Kata pengantar.............................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN..........................................................................1
BAB II : KASUS ........................................................................................2
BAB III : ANALISA KASUS .....................................................................10
BAB IV : PEMBAHASAN.........................................................................12
BAB V : KESIMPULAN ............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan , bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.
Dermatitis bisa berasal dari luar (eksogen) misalnya bahan kimia,fisik,
mikroorganisme; dapat pula dari dalam (endogen) misalnya dermatitis atopik.1
Berbagai penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa prevalensi dermatitis
atopik makin meningkat sehingga merupakan masalah besar kesehatan. Dermatitis atopik
adalah kondisi yang sangat umum, khususnya selama masa anak-anak. Dermatitis atopik
adalah peradangan pada epidermis dan dermis yan g bersifat kronis, residif, sering
berhubungan dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopi, distribusi simetris,
biasanya terjadi pada individu dengan riwayat gangguan alergi pada atau individu
tersebut.1
Estimasi terbaru mengindikasikan bahwa dermatitis atopik adalah problem
kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak 10-20% di
Amerika, Eropa Utara dan Barat, urban Afrika, Jepang, Australia dan negara industri lain.
Prevalensi dermatitis atopik pada dewasa berkisar 1-3%. Menariknya, prevalensi
dermatitis atopik jauh lebih kecil di negara agrikultural seperti Cina, EropaTimur, rural
Afrika, dan Asia. Rasio wanita/pria adalah 1.3 : 1.0. Beberapa faktor risiko potensial yang
mendapat perhatian karena disertai dengan peningkatan dermatitis atopik termasuk
keluarga kecil, meningkatnya penghasilan dan pendidikan baik pada kulit putih maupun
hitam, migrasi dari lingkungan pedesaan ke kota, meningkatnya pemakaian antibiotik,
semuanya dikenal sebagai Western life-style. Hal tersebut menghasilkan hygiene
hypothesis, yaitu bahwa penyakit alergi mungkin dapat dicegah dengan infeksi pada awal
masa anak yang ditularkan melalui kontak tidak higienis dari saudaranya. 1
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. PD
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 3 tahun
Alamat
Pendidikan
: Belum sekolah.
Agama
: Islam
II.
ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 12 September 2015.
Keluhan Utama
Gatal pada jari-jari tangan, lipatan tangan, lipat kaki belakang dan telapak kaki sejak
1minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh ibunya ke Rumah Sakit dengan keluhan gatal pada jari-jari tangan,
lipatan tangan, lipat kaki belakang dan telapak kaki sejak 1minggu yang lalu. Menurut
ibu pasien, keluhan ini juga disertai gatal karena pasien terlihat sering menggaruk
sehingga kulit sekitarnya menjadi luka dan terasa perih. Setelah menggaruk dan
menimblkan luka, menyebabkan bercak semakin gatal dan menyebabkan pasien
menggaruk lebih sering meskipun sudah terjadi luka. Pasien juga mudah gatal bila
berkeringat. Ibu pasien menyangkal adanya penyakit berupa kemerahan mata.
Menurut ibu pasien, keluhan yang sama seperti ini sudah pernah dialami oleh pasien
sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan saat ini merupakan yang ke 3 kalinya. Biasanya, saat
keluhan muncul pasien dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas dan diberi salep serta
puyer antibiotik, keluhan berkurang dan sembuh.
2
1 minggu yang lalu keluhan yang sama muncul kembali, dan 3 hari yang lalu pasien
sudah diobati dengan salep dan obat puyer antibiotik yang sama oleh dokter puskesmas,
tetapi keluhan dirasakan tidak banyak ada perubahan, sehingga pasien dibawa ke Rumah
Sakit oleh ibu nya. Ibu pasien menyangkal terdapat pajanan atau terkena sesuatu sebelum
keluhan tersebut muncul.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sejak 1 bulan yang lalu sebanyak 3
kali.
Riwayat rhinitis alergi disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat urtikaria disangkal.
Menurut ibu pasien, keluarga besar dari ayah maupun ibu pasien belum pernah ada yang
mengalami keluhan yang sama seperti pasien saat ini.
Riwayat Alergi :
Alergi makanan, obat dan cuaca disangkal.
