Anda di halaman 1dari 11

Kualitas kehidupan kerja diartikan oleh Straw dan Heckscher sebagaimana

dikutip oleh Rose, et. al. (2006: 61-67) sebagai:


A philosophy, a set of principles, which holds that people are the most
important resource in the organization as they are trustworthy, responsible
and capable of making valuable contribution and they should be treated with
dignity and respect.

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja merupakan


sebuah filosofi, seperangkat prinsip yang memegang teguh keyakinan bahwa
manusia merupakan sumber daya paling penting dalam organisasi sebagaimana
yang ditunjukkan dalam sikap dapat dipercaya, bertanggung jawab dan membuat
kontribusi yang bernilai serta mereka harus diperlakukan secara bermartabat dan
hormat.
Konsep kualitas kehidupan kerja juga dikemukakan oleh para pakar
sebagaimana ditengarai Giacalone dan Jurkiewicz (2003: 210-211) berikut:
Quality of Work Life (QWL) is a hierarchy of concepts that includes life
satisfaction (top of the hierarchy), job satisfaction (middle of the hierarchy),
and work specific need satisfaction such as satisfaction with pay,
coworkers, and supervisor, among others (bottom of the hierarchy) (Danna &
Griffin, 1999):

Maknanya, kualitas kehidupan kerja adalah hirarki konsep yang mencakup


kepuasan hidup (puncak hirarki), kepuasan kerja (hirarki tengah), dan pekerjaan
kebutuhan spesifik seperti kepuasan atas gaji, rekan kerja, dan pengawas, di antar
mereka (hirarki bawah).

Quality of work life (QWL) as a positive affective response toward the work
environment. They made a distinction between job satisfaction and quality of
work life. They argued that specific features of the work environment
determine job satisfaction, whereas quality of work life is determined by
employees affective responses to their work environment. Based on this
distinction, they hypothesized that job satisfaction is related more strongly to
perceptions of organizational climate, whereas quality of work life is related
more strongly to individual affect (Ostrognay et al., 1997).

Kualitas kehidupan kerja sebagai respon afektif positif terhadap lingkungan


kerja. Ostrognay et al., membuat perbedaan antara kepuasan kerja dan kualitas
kehidupan kerja. Ostrognay et al. berpendapat bahwa fitur khusus dari lingkungan
kerja menentukan kepuasan kerja, sedangkan kualitas kehidupan kerja ditentukan
oleh respon afektif karyawan terhadap lingkungan kerjanya. Kepuasan kerja
berhubungan lebih kuat dengan persepsi iklim organisasi, sedangkan kualitas
kehidupan kerja berhubungan lebih kuat dengan individu yang memengaruhinya.
Gibson, el al. (2010: 353) mengartikan kualitas kehidupan kerja sebagai:
management philosophy that enhances employee dignity, introduce cultural change
and provide opportunities for growth and development. Hal ini berarti bahwa
kualitas kehidupan kerja adalah filosofi manajemen yang berusaha meningkatkan
martabat pegawai, memperkenalkan perubahan budaya, dan menyediakan peluang
untuk tumbuh dan berkembang. Schemerhorn, Hunt dan Osborn (2010: 38),
menjelaskan bahwa kualitas kehidupan kerja sebagai: the overall quality of human
experiences in the workplace. Definisi ini berarti bahwa kualitas kehidupan kerja
adalah kualitas keseluruhan dari pengalaman manusia di tempat kerja. Pengertian
ini mengandung makna yang luas tentang kualitas kehidupan kerja dalam lingkup

organisasi, yang mencakup keseluruhan aspek yang memengaruhi kondisi


organisasi baik secara fisik maupun non fisik. Sementara itu Fernandes
sebagaimana dikutip Rossi, Quick dan Perrewe (2009: 243) mengatakan, quality of
work life is associated with improvement in the physical conditions, leisure
programs, life style, facilities, meeting workers demand, and extention do package
of benefits. Kualitas kehidupan kerja dikaitkan dengan peningkatan kondisi fisik,
program rekreasi, gaya hidup, fasilitas, memenuhi kebutuhan pekerja, dan
memberikan sesuatu yang manfaat. Lebih lanjut diungkapkan Rossi, Quick dan
Perrewe (2009: 243) bahwa quality of work life is intimately linked to industrial
democracy and humanization of work. Kualitas kehidupan kerja terkait erat dengan
demokrasi industri dan humanisasi kerja.
Selain itu, Richard dan Low sebagaimana dikutip Chandramohan (2008: 137),
quality of work life as the degree to which members of a work organisation are able
to satisfy important personel needs through their experience in the organization.
Maksudnya, kualitas kehidupan kerja merupakan sejauh mana sebagai anggota
organisasi yang mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan pribadi melalui
pengalamannya di dalam organisasi.
Brown

sebagaimana

dikutip

Hendrick

dan

Kleiner

(2009:

31-32)

mengungkapkan:
A quality of work life program is another suggestion involvement scheme.
Of all the many approaches to employee participation, quality of work life
(QWL) is the most difficult to define because it means so many different
things to different people. Because of the problems of multiple definition,
many researchers focus on QWL as a joint labor-management program
aimed at increasing worker participation. It differs from employee problem

solving in that it recognizes the need to bring two sometimes adversarial


groups together to identify areas of mutual concern.

Pengertian di atas dapat diartikan bahwa kualitas program kehidupan kerja


adalah skema keterlibatan saran lain. Artinya, dari sekian banyak pendekatan untuk
partisipasi pegawai, kualitas kehidupan kerja (QWL) adalah yang paling sulit untuk
menentukannya karena begitu banyak hal yang berbeda untuk orang yang berbeda
pula. Selain itu, karena masalah beberapa definisi, banyak peneliti fokus pada
kualitas kehidupan kerja sebagai program buruh-manajemen bersama bertujuan
untuk meningkatkan partisipasi pekerja. Hal Ini berbeda dari pemecahan masalah
pegawai dalam hal kebutuhan untuk membawa kebersamaan dan kesamaan; tujuan
dari dua kelompok yang kadang-kadang bersebrangan (permusuhan).
Hersey dan Blanchard sebagaimana dikutip Ganihar dan Bhat (2006: 33)
mengatakan:
Quality of Work Life (QWL) as the quality of the relationship between
employess and the total working environment, with human dimensions
added to the usual technical and economic dimensions. As the definition
of Quality of Work Life and its characteristics make clear, the goal of
Quality of Work Life is the creation of organisational conditions that foster
individual learning and development, that provide individuals with
substantial influence and control over what they do and how they are to
do it, and that provide individuals with interesting and meaningful work
that serves as a source of personal satisfaction and a means to valued
personal rewards.

Pengertian di atas dapat dimaknai bahwa kualitas kehidupan kerja sebagai


kualitas hubungan di antara pekerja dan lingkungan kerja secara total, dengan
dimensi manusia ditambahkan ke dimensi teknis dan ekonomi biasa. Sebagai

definisi kualitas kehidupan kerja dan karakteristiknya membuat jelas, tujuan kualitas
kehidupan

kerja

adalah

penciptaan

kondisi

organisasi

yang

mendorong

pembelajaran individual dan pengembangan, yang menyediakan individu dengan


pengaruh yang besar dan kontrol atas apa yang dilakukannya dan bagaimana untuk
melakukannya, dan yang menyediakan individu dengan pekerjaan yang menarik
dan bermakna yang berfungsi sebagai sumber kepuasan pribadi dan sarana untuk
dihargai sebagai penghargaan pribadi.
Konsep kualitas kehidupan kerja pada dasarnya juga menggali implikasi
aspek-aspek yang berkenaan dengan pekerjaan dalam organisasi terhadap
efektivitas organisasi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Luthans (2011: 355):
QWL is more concerned with the overall work climate or culture. QWL may
be described as a concern about the impact of work on people and
organizational effectiveness combined with an emphasis on participation in
problem solving and decision making.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa QWL berhubungan dengan


keseluruhan iklim kerja atau budaya dan juga menekankan perhatian pada
pengaruh pekerjaan terhadap orang dan efekvitivas organisasi yang dikombinasikan
dengan sebuah penekanan pada partisipasi dalam penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan. Luthans (2011: 355) juga menjelaskan bahwa tujuan dari
program QWL adalah untuk mengubah dan meningkatkan iklim kerja sehingga
penghubung dari orang, teknologi dan organisasi tercipta untuk pengalaman kerja
yang lebih menyenangkan dan memberikan hasil sesuai yang dikehendaki.

