Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan

makhluk hidup. 97% air di bumi adalah air asin dan hanya 3% berupa air tawar
yang lebih dari 2/3 bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air
tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air
tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara. Air
tawar

adalah sumber

daya

terbarukan,

meski

suplai

air

bersih

terus

berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa bagian di dunia


dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan
terhadap air bersih (Wikipedia, 2012). Air permukaan merupakan air yang paling
mudah didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk
lainnya. Kebutuhan air yang terus meningkat tidak sebanding dengan kondisi fisik
dan kimia air di negara kita masih belum sepenuhnya layak untuk digunakan.
Kualitas dan kuantitas air di setiap wilayah akan berbeda-beda. Ada daerah yang
kaya air bersih, ada juga yang kekeringan. Salah satu upaya penampungan air
adalah pembuatan situ.
Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk
secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan
salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung
(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Ruang,
2003). Pada dasarnya, situ memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan
fungsi sosial. Fungsi ekologi situ adalah sebagai pengatur air, pengendali banjir,
habitat hidup liar yang dilindungi atau spesies serta penambat sedimen, unsur
hara, dan bahan pencemar. Fungsi sosialnya adalah memenuhi kebutuhan hidup
manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana
transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit

listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi dan tradisi.
Selain itu situ juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi, yaitu dengan
menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir, serta memasok air ke kantungkantung air seperti air tanah, sungai, dan persawahan. Degan demikian, situ dapat
mengendalikan dan meredam banjir pada musim penghujan serta menyimpannya
sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk., 2009).
Situ Gintung merupakan danau buatan yang berada di Kecamatan Ciputat
Timur, Kota Tangerang Selatan dengan luas 21 ha dan volume 2,1 juta m3. Situ
ini dibangun pada tahun 1931-1933 sebagai waduk untuk pengaliran irigasi di
area Ciputat. Saat ini, terjadi perubahan penggunaan lahan dari persawahan dan
perkebunan menjadi area permukiman dan area komersial, di antaranya
perumahan, restoran, tempat wisata, dan areal kampus. Tanggal 27 Maret 2009
terjadi tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung yang diakibatkan karena kurangnya
bantaran sebagai recharge area. Curah hujan tinggi saat itu mempercepat naiknya
permukaan air pada situ yang memang semakin dangkal kemudian memberikan
tekanan yang semakin kuat pada tanggul situ. Jebolnya tanggul Situ Gintung
tahun 2009 membawa perubahan baru berupa revitalisasi areal situ dengan
membangun sempadan untuk ruang terbuka hijau, sehingga diharapkan bisa
menambah recharge area. Badan air Situ Gintung yang dahulunya dimanfaatkan
sebagai tempat wisata air sekarang berubah menjadi pertambakan ikan. Di sisi
lain, Situ Gintung memiliki dua buah inlet (masukan air) yang berasal dari saluran
permukiman penduduk sehingga memiliki beban pencemar yang besar. Selain
berasal dari saluran permukiman, sumber air Situ Gintung berasal dari air hujan.
Pemanfaatan pertambakan ikan di Situ Gintung menimbulkan masalah
tersendiri bagi kesesuaian pemanfaatannya, karena sumber airnya yang berasal
dari saluran permukiman, sehingga air di Situ Gintung merupakan akumulasi
limbah domestik dan juga air hujan. Saat musim kemarau terjadi, beban pencemar
semakin tinggi karena sedikitnya konsentrasi air hujan sebagai pelarut. Di sisi
lain, pada saat musim hujan beban pencemar bisa mengalami pengenceran dengan
air hujan sehingga konsentrasinya berkurang.

Penelitian kualitas air Situ Gintung ini dilakukan berdasarkan pentingnya


mengetahui kualitas air sebelum dimanfaatkan. Siklus hidrologi akan terus
berjalan, mulai dari hujan yang kemudian terinfiltrasi ke dalam tanah dan
sebagian menjadi aliran permukaan. Air tanah akan dimanfaatkan manusia dan
makhluk hidup lainnya, sehingga kualitasnya harus tetap terjaga. Air limbah
domestik manusia kemudian akan mengalir dari saluran perumahan ke sungai, dan
akan kembali dimanfaatkan manusia, sehingga kualitas air harus selalu terjaga.
Danau atau situ memiliki strata perlapisan yang memiliki karakteristik
masing-masing dalam perlapisannya. Adanya angin menyebabkan arus dalam
danau. Arus ini menyebabkan gerakan turbulence pada permukaan maupun dasar
danau, sehingga mempengaruhi perbedaan kualitas air danau pada setiap
perlapisannya. Agihan kualitas air danau diketahui secara vertikal menurut strata
dan horizontal menurut inlet, tengah, dan outlet dengan parameter sifat fisik,
kimia, dan biologisnya.
Penelitian kualitas air Situ Gintung merupakan salah satu langkah untuk
memberikan rekomendasi kesesuaian pemanfaatan pasca bencana. Sampel air
dapat dibandingkan dengan baku mutu air kelas I, II, dan kebutuhan perikanan
maka dapat dihasilkan pemanfaatan mana yang paling tepat untuk Situ Gintung.