Riwayat Pengobatan
Sudah diobati dengan salep dan obat puyer antibiotik yang sama oleh dokter puskesmas, tetapi
keluhan dirasakan tidak banyak ada perubahan, sehingga pasien dibawa ke Rumah Sakit oleh ibu
nya.
Riwayat Psikososial
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Berada di lingkungan perumahan dengan
sanitasi, hygiene dan ventilasi yang kurang baik. Ayah pasien bekerja menjadi Supir pada salah
satu perusahaan Jakarta dengan penghasilan yang kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Penghasilan hanya bersumber dari ayah, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga.
Pasien biasanya mandi teratur 2x sehari, pagi dan sore hari dengan menggunakan sabun mandi.
Pasien juga mengganti pakaiannya 2x sehari setelah mandi dan menggunakan handuk sendiri.
Apabila pasien berkeringat, ibu pasien jarang mengelap keringat pasien dan mengganti pakaian
3
pasien. Selain itu juga pasien jarang mencuci tangannya, pasien sering main dengan teman-teman
seumurannya. Pasien senang mengkonsumsi jajanan yang terdapat dipinggir jalan yang
umumnya banyak mengandung pegawet, senang memakan makanan yang manis-manis dan
gurih.
III.
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang.
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan Darah
: tidak dilakukan
Nadi
: 96 x/menit
Suhu
: 37 0C
Pernapasan
: 24x/menit
Berat badan
: 14 kg
Tinggi Badan
: 90 cm
Status Gizi
: Cukup
Kepala
Bentuk
: Normocephali
Mata
Hidung
Mulut
Tonsil
Leher
: deviasi (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Inspeksi
Palpasi
: Tidak dilakukan
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
Jantung
Paru
Abdomen
: Datar, supel.
Ekstremitas
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi
Distribusi
: Regioner. bilateral.
Ukuran
: milier lentikuler
Bentuk
: diskret, berkonfluens
Efloresensi
Regio plantaris pedis sinistra terdapat beberapa papul eritematous dengan ukuran
lentikuler, diskret, dengan krusta hiperpigmentasi dan skuama kasar
Gambar,regio
tibialis bilateralis
Gambar, regio
plantaris pedis
sinistra
Gambar, manus
bilateral
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini pemeriksaan ini tidak dilakukan.
V.
RESUME
Pasien dibawa oleh ibunya ke Rumah Sakit dengan keluhan gatal pada jari-jari tangan, lipatan
tangan, lipat kaki belakang dan telapak kaki sejak 1minggu yang lalu. Menurut ibu pasien,
keluhan ini juga disertai gatal dengan frekuensi sering karena pasien terlihat sering menggaruk
sehingga kulit sekitarnya menjadi luka dan terasa perih. Setelah menggaruk dan menimbulkan
luka, menyebabkan bercak semakin gatal dan menyebabkan pasien menggaruk lebih sering
meskipun sudah terjadi luka. Pasien juga mudah gatal bila berkeringat. Ibu pasien menyangkal
adanya penyakit berupa kemerahan mata. Keluhan yang sama seperti ini sudah pernah dialami
oleh pasien sejak 1 bulan yang lalu, saat ini merupakan yang ke 3 kalinya. Biasanya, saat
keluhan muncul pasien dibawa berobat oleh ibunya ke Puskesmas dan diberi salep serta puyer
antibiotik, keluhan berkurang dan sembuh. Ibu pasien menyangkal terdapat pajanan atau terkena
sesuatu sebelum keluhan tersebut muncul. Pasien memiliki ayah dengan riwayat asma.
Status generalisata dalam batas normal.
Status dermatologikus :
Lokasi
VI.
Distribusi
: Regioner. bilateral.
Ukuran
: milier lentikuler
Bentuk
: diskret, berkonfluens
Efloresensi
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis atopik
Dermatitis kontak
VII.
DIAGNOSA KERJA
Dermatitis atopik
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Antibiotik :
1. Pengobatan topikal
a. Emolien kulit 2x sehari setiap habis mandi
b. Fluocinolone acetonida 0.025% krim 2x sehari (pada daerah lesi)
2. Pengobatan sistemik :
a. Cetirizine sirup 1x1cth.
