Anda di halaman 1dari 2

Pengembangan Teknologi Dukung Peningkatan

Cadangan Minyak Dunia


Dikirim oleh humas3 pada 21 April 2011 | Komentar : 0 | Dilihat : 3727

Dr. Eko Widianto


memaparkan kondisi
perminyakan Indonesia
dihadapan anggota AAPG
Sampai sekarang minyak bumi merupakan komoditas energi utama disamping batu bara, gas alam dan nuklir.
Meskipun energi alternatif telah marak dikampanyekan tetapi minyak masih mendominasi pemanfaatan energi
dunia. Dr. Eko Widianto dari EP Technology Centre PT. Pertamina (Persero) menyampaikan hal ini saat menjadi
pembicara pada kuliah tamu di FMIPA Universitas Brawijaya, Sabtu (16/4). Dalam acara yang digagas oleh
American Association of Petroleum Geologists (AAPG) student chapter UB ini, ia memaparkan materi tentang
"Indonesia's Petroleum Industry: Current Situation and Technology Challenge".
Eko melanjutkan, untuk memenuhi kebutuhan dunia, cadangan minyak Timur Tengah masih menduduki peringkat
teratas hingga 754.2 milyar barrel disusul Amerika Selatan dan Tengah (198.9 milyar barrel) serta Eropa dan
Eurasia (136.9 milyar barrel). Cadangan Asia Pasifik yang hanya sekitar 47.7 Milyar Barrel diprediksinya hanya
mampu mencukupi kebutuhan hingga 16 tahun kedepan saja. Prediksi ini berlaku jika jumlah produksi masih tetap
sama seperti sekarang, tanpa eksplorasi dan penemuan sumur baru. Dengan kondisi tersebut tidak mengherankan
jika sejak 1970-an harga minyak cenderung fluktuatif yang menurutnya lebih dipengaruhi faktor politik.
Menghadapi situasi semakin menipisnya cadangan minyak, Indonesia mulai berupaya mengimplementasikan
kebijakan energi mix pada 2025. Prosentase pemanfaatannya meliputi batubara (33%), gas (30 %), minyak (20%)
dan lainnya (17%).
Dihadapan perwakilan anggota dari UB, Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim dan Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS), ia menyampaikan bahwa cadangan minyak Indonesia saat ini hanya sekitar 4 milyar barrel.
Jumlah tersebut dipasok dari 60 sumur, 22 di bagian barat (50 % produksi) dan 38 di timur (11% produksi).
"Produksi minyak Indonesia didominasi lapangan lepas pantai dengan produksi yang terus menurun sekitar 5-15
persen", katanya. "Eksplorasi terus menerus akan menipiskan persediaan apalagi tanpa didukung penemuan sumur
baru", tambah Eko yang mendalami Gravity di EPTC Pertamina.
Terkait dunia eksplorasi di hulu, ia memaparkan empat tantangan yang harus segera dipecahkan yakni meng-update
cekungan sedimen dengan teknologi terkini, membuat sistem perminyakan dengan mempertimbangkan minimnya
eksplorasi, membuat image untuk model sub-surface secara akurat serta mengubah sumber daya (resources)

menjadi persediaan (reserves).


Dihadapan peserta yang seluruhnya mahasiswa, Eko menandaskan bahwa ide dan teknologi baru serta situasi
perekonomian yang lebih kondusif akan membawa kepada penemuan sumur minyak raksasa, penemuan baru pada
sumur lama serta Enhanced Oil Recovery (EOR). "Teknologi memainkan peran strategis dalam bisnis E&P (
Exploration and Production)", kata dia. Pengembangan teknologi E&P ini menurutnya harus disesuaikan dengan
karakteristik sumur dan sumber yang ada didalamnya. "Teknologi ini mungkin berbeda pada tiap-tiap perusahaan",
tambahnya. Diantara yang perlu dikembangkan dalam eksplorasi adalah Deep Water Exploration, Direct Hydro
Carbon Indication serta microseismic.
Materi selanjutnya mengenai "Time Lapse Microgravity Technology for Reservoir Monitoring" oleh Dr. Wawan
Gunawan A. Kadir dari Institut Teknologi Bandung (ITB). [nok]

Artikel terkait
Angkat Obat Tradisional dan Permodelan Pertumbuhan, Dua Guru Besar Dikukuhkan
Peneliti Jepang Ungkap Potensi Energi Hidrogen dalam Konferensi Basic Science
Dies UB 52: Berbagi Bersama Dua Belas Panti Asuhan
Juarai OSN Pertamina, Bisa Jadi Tiket Beasiswa dan Bekerja di Pertamina
Rektor Pantau Ujian SPMK 2014

Anda mungkin juga menyukai