PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk hidup. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar
yang lebih dari 2/3 bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air
tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air
tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara. Air
tawar
adalah sumber
daya
terbarukan,
meski
suplai
air
bersih
terus
listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi dan tradisi.
Selain itu situ juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi, yaitu dengan
menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir, serta memasok air ke kantungkantung air seperti air tanah, sungai, dan persawahan. Degan demikian, situ dapat
mengendalikan dan meredam banjir pada musim penghujan serta menyimpannya
sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk., 2009).
Situ Gintung merupakan danau buatan yang berada di Kecamatan Ciputat
Timur, Kota Tangerang Selatan dengan luas 21 ha dan volume 2,1 juta m3. Situ
ini dibangun pada tahun 1931-1933 sebagai waduk untuk pengaliran irigasi di
area Ciputat. Saat ini, terjadi perubahan penggunaan lahan dari persawahan dan
perkebunan menjadi area permukiman dan area komersial, di antaranya
perumahan, restoran, tempat wisata, dan areal kampus. Tanggal 27 Maret 2009
terjadi tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung yang diakibatkan karena kurangnya
bantaran sebagai recharge area. Curah hujan tinggi saat itu mempercepat naiknya
permukaan air pada situ yang memang semakin dangkal kemudian memberikan
tekanan yang semakin kuat pada tanggul situ. Jebolnya tanggul Situ Gintung
tahun 2009 membawa perubahan baru berupa revitalisasi areal situ dengan
membangun sempadan untuk ruang terbuka hijau, sehingga diharapkan bisa
menambah recharge area. Badan air Situ Gintung yang dahulunya dimanfaatkan
sebagai tempat wisata air sekarang berubah menjadi pertambakan ikan. Di sisi
lain, Situ Gintung memiliki dua buah inlet (masukan air) yang berasal dari saluran
permukiman penduduk sehingga memiliki beban pencemar yang besar. Selain
berasal dari saluran permukiman, sumber air Situ Gintung berasal dari air hujan.
Pemanfaatan pertambakan ikan di Situ Gintung menimbulkan masalah
tersendiri bagi kesesuaian pemanfaatannya, karena sumber airnya yang berasal
dari saluran permukiman, sehingga air di Situ Gintung merupakan akumulasi
limbah domestik dan juga air hujan. Saat musim kemarau terjadi, beban pencemar
semakin tinggi karena sedikitnya konsentrasi air hujan sebagai pelarut. Di sisi
lain, pada saat musim hujan beban pencemar bisa mengalami pengenceran dengan
air hujan sehingga konsentrasinya berkurang.
1.2. Permasalahan
Situ Gintung yang memiliki dua buah inlet dari saluran permukiman
penduduk turut mengalirkan limbah domestik ke dalam badan air, sehingga
ekosistem pertambakan yang ada dapat terancam. Selain itu sebagian kecil
penduduk yang memanfaatkan air situ untuk kebutuhan sehari-hari juga dapat
terancam kesehatannya. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas air Situ Gintung?
2. Bagaimana karakteristik limbah domestik sebagai inlet Situ Gintung?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui variasi kualitas air Situ Gintung di inlet, tengah, dan outlet pada
setiap strata
2. Mengetahui karakteristik limbah domestik yang masuk dalam badan air Situ
Gintung
3. Mengidentifikasi pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan di
Situ Gintung
4. Mengevaluasi kualitas air Situ Gintung sebagai air baku minum dan kebutuhan
perikanan
profundal. Zonasi kolom air atau open water zone terdisi atas zonasi limnetik,
tropogenetik, kompensasi, dan tropolitik.
a. Supralitoral adalah wilayah di pinggir danau yang masih terkena pengaruh
danau, biasanya berupa daratan yang kadangkala terkena air jika volume air
danau meningkat.