B. Edukasi :
a. Hindari faktor pencetus. Melakukan pemeriksaan tes alergi untuk mengetahui alergen
penyebab.
b. Pasien diharapkan untuk menghindari menggosok dan menggaruk kulit yang terasa gatal.
c. Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit
d. Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu mencuci
tangan sampai bersih.
e. Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB III
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan :
A.ANAMNESIS
-
B. PEMERIKSAAN FISIK
Lokasi
Distribusi
: Regioner. bilateral.
Ukuran
: milier lentikuler
Bentuk
: diskret, berkonfluens
Efloresensi
Regio plantaris pedis dekstra terdapat beberapa papul eritematous dengan ukuran
lentikuler, diskret, dengan krusta hiperpigmentasi dan skuama kasar
Pada pemeriksaan fisik didapatkan juga usia anak adalah 3tahun, pada pemeriksaan fisik
ini sesuai dengan teori dimana pasien ini termasuk dermatitis atopic pada anak (usia
2tahun sampai 10 tahun). Pada status dermatologikus juga umumnya ditemui :
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit
skuama.
Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaana fisik yang didapatkan pada kasus ini ditegakkan
diagnosa kerja adalah Dermatitis Atopik.
11
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Definisi
Dermatitis berasal dari bahasa Yunani "Derma," yang berarti kulit, dan "itis," yang
berarti peradangan. Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respons terhadap pengaruh factor eksogen dan atau factor endogen, mennyebabkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama
atau likenifikasi). Atopi didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menghasilkan
antibodi immunoglobulin E (IgE) dalam respons terhadap protein lingkungan seperti
serbuk sari, debu rumah, tungau, dan alergen makanan. 1
Dermatitis atopi adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal,
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak - anak, sering berhubungan
dengan atopi pada keluarga atau penderita.1 Hal ini sering dikaitkan dengan kelainan pada
fungsi sawar kulit, sensitisasi alergen, dan infeksi kulit berulang. 2 Dermatitis atopik
paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi juga mempengaruhi banyak orang dewasa.1
B. Sinonim
Istilah lain adalah ekzema atopik, ekzema konstitusional, ekzema fleksural,
neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier.1
C. Epidemiologi :
Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain, prevalensi
dermatitis atopik pada anak mencapai 10 - 20%, sedangkan pada dewasa kira - kira 1 3%.
Sejak tahun 1960, telah terjadi lebih dari tiga kali lipat peningkatan dalam
prevalensi
dermatitis
atopik. Dermatitis
atopik
merupakan
masalah
kesehatan
masyarakat yang utama di seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak-anak dari 10-20%
di Amerika Serikat, Eropa Utara dan Barat, perkotaan Afrika, Jepang, Australia, dan
negara-negara industri lainnya. Prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa adalah
sekitar 1-3%. Menariknya, prevalensi dermatitis atopik jauh lebih rendah di daerahdaerah pertanian seperti China dan Eropa Timur, Afrika pedesaan, dan Asia
Tengah. Namun, data terbaru dari International Study of Asma dan Alergi in Childhood
12
(ISAAC) menegaskan bahwa dermatitis atopik adalah penyakit dengan prevalensi yang
tinggi, yang mempengaruhi pasien di kedua negara maju dan berkembang. 2
Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi dermatitis atopik,
misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat,
migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan antibiotic, berpotensi
menaikkan jumlah penderita dermatitis atopik.1
Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang
ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopik pada masa kehidupan tiga
bulan pertama. Bila salah satu orangtua menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan
mengalami gejala alergi sampai usia dua tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua
orang tua menderita atopi. Risiko mewarisi dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang
menderita dermatitis atopik dibandingkan ayah. Tetapi bila dermatitis atopik yang dialami
berlanjut hingga dewasa, maka risiko untuk mewariskan pada anaknya sama saja yaitu
kira-kira 50%.1
D. Etiopatogenesis
Penyakit ini dipengaruhi oleh multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik
adalah melalui reaksi imunologik.1 Kadar IgE dalam serum penderita dermatitis atopik
dan jumlah eosinophil dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada
hubungan secara sistemik antara dermatitis atopik dan alergi saluran napas, karena 80%