1.2. Permasalahan
Situ Gintung yang memiliki dua buah inlet dari saluran permukiman
penduduk turut mengalirkan limbah domestik ke dalam badan air, sehingga
ekosistem pertambakan yang ada dapat terancam. Selain itu sebagian kecil
penduduk yang memanfaatkan air situ untuk kebutuhan sehari-hari juga dapat
terancam kesehatannya. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas air Situ Gintung?
2. Bagaimana karakteristik limbah domestik sebagai inlet Situ Gintung?

3. Bagaimana pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan?


4. Bagaimana kesesuaian pemanfaatan air Situ Gintung sebagai air baku air
minum penduduk dan kebutuhan perikanan?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui variasi kualitas air Situ Gintung di inlet, tengah, dan outlet pada
setiap strata
2. Mengetahui karakteristik limbah domestik yang masuk dalam badan air Situ
Gintung
3. Mengidentifikasi pengaruh limbah domestik terhadap kegiatan perikanan di
Situ Gintung
4. Mengevaluasi kualitas air Situ Gintung sebagai air baku minum dan kebutuhan
perikanan

1.4. Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang terkait
dengan pemanfaatan Situ Gintung baik itu untuk masyarakat maupun instansi
terkait. Kegunaan penelitian Kajian Kualitas Air Situ Gintung diantaranya:
a. Bagi peneliti, untuk memenuhi syarat kelulusan S1 sekaligus ajang
peningkatan kemampuan dan pengetahuan dalam pelaksanaan penelitian.
b. Bagi Fakultas Geografi UGM, diharapkan penelitian ini mampu memperkaya
penelitian sehingga dapat bermanfaat untuk ke depannya.
c. Bagi instansi pemerintah Badan Lingkungan Hidup Tangerang Selatan
diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu data kualitas air dari
beberapa situ yang berada di Tangerang Selatan.
d. Bagi instansi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane sebagai
pengelola di Situ Gintung, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan
untuk arahan pengelolaan kawasan Situ Gintung.

e. Bagi masyarakat setempat, diharapkan dapat mengetahui bagaimana kualitas


air Situ Gintung sehingga dapat memanfaatkan sesuai dengan peruntukan dan
melindungi kesehatan lingkungan mereka.

1.5. Tinjauan Pustaka


1.5.1. Danau/Situ
Danau merupakan cekungan yang terjadi karena peristiwa alami atau
sengaja dibuat manusia untuk menampung dan menyimpan air yang berasal dari
hujan, mata air, dan atau air sungai (Susmianto,2004). Pengertian Situ menurut
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Penataan
Ruang (2003) adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk
secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan
salah satu bagian juga yang berperan potensial dalam kawasan lindung.
Danau-danau di Indonesia terbentuk secara alamiah dan buatan akibat
aktivitas manusia. Menurut Naryanto, dkk. (2009), genesa atau asal kejadian
danau atau reservoir di Indonesiadapat dikelompokkan ke dalam 14 tipologi yaitu
tektonik, tekto-vulkanik, vulkanik, kawah, kaldera, patahan lingkar kaldera,
paparan banjir, oxbow, ongsoran, pelarutan, mprain/gletser, embung buatan, dan
sisa galian kolong.
Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0.001-0.01 m/detik)
atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu waktu tinggal (residence time) air
dapat berlangsung lama. Arus air di danau dapat bergerak ke berbagai arah.
Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal.
Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim. (Effendi, 2003)
Menurut Cole (1988), zonasi (perwilayahan) perairan tergenang (danau)
dibagi menjadi dua, yaitu zonasi benthos dan zonase kolom air. Zonasi benthos
juga disebut zonasi dasar, terdiri atas supra-litoral, litoral, sub-litoral, dan

profundal. Zonasi kolom air atau open water zone terdisi atas zonasi limnetik,
tropogenetik, kompensasi, dan tropolitik.
a. Supralitoral adalah wilayah di pinggir danau yang masih terkena pengaruh
danau, biasanya berupa daratan yang kadangkala terkena air jika volume air
danau meningkat.
b. Litoral adalah wilayah pinggir danau yang dangkal, dengan batuan dasar
berukuran relatif besar dan cahaya matahari mencapai dasar perairan. Wilayah
ini banyak ditumbuhi tumbuhan akuatik yang mengakar di dasar perairan dan
memiliki keanekaragaman benthos yang cukup tinggi. Wilayah litoral
merupakanwilayah yang mendapat pengaruh pertama kali, jika terjadi erosi
pada daratan di sekitarnya.
c. Sub-litoral adalah wilayah di bawah wilayah litoral, dengan batuan dasar
berukuran lebih kecil dan cahaya matahari sudah berkurang. Wilayah ini masih
mendapat cukup oksigen, namun keanekaragaman benthos sudah berkurang.
Benthos (misalnya moluska) yang telah mati, semula adalah penghuni wilayah
litoral biasanya akan terbenam di wilayah sub-litoral.
d. Profundal adalah wilayah paling dalam dengan suhu yang rendah dan cahaya
matahari sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Jumlah oksigen terlarut
sangat sedikit atau terbentuk suasana anoksik (tak ada oksigen). Meskipun
mengandung banyak gas metana dan karbondioksida, namun kadar ion
hidrogen dalam wilayah ini juga tinggi sehingga pH air rendah karena
keberadaan asam karbonat. Sedimen dasar berukuran sangat kecil (halus).
e. Zona limnetik (pelagik) adalah wilayah perairan yang sudah tidak banyak
mendapat pengaruh dari tepi dan dasar perairan. Zona limnetik dibagi menjadi
zona tropogenik dan tropolitik.
f. Zona tropogenik adalah kolom air dari permukaan yang memiliki aktivitas
fotosintesis intensif hingga kedalaman di mana aktivitas fotosintesis sangat
sedikit. Pada zona ini, kadar oksigen terlarut cukup tinggi. Zona tropogenik
biasanya terletak pada mintakat epilimnion.

