Anda di halaman 1dari 26

OSTEOARTRITIS (OA)

A. DEFINISI
Osteoarthritis (OA) berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari arthron yang
berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan.
Osteoartritis merupakan suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi bersifat
lokal, progresif dan degeneratif yang berkembang lambat yang tidak diketahui
penyebabnya, meskipun terdapat beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan
ini ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikular yang berakibat
pada pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas, deformitas.
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5
% pada pria dan 12,7 % pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada
waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena.
Pada derajat yang lebih berat dapat dirasakan terus-menerus sehingga sangat
mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya
yang kronik progresif, OA mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik
di negara maju maupun di negara berkembang.
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak mengenai
terutama pada orang-orang 40 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun
menggambarkan osteoarthritis pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50%
hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevaleensi terjadinya
Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan umur 55 tahun lebih
banyak terjadi pada wanita.
C. KLASIFIKASI
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi :
a. OA primer (OA idiopatik) adalah OA yang kausanya tidak diketahui &
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan local pada sendi. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi
dan kerusakkan akibat proses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi
lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi

jari tangan, dan jari pada kaki


b. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
inflamasi, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta
imobilisasi yg terlalu lama atau paling sering terjadi pada trauma atau
terjadi akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital
dan adanya penyakit sistem sistemik. OAsekunder biasanya terjadi pada
umur yang lebih awal daripada OA primer.
D. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Untuk penyakit dengan
penyebab yang tidak jelas, istilah faktor resiko (faktor yang meningkatkan resiko
penyakit) adalah lebih tepat.
Faktor resiko OA :

Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor penuaan
adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat
dengan bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak-anak,
jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60

tahun.
Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan
laki-laki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih
sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah
menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal

ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenisis OA.


Suku Bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya
terdapat perbedaan di antara masing-masing suku bangsa. Misalnya
OA paha lebih jarang di antara orang-orang kulit hitam dan Asia
daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang
Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA, misalnya, pada
ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal
(nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi
tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali
lebih sering, daripada ibu dan anak perempuan-perempuan dari wanita
tanpa OA. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen
struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen
tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan
dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama

OA banyak sendi).
Kegemukan dan Penyakit Metabolik
Berat badan yang berlebihan

nyata

berkaitan

dengan

meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun


pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada
sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain. Oleh
karena itu di samping faktor mekanis yang berperan (karena
meningkatnya beban), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik dan
hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh
adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes
melitus, dan hipertensi. Pasien-pasien osteoartritis ternyata mempunyai
risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi

daripada orang-orang tanpa osteoartritis.5


Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olah Raga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terusmenerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan
peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah
raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko
OA yang lebih tinggi.5
Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA masih
menjadi pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi
predisposisi OA seperti cedera traumatik (misalnya robeknya menicus,
ketidakstabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi

selain cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tidak menyokong


pemakaian yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA.
Meskipun demikian, beban benturan yang berulang dapat menjadi
suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai
predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan

beratnya OA.5
Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit
Perthes dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan
timbulnya OA paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga
berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras

tertentu.
Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan OA.
Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang
rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah
robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang
gemuk dan pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih
padat) dan kaitan negatif antara osteoporosis dan OA.

E. PATOFISIOLOGI
Kartilago sendi yang merupakan sasaran utama OA, memiliki dua fungsi
mekanis utama. Pertama, kartilago membentuk permukaan yang sangat halus
sehingga pada pergerakan sendi satu tulang menggelincir tanpa hambatan
terhadap tulang yang lain (dengan cairan sinovium sebagai pelumas). Kedua,
kartilago sendi merupakan penyerap beban (shock absorber) dan mencegah
pengumpulan tekanan pada tulang sehingga tulang tidak patah sewaktu sendi
mendapat beban.
Kartilago terdiri dari sel kondrosit (2%) dan matriks ekstraseluler (98%).
Kondrosit berperan dalam sintesis kolagen dan proteoglikan, sedangkan matriks
ekstraseluler sebagian besar terdiri dari air (65-80%), kolagen tipe II (15-25%),
proteoglikan (10%), dan sisanya kolagen tipe VI, IX, XI, dan XIV. Proteoglikan
terdiri dari inti protein dengan cabang-cabang glikosaminoglikan, terutama