b. Litoral adalah wilayah pinggir danau yang dangkal, dengan batuan dasar
berukuran relatif besar dan cahaya matahari mencapai dasar perairan. Wilayah
ini banyak ditumbuhi tumbuhan akuatik yang mengakar di dasar perairan dan
memiliki keanekaragaman benthos yang cukup tinggi. Wilayah litoral
merupakanwilayah yang mendapat pengaruh pertama kali, jika terjadi erosi
pada daratan di sekitarnya.
c. Sub-litoral adalah wilayah di bawah wilayah litoral, dengan batuan dasar
berukuran lebih kecil dan cahaya matahari sudah berkurang. Wilayah ini masih
mendapat cukup oksigen, namun keanekaragaman benthos sudah berkurang.
Benthos (misalnya moluska) yang telah mati, semula adalah penghuni wilayah
litoral biasanya akan terbenam di wilayah sub-litoral.
d. Profundal adalah wilayah paling dalam dengan suhu yang rendah dan cahaya
matahari sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Jumlah oksigen terlarut
sangat sedikit atau terbentuk suasana anoksik (tak ada oksigen). Meskipun
mengandung banyak gas metana dan karbondioksida, namun kadar ion
hidrogen dalam wilayah ini juga tinggi sehingga pH air rendah karena
keberadaan asam karbonat. Sedimen dasar berukuran sangat kecil (halus).
e. Zona limnetik (pelagik) adalah wilayah perairan yang sudah tidak banyak
mendapat pengaruh dari tepi dan dasar perairan. Zona limnetik dibagi menjadi
zona tropogenik dan tropolitik.
f. Zona tropogenik adalah kolom air dari permukaan yang memiliki aktivitas
fotosintesis intensif hingga kedalaman di mana aktivitas fotosintesis sangat
sedikit. Pada zona ini, kadar oksigen terlarut cukup tinggi. Zona tropogenik
biasanya terletak pada mintakat epilimnion.
g. Zona tropolitik adalah wilayah yang berada di bawah tropogenik. Pada zona
ini, aktivitas respirasi dan dekomposisi dominan, sedangkan aktivitas
fotosintesis sudah tidak ada. Zona ini memiliki kadar oksigen terlarut sangat
rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, namun kadar karbondioksida tinggi.
Zona tropolitik seringkali sama dengan lapisan/zona/mintakat hipolimnion.
h. Zona kompensasi adalah zona antara tropogenik dan tropolitik, dicirikan oleh
aktivitas fotosintesis yang sama dengan respirasi.
Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi
vertikal kolom air pada perairan lentik dikelompokkan menjadi tiga:
a. Lapisan (zona) eufotik yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya
matahari.
b. Lapisan kompensasi yaitu lapisan dengan intensitas cahaya sebesar 1% dari
lapisan permukaan.
c. Lapisan profundal yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi, dengan
intensitas cahaya sangat kecil atau bahkan tidak ada cahaya (afotik).
Berdasarkan perbedaan panas pada setiap kedalaman (dalam bentuk
perbedaan suhu), stratifikasi vertikal kolom air (thermal stratification) pada
perairan dibagi menjadi tiga:
a. Epilimnion, yaitu lapisan bagian atas perairan. Lapisan ini merupakan bagian
yang hangat dengan suhu relatif konstan atau perubahan suhu secara vertikal
sangat kecil. Seluruh massa air pada mintakat ini tercampur baik karena adanya
angin dan gelombang.
b. Termoklin atau metalimnion, yaitu lapisan di bawah epilimnion. Pada lapisan
ini, perubahan suhu dan panas secara vertikal relatif besar; setiap penambahan
kedalaman 1m terjadi penurunan suhu air sekurang-kurangnya 1o C.
c. Hipolimnion yaitu lapisan di bawah metalimnion. Lapisan ini merupakan
lapisan yang lebih dingin, ditandai oleh perbedaan suhu secara vertikal yang
relatif kecil. Massa air pada lapisan ini bersifat stagnan, tidak mengalami
percampuran, dan memiliki densitas yang lebih besar. Di wilayah tropis,
perbedaan suhu air permukaan dengan suhu air bagian dasar hanya sekitar 2 oC3oC.
Lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal kolom air
berdasarkan intensitas cahaya kadang-kadang berada pada posisi yang sama
dengan lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal berdasarkan
perbedaan panas. Lapisan eufotik biasanya juga merupakan lapisan epilimnion
merupakan lapisan yang paling produktif. Lapisan ini mendapat pasokan cahaya
matahari yang cukup sehingga proses fotosintesis berlangsung secara optimum.
Keberadaan oksigen, baik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis maupun difusi
dari udara, juga mencukupi. (Effendi, 2003)
Tiupan angin dan perubahan musim yang mengakibatkan perubahan
intensitas cahaya matahari dan perubahan suhu dapat mengubah atau
menghancurkan stratifikasi vertikal kolom air. Fenomena perubahan stratifikasi
vertikal ini dapat diamati dengan jelas pada perairan tergenang yang terdapat di
wilayah ugahari (temperate) yang memiliki empat musim. (Effendi, 2003)
Stratifikasi vertikal kolom air dapat berlangsung beberapa bulan secara
permanen, tanpa ada percampuran massa air. Berdasarkan percampuran massa air,
danau dibedakan menjadi dua yaitu amiktik dan miktik. Pada danau amiktik, massa
air tidak mengalami percampuran sama sekali, baik percampuran secara vertikal
maupun spasial, sedangkan pada danau miktik, massa air mengalami percampuran
secara vertikal dan spasial. (Effendi, 2003)
Pada thermal stratification terjadi percampuran massa air secara
menyeluruh (holomictik), yakni percampuran yang terjadi pada seluruh massa air,
dari permukaan hingga dasar. Perubahan stratifikasi pada thermal stratification
lebih banyak disebabkan oleh perubahan suhu, yang selanjutnya menyebabkan
perubahan panas dan berat jenis. (Effendi, 2003)
hujan dan menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk.,
2009).
Menurut Susmianto (2004), terdapat berbagai ancaman penyebab
kerusakan ekosistem danau baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia.
Penyebab kerusakan secara alami misal banjir, gempa bumi, dan vulkanik.
Sedangkan ancaman kerusakan yang diakibatkan aktivitas manusia misalnya
sedimentasi, pencemaran (limbah rumahtangga, limbah pertanian,limbah industri),
pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, memasukkan spesies eksotik,
konversi lahan, perubahan sistem hidrologi, serta pembangunan permukiman.
1.5.2. Kualitas Air
Kualitas air dapat diartikan sebagai kondisi kualitatif yang dicerminkan
oleh adanya parameter kimia anorganik, kimia organik, fisik, biologis, dan
radiologis (Martopo, 1987). Kualitas air dapat disimpulkan juga sebagai
karakteristik mutu yang dimanfaatkan untuk pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya air. Kualitas air sangat penting karena dijadikan dasar dan pedoman
untuk melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang sesuai dengan
peruntukannya.
1.5.2.1. Sifat Fisik Air
(1) Suhu
Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen
(Sastrawijaya, 2000). Pembuangan limbah yang dilakukan pada badan air dapat
menimbulkan kenaikan suhu sehingga akan mempengaruhi aktivitas hidrologis di
dalamnya.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,
dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran
10
suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya
algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran
suhu berturut-turut 30-35oC dan 20-30oC. Filum Cyanophyta lebih dapat
bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta
dan diatom (Haslam,1995).
(2) Kecerahan
Kecerahan dapat diidentifikasi dari tingkat kekeruhan air dengan alat
sechi-disk. Kekeruhan terdapat pada kebanyakan air permukaan akibat suspensi
lempung, silt, organik dan anorganik, plankton, dan mikroorganisme lain.
