor GPCR
46. Reseptor Terhubung Kanal Ion Reseptor ini berada
di membran sel, disebut juga reseptor ionotropik.
Respon terjadi dalam hitungan milidetik. Kanal

merupakan bagian dari reseptor. Contoh : reseptor


nikotinik, reseptor GABA A, reseptor ionotropik
glutamat dan reseptor 5-HT3
47. Reseptor Nikotinik Asetilkolin Reseptor ini
ditemukan di otot skeletal, ganglion sistem saraf
simpatk dan parasimpatik, neuron sistem saraf pusat,
dan sel non neural.
48. Mekanisme Kerja (agonis:asetilkolin)
49. Reseptor ini terdiri dari 5 subunit (yaitu subunit
1, 1, atau , dan ) Melintasi membran,
membentuk kanal polar Masing-masing sub unit terdiri
dari 4 segmen transmembran, segmen ke-2 (M2)
membentuk kanal ion. Domain N-terminal ekstraseluler
masing-masing sub unit mengandung 2 residu sistein
yang dipisahkan oleh 13 asam amino membentuk
ikatan disulfida yang membentuk loop, merupakan
binding site untuk agonis.
50. Struktur Reseptor Nikotinik
51. Reseptor Terhubung Transkripsi Gen disebut juga
reseptor nuklear Merupakan reseptor sitosolik yang
kemudian bermigrasi ke nukleus setelah berikatan
dengan ligand, seperti reseptor glukokortikoid).
Contoh : reseptor kortikosteroid, reseptor estrogen dan
progestogen, reseptor vitamin D.
52. Mekanisme Kerja
53. Reseptor Terhubung Enzim Reseptor terhubung
enzim merupakan protein transmembran dengan
bagian besar ekstraseluler mengandung binding site
untuk ligan contoh : faktor pertumbuhan, sitokin) dan
bagian intraseluler mempunyai aktivitas enzim
(biasanya aktivitas tirosin kinase). Aktivasi menginisiasi
jalur intraseluler yang melibatkan tranduser sitosolik

dan nuklear, bahkan transkripsi gen. Reseptor sitokin


mengaktifkan Jak kinase, yang pada gilirannya
mengaktifkan faktor transkripsi Stat, yang kemudian
mengaktifkan transkripsi gen
54. Mekanisme Kerja
55. Reseptor faktor pertumbuhan terdiri dari 2
reseptor, masing-masing dengan satu sisi pengikatan
untuk ligan. Agonis berikatan pada 2 reseptor
menghasilkan kopling (dimerisasi). Tirosin kinase
dalam masing-masing reseptor saling memposforilasi
satu sama lain.
56. Protein penerima (adapter) yang mengandung
gugus SH berikatan pada residu terposforilasi dan
mengaktifkan tiga jalur kinase. Kinase 3
memposforilasi berbagai faktor transkripsi, kemudian
mengaktifkan transkripsi gen untuk proliferasi dan
diferensiasi
57. 61
58. INTERAKSI OBAT - OBAT Interaksi Obat terjadi
karena kerja atau efek obat yang berubah atau
mengalami modifikasi akibat interaksi dengan satu
atau lebih obat. Inkompatibilitas Obat adalah reaksi
kimia atau fisik yang terjadi antara dua obat atau lebih
dalam keadaan invitro.
59. INTERAKSI FARMAKOKINETIK A. Absorpsi Minum 2
obat, maka laju absorpsi obat dapat berubah :
Memperpendek atau memperpanjang waktu
pengosongan lambung Mengubah pH lambung
Membentuk kompleks obat
60. pengosongan lambung (Laksatif) motilitas
GI absorpsi obat (banyak diabsorpsi di usus kecuali
barbiturat, salisilat, teofilin) pengosongan lambung

(narkotika & antikolinergik) motilitas GI


absorpsi pH lambung obat asam lemah (aspirin)
cepat diabsorpsi pH lambung (antasida) absorpsi
aspirin menurun
61. Obat dapat bereaksi secara kimiawi tetrasiklin
dgn ion logam berat (Ca, Mg, Al, Fe) membentuk
kompleks tetrasiklin tdk diabsorpsi.
62. B. Distribusi Minum 2 yg berikatan dgn albumin
plasma terjadi pengikatan pd salah satu atau kedua
obat obat bebas dlm plasma kerja obat
toksisitas obat.
63. C. Metabolisme & Biotransformasi Barbiturat
(Fenobarbital) induksi enzim hati metabolisme
penghambat reseptor beta (beta bloker : Propanolol)
eleminasi obat & kons. Obat dlm plasma. Simetidin
enzim hati metabolisme teofilin dlm plasma
efek toksik.
64. D. Ekskresi Obat atau ekskresi ginjal
mempunyai efek ekskresi obat lain. Obat curah
jantung aliran darah ke ginjal filtrasi
glomerulus ekskresi obat. Antiaritmia (Quinidin)
ekskresi digoksin digoksin dlm plasma toksik
65. Obat gout (Probenesid) ekskresi penisilin
bersaing reabsorpsi penisilin tubulus ginjal.
Antasida pH urin (basa) ekskresi obat asam
lemah (aspirin & barbiturat)
66. INTERAKSI FARMAKODINAMIK Dapat menimbulkan
efek adiktif, sinergis, antagonis. Adiktif : efek dua kali
lipat Sinergis : lebih besar dari dua kali lipat
Antagonis : efek dari salah satu atau kedua obat
menurun.

67. Efek Obat Adiktif Diinginkan diuretik +


penghambat reseptor beta Hipertensi Diinginkan
analgesik + aspirin + codein analgesik Tdk
diinginkan 2 vasodilator hidralazin (hipertensi) +
nitrogliserin (angina) hipotensi berat Tdk
diinginkan aspirin + alkohol pendarahan lambung
68. Efek Obat Sinergis Diinginkan Meperidin
(analgesik narkotik) + prometazin (antihistamin)
prometazin efek meperidin. Tdk diinginkan
alkohol + obat hipnotik-sedatif (klordiazepoksid atau
diazepam penekanan SSP.
69. Efek Obat Antagonis Perangsang adrenergik beta
(isoproterenol) + penghambat reseptor beta
(propanolol) saling meniadakan
70. INTERAKSI OBAT - MAKANAN Tetrasiklin + antasida
atau susu efek tetrasiklin Nitrofurantoin
(antiinfeksi), penghambat reseptor beta (metoprolol),
antilipidemik (lovastatin) + makanan absorpsi
obat
71. 75
72. PENDAHULUAN Dosis Obat umur, berat badan,
protein serum, jaringan lemak Perubahan terapi
bayi baru lahir, bayi, orang lanjut usia Bayi organ
tubuh belum matang Lanjut usia fungsi organ
menurun Secara tradisional terapi difokuskan
orang dewasa Perlu perhatian bagi bayi dan manula
73. FARMAKOLOGI PEDIATRIK Dosis obat anak dapat
disesuaikan dgn dosis dewasa Dosis anak ditentukan
tingkat kematangan organ tubuh, BB, LPT Neonatus
dan Bayi getah lambung bersifat basa, fungsi hati dan
ginjal belum matang metabolisme dan ekskresi

obat Ginjal & Hati matang 1 tahun pH getah


lambung 1-2,5 3 tahun
74. FARMAKOKINETIK ABSORPSI pH lambung
absorpsi penisilin dosis dikurangi eliminasi firstpass hati distribusi obat dosis obat terutama
yg menjalani first-pass di hati Absorpsi obat topikal
diabsorpsi lebih besar pd bayi : dewasa kulit bayi tipis
75. DISTRIBUSI Bayi & anak tekanan darah
aliran darah jaringan Protein plasma bayi obat
bebas dosis obat Antibiotik (sefalosporin &
sulfonamid), fenobarbital, teofilin dosis pediatrik
Sawar darah otak belum berkembang banyak obat
masuk ke sel otak
76. METABOLISME Aktivitas enzim hati menurun hati
bayi belum matang Waktu paruh obat panjang
anak yg lebih besar atau dewasa Waktu paruh pd
anak yg lebih besar lebih singkat laju metabolisme
Dosis tinggi untuk anak yg lebih besar untuk
mengimbangi laju metabolisme yg meningkat
77. EKSKRESI Eliminasi obat melalui ginjal sampai
usia 1 tahun Volume darah lebih sedikit : dewasa
Laju filtrasi glomerulus 30%-40% dr dewasa
Penurunan ekskresi obat waktu paruh lebih panjang
toksisitas
78. FARMAKODINAMIK Organ bayi belum matang
pengaruhi kerja obat Kepekaan reseptor berbeda
pada neonatus, bayi dan anak kecil Dosis perlu
diturunkan ayau dinaikkan Aspirin, morfin,
fenobarbital lebih toksik pd anak daripada dewasa
atropin, kodein, digoksin efek sama atau kurang
toksik dr dewasa