a. Tujuan dan Program Kualitas Kehidupan Kerja


Program kualitas kehidupan kerja berusaha menciptakan tempat kerja yang
meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan pegawai. Tujuan umum program QWL
adalah memuaskan serangkaian kebutuhan pegawai (Bateman, 2007: 449).
Mencapai kualitas kehidupan kerja yang tinggi merupakan tujuan penting bagi
banyak pekerja wanita dan pria. Pegawai menghendaki kondisi kerja yang nyaman,
ikut terlibat dalam keputusan yang memengaruhi pekerjaannya, dan secara aktif
mendukung fasilitas seperti pusat perawatan harian bagi anak-anaknya. Harapan ini
memberikan tekanan tambahan bagi organisasi dan memengaruhi kemampuan
bersaing efektif di bursa kerja (Slocum & Hellriegel, 2007: 131).
Setiap organisasi sangat berbeda tujuannya dengan QWL. Kritikus mengaku
bahwa program QWL tidak selalu mengilhami pegawai untuk bekerja lebih keras jika
perusahaan tidak langsung memberikan penghargaan pada kinerja individu. Para
pendukung QWL mengaku bahwa ini akan memperbaiki efektivitas dan produktivitas
organisasi. Istilah produktivitas seperti yang diterapkan oleh program QWL berarti
jauh melebihi setiap kuantitas output kerja setiap orang. Ini juga mencakup
perubahan, tingkat absen, kecelakaan, pencurian, sabotase, kreativitas, inovasi dan
khususnya kualitas kerja (Bateman, 2007: 449).
Program QWL merupakan cara meningkatkan output organisasi dan
memperbaiki

kualitas

dengan

melibatkan

pekerja

dalam

keputusan

yang

memengaruhi mereka di tempat kerjanya. Program QWL mendukung penanganan


sangat demokratis terhadap pegawai di semua tingkatan dan mendorong partisipasi
dalam pembuatan keputusan. Meskipun banyak pendekatan bagi perbaikan kualitas

kehidupan kerja, semua mengikuti tujuan umum, yaitu memanusiakan tempat kerja
(Greenberg & Baron, 2008: 652). Lebih lanjut Greenberg dan Baron (2008: 131)
mengungkapkan dua program QWL yang sering diterapkan dalam organisasi, yaitu:
(1) perusahaan dan buruh harus bekerjasama dalam merancang program. Jika
salah satunya yakin bahwa program benar-benar merupakan metode untuk mencari
keuntungan daripada program lain, ini dianggap gagal; dan (2) rencana yang
disepakati oleh semua pihak terkait, harus dilaksanakan sepenuhnya. Terlalu mudah
melupakan rencana kerja yang dikembangkan dalam kelompok QWL. Untuk
mencegah

hal

ini

terjadi

di

antara

laju

aktivitas

sehari-hari,

hendaknya

dipertimbangkan tanggungjawab pegawai di semua tingkatan dari eksekutif tingkat


tertinggi sampai pekerja tingkat bawah, yang diikuti melalui bagian rencana mereka
(Greenberg and Baron, 2008: 653).

b. Prinsip-prinsip Kualitas Kehidupan Kerja


Menurut Rollinson, Edwards, dan Broadfield (1998: 254), kualitas kehidupan
kerja bisa dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan dirancang atau dirancang kembali,
dan sering mencakup unsur ukuran seperti penambahan kerja pada skema
partisipasi, misalnya lingkaran kualitas dan perkembangan terbaru, lingkungan
kualitas luas, keduanya bisa diulas kemudian. Mullins sebagaimana dikutip
Rollinson, Edwards, dan Broadfield (1998: 254) mengemukakan dasar-dasar
budaya QWL sebagai pencarian unsur-unsur: (1) pekerjaan yang lebih menantang,
memuaskan dan efektif bagi semua; (2) suatu proses keterlibatan aktif atau
partisipasi di mana orang membuat kontribusi dengan perasaan kepuasan lebih

besar, kebanggaan dalam pencapaian dan pertumbuhan pribadi; dan (3) filsafat di
mana orang dipandang sebagai aset (mampu menyumbangkan pengetahuan,
keahlian, pengalaman dan komitmen) tidak hanya biaya. QWL juga memadukan
pertimbangan teknologi baru dan sistem kerja baru hanya dalam waktu (just in time).
Ini menuntut para pekerja menyelesaikan dan memecahkan masalah ketika ditemui,
sehingga aktivitas ini bisa diteruskan.
Littler dan Salaman sebagaimana dikutip Rollinson, Edwards, dan Broadfield
(1998: 255) menjelaskan lima prinsip yang mendasari keyakinan gerakan kualitas
kehidupan kerja sebagai alternatif bagi manajemen ilmiah, yang pada intinya benarbenar hanya menyangkut prinsip rancangan kerja baik yang meliputi: (1) prinsip
ketertutupan: melaksanakan semua tugas yang diperlukan untuk menyelesaikan
produk atau mengolah untuk memberikan rasa prestasi; (2) memadukan kontrol dan
memantau tugas untuk memberikan tanggung jawab pribadi bagi kualitas; (3)
keragaman tugas, (4) pengaturan diri atas kecepatan kerja dan pilihan metode dan
rangkaian, dan (5) struktur kerja yang memungkinkan interaksi sosial dan kerjasama
di antara pegawai.