anak dengan dermatitis atopik mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik. Dari
percobaan dari tikus pada tikus yang disensitisasi secara epikutan dengan antigen, akan
terjadi dermatitis alergik, IgE dalam serum meningkat, eosinophilia saluran napas, dan
respons berlebihan terhadap metakolin. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pajanan
allergen pada dermatitis atopik akan mempermudah timbulnya asma bronkial. Berikut ini
4 kelas gen yang mempengaruhi penyakit atopi.1
-
Dermatitis atopik adalah penyakit inflamasi kulit yang sangat pruritus yang
merupakan hasil interaksi yang kompleks antara kerentanan genetik yang menghasilkan
sawar kulit yang rusak, kelainan pada sistem imun bawaan, dan peningkatan respon
kekebalan terhadap alergen dan antigen mikroba.2
-
Faktor Genetik
14
Dermatitis atopik adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal sangat
besar. Banyak gen telah dikaitkan dengan dermatitis atopik, terutama gen yang mengkode
struktural protein epidermal. Pada penemuan genetik baru ditemukan hubungan yang
kuat antara dermatitis atopik dan mutasi pada gen filaggrin, diposisikan pada kromosom
1. Sekitar 10% dari orang-orang dari populasi Barat membawa mutasi pada gen filaggrin,
dan sekitar 50% dari semua pasien dengan dermatitis atopik membawa mutasi gen
filaggrin. 2
Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit alergi, tetapi yang
paling menarik adalah peran kromosom 5 q31 33 karena mengandung gen penyandi
IL3, IL4, IL13 dan GM CSF (granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang
diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi dermatitis atopik, ekspresi gen IL-4 juga
memainkan peranan penting.1
Predisposisi dermatitis atopik dipengaruhi perbedaan aktifitas transkripsi genetik
gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen kimase sel
mast dengan dermatitis atopik tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun rinitif alergik.
Serine protease yang diproduksi sel mast kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik
dan berkontribusi pada resiko genetic dermatitis atopik.1
-
15
Produksi TNF- dan IFN- pada dermatitis atopik memicu kronisitas dan
keparahan dermatitis. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF- dan
sitokin proinflamasi yang lain dari epidermis, sehingga mempercepat timbulnya
peradangan pada kulit dermatitis atopik.6
Pada dermatitis atopik kronis, ekspresi IL-5 akan mempertahankan eosinophil
hidup lebih lama dan menggiatkan fungsinya. Sel Langerhans pada kulit penderita
dermatitis atopik adalah abnormal, dapat secara langsung menstimulasi sel TH tanpa
adanya antigen; secara selektif dapat mengaktivasi sel TH menjadi fenotip TH2. SL
yang mengandung IgE meningkat ; sel ini mampu mempresentasikan allergen tungau
debu rumah kepada sel T. Sel yang mengandung IgE setelah menangkap allergen
akan mengaktifkan sel TH2 memori di kulit atopi, juga bermigrasi ke kelenjar getah
bening setempat untuk menstimulasi sel T nave sehingga jumlah sel TH2 bertambah
banyak.1
Kadar seramid pada kulit dermatitis atopik berkurang sehingga kehilangan air
(transepidermal water loss = TEWL) melalui epidermis mudah terjadi. Hal ini
mempercepat absorbsi antigen ke dalam kulit. Sebagaimana diketahui bahwa
sensitisasi epikutan terhadap allergen menimbulkan respons TH2 yang lebih tinggi
daripada melalui sistemik atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsinya
sawarnya merupakan tempat yang sensitive.1
Sensitasi epikutan terhadap alergen menimbulkan respon TH2 yang lebih
tinggi daripada melalui sistemik atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsi
sawarnya merupakan tempat yang sensitif.1
16
atopik. Namun, studi terbaru menunjukkan peran potensial untuk reseptor H4. 2
Sel-sel inflamasi memainkan peran penting dalam pruritus. Molekul yang
telah terlibat dalam pruritus termasuk sitokin sel T yang diturunkan seperti IL-31,
stress neuropeptida, dan protease. 2
-
Respons sistemik 1
Pada pasien dengan dermatitis atopik baik respon imun bawaan dan adaptif
terganggu. Pruritus intens adalah ciri dari dermatitis atopik yang pasti menyebabkan
garukan luas dan lebih lanjut pada barier kulit. Jelas bahwa barier kulit yang utuh dan
fungsional (stratum korneum) diperlukan untuk
Eosinofilia
dan PGE2
18
Pada anak kecil, makanan dapat berperan dalam pathogenesis dermatitis atopik,
tetapi tidak biasa terjadi pada penderita dermatitis atopik yang lebih tua. Makanan yang
paling sering ialah telur, susu, gandum, kedele, dan kacang tanah. Reaksi yang terjadi
pada penderita dermatitis atopik karena karena induksi allergen makanan dapat berupa
dermatitis ekzematosa, urtikaria, kontak urtikaria, atau kelainan mukokutan yang lain.