79. Jaringan yg sedang bertumbuh pd bayi dan anak


kecil lebih peka terhadap obat tertentu Tetrasiklin
trisemester I kehamilan & anak usia 8 tahun
perubahan warna tulang & gigi yg permanen
Kortikosteroid pd anak menghambat pertumbuhan anak
Tinggi Badan & Berat Badan dipantau
80. FARMAKOLOGI GERIATRIK 20% orang lanjut usia
menggunakan 40% obat Efek samping dan interaksi
obat lebih tinggi pada usia lanjut Orang lanjut usia
menggunakan banyak obat karna penyakit
Swamedikasi, berobat pd beberapa dokter & penuaan
fisiologis reaksi merugikan dari obat
81. TABEL PERUBAHAN FISIOLOGIS GI pH lambung
peristaltik GI Jantung & Sirkulasi curang jantung
aliran darah Hati fungsi enzim aliran darah Ginjal
aliran darah fungsi nefron laju filtrasi glomerulus
82. FARMAKOKINETIK ABSORPSI pH lambung
mengubah absorpsi aspirin aliran darah ke GI (40%50%) curah jantung absorpsi diperlambat
83. DISTRIBUSI rasio lemak obat sifat lipofil
cenderung terakumulasi serum protein dan
albumin obat bebas toksisitas
84. METABOLISME produksi enzim hati, aliran darah
dan fungsi total hati metabolisme obat t
akumulasi obat toksisitas
85. EKSKRESI aliran darah ginjal & laju filtrasi
glomerulus ekskresi obat akumulasi obat
86. FARMAKODINAMIK Orang lanjut usia dapat lebih
atau kurang peka terhadap kerja obat Disebabkan
perubahan jumlah reseptor obat, perubahan afinitas
reseptor terhadap obat

87. 91
88. Antimikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif
artinya bahwa antimikroba tersebut harus bersifat
toksik untuk mikroba tetapi tidak toksik terhadap
hospes. - Bakteriostatik - Bakterisid
89. Spektrum Aktivitas AM 1. Spektrum Sempit Obat
yang termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid
yang hanya aktif pada mikobakteria. 2. Spektrum
Sedang Ampisilin efektif pada bakteri gram positif dan
beberapa gram negatif. 3. Spektrum Luas Kloramfenikol
dan Tetrasiklin efektif pada spesias mikroba secara
luas. Pemberian AM ini dapat merubah flora normal
bakteri dan menimbulkan superinfeksi, contohnya
kandida yang perkembangannya dipengaruhi oleh
adanya mikroorganisme lainnya.
90. Mekanisme Kerja AM 1. Mengganggu Metabolisme
Sel Mikroba AM: Sulfonamid, Trimetoprin, Asam paminosalisilat (PAS) dan sulfon. 2. Menghambat Sintesis
Dinding Sel Mikroba AM: Penisilin, Sefalosporin,
Basitrasin, Vankomisin dan Sikloserin. 3. Mengganggu
Permeabilitas Membran Sel Mikroba AM: Polikmisin,
Golongan Polien dan AM kemoterapeutik.
91. Mekanisme Kerja AM 4. Menghambat Sintesis
Protein Sel Mikroba AM: Aminoglikosida, Makrolaid,
Linkomisin, Tetrasiklin dan Kloramfenikol. 5.
Menghambat Sintesis atau Merusak Asam Nukleat Sel
mikroba AM: Rifampisin dan Golongan Kuinolon.
92. Resistensi Antimikroba Resisten dapat diartikan
sebagai tidak berpengaruhnya AM terhadap
pertumbuhan mikroba pada kadar maksimum. 1.
Resistensi Genetik a. Mutasi Spontan Pada keadaan ini
sel hasil mutasi dapat bereplikasi dan mentransmisikan
sifat-sifat pada sel anaknya sehingga timbul strain yang

resisten, contohnya strain Mycobacterium tuberculosis


resisten terhadap rifampisin (tunggal).
93. b. Resistensi Obat Karena Transfer DNA Kondisi ini
ditandai dengan adanya transfer DNA dari satu
organisme ke organisme lainnya. Faktor R
ekstrakromosomal ini masuk ke dalam sel melalui
proses transformasi , transduksi dan konyugasi bakteri.
2. Mekanisme Resistensi a. Modifikasi Tempat Target
Perubahan tempat target melalui mutasi dapat
menimbulkan resistensi misalnya pada pengikatan
protein oleh penisilin pada S. aureus yang resisten
terhadap metisilin.
94. b. Menurunkan Akumulasi Hal ini terjadi karena
adanya penurunan penetrasi AB sehingga obat tersebut
tidak sampai pada tempat terget karena adanya
lapisan lipopolisakarida atau dengan adanya siklus
efluks sehingga organisme terlindungi. c. Inaktivasi
Oleh Enzim Adanya enzim laktamase akan
menghancurkan penisilin dan sefalosporin serta
asetiltransferase dapat mengubah kloramfenikol
menjadi lebih aktif.
95. A. Umur Neonatus dan manula untuk pemberian AM
harus disesuaikan dengan keadaannya masing-masing.
Ini disebabkan pada neonatus organ tua system
tubuhnya belum berkembang sempurna dan pada
manula terjadi kemunduran fungsi organ sehingga
dapat timbul efek toksik. B. Kehamilan Pada ibu hamil
pemberian obat AM harus melalui pertimbangan yang
seksama karena kemungkinan timbulnya efek pada
fetus tergantung pada daya obat menembus sawar uri
serta usia janin. Pemberian streptomisin pada
kehamilan tua dapat berefek ketulian pada bayi dan

pada trisemester pertama dapat menimbulkan


teratogenik. Farmakodinamik dan Farmakokinetik
96. C. Genetik Faktor genetik dapat menimbulkan efek
berbeda terhadap obat. Contohnya defesiensi enzim
G6PD dapat menimbulkan hemolisis pada pemberian
sulfonamide, kloramfenikol, dapson dan nitrofurantoin.
D. Keadaan Patologik Tubuh Hospes Pemberian AM
harus selalu memperhatikan kemungkinnan adanya
gangguan fungsi dan sistem organ terutama hati dan
ginjal. Sirosis hati dapat meningkatkan toksisitas
tetrasiklin, memperpanjang waktu paruh eliminasi
linkomisin sehingga menimbulkan bahaya toksik
sedangkan pada insufisiensi ginjal dapat menimbulkan
intoksikasi terutama pada streptomisin dan kanamisin.
97. 1. Reaksi Alergi Reaksi ini sangat berkaitan dengan
sistem imun individu, dimana penentuan reaksi alergi
sukar ditentukan karena orang yang pernah mengalami
reaksi alergi dengan penisilin tidak selalu reaksi ini
pada pemberian berulang sebaliknya orang tidak
memiliki riwayat alergi dapat terserang alergi pada
pemberian berulang. 2. Reaksi Idiosinkrasi Gejala ini
adalah reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik
pada AM tertentu. Sekitar 10% orang kulit hitam
mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat
primakuin (kekurangan enzim G6PD) 3. Reaksi Toksik
Efek toksik dapat ditimbulkan oleh semua jenis AM
terhadap hospes. Misalnya golongan tetrasiklin yang
dapat mengganggu pertumbuhan jaringan tulang,
termasuk gigi akibat deposisi kompleks tetrasiklin
kalsium-ortofosfat. Efek Samping
98. a. Dosis Kurang Dosis Penisilin G untuk pengobatan
meningitis oleh pneumokokus jauh lebih tinggi di
bandingkan dosis untuk pengobatan infeksi saluran

napas bawah walaupun oleh kuman yang sama. b.


Masa Terapi Kurang Para ahli kebanyakan melakukan
individualisasi masa terapi yang disesuaikan dengan
tercapainya respon klinik yang di kehendaki.Tetapi
untuk penyakit faringitis (S.
pyogenes),osteomielitis,endokarditis,lepra dan
tuberculosis paru tetap di pertahankan masa terapi
yang walau efek klinis cepat terlihat Kegagalan Terapi
99. c. Kesalahan Penetapan Etilogi. Pemberian AM pada
peningkatkan suhu badan tidaklah bermanfaat karena
bukanlah keharusan bahwa demam disebabkan oleh
kuman,virus,jamur dan lain-lain. d. Faktor
Farmakokinetik Bagian tubuh ada yang bisa ditembus
oleh AM dan ada yang tidak bisa di tembus
AM.Antiseptik traktus urinarus (nitrofurantion, asam
nalidiksat ) hanya efektif untuk infeksi saluran kemih
dan tidak mencapai kadar terapeutik pada infeksi pada
organ lain.
100. e. AM Kurang Tepat Seorang klinikus harus dapat
mengetahui jenis AM yang secara klinik efektif pada
suatu kuman tertentu, misalnya infeksi oleh S. Faecalis
ialah ampisilin, walaupun secara in vitro kuman tsb
sensitive juga pada Gentamisin dan Sefamandol. f.
Faktor Pasien Buruknya pertahanan tubuh pasien
adalah salah satu penyebab AM, contohnya AIDS yang
dapat mengganggu mekanisme pertahanan badan.
101. Indikasi Klinik Penggunaan AM di tentukan
berdasarkan indikasinya dengan beberapa
pertimbangan : A Efek yang di timbulkan oleh adanya
mikroba dalam tubuh hospes dan bukan semata karena
kehadiran mikroba tersebut. B Efek terapi AM karena
kerja AM terhadap biomekanisme dan bukan pada
tubuh hospes. C. AM bukan obat penyembuh tetapi