Kekeruhan pada perairan tergenang, misalnya danau, lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus,
sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir disebabkan oleh bahan
tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah
yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat
mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya
lihat organisme akuatik, serta juga dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam
air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan
mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. (Vidyadevi, 2007)
(3) Total Dissolved Solids (TDS)
Selama perjalanannya air dapat melarutkan dan membawa kandungan
material wahana yang dilaluinya. Sehingga selain mengadung unsur-unsur, air
dapat pula mengandung material yang terkandung di dalamnya. Pengukuran
suspensi dilakukan dengan dua cara, yaitu pengendapan dan pemisahan, cara
pengendapan didasari oleh prinsip perubahan berat jenis suatu zat. Artinya karena
berat jenis suatu material yang terlarut dalam air lebih besar daripada berat jenis
air itu sendiri, maka jika didiamkan beberapa saat maka material tersebut lambat
laun akan mengendap. Dengan mengetahui besarnya endapan tersebut secara tidak
11
12
13
yang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air antara lain temperatur,
tekanan udara, dan kadar mineral dalam air. (Effendi, 2003)
Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar
10% (Brown,1987). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik
dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Semakin
tinggi suhu maka kelarutan oksigen berkurang. Kelarutan oksigen dan gas lain
juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut
lebih rendah daripada di perairan tawar.
Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis algae
yang banyak terdapat pada mintakat epilimnion. Pada perairan tergenang yang
dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen
lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. (Effendi, 2003)
(5) Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand merupakan suatu analisa empiris yang
mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar
terjadi di dalam air. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan
bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian
zat-zat organis tersuspensi di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat buangan air penduduk atau industri dan
mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar.
BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat dikomposisi secara
biologis (bioagredable). Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji
(strach), glukosa, aldehida, ester, dsb. Dekomposisi selulosa secara biologis
berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan
tumbuhan dan hewan yag telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan
industri. (Vidyadevi, 2007)
14
dibedakan menjadi limbah padat, cair, dan gas, serta campuran dari limbah
tersebut. Menurut jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik
dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan
sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau
beracun (Manik,2003 dalam Vidyadevi, 2007).
Limbah domestik merupakan hasil buangan yang berasal dari kamar mandi,
kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cucian rumah tangga. Limbah domestik bisa
digolongkan menjadi padat, cair, dan gas (Naryanto, 1995).
Air limbah rumah tangga memiliki sifat fisik tertentu, seperti pada Tabel
1.2. Suhu, kekeruhan, warna, bau, rasa, dan benda padat yang merupakan sifat
fisik air limbah rumah tangga ini memiliki penyebab dan pengaruh tertentu. Pada
dasarnya sifat fisik air limbah bergantung pada bahan yang terlarut pada air
limbah, yaitu bahan panas, organik, anorganik, volatile, dan gas terlarut yang
16
Pengaruh
Kehidupan biologis
kelarutan oksigen/gas
lain, kerapatan air, daya
viskositas, dan tekanan
permukaan
Kekeruhan
Benda tercampur limbah Memantulkan sinar,
padat, garam tanah liat,
mengurangi produksi
bahan organik yang halus oksigen yang dihasilkan
dari buah-buahan asli,
tanaman. Mengotori
algae, organisme kecil
pemandangan dan
mengganggu kehidupan.
Warna
Bahan terlarut seperti
Umumnya tidak
sisa bahan organik dari
berbahaya dan
daun dan tanaman
berpengaruh pada
(kulit,gula,besi), buangan kualitas keindahan air
industri
Bau
Bahan volatile, gas
Petunjuk adanya
terlarut, selalu hasil
pembusukan air limbah
pembusukan bahan
dan merusak keindahan,
organik, minyak utama
untuk itu perlu adanya
dari organisme
pengolahan
Rasa
Bahan penghasil bau,
Mempengaruhi kualitas
benda terlarut beberapa
keindahan air
ion
Benda padat
Benda organik maupun
Mempengaruhi jumlah
anorganik yang terlarut
organik padat, garam,
ataupun tercemar
juga merupakan petunuk
pencemaran atau
kepekatan limbah
meningkat
Sumber: Sugiharto, 1987 dalam Vidyadevi, 2007
Suhu
Penyebab
Kondisi sekitarnya, air
panas yang dibuang dari
rumah maupun industri
17
18
(outlet) dan belum tercemar (inlet dan tengah), dan semua bagian Danau Ruwet
tidak layak untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku air minum.