g. Zona tropolitik adalah wilayah yang berada di bawah tropogenik. Pada zona
ini, aktivitas respirasi dan dekomposisi dominan, sedangkan aktivitas
fotosintesis sudah tidak ada. Zona ini memiliki kadar oksigen terlarut sangat
rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, namun kadar karbondioksida tinggi.
Zona tropolitik seringkali sama dengan lapisan/zona/mintakat hipolimnion.
h. Zona kompensasi adalah zona antara tropogenik dan tropolitik, dicirikan oleh
aktivitas fotosintesis yang sama dengan respirasi.
Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi
vertikal kolom air pada perairan lentik dikelompokkan menjadi tiga:
a. Lapisan (zona) eufotik yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya
matahari.
b. Lapisan kompensasi yaitu lapisan dengan intensitas cahaya sebesar 1% dari
lapisan permukaan.
c. Lapisan profundal yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi, dengan
intensitas cahaya sangat kecil atau bahkan tidak ada cahaya (afotik).
Berdasarkan perbedaan panas pada setiap kedalaman (dalam bentuk
perbedaan suhu), stratifikasi vertikal kolom air (thermal stratification) pada
perairan dibagi menjadi tiga:
a. Epilimnion, yaitu lapisan bagian atas perairan. Lapisan ini merupakan bagian
yang hangat dengan suhu relatif konstan atau perubahan suhu secara vertikal
sangat kecil. Seluruh massa air pada mintakat ini tercampur baik karena adanya
angin dan gelombang.
b. Termoklin atau metalimnion, yaitu lapisan di bawah epilimnion. Pada lapisan
ini, perubahan suhu dan panas secara vertikal relatif besar; setiap penambahan
kedalaman 1m terjadi penurunan suhu air sekurang-kurangnya 1o C.
c. Hipolimnion yaitu lapisan di bawah metalimnion. Lapisan ini merupakan
lapisan yang lebih dingin, ditandai oleh perbedaan suhu secara vertikal yang
relatif kecil. Massa air pada lapisan ini bersifat stagnan, tidak mengalami
percampuran, dan memiliki densitas yang lebih besar. Di wilayah tropis,

perbedaan suhu air permukaan dengan suhu air bagian dasar hanya sekitar 2 oC3oC.
Lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal kolom air
berdasarkan intensitas cahaya kadang-kadang berada pada posisi yang sama
dengan lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal berdasarkan
perbedaan panas. Lapisan eufotik biasanya juga merupakan lapisan epilimnion
merupakan lapisan yang paling produktif. Lapisan ini mendapat pasokan cahaya
matahari yang cukup sehingga proses fotosintesis berlangsung secara optimum.
Keberadaan oksigen, baik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis maupun difusi
dari udara, juga mencukupi. (Effendi, 2003)
Tiupan angin dan perubahan musim yang mengakibatkan perubahan
intensitas cahaya matahari dan perubahan suhu dapat mengubah atau
menghancurkan stratifikasi vertikal kolom air. Fenomena perubahan stratifikasi
vertikal ini dapat diamati dengan jelas pada perairan tergenang yang terdapat di
wilayah ugahari (temperate) yang memiliki empat musim. (Effendi, 2003)
Stratifikasi vertikal kolom air dapat berlangsung beberapa bulan secara
permanen, tanpa ada percampuran massa air. Berdasarkan percampuran massa air,
danau dibedakan menjadi dua yaitu amiktik dan miktik. Pada danau amiktik, massa
air tidak mengalami percampuran sama sekali, baik percampuran secara vertikal
maupun spasial, sedangkan pada danau miktik, massa air mengalami percampuran
secara vertikal dan spasial. (Effendi, 2003)
Pada thermal stratification terjadi percampuran massa air secara
menyeluruh (holomictik), yakni percampuran yang terjadi pada seluruh massa air,
dari permukaan hingga dasar. Perubahan stratifikasi pada thermal stratification
lebih banyak disebabkan oleh perubahan suhu, yang selanjutnya menyebabkan
perubahan panas dan berat jenis. (Effendi, 2003)