hanya menyingkatkan waktu hospes untuk sembuh dari


penyakit infeksi. Infeksi ringan tidak perlu segera
mendapatkan AM karena menunda pemberian AM akan
merangsang mekanisme kekebalan tubuh tetapi pada
infeksi berat bila telah berlangsung dalam beberapa
waktu lamanya maka perlu mendapatkan terapi AM.
102. Kombinasi AM 1. Pengobatan Infeksi Campuran
infeksi pascabedah abdominal sering disebabkan oleh
kuman anaerob (AM metronidazol, klindamisin) dan
kuman aerob (AM gentamisin) 2. Pengobatan Awal
Infeksi Berat infeksi septisemia, meningitis purulenta,
dll. kombinasi diperlukan dgn segera karna
keterlambatan dapat membahayakan pasien
sedangkan kuman penyebab belum diketahui
103. 3. Mendapatkan efek sinergi sinergisme terjadi
bila kombinasi menghasilkan efek yg lebih besar dari
kedua AM, infeksi Pseudomonas pd pasien neutropenia
diberikan : aminoglikosida & karbenisilin 4.
Memperlambat resistensi bila mutasi merupakan
mekanisme timbulnya resistensi maka kombinasi AM
merupakan cara memperlambat resistensi
104. Kombinasi AM 1. Pengobatan Infeksi Campuran
infeksi pascabedah abdominal sering disebabkan oleh
kuman anaerob (AM metronidazol, klindamisin) dan
kuman aerob (AM gentamisin) 2. Pengobatan Awal
Infeksi Berat infeksi septisemia, meningitis purulenta,
dll. kombinasi diperlukan dgn segera karna
keterlambatan dapat membahayakan pasien
sedangkan kuman penyebab belum diketahui
105. 3. Mendapatkan efek sinergi sinergisme terjadi
bila kombinasi menghasilkan efek yg lebih besar dari
kedua AM, infeksi Pseudomonas pd pasien neutropenia
diberikan : aminoglikosida & karbenisilin 4.

Memperlambat resistensi bila mutasi merupakan


mekanisme timbulnya resistensi maka kombinasi AM
merupakan cara memperlambat resistensi
106. 11 0
107. PENISILIN Agen AM pertama yg dihasilkan dr
jamur genus Penicllium diperkenalkan pd tahun 1945
(Obat Ajaib) Struktur beta laktam penisilin
menghambat sintesis dinding sel bakteri dgn
menghambat enzim bakteri yg diperlukan untuk
pemecahan sel dan sintesis seluler Beberapa penisilin
akan berkurang aktivitasnya dalam suasana asam
108. PENISILIN SPEKTRUM LUAS Dipakai untuk
membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif
Kelompok obat ini tidak dipakai apabila penisilin biasa
seperti penisilin G masih efektif Efektif melawan
Escherichia coli, Haemophillus influenzae, shigella
dysentriae, Salmonella sp Ampisillin, amoksisilin,
bekampisilin, siklasilin
109. PENISILIN RESISTEN PENISILINASE Untuk
membunuh Staphylococcus aureus penghasil
penisilinase Kloksasilin dan Dikloksasilin : oral
Metisilin, Nafsilin & Oksasilin : IM, IV Obat gol ini
kurang efektif pada gram negatif Kurang efektif pd
gram positif dibandingkan dgn Penisilin G
110. PENISILIN ANTIPSEUDOMONAS Efektik untuk
Pseudomonas aeruginosa, basilus gram negatif yg sulit
dibasmi Obat ini jg berguna untuk Proteus sp, Serratia
sp, Acinetobacter sp, Klebsiella pneumoniae Kerjanya
mirip aminoglikosida, tapi kurang toksis dr
aminoglikosida
111. FARMAKOKINETIK Amoksisilin diabsorpsi baik pd
GI, 20% berikatan pd protein Kloksasilin hanya

sebagian diabsorpsi, > 90% berikatan dgn protein,


dapat meningkatkan toksisitas t kedua obat ini
singkat, 70% Amoksisilin diekskresikan lewat urin &
70% Kloksasilin lewat empedu dan urin
112. FARMAKODINAMIK Amoksisilin dan Kloksasilin :
bakterisidal Mengganggu sintesis dinding sel : sel
bakteri lisis Penambahan Asam Klavulanat
menambah efek Amoksisilin Efek Amoksisilin dan
Kloksasilin berkurang : Eritromisin dan Tetrasiklin
113. SIDE EFFECT Hipersensitifitas Superinfeksi
Mual, muntah, diare (GI) Ruam kulit (elergi) Efek
elergi terjadi 5-10%
114. 12 2
115. SEFALOSPORIN Sefalosporin dihasilkan dr jamur
genus Cephalosporium acremonium Jamur ini aktif
melawan gram positif dan gram negatif, tetapi resisten
terhadap beta laktamase Tahun 1960, untuk
efektivitasnya maka molekulnya diubah secara kimia :
sefalosporin semisintetik Mempunyai struktur beta
laktam yg dapat menghambat enzim bakteri yg
diperlukan untuk mensintesis dinding sel
116. AKTIVITAS AM Merupakan AM betalaktam
Menghambat sintesis dinding sel mikroba
Menghambat reaksi transpeptidase, tahap ketiga dalam
reaksi pembentukan dinding sel Aktif terhadap gram
positif maupun negatif
117. SIDE EFFECT Reaksi alergi anafilaksis
Spasme bronkus urtikaria
118. 12 9
119. PENDAHULUAN Malaria : infeksi protozoa pada
sirkulasi sistemik (darah) dan hati Disebabkan

protozoa bersel satu : Plasmodium Ada 50 spesies


Plasmodium, yg menginfeksi hanya 4 spesies P.
Falsifarum, P. Vivax, P. Malariae, P. Ovale
120. DASAR BIOLOGI INFEKSI Plasmodium masuk
tubuh : saliva nyamuk Anopheles betina (sporozoit)
Menetap di sel parenkim hati :skizon jaringan Fase
preeritrosit : 5-16 hari Sizon jaringan pecah,
melepaskan beribu merozoit ke sirkulasi sistemik
Eritrosit pecah melepaskan 6-24 merozoit ke sirkulasi
Gejala khas malaria : demam dan menggigil
121. Sebagian merozoit berdiferensiasi menjadi
gamet jantan dan betina Pembuahan terjadi dlm usus
nyamuk Zigot berkembang menjadi sporozoit
Pindah ke kelenjar ludah nyamuk Fase aseksual
122. Malaria tertiana : P. Vivax Malaria quartana : P.
Malariae Malaria tropica : P. Falsiparum Malaria
pernisiosa : P. Ovale
123. KLASIFIKASI Skizontosid jaringan dan darah :
bekerja pada merozoid di eritrosit : klorokuin, kuinin
dan meflokuin Gametositosid : membunuh gametosid
dlm eritrosit shg transmisi ke nyamuk dihambat :
klorokuin, kuinin (P. Vivax, P. Malariae), primakuin (P.
Falsifarum) Sporontosid : menghambat
perkembangan gametosid di tubuh nyamuk yg
menghisap darah pasien : primakuin dan kloroguanid
124. MEKANISME KERJA Pirimetamin : hambat as.
Folat ke as. folinat sulfadoksin : menghambat
pemanfataan PABA : untuk sintesis as. Folat
Primakuin : hambat sintesis protein
125. PEMBERIAN OBAT Klorokuin (akut & profilaksis :
300 mg/minggu, 2 minggu sebelum, 4 minggu setelah
meninggalkan daerah endemik Doksisiklin

(profilaksis) : 100 mg/hr, 1-2 hr sebelum dan 4 minggu


setelahnya Hidroklorokuin (akut, profilaksis) : awal
600 mg, lalu 300 mg/minggu sebelum sampai 4 minggu
setelahnya
126. Primakuin (akut, profilaksis) : 15 mg selama 14
hari Pirimetamin (proflaksis) : 25 mg setiap minggu
hingga 10 minggu Kuinin (akut) : tunggal atau
kombinasi dgn sulfadoksin/doksisiklin 260-650 mg tiap
8 jam selama 6-12 hari
127. 13 8
128. PENDAHULUAN Terjadi pd jaringan yg memiliki
sedikit vaskularisasi (permukaan kulit, kuku, rambut)
Pertumbuhan lambat shg sulit dibunuh Pembelahan
selnya menjadi target antimikroba Bersifat
oportunistik Antifungi dasarnya membantu sistem
imun inang melawan fungi
129. Kelarutan buruk shg distribusi ke tempat kerja
bermasalah Harus bersifat Toksisitas selektif
Penggolongan antifungi berdasarkan mekanisme kerja
130. ANTIFUNGI POLIENA Bekerja dgn mengikat
ergosterol Obat : amfoterisin B dan nistatin Sel
mamalia mengandung sterol (kolesterol), namun
afinitas amfoterisin terhadap ergosterol > kolesterol
Gangguan fungsi membran, elektrolit keluar keluar dari
sel Amfoterisin paling sering digunakan untuk infeksi
fungi dan ragi, pada pasien gangguan sistem imun
131. Amfoterisin diberikan secara IV dan topikal
Toksisitas : nefrotoksisitas Nistatin sangat toksik :
terbatas untuk topikal : C. Albicans
132. ANTIFUNGI AZOL Senyawa azol : senyawa
fungistatik spektrum luas : menghambat senyawa
ergosterol Dibandingkan Imidazol (memiliki 2 N pada