krondoitin sulfat dan keratin sulfat. Proteoglikan membentuk kesatuan dengan


asam hialuronat, dan keduanya berperan dalam menyokong stabilitas dan
kekuatan kartilago. Selain itu, proteoglikan juga berperan dalam menahan beban
tekanan (tensile strength), sedangkan kolagen berperan dalam menahan beban
regangan dan beban gesekan (shear strength).
OA dapat terjadi pada dua keadaan, yaitu (1) sifat biomaterial kartilago sendi
dan tulang subkondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi
sehingga jaringan rusak; atau (2) beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi
sifat bahan kartilago atau tulang kurang baik.
Terdapat dua perubahan morfologi utama yang mewarnai OA, yaitu
kerusakan fokal kartilago sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru
(osteofit) pada dasar lesi kartilago dan tepi sendi. Perubahan mana yang lebih
dahulu timbul, korelasi, dan patogenesisnya sampai sekarang belum dipahami
dengan baik.
Sampai saat ini, sebagian besar peneliti berpendapat bahwa perubahan awal
pada OA dimulai dari kerusakan kartilago sendi. 2 Di samping peranan faktor
pemakaian (wear), terdapat bukti kuat akan adanya perubahan metabolisme.
Pada keadaan normal, pada kartilago sendi terdapat keseimbangan antara
enzim degradatif dan regeneratif. Sebagai enzim degradatif terdapat lisosomal
protease (cathepsin), plasmin, dan matrix metalloproteinases / MMPs
(stromelysin, collagenase, dan gelatinase) yang merusak makromolekul matriks
kartilago (proteoglikan dan kolagen). Sedangkan sebagai faktor regeneratif
terdapat enzim tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) dan plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) yang disintesis oleh kondrosit, serta faktor-faktor
pertumbuhan, seperti insulin-like growth factor-1 (IGF-1), transforming growth
factor- (TGF-), dan basic fibroblast growth factor yang berfungsi merangsang
sintesis proteoglikan.
Pada OA terjadi peningkatan aktivitas enzim-enzim degradatif. Peningkatan
sintesis dan sekresi enzim degradatif tersebut dapat distimulasi oleh interleukin-1
(IL-1) atau faktor stimulasi mekanik. IL-1 sendiri diproduksi oleh sel fagosit
mononuklear, sel sinovial, dan kondrosit. IL-1 bersifat katabolik terhadap
kartilago dan menekan sintesi proteoglikan, sehingga ikut menghambat proses
perbaikan matriks kartilago secara langsung. Hal ini menyebabkan terjadinya

penurunan proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen, dan berkurangnya kadar


air kartilago, sehingga terjadi kerusakan fokal kartilago secara progresif.
Akhir-akhir ini diduga adanya peranan nitric oxide (NO) dalam kerusakan
kartilago sendi karena NO merangsang sintesis MMPs. Sintesis NO dirangsang
oleh IL-1, tumor necrosis factor (TNF), dan beban gesekan pada jaringan. Pada
hewan percobaan, pengobatan dengan inhibitor inducible NO synthetase (iNOS)
dapat mengurangi derajat kerusakan kartilago sendi.
Berdasarkan penelitian, beban mekanik statik dan siklik yang berlangsung
lama dapat menghambat sintesis proteoglikan dan protein, sedangkan beban yang
relatif singkat dapat merangsang biosintesis matriks.
Pandangan mengenai patogenesis OA semakin banyak berkembang pada
waktu belakangan ini. Sekarang penyakit ini tidak dipandang lagi sebagai proses
penuaan saja, tetapi merupakan suatu penyakit dengan proses aktif. Dengan
adanya perubahan-perubahan pada makromolekul tersebut, sifat-sifat biomekanis
kartilago sendi akan berubah. Hal ini akan menyebabkan kartilago sendi rentan
terhadap beban yang biasa. Permukaan kartilago sendi menjadi tidak homogen,
terbelah

pecah

dengan

robekan-robekan

dan

timbul

ulserasi.

Dengan

berkembangnya penyakit, kartilago sendi dapat seluruhnya sehingga tulang di


bawahnya menjadi terbuka.
Pembentukan tulang baru (osteofit) dipandang oleh beberapa ahli sebagai
suatu perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang
sebagai kegagalan sendi yang progresif. Dengan menambah luas permukaan
sendi yang dapat menerima beban, osteofit mungkin dapat mempengaruhi
perubahan-perubahan awal kartilago sendi pada OA, akan tetapi kaitan yang
sebenanya antara osteofit dengan kerusakan kartilago sendi masih belum jelas,
karena osteofit dapat timbul pada saat kartilago sendi masih tampak normal.
Melihat adanya proses kerusakan dan proses perbaikan yang sekaligus terjadi,
adalah lebih tepat kalau OA dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif.
Sama seperti proses kegagalan organ yang lain (misalnya jantung dan ginjal),
dalam proses OA juga terdapat usaha-usaha tertentu untuk mengatasinya sebelum
kegagalan tak dapat diatasi.
F. GEJALA & TANDA KLINIS
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut

adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :


a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri
yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA
masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah berat
dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan
dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.7
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber
dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini
menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band.7,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri
atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya

berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien
atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.7
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.7
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.7
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.7

G. DIAGNOSIS
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratorium :
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun

5. pembesaran tulang sendi

2. kaku sendi < 30 menit


3. krepitus

lutut
6. tidak teraba hangat pada

4. nyeri tekan tepi tulang

sendi

7. Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.


b. Klinis dan radiologis:
8.

Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:


1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit

9.

Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

c. Klinis dan laboratoris:


10.

Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:

1. usia >50 tahun

6. tidak teraba hangat pada

2. kaku sendi <30 menit

sendi terkena

3. Krepitus

7. LED<40 mm/jam

4. nyeri tekan tepi tulang

8. RF <1:40

5. pembesaran tulang

9. analisis cairan sinovium


sesuai osteoarthritis

10.
11.

Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan

disertai 3 atau 4 kriteria berikut:


1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan

12.

Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1

masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.


13.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
14. a) Pemeriksaan Radiologi
15. Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis.
16. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:

Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah yang
menanggung beban)

Peningkatan densitas (sclerosis) tulang


subkondral

Kista tulang

Osteofit pada pinggir sendi

Perubahan struktur anatomi sendi


17.

18.
19.
20. Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat
digradasi menjadi ringan sampai berat menurut kriteria Kellgren & Lawrence. Harus diingat
bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi masih tampak normal.
21.
22.

23. Perubahan

24.

25. Pembentukan osteofit pada sisi sendi atau pada


perlekatan ligamentum

26.

27. Periarticular ossicles (kista), ditemukan terutama


pada sendi DIP dan PIP

28.

29. Penyempitan rongga sendi disebabkan karena


sklerosis tulang subkondral

30.

31. Daerah kista dengan dinding sklerotik pada tulang

subkondral
32.

33. Perubahan bentuk ujung tulang, sebagian besar


pada kaput femoralis

34. Kriteria perubahan radiologi menurut Kellgren & Lawrence


35.

36.

37. Klasifikasi Kellgren and Lauwrence


38.
39. Berdasarkan kriteria radiologi di atas maka digunakan sistem grading,
yaitu :
40.

Derajat 0

: Tidak ada Osteoartritis

41.

Derajat 1

: Osteoartritis Meragukan

42.

Derajat 2

: Osteoartritis Minimal

43.

Derajat 3

: Osteoartritis Moderat (Sedang)

44.

Derajat 4

: Osteoartritis Berat

45.
46. b) Pemeriksaan Laboratorium
47.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok pada OA

sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali OA
generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA,
faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel
peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.
48.
49. c) Pemeriksaan Marker
50.

Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul

yang akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin.
Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis, prognostik dan
monitor penyakit sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi
mekanisme penyakit pada tingkat molekuler.
51.

Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan

sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix protein),
metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum dapat
digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan untuk
menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit.
52.

Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker

prognostik untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA maka


hialuronan serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut akan terjadinya
progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat membuat prediksi terhadap
progresivitas penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini masih diteliti
lagi secara prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien yang lebih besar.
53.

Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons

pengobatan. Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan dan yang
masih tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi penting dari perangai
proses metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang
dilepaskan dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten
dengan aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks rawan sendi pada
OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini sedang
dikembangkan.

54.
I. DIAGNOSIS BANDING

Rheumatoid Arthritis (RA)

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

Gout Arthritis

Carpal Tunnel Syndrom

55. Perbandingan OA dengan RA & Gout


56.

57.

58.

59. G

Ar

o
u

60.

Daerah

Predileksi
61.

62.

63.

t
64. P
a
l
i
n
g
s
e
r
i
n
g
p
a
d
a
M

T
P

65.

66.

67.

1
68. B
a
i
k
h
i
n
g
g
a
m
e
n
y
e
m
p
i

69.

70.

71.

Er

t
72. E
r
o
s
i

a
d
a
p
i
n
g
g
i
r
t
u
l
a
n
g

o
v
e
r
h
a
n
g
i
n

g
l
i
p

73.

Punched out
74. d
e
n
g
a
n
g
a
r
i
s
s
k
l
e
r
o
t
i

75.

76.

77.

Si

k
78. A
s
i

m
e
t
r
i
79.

80.

82.

Ad

s
83. T
i
d

81.

a
k
A
d

84.

85.

86.

Ti

a
87. T
i
d
a
k
a
d
a

88.
89. Perbedaan OA dengan RA dari segi pemeriksaan radiologi (X-Ray)
Osteoartritis
- Osteofit pada pinggir sendi

- Peningkatan densitas (sklerosis)

- Penyempitan celah sendi


- Kista tulang

tulang subchondral
- monoartikuler

Rhematoid Artritis
-

Erosi sekitar sendi

Penyempitan celah sendi

yang simetris
Deformitas

Pseudocyst
Luksasi
Bilateral

Gout
Pada awal serangan jarang ditemukan kelainan
Pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi yang terlibat
Erosi pada pinggir tulang over hanging lip
Punched out dengan garis sklerotik

J. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:

1. Meredakan nyeri

2. Mengoptimalkan fungsi sendi

3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas

hidup

4. Menghambat progresivitas penyakit

5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang

terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:

Terapi non-farmakologis:

Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya


tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.
Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor yang
akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar
tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat
badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.
Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi
o Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit. Fisioterapi, yang berguna
untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi.
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan OA, yang meliputi pemakaian
panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Pemakaian panas yang sedang
diberikan sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi
yang masih aktif sebaiknya diberi dingin, dan obat-obat gosok jangan dipakai

sebelum pemanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai, seperti hidrokolator,


bantalan elektrik, ultrasonik, inframerah, diatermi, mandi parafin, dan mandi dari
pancuran panas.

Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot

yang biasanya atropik pada sekitar sendi OA. Latihan isometrik lebih baik daripada isotonik
karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada
tungkai yang lumpuh, timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena otot-otot
periartikular memegang peranan penting terhadap perlindungan rawan sendi dari beban,
maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.

Terapi Farmakologis:

A. Obat Sistemik

1.

Analgesik oral

o Non narkotik: parasetamol


o Opioid (kodein, tramadol)

2.

Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg maksimal

4gram perhari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada pasien usia lanjut karena dapat
menimbulkan reaksi pada liver dan ginjal.

3. Chondroprotective

Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang

dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: etrasiklin,
asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase
dan sebagainya.

Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP.


Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan
belum dipakai pada manusia.

Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam


degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan
cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987
pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit
pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik
bermakna.

Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok


vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut
penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA
mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik
terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui
hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.

Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim


dan bermanfaat dalam terapi OA

Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in
vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan
proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara
langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide
dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA. (Fifi & Brandt,
1992)

4. Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)

Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep

pengobatan tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi
dengan efek samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang sampai parah.

Tranezumad adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja menghambat
nerve growth factor yang memblik interaksi antara nerve factor dengan receptor.
1

B.

Obat topikal

1. Krim rubefacients dan capsaicin.


Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
2. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac.

C. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan

utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam


penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan hyaluronan untuk
modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan
tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam bidang
reumatologi.
1. Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)

Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik. Kejadian

inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini dipakai
dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu singkat.
Penelitian selanjutnya tidak menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA,
sehingga hal ini masih kontroversial.

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan

inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir
NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian

NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan
penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk
sendi besar penyangga tubuh.

Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk

sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

2. Asam hialuronat

Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini

adalah memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler.


Obat ini memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan
melalui agregasi dengan proteoglikan.

Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra

artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai
2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses
steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan
misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.

3. Stem sells

Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel

untuk terapi OA terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan penelitian
selama periode satu tahun, dengan menyuntikan stem sel intraartikular kepada pasien
dengan OA lutut yang berat. Didapatkan hasil ysng puas dan tidak ditemukan efek
samping lokal atau sistemik. Nyeri, status fungsional lutut, dan berjalan kaki
cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi, setelah itu rasa sakit
tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien berjalan sedikit menurun.
Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan enam bulan pascasuntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan, perluasan jaringan

perbaikan atas tulang subchondral dan penurunan yang cukup besar dalam ukuran
patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam pasien.
Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang
hancur dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa
semua parameter dievaluasi muncul semakin meningkatkan hingga enam bulan pasca
injeksi. Nilai ini sedikit berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk alasan ini,
dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan membutuhkan enam bulan setelah
injeksi pertama. (Emadedin, 2012)

D. Pembedahan

Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih

dahulu risiko dan keuntungannya.

Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :


1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint


1) Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan

merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat
menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen
atau meniscus repair.
2) Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang

baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density polyethylene.

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

a)

Partial replacement/unicompartemental

b)

High tibial osteotmy : orang muda

c)

Patella &condyle resurfacing

d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh

ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.

e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,

deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan


kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction,
Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein
thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi, loosening
prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan dari Total Knee
Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas dan gerakan, koreksi
deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas hidup.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang utama pada OA adalah nyeri. Tingkat nyeri berbeda-beda, dari
ringan menjadi berat. Komplikasi berat bisa menyebabkan kelumpuhan.

2.12 Pencegahan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, agar terhindar dari osteoarthritis:

1. menghindari olahraga yang bisa meyebabkan sendi terluka


2. mengontrol berat badan agar berat yang ditopang oleh sendi menjadi ringan
3. minum obat untuk mencegah osteoarthritis

2.13 Prognosa

Prognosis Osteoartritis umumnya baik. Dengan obat-obat konservatif,

sebagian besar nyeri pasien dapat teratasi. Hanya kasus-kasus yang berat memerlukan
operasi. Akan tetapi harus diingat pasien-pasien OA dilaporkan mempunyai resiko
meningkatnya hipertensi dan penykit jantung.

Anda mungkin juga menyukai