Ardianoor, dkk. (2003) mengkaji tentang Studi Awal Fitoplankton di
Beberapa Danau Oxbow di Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas air danau terutama kandungan fitoplankton yang berguna
sebagai informasi pengembangan limnologi di daerah gambut. Pengambilan
sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive yang dilakukan
pada lima danau yang berdekatan. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan
hasil bahwa terdapat perbedaan jenis fitoplankton pada masing-masing danau,
terdapat pula perbedaan kadar DO dan pH pada masing-masing danau, dan
ditemukannya fitoplankton jenis kosmopolit.
Nyoman Wijana (2008) meneliti tentang Penentuan Kualitas Air Danau
Batur dengan Indeks Pencemaran Biologik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas air danau melalui indeks pencemaran biologik dan
mengetahui upaya pemanfaatan Danau Batur. Metode pengambilan sampel adalah
secara sistematik.Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa
berdasarkan indeks pencemaran algae, Danau Batur diklasifikasikan sebagai
danau yang belum tercemar, sedangkan berdasarkan indikator Oscilatora, Danau
Batur diklasifikasikan sebagai Danau yang tercemar.
Mohamad
Soerjani
(2009)
meneliti
tentang
Dampak
Kegiatan
Masyarakat pada Kualitas Air Danau Buyan Buleleng. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kegiatan masyarakat sebagau sumber yang potensial dalam
memberikan pemasukan total N dan P serta mengetahui kualitas air danau
parameter N dan P. Metode penelitiannya adalah secara survei dan ex post facto.
Parameter dalam penelitian ini fokus pada N dan P saja. Berdasarkan penelitian
tersebut, didapatkan hasil bahwa kegiatan masyarakat yang memberikan dampak
pemasukan N dan P adalah pertanian, kawasan lindung, tegalan, dan semak serta
pemukiman. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku mutu kelas III dengan
rasio amonia:fosfat adalah 1:6.
19
No
1
Nama
Mayapitha
Vidyadevi
(2006)
Ardianoor,
dkk (2003)
Nyoman
Wijana
(2008)
Judul
Analisis Agihan
Kualitas Air
Danau Ruwet
Kalimantan
Tengah
Studi Awal
Fitoplankton di
Beberapa Danau
Oxbow di Sekitar
Desa Sigi
Kalimantan
Tengah
Penentuan
Kualitas Air
Danau Batur
Tujuan
1. Mengkaji kualitas fisika,
kimia, biologi air Danau
Ruwet di bagian inlet,
tengah, outlet
2. Menentukan tingkat
pencemaran yang terjadi
3. Mengevaluasi kualitas air
Danau Ruwet sebagai
bahan baku air minum dan
ekosistem yang baik untun
perikanan
Metode
1. Metode pengambilan
sampel adalah
purposive
2. Metode analisis data
adalah analisis
laboratorium
1. Metode pengambilan
sampel adalah
purposive, yang
dilakukan di lima
danau yang
berdekatan
1.
1. Metode pengambilan
sampel secara
sistematic
20
1.
2.
3.
2.
3.
Hasil
Kualitas air Danau Ruwet di bagian inlet,
tengah, dan outlet berbeda. Kualitas air di
bagian inlet dan tengah lebih baik daripada
kualitas air di outlet.
Tingkat pencemaran air Danau Ruwet jika
ditinjau dari parameter Dissolved Oxygen
berada dalam tingkat sedang (outlet),
sedangkan bagian inlet&outlet berada dalam
tingkat belum tercemar.