c. Dimensi-dimensi Kualitas Kehidupan Kerja


Lewis, et. al. (2001: 13) dengan mengumpulkan dari berbagai literatur juga
menyebutkan delapan area kualitas kehidupan kerja, yaitu: (1) teman kerja dan
dukungan supervisor, (2) kerjasama tim dan komunikasi, (3) permintaan pekerjaan
dan wewenang pengambilan keputusan, (4) kepedulian terhadap anggota
organisasi, (5) karakteristik organisasi, (6) kompensasi dan keuntungan, (7)

pelatihan dan pengembangan staf, dan (8) kesan secara menyeluruh mengenai
organisasi.
Bateman (2007: 449) juga mengidentifikasi delapan kategori kualitas
kehidupan kerja, yakni:
Adequate and fair compensation; A safe and healthy environment; Jobs
that develop human capacities; A change for personal growth and
security; A. social environment that fosters personal identity, freedom from
prejudice, a sense of community, and upward mobility; Constitutionalism,
or the rights of personal privacy, dissent, and due process; A. work role
that minimizes infringement on personal leisure and family needs; Socially
responsible organizational actions.

Hal ini dimaksudkan bahwa kualitas kehidupan kerja meliputi: kompensasi


yang layak dan memadai; lingkungan yang aman dan sehat; pekerjaan yang
mengembangkan kemampuan manusia; kesempatan untuk pertumbuhan dan
jaminan pribadi; lingkungan sosial yang membentuk identitas pribadi, kebebasan
dari kecurigaan, pandangan sebagai bagian dari masyarakat dan mobilitas ke atas;
konstitusionalisme, atau hak kerahasiaan pribadi, proses timbal balik dan perbedaan
pendapat; peran kerja yang mengurangi pelanggaran atas kesenangan pribadi dan
kebutuhan keluarga; dan tindakan organisasi yang bertanggungjawab secara sosial.
Aspek-aspek yang tidak jauh berbeda tentang kualitas kehidupan kerja
diajukan oleh McKenna (2006: 13), yakni: (1) sistem penggajian yang memadai dan
adil, (2) lingkungan kerja yang aman dan sehat, (3) rutinitas kerja yang mengurangi
gangguan pada kesenangan dan kebutuhan keluarga, (4) pekerjaan yang
mengembangkan kemampuan manusia, (5) kesempatan bagi pertumbuhan dan

jaminan pribadi, (6) suatu lingkungan sosial yang mendorong identitas pribadi, lolos
dari kecurigaan, perasaan komunal, dan mobilitas naik, (7) hak bagi kerahasiaan
pribadi dan hak untuk menolak, dan (8) organisasi yang bertanggungjawab secara
sosial.
Dari uraian di atas tamak bahwa kualitas kehidupan kerja adalah kondisi
keseluruhan atas pengalaman yang dirasakan individu selama di tempat kerja yang
memengaruhi sikap dan perilakunya dalam bekerja ditinjau berdasarkan: keamanan
lingkungan kerja, kesehatan lingkungan kerja, pekerjaan yang mengembangkan
kemampuan individu, mendorong identitas pribadi, perasaan komunal, kerahasiaan
pribadi, menghargai hak asasi manusia, dan tanggungjawab sosial organisasi.

B. Penelitian Yang Relevan


Penelitian-penelitian

terdahulu

yang

relevan

dengan

pengaruh

kepemimpinan, keadilan organisasi dan kualitas kehidupan kerja terhadap


organizational citizenship behavior disajikan sebagai berikut:

1. Pengaruh Kepemimpinan terhadap OCB


Penelitian terkait pengaruh kepemimpinan terhadap OCB dilakukan oleh
Syahril dan Widyarini (2010: 40). Penelitian dilakukan terhadap 61 pegawai sebuah
perusahaan minyak nasional Area Jambi Region Sumatera. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode angket dan uji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi

ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan


terhadap organizational citizenship behavior.

Anda mungkin juga menyukai