cincin azol), triazol (3 N) mempunyai ES sedikit,


distribusi baik, interaksi obat sedikit Imidazol aktif
secara topikal Triazol aktif secara sistematik
133. ANTIFUNGI LAIN TERBINAFIN & GRISEOFULVIN
Jaringan target : jaringan yg tdk bervaskularisasi :
rambut, kulit dan kuku Dipakai secara oral , bukan
topikal Terbinafin bekerja : mencegah sintesis
ergosterol Griseofulvin bekerja : berikatan dgn keratin
sel prekursor, shg sel resisten terhadap infeksi fungus
134. 14 5
135. ANTIVIRUS 3 mekanisme pengontrolan virus :
Vaksinasi : mencegah & mengontrol penyebaran
penyakit Kemoterapi : mengobati gejala2 penyakit,
usaha mengeleminasi virus Stimulasi mekanisme
resistensi alami inang : mempersingkat durasi penyakit
136. Siklus hidup virus Pelekatan & penetrasi virus ke
sel inang Pelepasan selubung genom virus di dlm sel
Sintesis komponen virus dlm sel inang Perakitan
partikel virus Pelepasan virus untuk menyebar &
menyerang sel inang
137. ANTI-HIV virus imunodefisiensi manusia (human
immunodeficiency virus-HIV), penyebab dindrom
defisinesi imun dapatan (acquired immune deficiency
syndrom- AIDS) : suatu retrovirus asam nukleat (RNA)
Mempunyai enzim spesifik : transkriptase balik (reverse
transcriptase-RT) Enzim ini target utama obat yg
berefikasi melawan HIV
138. Inhibitor RT terbagi atas 3 (berdasar kemiripan
struktur : Nukleosida : abakavir, didanosin, zidovudin
Nonnukleosida : amprenavir, delavirdin, nevirapin
Nukleotida : adefovir, tenofovir Ketiga inhibitor RT

diatas menghambat pembentukan DNA virus dari RNA


oleh RT
139. INFLUENZA Perlindungan utama dgn vaksinasi
Inhibitor neuraminidase : memblok pelepasan virus
influenza dari sel2 yg terinfeksi Obat : amantadin,
rimantadin, oseltamivir
140. ANTIVIRUS LAIN Asiklovir : mengobati penyakit
herpes Pemberian : topikal, IV, oral Sama dgn
inhibitor RT, harus mengalami 3 kali fosforilasi untuk
menjadi aktif Asiklovir trifosfat : menghambat DNA
polimerase virus herpesFarmakologi Dasar
1. 1. 1 SAINAL EDI KAMAL, S.Si., M.Kes., Apt.
2. 2. PENDAHULUAN Farmakologi : Pharmacon (Obat)
& Logos (Ilmu Pengetahuan) Ilmu yang
mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem
biologi. Obat : bahan atau sediaan yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau kondisi patologi dalam rangka
penetapan diagnosi, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dari sakit, gejala sakit atau penyakit
untuk meningkatkan kesehatan dan kontrasepsi.
3. 3. Sejarah Farmakologi Sejak saman dahulu obatobatan telah digunakan untuk mengobati penyakit
pada manusia dan hewan Clandius Galen (129200 M) : Para empiris mengatakan bahwa semua
ditemukan oleh pengalaman. Bagaimanapun kami ,
berpendapat bahwa hal ituditemukan sebagian
oleh pengalaman , sebagian olehTeori. Baik
pengalaman maupun teori saja sangat tepat untuk
menemukan semua.
4. 4. Theophrastus von Hohenheim (1493-1541 M),
disebut Paracelsus : Segala hal adalah racun, tidak

ada yang tanpa racun; dosis saja menyebabkan hal


tidak menjadi racun. Johann JakobWepfer (16201695) adalah orang pertama yang memverifikasi
dengan hewan percobaan pernyataan tentang
tindakan farmakologis atau toksikologi.
5. 5. Rudolf Buchheim (1820-1879) mendirikan
lembaga pertama farmakologi diUniversitas Dorpat
(Tartu, Estonia) pada tahun 1847, mengantarkan
farmakologi sebagaidisiplin ilmiah independen
Oswald Schmiedeberg (1838-1921), Konsep dasar
seperti hubungan aktivitas struktur, reseptor obat,
dan toksisitas selektif muncul dari kerja
6. 6. John J. Abel (1857-1938) adalah salah satu
orang pertama Amerika yang melatih di
Schmiedeberg itu laboratorium dan pendiri Journal
of Pharmacology and ExperimentalTherapeutics
(diterbitkan dari 1909 sampai sekarang).
7. 7. Akhir abad 19 : obat-obatan berasal dari
produk alam berupa tanaman segar atau kering
Untuk pengamanan produk medis, maka
dikeringkan atau direndam dalam alkohol atau
minyak tumbuhan Sintesis obat, isolasi dari
tanaman Uji preklinik, uji klinik, tosisitas
8. 8. Raw Opium Preparation of opium tincture
Morphine Codeine Narcotine Papaverine, etc
9. 9. Peranan Farmakologi Pekerjaan Kefarmasian :
pembuatan (pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,
pengolahan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional Peran Farmakologi : sebagai bagian

dari kontrol kualitas serta pengembangan obat


tahap praklinik dan klinik
10.
10. Kerja Obat Efek obat terjadi karna interaksi
fisiko- kimiawi antara obat atau metabolit aktif
dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh.
Untuk mencapai tempat kerjanya maka obat harus
melalui 3 proses : 1. Fase Farmasetik 2. Fase
Farmakokinetik 3. Fase Farmakodinamik
11.
11. Fase Farmasetika Fase yang dipengaruhi
antara lain oleh cara pembuatan obat, bentuk
sediaan obat dan zat tambahan yang digunakan.
Tablet terdegradasi granul Partikel kecil pelepasan
zat aktif Zat aktif terdisolusi absorpsi Larutan
suspensi serbuk kapsul tablet tablet salut
12.
12. . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ....
. . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. .
.... . .. .. ...... .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. ..
..... . .. .. ..... . .. .. ..... .. . .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . ..
.. ..... . .. .. . . . . . TABLET DISINTEGRASI DISOLUSI
13.
13. Fase Farmakokinetik Mempelajari absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat dari
dalam tubuh atau mempelajari pengaruh tubuh
terhadap obat
14.
14. 1. Absorpsi Adalah proses masuknya obat
ke dalam sirkulasi sistemik. a. Kelarutan Kecepatan
melarut dari suatu obat akan menentukan
kecepatan absorpsi obat
15.

15. Lipid bilayer

16.
16. b. pH : derajat keasaman atau kebasahan
Obat yang bersifat asam lemah akan mudah
menembus membran sel pada suasana asam atau
obat relatif tidak terionisasi. Aspirin mudah

menembus membran lambung dari pada membran


usus Obat yang bersifat basa lemah akan mudah
diabsorpsi di usus halus
17.
17. c. Tempat Absorpsi Obat dapat diabsorpsi
pada kulit, membran mukosa, lambung dan usus
halus. Absorpsi obat menembus lapisan sel tunggal
seperti pada ephitelium intestinal akan lebih cepat
dibandingkan membran kulit yang berlapis-lapis
18.
18. d. Sirkulasi Darah Obat baiknya diberikan
pada daerah yang kaya akan sirkulasi darah.
Pemberian melalui sublingual lebih cepat
diabsorpsi dari sub kutan (sirkulasi darah kurang)
19.

19. MEMBRAN Pasif Aktif Pinositosis Usus Sel

20.
20. 2. Distribusi Merupakan proses dimana
obat berada dalam cairan tubuh dan jaringan
tubuh. Kecepatan distribusi dipengaruhi oleh aliran
darah, afinitas obat pada jaringan dan protein.
Faktor lain yang mempengaruhi distribusi obat
adalah fungsi kardiovaskuler.
21.
21. PERSENTASI PENGIKATAN DENGAN
PROTEIN DAN WAKTU PARUH OBAT TERTENTU
OBAT % Terikat t1/2, jam Furosemida 95 1,5 Aspirin
49 0.25-2 Digoxin 25 36 Eritromisin 70 3
Lorazepam 92 15 Quinidin 70 6 Rifampisin 89 2
Teofilin 60 9
22.
22. Organ (jantung, ginjal, hati) yang
mendapat suplai darah lebih banyak atau cepat
akan menerima obat lebih banyak dan cepat dari
organ lain (tulang, abses). Pada saat obat masuk
ke sirkulasi sistemik , sebagian besar akan terikat
oleh protein plasma (albumin), ikatan ini