Berdasarkan tingkat kesuburannya (trophic status), danau dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Oligotrofik (miskin unsur hara dan produktivitas rendah), yaitu perairan dengan
produktivitas primer dan biomassa rendah. Perairan ini memiliki kadar unsur
hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen.
b. Mesotrofik (unsur hara dan produktivitas sedang), yaitu perairan dengan
produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan peralihan
antara oligotrofik dan eutrofik.
c. Eutrofik (kaya unsur hara dan produktivitas tinggi), yaitu perairan dengan
kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini memiliki
tingkat kecerahan yang rendah dan kadar oksigen pada lapisan hipolimnion
dapat lebih kecil dari 1mg/liter.
d. Hiper-eutrofik, yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas
primer sangat tinggi. Pada perairan ini, kondisi anoksik (tidak terdapat oksigen)
terjadi pada lapisan hipolimnion.
e. Distrofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik
misalnya asam humus dan fulvic. (Effendi, 2003)
Pada dasarnya danau memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai fungsi
ekologi dan fungsi sosial-ekonomi-budaya. Fungsi ekologi danau adalah sebagai
pengatur tata air, pengendali banjir, habitat hidupan liar atau spesies yang
dilindungi atau endemik, serta penambat sedimen, unsur hara, dan bahan
pencemar. Fungsi sosial-ekonomi-budaya danau adalah memenuhi kebutuhan
hidup manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana
transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit
tenaga listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi, dan
tradisi. Selain itu, danau juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi; yaitu
dengan menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir sungai, serta memasok air
ke kantung-kantung air lain seperti akuifer (airtanah), sungai, dan persawahan.
Dengan demikian danau dapat mengendalikan dan meredam banjir pada musim

hujan dan menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk.,
2009).
Menurut Susmianto (2004), terdapat berbagai ancaman penyebab
kerusakan ekosistem danau baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia.
Penyebab kerusakan secara alami misal banjir, gempa bumi, dan vulkanik.
Sedangkan ancaman kerusakan yang diakibatkan aktivitas manusia misalnya
sedimentasi, pencemaran (limbah rumahtangga, limbah pertanian,limbah industri),
pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, memasukkan spesies eksotik,
konversi lahan, perubahan sistem hidrologi, serta pembangunan permukiman.
1.5.2. Kualitas Air
Kualitas air dapat diartikan sebagai kondisi kualitatif yang dicerminkan
oleh adanya parameter kimia anorganik, kimia organik, fisik, biologis, dan
radiologis (Martopo, 1987). Kualitas air dapat disimpulkan juga sebagai
karakteristik mutu yang dimanfaatkan untuk pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya air. Kualitas air sangat penting karena dijadikan dasar dan pedoman
untuk melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang sesuai dengan
peruntukannya.
1.5.2.1. Sifat Fisik Air
(1) Suhu
Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen
(Sastrawijaya, 2000). Pembuangan limbah yang dilakukan pada badan air dapat
menimbulkan kenaikan suhu sehingga akan mempengaruhi aktivitas hidrologis di
dalamnya.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,
dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran
10

suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya
algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran
suhu berturut-turut 30-35oC dan 20-30oC. Filum Cyanophyta lebih dapat
bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta
dan diatom (Haslam,1995).

(2) Kecerahan
Kecerahan dapat diidentifikasi dari tingkat kekeruhan air dengan alat
sechi-disk. Kekeruhan terdapat pada kebanyakan air permukaan akibat suspensi
lempung, silt, organik dan anorganik, plankton, dan mikroorganisme lain.
Kekeruhan pada perairan tergenang, misalnya danau, lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus,
sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir disebabkan oleh bahan
tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah
yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat
mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya
lihat organisme akuatik, serta juga dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam
air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan
mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. (Vidyadevi, 2007)
(3) Total Dissolved Solids (TDS)
Selama perjalanannya air dapat melarutkan dan membawa kandungan
material wahana yang dilaluinya. Sehingga selain mengadung unsur-unsur, air
dapat pula mengandung material yang terkandung di dalamnya. Pengukuran
suspensi dilakukan dengan dua cara, yaitu pengendapan dan pemisahan, cara
pengendapan didasari oleh prinsip perubahan berat jenis suatu zat. Artinya karena
berat jenis suatu material yang terlarut dalam air lebih besar daripada berat jenis
air itu sendiri, maka jika didiamkan beberapa saat maka material tersebut lambat
laun akan mengendap. Dengan mengetahui besarnya endapan tersebut secara tidak

11

langsung dapat diketahui besarnya suspensi. Sementara itu cara pemisahan


dilakukan dengan mendasarkan prinsip bahwa jika banyaknya material yang
tersuspensi dapat diketahui beratnya, maka secara langsung dapat diketahui suatu
suspensi pada suatu contoh air. (Effendi, 2003)
Berdasarkan Tabel 1.1., Nilai TSS yang sesuai untuk kegiatan perikanan
adalah <25 mg/l, di mana pada nilai ini keberadaan TSS tidak berpengaruh
terhadap kegiatan perikanan, kemudian untuk nilai 25-80 mg/l memiliki sedikit
pengaruh terhadap perikanan. Kandungan TSS mulai 81-400 mg/l memiliki
pengaruh kurang baik untuk perikanan hingga >400 mg/l yang tidak baik untuk
perikanan.
Tabel 1.1. Kesesuaian Perairan untuk Kepentingan Perikanan Berdasarkan Nilai
TSS
Nilai TSS (mg/liter)
<25
25-80
81-400
>400

Pengaruh terhadap perikanan


Tidak berpengaruh
Sedikit berpengaruh
Kurang baik bagi kepentingan perikanan
Tidak baik bagi kepentingan perikanan

Sumber: Effendi, 2003


1.5.2.2. Sifat Kimia Air
(1) pH
Kadar asam atau basa suatu larutan ditunjukkan melalui pH, yaitu
konsentrasi ion hidrogen efektif atau merupakan aktivitas ion hidrogen. Ion
hidrogen merupakan faktor utama untuk mengetahui suatu reaksi kimiawi. Ion
hidrogen selalu ada dalam keseimbangan dinamis dengan air, yang membentuk
suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran
air di mana sumber ion hidrogen tidak pernah habis. Ion hidrogen tidak hanya
unsur molekul H2O saja tetapi juga merupakan unsur dari senyawa lain, hingga
jumlah reaksi tanpa H+ dikatakan sedikit saja.