Hasil pemeriksaan laboratorium dari bayi dan anak-anak kecil dengan dermatitis atopik
sedang atau berat, menunjukkan reaksi positif terhadap tes kulit dadakan (immediate skin
test) dengan berbagai jenis makanan. Reaksi positif ini diikuti kenaikan mencolok
histamine dalam plasma dan aktivasi eosinophil. Sel T spesifik untuk allergen makanan
juga berhasil diklon dari lesi penderita dermatitis atopik.1
Dari percobaan buta ganda dengan placebo dan tungau debu tumah (TDR),
ditemukan penderita dermatitis atopik setelah menghirup TDR mengalami ekserbasi
ditempat lesi lama, dan timbul pula lesi baru. 1
Penderita dermatitis atopik cenderung mudah terinfeksi bakteri, virus, jamur,
karena imunitas seluler menurun. Pada lebih dari 90% lesi kulit pederita dermatitis atopik
ditemukan S.aureus, sedangkan pada orang normal hanya ditemukan 5%. 1
E. Gambaran Klinis :
Kulit penderita dermatitis atopik pada umumnya kering, pucat, redup, kadar lipid
di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba
dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan inteligensia diatas ratarata, seing merasa cemas, egois, frustasi, agresif atau merasa tertekan. 1
Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari
tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk
sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul,likenifikasi, eritema,
erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta.1
Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu :
Dermatitis atopik infantil (terjadi pada usia 2 bln - 2 tahun)
Dermatitis atopik anak (terjadi pada usia 2 - 10 tahun)
Dermatitis atopik pada remaja dan dewasa
Dermatitis Atopik pada Infantile (usia 2 bulan - 2 tahun)
19
Dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya
setelah usia 2 bulan. Lesi mulai dimuka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang
halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi
kemudian meluas ke tempat lain yaitu scalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan
tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai
menggaruk setelah umur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga
anak gelisah susah tidur dan sering menangis. Pada umumnya lesi dermatitis atopik
infantile eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat
meluas generalisata bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi
menjadi kronis dan residif.
Sekirar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita
sembuh setelah usia 2 tahun., mungkin juga sebelumnya, sebagain lagi berlanjut menjadi
bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan
makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya. 1
Dermatitis Atopik pada Anak (Usia 2-10 tahun) 1
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri (de novo).
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit
skuama.
Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
sejenisnya.
Dermatitis atopik berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat
pertumbuhan.
scalp. Kadang erupsi meluas dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi
kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung manjadi plak likenifikasi
dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena garukan.
Lambat laun terjadi hiperpigmentasi. 1
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada orang dewasa
sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress. Mungkin karena
stress dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopic memang sulit
mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal muncul bila mengadakan latihan fisik. Pada
umumnya dermatitis atopik remaja dan dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung
menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan;
hanya sebagain kecil yang berlangsung sampai usia tua. Kulit penderita dermatitis atopik
yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan
eksogen. 1
F. Pemeriksaan Laboratorium
Pengujian laboratorium tidak diperlukan dalam evaluasi rutin dan pengobatan
dermatitis atopik. Serum IgE meningkat pada sekitar 70-80% pasien dermatitis
atopik. Hal ini dikaitkan dengan sensitisasi terhadap alergen inhalan dan makanan dan /
atau bersamaan dengan rhinitis alergi dan asma.2
Gambaran histologi dermatitis atopik tidak spesifik. Lesi akut atau awal ditandai
dengan spongiosis, eksositosis limfosit T, jumlah Sel meningkat. Dersmis : edema,
bersebukan sel radang terutama limfosit T, makrofag, sel mas jumlahnya masih dalam
batas normal, tetapi dalam keadaan degranulasi.