membentuk molekul besar sehingga tdk dapat


menembus membran.
23.
23. Hanya obat bebas yg mencapai sasaran
dan mengalami metabolisme sehingga mudah
diekskresikan. Berkurangnya obat bebas (tidak
terikat) akan menyebabkan pelepasan obat yang
terikat oleh protein, jadi terjadi keseimbangan yg
dinamis. Perbandingan obat bebas dan obat terikat
menentukan durasi obat
24.
24. Obat lipofil mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap jaringan, sehingga cenderung
terakumulasi, apabila aliran darah sedikit di
jaringan, maka distribusi obat terhambat.
Pemberian obat yang terlalu cepat berpotensi
menimbulkan toksik.
25.
25. 3. Metabolisme Merupakan reaksi
perubahan zat kimia dalam jaringan biologis yang
dikalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. Hati
merupakan organ utama tempat metabolisme
obat. Kebanyakan metabolisme menggunakan
enzim sitokrom P450 (hepar dan GI)
26.
26. Waktu Paruh Dilambangkan dengan t
adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh
konsentrasi obat untuk dieleminasi. Suatu obat
akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum
lebih dari 90% obat dieleminasi.
27.
27. WAKTU PARUH ASPIRIN 650 mg JUMLAH
t1/2 Wkt Eliminasi (Jam) Dosis yg tersisa (mg)
%tase yg tersisa 1 3 325 50 2 6 162 25 3 9 81 12.5
4 12 40.5 6.25 5 15 20.25 3.125 6 18 10.125 1.562
28.
28. 4. Ekskresi Ginjal adalah organ utama
dalam ekskresi obat atau metabolitnya. Organ lain

tempat ekskresi adalah instestinal (feses), paruparu, kulit, keringat, air liur dan air susu.
Kecepatan ekskresi dilihat dari nilai t, obat yg
panjang tnya maka frekuensinya pemakaiannya
relatif panjang.
29.
29. Proses ekskresi obat dalam ginjal meliputi :
a. Filtrasi glomelurus Obat bebas akan mengalami
filtrasi glomelurus masuk ke tubulus. Kelarutan dan
pH tidak berpengaruh Dipengaruhi oleh ukuran
partikel
30.
30. b. Reabsorpsi tubulus Di tubulus
kebanyakan obat mengalami reabsorpsi ke
sirkulasi sistemik kembali, terutama zat non polar
atau bentuk non ion. c. Sekresi tubulus Obat yang
tdk mengalami FG dapat masuk ke tubulus melalui
sekresi di tubulus proksimal.
31.
31. Fase Farmakodinamik Mempelajari efek
obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau
mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologi
tubuh. a. Berinteraksi dengan reseptor Reseptor
dapat berupa protein, asam nukleat, enzim,
karbohidrat atau lemak. Semakin banyak reseptor
yg diduduki maka intensitas efek semakin
meningkat
32.
32. b. Berinteraksi dgn enzim Obat dapat
menimbulkan efek karna mengikat enzim yg
dikeluarkan oleh tubuh. Obat DM : memperbanyak
insulin c. Kerja non spesifik Obat yang bekerja
tanpa mengikat reseptor. Misalnya alkohol
mendenaturasi protein, norit mengikat racun atau
bakteri
33.
33. Conc Waktu To T1 T2 T3 MEC To - T1 =
Mula To T2 = Puncak, T1 T3 = Lama Kerja Obat

34.
34. Indeks Terapetik dan Batasan Terapetik
Mengukur batas keamanan suatu obat , yaitu
dengan mengukur ratio dosis terapetik efektif dan
dosis lethal Atau = IT IT kecil = batas
keamanan tipis IT besar = batas keamanan lebar
IT kecil = diperlukan batas terapetik berulang,
misal ; 3 X 1 dll ED50 LD50
35.
35. KURVA IT % tase hewan Yang ber-respon 0
50 100 Dosis ED50 LD50
36.
36. DOSIS PEMBEBANAN Jika diinginkan efek
segera Untuk mencapai MEC yang cepat, dan
selanjutnya diberi dosis biasa Misal : Digoksin
(Digitalis) atau digitalisasi (pembebanan) EFEK
SAMPING Efek samping = efek fisiologis yang
tidak diinginkan atau diinginkan Efek Merugikan
= reaksi obat yang merugikan Efek toksik =
menimbulkan toksisitas
37.

37. 37

38.
38. Reseptor : suatu makromolekul target
khusus yang mengikat suatu obat dan memediasi
kerja farmakologis obat tersebut Reseptor :
enzim, asam nukleat atau protein terikat membran
khusus Pembentukan kompleks obat-reseptor
menghasilkan suatu respon biologis
39.
39. Besarnya respon sebanding dgn jumlah
kompleks obat dan reseptor Untuk menyatakan
hub antara kons. Obat dan respon biologis adalah
dgn kurva konsentrasi terhadap respon Efek
biologis lebih terkait dgn konsentrasi obat dlm
plasma daripada dosis obat
40.
40. A G O N I S Suatu senyawa yg berikatan
dgn reseptor respon biologis Agonis : obat, ligan

endogen A. Parsial : respon biologis tidak


maksimal : sebagian A. Penuh : respon biologis
maksimal : 100%
41.
41. ANTAGONIS Memblok atau membalikkan
efek agonis Nalokson : antagonis opioid
Antagonis kompetitif : potensi agonis lebih kecil :
menggeser kurva dosis- respon ke kanan
42.
42. Interaksi Obat dgn Komponen
Makromolekul Biologis Obat memberikan efek
setelah berinteraksi pada : Protein (dlm membran
plasma) : mediator reseptor, kanal ion Komponen
dl sel : enzim, reseptor nuklear Ekstraseluler
tanpa reseptor : netralisasi asam lambung :
antasida
43.
43. Tipe Reseptor Reseptor terhubung kanal
ion Reseptor terhubung enzim Reseptor
terkopling protein G Reseptor nuklear
44.
44. Reseptor Terkopling Protein G GPCR,
disebut juga reseptor metabotropik, berada di sel
membran dan responnya terjadi dalam hitungan
detik. Tranduksi sinyal terjadi dengan aktivasi
bagian protein G yang kemudian
memodulasi/mengatur aktivitas enzim atau fungsi
kanal. Contoh reseptor : Histamin H1,
Adrenoreseptor 2, Muskarinik
45.

45. Struktur Reseptor GPCR

46.
46. Reseptor Terhubung Kanal Ion Reseptor
ini berada di membran sel, disebut juga reseptor
ionotropik. Respon terjadi dalam hitungan
milidetik. Kanal merupakan bagian dari reseptor.
Contoh : reseptor nikotinik, reseptor GABA A,
reseptor ionotropik glutamat dan reseptor 5-HT3

47.
47. Reseptor Nikotinik Asetilkolin Reseptor ini
ditemukan di otot skeletal, ganglion sistem saraf
simpatk dan parasimpatik, neuron sistem saraf
pusat, dan sel non neural.
48.

48. Mekanisme Kerja (agonis:asetilkolin)

49.
49. Reseptor ini terdiri dari 5 subunit (yaitu
subunit 1, 1, atau , dan ) Melintasi
membran, membentuk kanal polar Masing-masing
sub unit terdiri dari 4 segmen transmembran,
segmen ke-2 (M2) membentuk kanal ion. Domain
N-terminal ekstraseluler masing-masing sub unit
mengandung 2 residu sistein yang dipisahkan oleh
13 asam amino membentuk ikatan disulfida yang
membentuk loop, merupakan binding site untuk
agonis.
50.

50. Struktur Reseptor Nikotinik

51.
51. Reseptor Terhubung Transkripsi Gen
disebut juga reseptor nuklear Merupakan
reseptor sitosolik yang kemudian bermigrasi ke
nukleus setelah berikatan dengan ligand, seperti
reseptor glukokortikoid). Contoh : reseptor
kortikosteroid, reseptor estrogen dan progestogen,
reseptor vitamin D.
52.

52. Mekanisme Kerja

53.
53. Reseptor Terhubung Enzim Reseptor
terhubung enzim merupakan protein
transmembran dengan bagian besar ekstraseluler
mengandung binding site untuk ligan contoh :
faktor pertumbuhan, sitokin) dan bagian
intraseluler mempunyai aktivitas enzim (biasanya
aktivitas tirosin kinase). Aktivasi menginisiasi jalur
intraseluler yang melibatkan tranduser sitosolik

dan nuklear, bahkan transkripsi gen. Reseptor


sitokin mengaktifkan Jak kinase, yang pada
gilirannya mengaktifkan faktor transkripsi Stat,
yang kemudian mengaktifkan transkripsi gen
54.

54. Mekanisme Kerja

55.
55. Reseptor faktor pertumbuhan terdiri dari
2 reseptor, masing-masing dengan satu sisi
pengikatan untuk ligan. Agonis berikatan pada 2
reseptor menghasilkan kopling (dimerisasi).
Tirosin kinase dalam masing-masing reseptor
saling memposforilasi satu sama lain.
56.
56. Protein penerima (adapter) yang
mengandung gugus SH berikatan pada residu
terposforilasi dan mengaktifkan tiga jalur kinase.
Kinase 3 memposforilasi berbagai faktor
transkripsi, kemudian mengaktifkan transkripsi gen
untuk proliferasi dan diferensiasi
57.