12

pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang


dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah.
Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis tinggi
(pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia. Amonia yang tak terionisasi ini lebih
mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan amonium
(Tebbut,1992).
(2) Amonia (NH3)
NH3 (amonia) merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4 pada pH
rendah dan amonium. Amoniak berasal dari air seni dan tinja serta hasil oksidasi
zat organik secara mikrobiologis, yaitu yang berasal dari air buangan industri dan
penduduk. Karena rasaya tidak enak, maka kadarnya dalam air minum harus nol.
(Vidyadevi, 2007)
(3) Phospat (PO4)
Phospat terdapat dalam air alam atau limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat, dan fosfat-organis. Setiap nyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk
terlarut, tersuspensi, atau terikat di dalam sel organisme air. Fosfat dapat berasal
dari limbah penduduk, industri, dan pertanian. Pemilihan senyawa fosfat yang
akan dianalisa tergantung dari keperluan pemeriksaan dan keadaan badan air.
Untuk sampel air alam yang jernih dan diperuntukkan bagi air minum, misalnya
mungkin hanya diperlukan pemeriksaan fosfat atau ortofosfat terlarut. (Vidyadevi,
2007)
(4) Dissolved Oxygen (DO)
Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Adanya oksigen
terlarut di dalam air sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme air.
Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak
tergantung pada cukup tidaknya oksigen terlarut (DO). Oksigen terlarut dalam air
berasal dari udara dan proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Beberapa faktor

13

yang berpengaruh terhadap oksigen terlarut dalam air antara lain temperatur,
tekanan udara, dan kadar mineral dalam air. (Effendi, 2003)
Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar
10% (Brown,1987). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik
dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Semakin
tinggi suhu maka kelarutan oksigen berkurang. Kelarutan oksigen dan gas lain
juga berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut
lebih rendah daripada di perairan tawar.
Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis algae
yang banyak terdapat pada mintakat epilimnion. Pada perairan tergenang yang
dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen
lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. (Effendi, 2003)
(5) Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand merupakan suatu analisa empiris yang
mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar
terjadi di dalam air. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan
bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian
zat-zat organis tersuspensi di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat buangan air penduduk atau industri dan
mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar.
BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat dikomposisi secara
biologis (bioagredable). Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji
(strach), glukosa, aldehida, ester, dsb. Dekomposisi selulosa secara biologis
berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan hasil pembusukan
tumbuhan dan hewan yag telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan
industri. (Vidyadevi, 2007)

14

(6) Chemical Oxygen Demand (COD)


Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air,
dalam hal ini K7Cr7O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang
secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. (Vidyadevi, 2007)

1.5.2.3. Sifat Biologis Air


(1) Bakteri E-coli
Organisme air yang dapat digunakan sebagai indikator biologi adalah
bakteri. Kandungan bakteri coli menunjukkan terjadinya kontaminasi oleh
organisme patogen, sehingga kehadiran bakteri coli dapat dijadikan petunjuk
pencemaran air yang berasal dari limbah domestik tinja manusia. (Vidyadevi,
2007)

1.5.3. Pencemaran Air


Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen lainnya ke dalam air atau berubahnya tatanan udara oleh
kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai peruntukannya (Fardiaz, 1995 dalam Vidyadevi, 2007). Batasan
pencemaran air ditentukan berdasarkan parameter-parameter yang terkonsentrasi
dalam air, yang akan menentukan kualitas air tersebut (Ariandhati, 2005 dalam
Vidyadevi, 2007).
Menurut Wardiyatmoko (2012) dalam Vidyadevi (2007), pencemaran air
adalah keberadaan konsentrasi suatu zat pengotor dalam air dalam waktu cukup
15

lama sehingga dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Pencemaran air dapat


menyebabkan berkurangnya persediaan air bersih dan berpengaruh terhadap
kesehatan manusia dan makhluk hidup lain. Jumlah zat pencemar yang masuk ke
dalam air pada waktu tertentu mempengaruhi tingkat pencemaran.
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:
a. Adanya perubahan suhu air
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen
c. Adanya perubahan warna, bau, rasa air
d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut
e. Adanya mikroorganisme
f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
Menurut sumbernya limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan menjadi
limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium dan rumah sakit, limbah
pertanian dan peternakan, serta limbah wisata.