Kriteria Minor
Xerosis
Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus Herpes simpleks)
Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
Iktiosis/ hiperliniar palmaris/ keratosis pilaris
Pitriasis alba
Dermatitis di papila mame
White dermographism dan delayed blanch response
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie - Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritem
Gatal bila berkeringat
Intoleransi terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE di dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu : 1
Tiga kriteria mayor berupa :
Riwayat atopi pada keluarga
Dermatitis di muka atau ekstensor
Pruritus
Ditambah tiga kriteria minor :
xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris,
aksentuasi perifolikular
fisura belakang telinga
skuama di scalp kronis
Kriteria Williams
Harus terdapat kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan tuanya anaknya suka
menggauk dan menggosok
Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit (lipat siku, belakang lutut, bagian depan
-
pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak dibawah usia 10 tahun)
2. Riwayat asma bronkial (hay fever) pada penderita (atau riwayat penyakit atopik pada
keluarga tingkat pertama dari anak dibawah 4 tahun).
3. Riwayat kulit kering pada tahun terakhir.
22
4. Adanya dermatitis yang tampak pada lipatan(atau dermatitis pada pipi atau dahi dan
anggota badan bagian luar anak dibawah 4 tahun).
5. Awitan dibawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak dibawah 4 tahun).
The American Academy of Dermatology telah menyarankan kriteria diagnostik universal
berikut untuk dermatitis atopic. 7
A. Tanda yang harus ada dan jika lengkap, cukup untuk diagnosis:
1. Pruritus
2. Perubahan ekzematus yaitu akut, sub-akut, atau kronis:
a. pola yang tipikal dan usia yang spesifik
wajah, leher, dan keterlibatan ekstensor pada bayi dan anak-anak
Lesi fleksural pada orang dewasa / usia berapapun.
daerah pangkal paha dan ketiak
b. Kronis atau kambuh saja
B.Tanda penting yang terlihat dalam kebanyakan kasus, menunjang diagnosis:
1. Onset di usia dini
2. Atopi (IgE reaktivitas)
3. Xerosis
C. Tanda klinis yang berhubungan : membantu dalam menunjukkan diagnosis DA tapi
terlalu nonspesifik untuk mendefinisikan atau mendeteksi DA untuk penelitian dan
epidemiologi:
1. Keratosis pilaris / Ichthyosis / Palmar hyperlinearity
2. respon vaskular atipical
3. perifollicular aksentuasi / likenifikasi / prurigo
4. Perubahan pada mata / periorbital
5. perioral / lesi periauricular
23
Gambar 5. Prurigo2
Gambar 6. Likenifikasi2
H. Diagnosis Banding
1.
Dermatitis seboroik (terutama pada bayi)
2.
Dermatitis kontak
3.
Dermatitis numularis
4.
Skabies
5.
Iktiosis
6.
Psoriasis (terutama di daerah palmoplantar)
7.
Dermatitis herpetiformis
8.
Sindrom Sezary
9.
Penyakit Letterer - Siwe1
24
I. Komplikasi
-
Komplikasi okuler
Dermatitis kelopak mata dan blepharitis kronis umumnya terkait dengan
dermatitis atopik dan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan dari jaringan parut
kornea. Keratokonjungtivitis atopik biasanya bilateral dengan gejala gatal, rasa
terbakar, mata berair. Selain itu dapat terjadi konjungtivitis vernal yaitu proses
inflamasi bilateral yang berulang, kronis yang terkait dengan hipertrofi papiler yang
terjadi pada pasien yang lebih muda. Katarak dilaporkan dalam literatur terjadi pada
sampai dengan 21% dari pasien dengan dermatitis atopik berat. 2
Infeksi
25
S. aureus ditemukan di lebih dari 90% dari lesi kulit dermatitis atopik. Krusta,
folikulitis, dan pioderma adalah indikator infeksi kulit sekunder oleh bakteri. 2
-
Dermatitis Eksfoliatif
Hal ini biasanya disebabkan oleh superinfeksi, misalnya, S. aureus atau
infeksi herpes simpleks, iritasi kulit, atau terapi yang tidak tepat. 2
J. Penatalaksanaan
Umum
Khusus
Topikal
Hidrasi kulit. Kulit penderita dermatitis atopik kering dan fungsi sawawnya
berkurang, mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikoorganisme
pathogen, bahan iritan dan allergen.
misalnya krim hidrofilik urea 10% dapat pula ditambahkan hidrokortison 1%.
Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan
lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif.
Pemakaian pelemabab dilakukan secara teratur 2kali sehari, oleskan segera
setelah mandi, walaupun tidak terdapat gejala DA. Setelah mandi, kulit dilap,
kemudian menggunakan emolien agar kulit tetap lembab. 1
Penerapan pelembab harus menjadi bagian dari pengobatan pasien
dengan DA karena penggunaannya dapat mengurangi keparahan penyakit dan
kebutuhan untuk intervensi farmakologis. Pelembab harus diterapkan segera
setelah mandi untuk meningkatkan hidrasi kulit pada pasien. 3
Kortikosteroid
Hydrocortisone
Hydrocortison-17-butyrate
Clobetason-17-butyrate
Betamethason-17-valerate
Fluticasone propionate
Betamethasone
Mometasonfuroate
Desoximethasone Fluocinonide
Fluocinolonacetonide
Clobetasol propionate
Namun demikian harus waspada karena dapat terjadi efek samping yang
tidak diinginkan. Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya
hidrokortison 1%-1.25%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi
menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka digunakan steroid
berpotensi rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga digunakan di genitalia
dan intertriginosa, umunya 2 kali seminggu. 1
Imunomodulator topikal
Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat dalam bentuk
dewasa 0.03% dan 0.1%.
Pimekrolimus (ASM 81)
Preparat Ter mempunyai efek antipruritus dan antiinflamasi pada kulit.
Antihistamin. 1
Sistemik
Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi
akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-selang atau
Oleh karena itu, sebaiknya antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai
efek sedative, misalnya hidrokortison atau difenhidramin. Pada kasus yang
lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek
antidepresan dan memblokade reseptor histamine H1 dan H2, dengan dosis
keganasan kulit.2
Terapi lain :
Interferon , dikenal untuk menekan respon IgE dan proliferasi Th2 sel.
Pengobatan dengan IFN- rekombinan menghasilkan perbaikan klinis,
28
K. Prognosis
Anak tunggal
29
BAB V
KESIMPULAN
Dermatitis atopic adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak - anak, sering
berhubungan dengan atopi pada keluarga atau penderita. Di Amerika Serikat, Eropa,
Jepang, Australia dan negara industri lain, prevalensi dermatitis atopik pada anak
mencapai 10 - 20%, sedangkan pada dewasa kira - kira 1 - 3%.
Dermatitis atopik dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik
adalah melalui reaksi imunologik.
Diagnosis dermatitis atopik didasarkan kriteria yang disusun Williams (1994) atau
dari The American Academy of Dermatology. Terapi dermatitis atopik dapat dilakukan
dengan manggabungkan terapi secara umum dan terapi medikamentosa. Kulit penderita
dermatitis atopik cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu penting
untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito,Sri Adi & Djuanda Suria. Dalam : Djuanda Adhi,editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi keenam. Dermatitis. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan ; 2010. Hal. 138-147.
2. Donald Y.M. Leung, Lawrence F. Eichenfield & Mark Boguniewicz. In : Wloff Klaus et
al, editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. Eight Edition. United States:
McGraw-Hill Companies ; 2012. Chapter 14, Atopic Dermatitis (Atopic Eczema); p.165181.
3. Lawrence F. Eichenfield., Wynnis L. Tom., Timothy G. Berger., et al. Guidelines of care
for the management of atopic dermatitis : Management and treatment of atopic
dermatitis with topical therapies. J Am Acad Dermatol. 2014 May 7 ;71:116-32.
4. Simon Francis Thomsen. Atopic Dermatitis: Natural History, Diagnosis, and Treatment.
Hindawi. 2015 March 2. ; p 2-6.
5. Michelangelo.
Vestita.,
Angela.Filoni.,
Maurizio.Congedo.,
Caterina.Foti.,
and
31