57. 61

58.
58. INTERAKSI OBAT - OBAT Interaksi Obat
terjadi karena kerja atau efek obat yang berubah
atau mengalami modifikasi akibat interaksi dengan
satu atau lebih obat. Inkompatibilitas Obat
adalah reaksi kimia atau fisik yang terjadi antara
dua obat atau lebih dalam keadaan invitro.
59.
59. INTERAKSI FARMAKOKINETIK A. Absorpsi
Minum 2 obat, maka laju absorpsi obat dapat
berubah : Memperpendek atau memperpanjang
waktu pengosongan lambung Mengubah pH
lambung Membentuk kompleks obat
60.
60. pengosongan lambung (Laksatif)
motilitas GI absorpsi obat (banyak diabsorpsi
di usus kecuali barbiturat, salisilat, teofilin)

pengosongan lambung (narkotika & antikolinergik)


motilitas GI absorpsi pH lambung
obat asam lemah (aspirin) cepat diabsorpsi pH
lambung (antasida) absorpsi aspirin menurun
61.
61. Obat dapat bereaksi secara kimiawi
tetrasiklin dgn ion logam berat (Ca, Mg, Al, Fe)
membentuk kompleks tetrasiklin tdk diabsorpsi.
62.
62. B. Distribusi Minum 2 yg berikatan dgn
albumin plasma terjadi pengikatan pd salah
satu atau kedua obat obat bebas dlm plasma
kerja obat toksisitas obat.
63.
63. C. Metabolisme & Biotransformasi
Barbiturat (Fenobarbital) induksi enzim hati
metabolisme penghambat reseptor beta (beta
bloker : Propanolol) eleminasi obat & kons.
Obat dlm plasma. Simetidin enzim hati
metabolisme teofilin dlm plasma efek toksik.
64.
64. D. Ekskresi Obat atau ekskresi ginjal
mempunyai efek ekskresi obat lain. Obat curah
jantung aliran darah ke ginjal filtrasi
glomerulus ekskresi obat. Antiaritmia
(Quinidin) ekskresi digoksin digoksin dlm
plasma toksik
65.
65. Obat gout (Probenesid) ekskresi
penisilin bersaing reabsorpsi penisilin tubulus
ginjal. Antasida pH urin (basa) ekskresi obat
asam lemah (aspirin & barbiturat)
66.
66. INTERAKSI FARMAKODINAMIK Dapat
menimbulkan efek adiktif, sinergis, antagonis.
Adiktif : efek dua kali lipat Sinergis : lebih besar
dari dua kali lipat Antagonis : efek dari salah satu
atau kedua obat menurun.

67.
67. Efek Obat Adiktif Diinginkan diuretik +
penghambat reseptor beta Hipertensi
Diinginkan analgesik + aspirin + codein
analgesik Tdk diinginkan 2 vasodilator
hidralazin (hipertensi) + nitrogliserin (angina)
hipotensi berat Tdk diinginkan aspirin + alkohol
pendarahan lambung
68.
68. Efek Obat Sinergis Diinginkan
Meperidin (analgesik narkotik) + prometazin
(antihistamin) prometazin efek meperidin.
Tdk diinginkan alkohol + obat hipnotik-sedatif
(klordiazepoksid atau diazepam penekanan
SSP.
69.
69. Efek Obat Antagonis Perangsang
adrenergik beta (isoproterenol) + penghambat
reseptor beta (propanolol) saling meniadakan
70.
70. INTERAKSI OBAT - MAKANAN Tetrasiklin +
antasida atau susu efek tetrasiklin
Nitrofurantoin (antiinfeksi), penghambat reseptor
beta (metoprolol), antilipidemik (lovastatin) +
makanan absorpsi obat
71.

71. 75

72.
72. PENDAHULUAN Dosis Obat umur, berat
badan, protein serum, jaringan lemak Perubahan
terapi bayi baru lahir, bayi, orang lanjut usia
Bayi organ tubuh belum matang Lanjut usia
fungsi organ menurun Secara tradisional terapi
difokuskan orang dewasa Perlu perhatian bagi
bayi dan manula
73.
73. FARMAKOLOGI PEDIATRIK Dosis obat
anak dapat disesuaikan dgn dosis dewasa Dosis
anak ditentukan tingkat kematangan organ

tubuh, BB, LPT Neonatus dan Bayi getah


lambung bersifat basa, fungsi hati dan ginjal belum
matang metabolisme dan ekskresi obat
Ginjal & Hati matang 1 tahun pH getah
lambung 1-2,5 3 tahun
74.
74. FARMAKOKINETIK ABSORPSI pH
lambung absorpsi penisilin dosis dikurangi
eliminasi first-pass hati distribusi obat
dosis obat terutama yg menjalani first-pass di
hati Absorpsi obat topikal diabsorpsi lebih besar
pd bayi : dewasa kulit bayi tipis
75.
75. DISTRIBUSI Bayi & anak tekanan darah
aliran darah jaringan Protein plasma bayi
obat bebas dosis obat Antibiotik
(sefalosporin & sulfonamid), fenobarbital, teofilin
dosis pediatrik Sawar darah otak belum
berkembang banyak obat masuk ke sel otak
76.
76. METABOLISME Aktivitas enzim hati
menurun hati bayi belum matang Waktu paruh
obat panjang anak yg lebih besar atau dewasa
Waktu paruh pd anak yg lebih besar lebih
singkat laju metabolisme Dosis tinggi untuk
anak yg lebih besar untuk mengimbangi laju
metabolisme yg meningkat
77.
77. EKSKRESI Eliminasi obat melalui ginjal
sampai usia 1 tahun Volume darah lebih sedikit
: dewasa Laju filtrasi glomerulus 30%-40% dr
dewasa Penurunan ekskresi obat waktu paruh
lebih panjang toksisitas
78.
78. FARMAKODINAMIK Organ bayi belum
matang pengaruhi kerja obat Kepekaan
reseptor berbeda pada neonatus, bayi dan anak
kecil Dosis perlu diturunkan ayau dinaikkan

Aspirin, morfin, fenobarbital lebih toksik pd anak


daripada dewasa atropin, kodein, digoksin efek
sama atau kurang toksik dr dewasa
79.
79. Jaringan yg sedang bertumbuh pd bayi
dan anak kecil lebih peka terhadap obat tertentu
Tetrasiklin trisemester I kehamilan & anak usia 8
tahun perubahan warna tulang & gigi yg
permanen Kortikosteroid pd anak menghambat
pertumbuhan anak Tinggi Badan & Berat Badan
dipantau
80.
80. FARMAKOLOGI GERIATRIK 20% orang
lanjut usia menggunakan 40% obat Efek samping
dan interaksi obat lebih tinggi pada usia lanjut
Orang lanjut usia menggunakan banyak obat karna
penyakit Swamedikasi, berobat pd beberapa
dokter & penuaan fisiologis reaksi merugikan
dari obat
81.
81. TABEL PERUBAHAN FISIOLOGIS GI pH
lambung peristaltik GI Jantung & Sirkulasi
curang jantung aliran darah Hati fungsi enzim
aliran darah Ginjal aliran darah fungsi
nefron laju filtrasi glomerulus
82.
82. FARMAKOKINETIK ABSORPSI pH
lambung mengubah absorpsi aspirin aliran
darah ke GI (40%-50%) curah jantung
absorpsi diperlambat
83.
83. DISTRIBUSI rasio lemak obat sifat
lipofil cenderung terakumulasi serum protein
dan albumin obat bebas toksisitas
84.
84. METABOLISME produksi enzim hati,
aliran darah dan fungsi total hati metabolisme
obat t akumulasi obat toksisitas

85.
85. EKSKRESI aliran darah ginjal & laju
filtrasi glomerulus ekskresi obat akumulasi
obat
86.
86. FARMAKODINAMIK Orang lanjut usia
dapat lebih atau kurang peka terhadap kerja obat
Disebabkan perubahan jumlah reseptor obat,
perubahan afinitas reseptor terhadap obat
87.

87. 91

88.
88. Antimikroba harus memiliki sifat toksisitas
selektif artinya bahwa antimikroba tersebut harus
bersifat toksik untuk mikroba tetapi tidak toksik
terhadap hospes. - Bakteriostatik - Bakterisid
89.
89. Spektrum Aktivitas AM 1. Spektrum Sempit
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
isoniazid yang hanya aktif pada mikobakteria. 2.
Spektrum Sedang Ampisilin efektif pada bakteri
gram positif dan beberapa gram negatif. 3.
Spektrum Luas Kloramfenikol dan Tetrasiklin efektif
pada spesias mikroba secara luas. Pemberian AM
ini dapat merubah flora normal bakteri dan
menimbulkan superinfeksi, contohnya kandida
yang perkembangannya dipengaruhi oleh adanya
mikroorganisme lainnya.
90.
90. Mekanisme Kerja AM 1. Mengganggu
Metabolisme Sel Mikroba AM: Sulfonamid,
Trimetoprin, Asam p- aminosalisilat (PAS) dan
sulfon. 2. Menghambat Sintesis Dinding Sel
Mikroba AM: Penisilin, Sefalosporin, Basitrasin,
Vankomisin dan Sikloserin. 3. Mengganggu
Permeabilitas Membran Sel Mikroba AM: Polikmisin,
Golongan Polien dan AM kemoterapeutik.