Menurut bentuknya, limbah

dibedakan menjadi limbah padat, cair, dan gas, serta campuran dari limbah
tersebut. Menurut jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik
dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan
sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau
beracun (Manik,2003 dalam Vidyadevi, 2007).
Limbah domestik merupakan hasil buangan yang berasal dari kamar mandi,
kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cucian rumah tangga. Limbah domestik bisa
digolongkan menjadi padat, cair, dan gas (Naryanto, 1995).
Air limbah rumah tangga memiliki sifat fisik tertentu, seperti pada Tabel
1.2. Suhu, kekeruhan, warna, bau, rasa, dan benda padat yang merupakan sifat
fisik air limbah rumah tangga ini memiliki penyebab dan pengaruh tertentu. Pada
dasarnya sifat fisik air limbah bergantung pada bahan yang terlarut pada air
limbah, yaitu bahan panas, organik, anorganik, volatile, dan gas terlarut yang

16

kemudian memberikan pengaruh pencemaran air dan menyebabkan terganggunya


kehidupan biota air.

Tabel 1.2. Sifat Fisik dari Air Limbah Rumah Tangga


Sifat

Pengaruh
Kehidupan biologis
kelarutan oksigen/gas
lain, kerapatan air, daya
viskositas, dan tekanan
permukaan
Kekeruhan
Benda tercampur limbah Memantulkan sinar,
padat, garam tanah liat,
mengurangi produksi
bahan organik yang halus oksigen yang dihasilkan
dari buah-buahan asli,
tanaman. Mengotori
algae, organisme kecil
pemandangan dan
mengganggu kehidupan.
Warna
Bahan terlarut seperti
Umumnya tidak
sisa bahan organik dari
berbahaya dan
daun dan tanaman
berpengaruh pada
(kulit,gula,besi), buangan kualitas keindahan air
industri
Bau
Bahan volatile, gas
Petunjuk adanya
terlarut, selalu hasil
pembusukan air limbah
pembusukan bahan
dan merusak keindahan,
organik, minyak utama
untuk itu perlu adanya
dari organisme
pengolahan
Rasa
Bahan penghasil bau,
Mempengaruhi kualitas
benda terlarut beberapa
keindahan air
ion
Benda padat
Benda organik maupun
Mempengaruhi jumlah
anorganik yang terlarut
organik padat, garam,
ataupun tercemar
juga merupakan petunuk
pencemaran atau
kepekatan limbah
meningkat
Sumber: Sugiharto, 1987 dalam Vidyadevi, 2007
Suhu

Penyebab
Kondisi sekitarnya, air
panas yang dibuang dari
rumah maupun industri

17

1.5.4. Baku Mutu Air


Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain yang ada, atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan
peruntukannya (PP No.82 2001). Di Indonesia terdapat dua macam baku mutu
yang dapat digunakan di dalam evaluasi, yaitu baku mutu nasional yang
dikeluarkan KLH dan baku mutu daerah (propinsi). Baku mutu dari KLH pada
umumnya lebih bersifat global dan dengan batasan kisaran yang lebih longgar,
sementrara baku mutu daerah biasanya lebih detail dan ketat. Hal ini dapat
dipahami karena pada dasarnya setiap daerah memiliki spesifikasi sendiri-sendiri
sehingga dasar baku mutu airpun dapat berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu
dalam mengevaluasi kualitas air di suatu daerah sebaiknya didasarkan pada baku
mutu air di daerah yang bersangkutan.
1.6. Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang kualitas air danau sebelumnya pernah dilakukan
berkaitan dengan agihan kualitas air, kandungan fitoplankton, indeks pencemaran
biologik, dan berkaitan dengan dampak masyarakat. Penelitian ini diantaranya
dilakukan oleh Mayapitha Vidyadevi (2007), Ardianoor (2003), Nyoman Wijana
(2008), dan Mohammad Soerjani (2009).
Mayapitha Vidyadevi (2007) meneliti tentang Agihan Kualitas Air
Danau Ruwet Kalimantan Tengah. Penelitian ini betujuan untuk mengkaji kualitas
air di inlet, tengah, dan outlet danau, menentukan tingkat pencemaran, dan
mengevaluasi kualitas air danau sebagai bahan baku air minum. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan sampel purposive, di
mana sampel diambil pada 10 titik yang mewakili bagian inlet, tengah, dan outlet
danau, kemudian metode analisisnya menggunakan analisis laboratorium. Dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas Danau Ruwet yang terbaik
adalah bagian inlet dan tengah, tinkat pencemaran termasuk dalam tingkat sedang

18

(outlet) dan belum tercemar (inlet dan tengah), dan semua bagian Danau Ruwet
tidak layak untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku air minum.
Ardianoor, dkk. (2003) mengkaji tentang Studi Awal Fitoplankton di
Beberapa Danau Oxbow di Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas air danau terutama kandungan fitoplankton yang berguna
sebagai informasi pengembangan limnologi di daerah gambut. Pengambilan
sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive yang dilakukan
pada lima danau yang berdekatan. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan
hasil bahwa terdapat perbedaan jenis fitoplankton pada masing-masing danau,
terdapat pula perbedaan kadar DO dan pH pada masing-masing danau, dan
ditemukannya fitoplankton jenis kosmopolit.
Nyoman Wijana (2008) meneliti tentang Penentuan Kualitas Air Danau
Batur dengan Indeks Pencemaran Biologik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas air danau melalui indeks pencemaran biologik dan
mengetahui upaya pemanfaatan Danau Batur. Metode pengambilan sampel adalah
secara sistematik.Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa
berdasarkan indeks pencemaran algae, Danau Batur diklasifikasikan sebagai
danau yang belum tercemar, sedangkan berdasarkan indikator Oscilatora, Danau
Batur diklasifikasikan sebagai Danau yang tercemar.
Mohamad