Semua bagian danau tidak layak untuk
dijadikan sebagai sumber bahan baku air
minum. Bagian danau layak untuk perikanan
adalah bagian tengah
Terdapat perbedaan jenis fitoplankton yang
mendominasi pada masing-masing danau
Terdapat perbedaan kadar oksigen terlarut
dan pH pada masing-masing danau.
Ditemukan fitoplankton jenis kosmopolit
yang dikenal dengan Phacun.
Lanjutan Tabel 1.6. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan
No
Nama
Mohamad
Soerjani
(2009)
Auliyannisa
Widyana
(2013)
Judul
melalui Indeks
Pencemaran
Biologik
Dampak Kegiatan
Masyarakat pada
Kualitas Air
Danau Buyan
Buleleng Bali
Kajian Kualitas
Air Situ Gintung,
Kecamatan
Ciputat Timur
Kota Tangerang
Selatan
Tujuan
2. Mengetahui upaya
pemanfaatan Danau Batur
1. Mengetahui kegiatan
masyarakat sebagai sumber
yang potensial dalam
memberikan pemasukan
total N dan P
2. Mengetahui kualitas air
danau parameter N&P dan
menentukan tipe trofik
1. Mengetahui variasi kualitas
air Situ Gintung di inlet,
tengah, outlet pada setiap
strata
2. Mengetahui karakteristik
limbah domestik yang
masuk ke dalam badan air
Situ Gintung
3. Mengidentifikasi pengaruh
limbah domestik terhadap
kegiatan perikanan di Situ
Gintung
4. Mengevaluasi kualitas air
Situ Gintung sebagai air
baku minum dan
kebutuhan perikanan
21
Metode
Stratified random
sampling
Hasil
2. Berdasarkan indikator Oscilatora, Danau
Batur diklasifikasikan sebagai danau yang
tercemar
1. Kegiatan masyarakat yang memberikan
dampak pemasukan total N dan P adalah
pertanian, kawasan lindung, tegalan dan
semak, serta pemukiman
2. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku
mutu kelas III, rasio amonia dan fosfat
adalah 1:6, tipe trofik adalah mesotrofik.
1. Kualitas air di inlet lebih baik daripada di
tengah dan outlet pada bagian permukaan
berdasarkan parameter fisika dan kimia,
sedangkan berdasarkan parameter biologis,
kualitas yang terbaik pada outlet bagian
dasar.
2. Limbah domestik memiliki kadar DO
rendah, serta kadar amonia, phosphat, dan
TDS tinggi.
3. Kegiatan perikanan tidak sesuai karena
rendahnya DO yang merupakan komponen
utama pertumbuhan ikan serta TDS dan
phosphat yang menyebabkan ikan sulit
bernafas.
4. Kualitas air Situ Gintung tidak sesuai untuk
pemanfaatan air baku minum, namun sesuai
untuk perikanan terutama di titik 4
22
Pemanfaatan
Danau/Situ
u
Limbah
Domestik
Inlet
Tengah
Outlet
Sifat Fisik:
Sifat Kimia:
a. Suhu
b. Kecerahan
c. TDS
a.
b.
c.
d.
e.
d.
DO
BOD
COD
Amonia
Phosphat
Sifat
Biologi:
a. Total
Coliform
Kesesuaian
Pemanfaatan Baku Mutu
Air Kelas I dan II
Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
1.8. Hipotesis
1. Kualitas air di outlet Situ Gintung adalah yang terburuk dibanding tengah dan
inlet
2. Limbah domestik mengandung Total Coliform tinggi dan kadar DO yang
rendah dengan debit limbah yang rendah.
3. Limbah
domestik
menurunkan
kadar
produktivitas perikanan
23
DO
sehingga
mempengaruhi
4. Kualitas air Situ Gintung tidak memenuhi baku mutu kelas I, sehingga tidak
layak dikonsumsi sebagai air baku minum, namun memenuhi baku mutu
perikanan.
24