91.
91. Mekanisme Kerja AM 4. Menghambat
Sintesis Protein Sel Mikroba AM: Aminoglikosida,
Makrolaid, Linkomisin, Tetrasiklin dan
Kloramfenikol. 5. Menghambat Sintesis atau
Merusak Asam Nukleat Sel mikroba AM: Rifampisin
dan Golongan Kuinolon.
92.
92. Resistensi Antimikroba Resisten dapat
diartikan sebagai tidak berpengaruhnya AM
terhadap pertumbuhan mikroba pada kadar
maksimum. 1. Resistensi Genetik a. Mutasi
Spontan Pada keadaan ini sel hasil mutasi dapat
bereplikasi dan mentransmisikan sifat-sifat pada
sel anaknya sehingga timbul strain yang resisten,
contohnya strain Mycobacterium tuberculosis
resisten terhadap rifampisin (tunggal).
93.
93. b. Resistensi Obat Karena Transfer DNA
Kondisi ini ditandai dengan adanya transfer DNA
dari satu organisme ke organisme lainnya. Faktor R
ekstrakromosomal ini masuk ke dalam sel melalui
proses transformasi , transduksi dan konyugasi
bakteri. 2. Mekanisme Resistensi a. Modifikasi
Tempat Target Perubahan tempat target melalui
mutasi dapat menimbulkan resistensi misalnya
pada pengikatan protein oleh penisilin pada S.
aureus yang resisten terhadap metisilin.
94.
94. b. Menurunkan Akumulasi Hal ini terjadi
karena adanya penurunan penetrasi AB sehingga
obat tersebut tidak sampai pada tempat terget
karena adanya lapisan lipopolisakarida atau
dengan adanya siklus efluks sehingga organisme
terlindungi. c. Inaktivasi Oleh Enzim Adanya enzim
laktamase akan menghancurkan penisilin dan

sefalosporin serta asetiltransferase dapat


mengubah kloramfenikol menjadi lebih aktif.
95.
95. A. Umur Neonatus dan manula untuk
pemberian AM harus disesuaikan dengan
keadaannya masing-masing. Ini disebabkan pada
neonatus organ tua system tubuhnya belum
berkembang sempurna dan pada manula terjadi
kemunduran fungsi organ sehingga dapat timbul
efek toksik. B. Kehamilan Pada ibu hamil
pemberian obat AM harus melalui pertimbangan
yang seksama karena kemungkinan timbulnya efek
pada fetus tergantung pada daya obat menembus
sawar uri serta usia janin. Pemberian streptomisin
pada kehamilan tua dapat berefek ketulian pada
bayi dan pada trisemester pertama dapat
menimbulkan teratogenik. Farmakodinamik dan
Farmakokinetik
96.
96. C. Genetik Faktor genetik dapat
menimbulkan efek berbeda terhadap obat.
Contohnya defesiensi enzim G6PD dapat
menimbulkan hemolisis pada pemberian
sulfonamide, kloramfenikol, dapson dan
nitrofurantoin. D. Keadaan Patologik Tubuh Hospes
Pemberian AM harus selalu memperhatikan
kemungkinnan adanya gangguan fungsi dan
sistem organ terutama hati dan ginjal. Sirosis hati
dapat meningkatkan toksisitas tetrasiklin,
memperpanjang waktu paruh eliminasi linkomisin
sehingga menimbulkan bahaya toksik sedangkan
pada insufisiensi ginjal dapat menimbulkan
intoksikasi terutama pada streptomisin dan
kanamisin.

97.
97. 1. Reaksi Alergi Reaksi ini sangat berkaitan
dengan sistem imun individu, dimana penentuan
reaksi alergi sukar ditentukan karena orang yang
pernah mengalami reaksi alergi dengan penisilin
tidak selalu reaksi ini pada pemberian berulang
sebaliknya orang tidak memiliki riwayat alergi
dapat terserang alergi pada pemberian berulang.
2. Reaksi Idiosinkrasi Gejala ini adalah reaksi
abnormal yang diturunkan secara genetik pada AM
tertentu. Sekitar 10% orang kulit hitam mengalami
anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin
(kekurangan enzim G6PD) 3. Reaksi Toksik Efek
toksik dapat ditimbulkan oleh semua jenis AM
terhadap hospes. Misalnya golongan tetrasiklin
yang dapat mengganggu pertumbuhan jaringan
tulang, termasuk gigi akibat deposisi kompleks
tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Efek Samping
98.
98. a. Dosis Kurang Dosis Penisilin G untuk
pengobatan meningitis oleh pneumokokus jauh
lebih tinggi di bandingkan dosis untuk pengobatan
infeksi saluran napas bawah walaupun oleh kuman
yang sama. b. Masa Terapi Kurang Para ahli
kebanyakan melakukan individualisasi masa terapi
yang disesuaikan dengan tercapainya respon klinik
yang di kehendaki.Tetapi untuk penyakit faringitis
(S. pyogenes),osteomielitis,endokarditis,lepra dan
tuberculosis paru tetap di pertahankan masa terapi
yang walau efek klinis cepat terlihat Kegagalan
Terapi
99.
99. c. Kesalahan Penetapan Etilogi. Pemberian
AM pada peningkatkan suhu badan tidaklah
bermanfaat karena bukanlah keharusan bahwa
demam disebabkan oleh kuman,virus,jamur dan
lain-lain. d. Faktor Farmakokinetik Bagian tubuh

ada yang bisa ditembus oleh AM dan ada yang


tidak bisa di tembus AM.Antiseptik traktus urinarus
(nitrofurantion, asam nalidiksat ) hanya efektif
untuk infeksi saluran kemih dan tidak mencapai
kadar terapeutik pada infeksi pada organ lain.
100. 100. e. AM Kurang Tepat Seorang klinikus
harus dapat mengetahui jenis AM yang secara
klinik efektif pada suatu kuman tertentu, misalnya
infeksi oleh S. Faecalis ialah ampisilin, walaupun
secara in vitro kuman tsb sensitive juga pada
Gentamisin dan Sefamandol. f. Faktor Pasien
Buruknya pertahanan tubuh pasien adalah salah
satu penyebab AM, contohnya AIDS yang dapat
mengganggu mekanisme pertahanan badan.
101. 101. Indikasi Klinik Penggunaan AM di
tentukan berdasarkan indikasinya dengan
beberapa pertimbangan : A Efek yang di timbulkan
oleh adanya mikroba dalam tubuh hospes dan
bukan semata karena kehadiran mikroba tersebut.
B Efek terapi AM karena kerja AM terhadap
biomekanisme dan bukan pada tubuh hospes. C.
AM bukan obat penyembuh tetapi hanya
menyingkatkan waktu hospes untuk sembuh dari
penyakit infeksi. Infeksi ringan tidak perlu segera
mendapatkan AM karena menunda pemberian AM
akan merangsang mekanisme kekebalan tubuh
tetapi pada infeksi berat bila telah berlangsung
dalam beberapa waktu lamanya maka perlu
mendapatkan terapi AM.
102. 102. Kombinasi AM 1. Pengobatan Infeksi
Campuran infeksi pascabedah abdominal sering
disebabkan oleh kuman anaerob (AM metronidazol,
klindamisin) dan kuman aerob (AM gentamisin) 2.

Pengobatan Awal Infeksi Berat infeksi septisemia,


meningitis purulenta, dll. kombinasi diperlukan dgn
segera karna keterlambatan dapat membahayakan
pasien sedangkan kuman penyebab belum
diketahui
103. 103. 3. Mendapatkan efek sinergi sinergisme
terjadi bila kombinasi menghasilkan efek yg lebih
besar dari kedua AM, infeksi Pseudomonas pd
pasien neutropenia diberikan : aminoglikosida &
karbenisilin 4. Memperlambat resistensi bila mutasi
merupakan mekanisme timbulnya resistensi maka
kombinasi AM merupakan cara memperlambat
resistensi
104. 104. Kombinasi AM 1. Pengobatan Infeksi
Campuran infeksi pascabedah abdominal sering
disebabkan oleh kuman anaerob (AM metronidazol,
klindamisin) dan kuman aerob (AM gentamisin) 2.
Pengobatan Awal Infeksi Berat infeksi septisemia,
meningitis purulenta, dll. kombinasi diperlukan dgn
segera karna keterlambatan dapat membahayakan
pasien sedangkan kuman penyebab belum
diketahui
105. 105. 3. Mendapatkan efek sinergi sinergisme
terjadi bila kombinasi menghasilkan efek yg lebih
besar dari kedua AM, infeksi Pseudomonas pd
pasien neutropenia diberikan : aminoglikosida &
karbenisilin 4. Memperlambat resistensi bila mutasi
merupakan mekanisme timbulnya resistensi maka
kombinasi AM merupakan cara memperlambat
resistensi
106.