Soerjani

(2009)

meneliti

tentang

Dampak

Kegiatan

Masyarakat pada Kualitas Air Danau Buyan Buleleng. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kegiatan masyarakat sebagau sumber yang potensial dalam
memberikan pemasukan total N dan P serta mengetahui kualitas air danau
parameter N dan P. Metode penelitiannya adalah secara survei dan ex post facto.
Parameter dalam penelitian ini fokus pada N dan P saja. Berdasarkan penelitian
tersebut, didapatkan hasil bahwa kegiatan masyarakat yang memberikan dampak
pemasukan N dan P adalah pertanian, kawasan lindung, tegalan, dan semak serta
pemukiman. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku mutu kelas III dengan
rasio amonia:fosfat adalah 1:6.

19

Tabel 1.3. Perbandingan Penelitian Sebelum dengan Penelitian yang Dilakukan

No
1

Nama
Mayapitha
Vidyadevi
(2006)

Ardianoor,
dkk (2003)

Nyoman
Wijana
(2008)

Judul
Analisis Agihan
Kualitas Air
Danau Ruwet
Kalimantan
Tengah

Studi Awal
Fitoplankton di
Beberapa Danau
Oxbow di Sekitar
Desa Sigi
Kalimantan
Tengah
Penentuan
Kualitas Air
Danau Batur

Tujuan
1. Mengkaji kualitas fisika,
kimia, biologi air Danau
Ruwet di bagian inlet,
tengah, outlet
2. Menentukan tingkat
pencemaran yang terjadi
3. Mengevaluasi kualitas air
Danau Ruwet sebagai
bahan baku air minum dan
ekosistem yang baik untun
perikanan

Metode
1. Metode pengambilan
sampel adalah
purposive
2. Metode analisis data
adalah analisis
laboratorium

1. Mengetahui kondisi awal


beberapa sifat fisik, kimia,
dan biologi, khususnya
fitoplankton yang berguna
sebagai informasi untuk
pengembangan limnologi di
daerah lahan gambut
1. Mengetahui kualitas air
Danau Batur melalui indeks
pencemaran biologik

1. Metode pengambilan
sampel adalah
purposive, yang
dilakukan di lima
danau yang
berdekatan

1.

1. Metode pengambilan
sampel secara
sistematic

1. Berdasarkan indikator pencemaran algae,


Danau Batur diklasifikasikan sebagai danau
yang belum tercemar

20

1.

2.

3.

2.
3.

Hasil
Kualitas air Danau Ruwet di bagian inlet,
tengah, dan outlet berbeda. Kualitas air di
bagian inlet dan tengah lebih baik daripada
kualitas air di outlet.
Tingkat pencemaran air Danau Ruwet jika
ditinjau dari parameter Dissolved Oxygen
berada dalam tingkat sedang (outlet),
sedangkan bagian inlet&outlet berada dalam
tingkat belum tercemar.
Semua bagian danau tidak layak untuk
dijadikan sebagai sumber bahan baku air
minum. Bagian danau layak untuk perikanan
adalah bagian tengah
Terdapat perbedaan jenis fitoplankton yang
mendominasi pada masing-masing danau
Terdapat perbedaan kadar oksigen terlarut
dan pH pada masing-masing danau.
Ditemukan fitoplankton jenis kosmopolit
yang dikenal dengan Phacun.

Lanjutan Tabel 1.6. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan
No

Nama

Mohamad
Soerjani
(2009)

Auliyannisa
Widyana
(2013)

Judul
melalui Indeks
Pencemaran
Biologik
Dampak Kegiatan
Masyarakat pada
Kualitas Air
Danau Buyan
Buleleng Bali

Kajian Kualitas
Air Situ Gintung,
Kecamatan
Ciputat Timur
Kota Tangerang
Selatan

Tujuan
2. Mengetahui upaya
pemanfaatan Danau Batur
1. Mengetahui kegiatan
masyarakat sebagai sumber
yang potensial dalam
memberikan pemasukan
total N dan P
2. Mengetahui kualitas air
danau parameter N&P dan
menentukan tipe trofik
1. Mengetahui variasi kualitas
air Situ Gintung di inlet,
tengah, outlet pada setiap
strata
2. Mengetahui karakteristik
limbah domestik yang
masuk ke dalam badan air
Situ Gintung
3. Mengidentifikasi pengaruh
limbah domestik terhadap
kegiatan perikanan di Situ
Gintung
4. Mengevaluasi kualitas air
Situ Gintung sebagai air
baku minum dan
kebutuhan perikanan

21

Metode

Survei dan ex post facto

Stratified random
sampling

Hasil
2. Berdasarkan indikator Oscilatora, Danau
Batur diklasifikasikan sebagai danau yang
tercemar
1. Kegiatan masyarakat yang memberikan
dampak pemasukan total N dan P adalah
pertanian, kawasan lindung, tegalan dan
semak, serta pemukiman
2. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku
mutu kelas III, rasio amonia dan fosfat
adalah 1:6, tipe trofik adalah mesotrofik.
1. Kualitas air di inlet lebih baik daripada di
tengah dan outlet pada bagian permukaan
berdasarkan parameter fisika dan kimia,
sedangkan berdasarkan parameter biologis,
kualitas yang terbaik pada outlet bagian
dasar.
2. Limbah domestik memiliki kadar DO
rendah, serta kadar amonia, phosphat, dan
TDS tinggi.
3. Kegiatan perikanan tidak sesuai karena
rendahnya DO yang merupakan komponen
utama pertumbuhan ikan serta TDS dan
phosphat yang menyebabkan ikan sulit
bernafas.
4. Kualitas air Situ Gintung tidak sesuai untuk
pemanfaatan air baku minum, namun sesuai
untuk perikanan terutama di titik 4

1.7. Kerangka Pemikiran


Air permukaan memiliki potensi air tawar yang sangat bermanfaat bagi
kelangsungan hidup makhluk hidup, baik manusia, hewan, dan tumbuhan. Salah
satu potensi air tawar permukaan adalah air danau/situ. Baik di desa maupun di
kota, sebagian besar danau/situ memiliki fungsi sebagai cadangan air, sehingga
banyak penduduk sekitar banyak memanfaatkan potensi air tawar danau untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Danau/situ sendiri memiliki bagian yaitu inlet, tengah, dan outlet.
Danau/situ juga memiliki sumber air masuk. Situ Gintung memiliki sumber air
yang berasal dari saluran pemukiman penduduk di inlet dan juga dari air hujan.
Sumber air yang berasal dari saluran permukiman menimbulkan masalah
tersendiri karena mengandung zat berbahaya dari limbah domestik penduduk
sehingga dapat membahayakan kegiatan perikanan yang saat ini dilakukan di Situ
Gintung dan juga kesehatan lingkungan penduduknya.
Kualitas air perlu diteliti untuk mengetahui kadar unsur fisik, kimia, dan
biologi pada setiap stratanya. Perbedaan unsur fisik, kimia, dan biologi ini
merupakan pengaruh dari perbedaan suhu, sehingga akan mempengaruhi proses di
dalamnya dan juga berpengaruh bagi ekosistem perikanan. Baku mutu air
merupakan suatu standar minimal dari pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan
air kelas tertentu. Dengan membandingkan kualitas air danau dengan baku mutu
makan dapat diketahui kesesuaian pemanfaatannya
Diagram alir kerangka pemikiran pada Gambar 1.1. menunjukkan bahwa
danau/situ terdiri dari bagian inlet, tengah, dan outlet yang turut mendapat
pengaruh dari limbah domestik. Kemudian dapat dilakukan penelitian atas
kualitas air danau dengan parameter fisika (suhu, kecerahan, TDS), kimia (DO,
BOD, COD, amonia, phosphat), dan biologi (E-coli). Kemudian, hasil analisa
kualitas air dapat disesuaikan dengan baku mutu air kelas I dan II, sehingga dapat
diperoleh kesesuaian pemanfaatan airnya.

22

Pemanfaatan

Danau/Situ
u
Limbah
Domestik
Inlet

Tengah

Outlet

Kualitas Air Danau

Sifat Fisik:

Sifat Kimia:

a. Suhu
b. Kecerahan
c. TDS

a.
b.
c.
d.
e.

d.

DO
BOD
COD
Amonia
Phosphat

Sifat
Biologi:
a. Total
Coliform

Kesesuaian
Pemanfaatan Baku Mutu
Air Kelas I dan II
Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
1.8. Hipotesis
1. Kualitas air di outlet Situ Gintung adalah yang terburuk dibanding tengah dan
inlet
2. Limbah domestik mengandung Total Coliform tinggi dan kadar DO yang
rendah dengan debit limbah yang rendah.
3. Limbah

domestik

menurunkan

kadar

produktivitas perikanan

23

DO

sehingga

mempengaruhi

4. Kualitas air Situ Gintung tidak memenuhi baku mutu kelas I, sehingga tidak
layak dikonsumsi sebagai air baku minum, namun memenuhi baku mutu
perikanan.

1.9. Batasan Operasional


a. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen lainnya ke dalam air atau berubahnya tatanan udara
oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas menurun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai peruntukannya ( Fardiaz 1995 dalam Vidyadevi, 2007)
b. Limbah domestik merupakan hasil buangan yang berasal dari kamar mandi,
WC, kakus, dapur, tempat cuci pakaian,apotek, rumah sakit, dan lain
sebagainya secara kuantitatif limbah tersebut berisi zat organik baik berupa
padat, cair, atau bahkan berbahaya dan beracun, garam terlarut, bakteri, jasad
patogen, dan parasit (Sastrawijaya, 2000)
c. Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau
komponen lain yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditenggang
adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai peruntukannya ( PP no.82
tahun 2001)
d. Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan
buangan organik yang ada di dalam lingkungan air tersebut (Wisnu,2002)
e. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan
agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui proses kimia
(Wisnu,2002)
f. pH merupakan istilah yang menyatakan konsentrasi H+ dalam suatu larutan
(Sutrisno 2002 dalam Vidyadevi, 2007)
g. Total Dissolved Solids adalah jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air
(Sutrisno,2002)

24

Anda mungkin juga menyukai