106. 11 0

107. 107. PENISILIN Agen AM pertama yg


dihasilkan dr jamur genus Penicllium diperkenalkan

pd tahun 1945 (Obat Ajaib) Struktur beta laktam


penisilin menghambat sintesis dinding sel bakteri
dgn menghambat enzim bakteri yg diperlukan
untuk pemecahan sel dan sintesis seluler
Beberapa penisilin akan berkurang aktivitasnya
dalam suasana asam
108. 108. PENISILIN SPEKTRUM LUAS Dipakai
untuk membunuh bakteri gram positif maupun
gram negatif Kelompok obat ini tidak dipakai
apabila penisilin biasa seperti penisilin G masih
efektif Efektif melawan Escherichia coli,
Haemophillus influenzae, shigella dysentriae,
Salmonella sp Ampisillin, amoksisilin,
bekampisilin, siklasilin
109. 109. PENISILIN RESISTEN PENISILINASE
Untuk membunuh Staphylococcus aureus
penghasil penisilinase Kloksasilin dan
Dikloksasilin : oral Metisilin, Nafsilin & Oksasilin :
IM, IV Obat gol ini kurang efektif pada gram
negatif Kurang efektif pd gram positif
dibandingkan dgn Penisilin G
110. 110. PENISILIN ANTIPSEUDOMONAS Efektik
untuk Pseudomonas aeruginosa, basilus gram
negatif yg sulit dibasmi Obat ini jg berguna untuk
Proteus sp, Serratia sp, Acinetobacter sp, Klebsiella
pneumoniae Kerjanya mirip aminoglikosida, tapi
kurang toksis dr aminoglikosida
111. 111. FARMAKOKINETIK Amoksisilin diabsorpsi
baik pd GI, 20% berikatan pd protein Kloksasilin
hanya sebagian diabsorpsi, > 90% berikatan dgn
protein, dapat meningkatkan toksisitas t kedua
obat ini singkat, 70% Amoksisilin diekskresikan

lewat urin & 70% Kloksasilin lewat empedu dan


urin
112. 112. FARMAKODINAMIK Amoksisilin dan
Kloksasilin : bakterisidal Mengganggu sintesis
dinding sel : sel bakteri lisis Penambahan Asam
Klavulanat menambah efek Amoksisilin Efek
Amoksisilin dan Kloksasilin berkurang : Eritromisin
dan Tetrasiklin
113. 113. SIDE EFFECT Hipersensitifitas
Superinfeksi Mual, muntah, diare (GI) Ruam
kulit (elergi) Efek elergi terjadi 5-10%
114.

114. 12 2

115. 115. SEFALOSPORIN Sefalosporin dihasilkan


dr jamur genus Cephalosporium acremonium
Jamur ini aktif melawan gram positif dan gram
negatif, tetapi resisten terhadap beta laktamase
Tahun 1960, untuk efektivitasnya maka molekulnya
diubah secara kimia : sefalosporin semisintetik
Mempunyai struktur beta laktam yg dapat
menghambat enzim bakteri yg diperlukan untuk
mensintesis dinding sel
116. 116. AKTIVITAS AM Merupakan AM
betalaktam Menghambat sintesis dinding sel
mikroba Menghambat reaksi transpeptidase,
tahap ketiga dalam reaksi pembentukan dinding
sel Aktif terhadap gram positif maupun negatif
117. 117. SIDE EFFECT Reaksi alergi anafilaksis
Spasme bronkus urtikaria
118.

118. 12 9

119. 119. PENDAHULUAN Malaria : infeksi


protozoa pada sirkulasi sistemik (darah) dan hati

Disebabkan protozoa bersel satu : Plasmodium


Ada 50 spesies Plasmodium, yg menginfeksi hanya
4 spesies P. Falsifarum, P. Vivax, P. Malariae, P.
Ovale
120. 120. DASAR BIOLOGI INFEKSI Plasmodium
masuk tubuh : saliva nyamuk Anopheles betina
(sporozoit) Menetap di sel parenkim hati :skizon
jaringan Fase preeritrosit : 5-16 hari Sizon
jaringan pecah, melepaskan beribu merozoit ke
sirkulasi sistemik Eritrosit pecah melepaskan 624 merozoit ke sirkulasi Gejala khas malaria :
demam dan menggigil
121. 121. Sebagian merozoit berdiferensiasi
menjadi gamet jantan dan betina Pembuahan
terjadi dlm usus nyamuk Zigot berkembang
menjadi sporozoit Pindah ke kelenjar ludah
nyamuk Fase aseksual
122. 122. Malaria tertiana : P. Vivax Malaria
quartana : P. Malariae Malaria tropica : P.
Falsiparum Malaria pernisiosa : P. Ovale
123. 123. KLASIFIKASI Skizontosid jaringan dan
darah : bekerja pada merozoid di eritrosit :
klorokuin, kuinin dan meflokuin Gametositosid :
membunuh gametosid dlm eritrosit shg transmisi
ke nyamuk dihambat : klorokuin, kuinin (P. Vivax, P.
Malariae), primakuin (P. Falsifarum) Sporontosid :
menghambat perkembangan gametosid di tubuh
nyamuk yg menghisap darah pasien : primakuin
dan kloroguanid
124. 124. MEKANISME KERJA Pirimetamin :
hambat as. Folat ke as. folinat sulfadoksin :
menghambat pemanfataan PABA : untuk sintesis
as. Folat Primakuin : hambat sintesis protein

125. 125. PEMBERIAN OBAT Klorokuin (akut &


profilaksis : 300 mg/minggu, 2 minggu sebelum, 4
minggu setelah meninggalkan daerah endemik
Doksisiklin (profilaksis) : 100 mg/hr, 1-2 hr sebelum
dan 4 minggu setelahnya Hidroklorokuin (akut,
profilaksis) : awal 600 mg, lalu 300 mg/minggu
sebelum sampai 4 minggu setelahnya
126. 126. Primakuin (akut, profilaksis) : 15 mg
selama 14 hari Pirimetamin (proflaksis) : 25 mg
setiap minggu hingga 10 minggu Kuinin (akut) :
tunggal atau kombinasi dgn sulfadoksin/doksisiklin
260-650 mg tiap 8 jam selama 6-12 hari
127.

127. 13 8

128. 128. PENDAHULUAN Terjadi pd jaringan yg


memiliki sedikit vaskularisasi (permukaan kulit,
kuku, rambut) Pertumbuhan lambat shg sulit
dibunuh Pembelahan selnya menjadi target
antimikroba Bersifat oportunistik Antifungi
dasarnya membantu sistem imun inang melawan
fungi
129. 129. Kelarutan buruk shg distribusi ke
tempat kerja bermasalah Harus bersifat
Toksisitas selektif Penggolongan antifungi
berdasarkan mekanisme kerja
130. 130. ANTIFUNGI POLIENA Bekerja dgn
mengikat ergosterol Obat : amfoterisin B dan
nistatin Sel mamalia mengandung sterol
(kolesterol), namun afinitas amfoterisin terhadap
ergosterol > kolesterol Gangguan fungsi
membran, elektrolit keluar keluar dari sel
Amfoterisin paling sering digunakan untuk infeksi
fungi dan ragi, pada pasien gangguan sistem imun

131. 131. Amfoterisin diberikan secara IV dan


topikal Toksisitas : nefrotoksisitas Nistatin
sangat toksik : terbatas untuk topikal : C. Albicans
132. 132. ANTIFUNGI AZOL Senyawa azol :
senyawa fungistatik spektrum luas : menghambat
senyawa ergosterol Dibandingkan Imidazol
(memiliki 2 N pada cincin azol), triazol (3 N)
mempunyai ES sedikit, distribusi baik, interaksi
obat sedikit Imidazol aktif secara topikal Triazol
aktif secara sistematik
133. 133. ANTIFUNGI LAIN TERBINAFIN &
GRISEOFULVIN Jaringan target : jaringan yg tdk
bervaskularisasi : rambut, kulit dan kuku Dipakai
secara oral , bukan topikal Terbinafin bekerja :
mencegah sintesis ergosterol Griseofulvin
bekerja : berikatan dgn keratin sel prekursor, shg
sel resisten terhadap infeksi fungus
134.

134. 14 5

135. 135. ANTIVIRUS 3 mekanisme pengontrolan


virus : Vaksinasi : mencegah & mengontrol
penyebaran penyakit Kemoterapi : mengobati
gejala2 penyakit, usaha mengeleminasi virus
Stimulasi mekanisme resistensi alami inang :
mempersingkat durasi penyakit
136. 136. Siklus hidup virus Pelekatan & penetrasi
virus ke sel inang Pelepasan selubung genom
virus di dlm sel Sintesis komponen virus dlm sel
inang Perakitan partikel virus Pelepasan virus
untuk menyebar & menyerang sel inang
137. 137. ANTI-HIV virus imunodefisiensi manusia
(human immunodeficiency virus-HIV), penyebab
dindrom defisinesi imun dapatan (acquired

immune deficiency syndrom- AIDS) : suatu


retrovirus asam nukleat (RNA) Mempunyai enzim
spesifik : transkriptase balik (reverse transcriptaseRT) Enzim ini target utama obat yg berefikasi
melawan HIV
138. 138. Inhibitor RT terbagi atas 3 (berdasar
kemiripan struktur : Nukleosida : abakavir,
didanosin, zidovudin Nonnukleosida : amprenavir,
delavirdin, nevirapin Nukleotida : adefovir,
tenofovir Ketiga inhibitor RT diatas menghambat
pembentukan DNA virus dari RNA oleh RT
139. 139. INFLUENZA Perlindungan utama dgn
vaksinasi Inhibitor neuraminidase : memblok
pelepasan virus influenza dari sel2 yg terinfeksi
Obat : amantadin, rimantadin, oseltamivir
140. 140. ANTIVIRUS LAIN Asiklovir : mengobati
penyakit herpes Pemberian : topikal, IV, oral
Sama dgn inhibitor RT, harus mengalami 3 kali
fosforilasi untuk menjadi aktif Asiklovir trifosfat :
menghambat DNA polimerase virus herpes

Anda mungkin juga menyukai