Anda di halaman 1dari 3

Penerapan CRM (Customer Relationship Management) di PT.

Kalbe Farma
Data dan Profil Grup Kalbe
Grup Kalbe berdiri tahun 1966. Saat ini mempunyai tiga divisi, yakni farmasi, makanan
kesehatan, serta kemasan dan distribusi.
Divisi Farmasi mencakup PT Finusol Prima; PT Bifarma Adiluhung; Innogene Kalbiotech
Pte. Ltd.; dan PT Dankos Laboratories. Dankos, yang juga berstatus perusahaan publik,
memiliki tiga anak usaha, yakni: PT Hexpharm Jaya Laboratories; PT Bintang Toedjoe; dan
PT Saka Farma Laboratories.
Divisi Makanan Kesehatan terdiri dari PT Helios Arya Putra dan PT Sanghiang Parkasa;
sedangkan Divisi Kemasan dan Distribusi terdiri dari PT Igar Jaya Tbk. (yang juga memiliki
dua anak usaha: PT Avesta Pack dan PT Indogravure), dan PT Enseval Putera
Megatrading.
Grup usaha ini didukung oleh sekitar 12 ribu karyawan, termasuk 2 ribu salesman dan 105
orang staf TI.
Investasi TI grup usaha ini sekitar Rp 30 miliar per tahun.
Cetak Biru TI Kalbe Hingga 2012 :
1.

Sistem integrasi penuh SCM.

2.

Penerapan aplikasi Business Intelligence on demand bagi semua pihak baik internal
maupun eksternal.

3.

Penerapan seamless Enterprise Resource Planning (ERP) di semua anak


perusahaan.

4.

Penerapan sistem CRM yang efektif.


Rencana Pengembangan dan Proyek TI yang Sedang Dilakukan
(1)
Integrasi sistem untuk lima perusahaan farmasi, yakni: PT Kalbe Farma Tbk.; PT
Finusol Prima; PT Bifarma Adiluhung; Innogene Kalbiotech Pte. Ltd.; dan PT Dankos
Laboratories. Diproyeksikan selesai pada 2009
(2)
Masuk ke proyek integrasi sistem TI inti dengan sistem distribusi. Ditargetkan pada
2010, semua perusahaan sudah memiliki sistem TI yang terintegrasi dengan unit distribusi.
(3)
Mengembangkan layanan procurement menjadi centralized procurement. Jadi
pembelian akan diseragamkan, disentralisasi dalam satu tempat.
(4)
Penerapan CRM korporat sehingga mampu memberikan informasi kepada
masyarakat secara komprehensif, mengenai produk hingga solusi.
Untuk mendukung dan mempercepat pengembangan bisnis kelompok usahanya,
manajemen Grup Kalbe telah menyiapkan cetak biru TI hingga 2012. Sejumlah rencana
taktis telah disiapkan dan sebagian langkah telah diayun. Bagaimana proyek besar ini
dijalankan?

Saya membayangkan, nantinya manajemen bisa memperoleh informasi yang terintegrasi


dari semua sister company Kalbe secara real time, on demand, anytime dan anywhere, ujar
Vidjongtius dengan mata menerawang. Begitu juga, para pelanggan bisa berinteraksi via
Web, dan prinsipal bisa mengakses laporan dengan mudah, tambahnya.
Tentu saja, yang dibayangkan Direktur Teknologi Informasi Grup Kalbe tersebut bukan
angan-angan buta. Pasalnya, upaya ke arah sana sudah dipersiapkan dan dijalankan.
Bahkan, cetak biru (blueprint) TI hingga 2012 sudah disusun manajemen perusahaan
farmasi terbesar di Tanah Air ini. Visi dan misi perusahaan adalah tumbuh bersama
teknologi. Keberadaan TI bukan sekadar enabler, tapi harus menjadi akselerator
pengembangan bisnis perusahaan, Vidjongtius menegaskan.
Cetak biru TI yang disusun Grup Kalbe tersebut cukup komprehensif, mulai dari sistem
Supply Chain Management (SCM) terintegrasi hingga Customer Relationship Management
(CRM). Toh, diakui Vidjongtius, sebagai sebuah proyek besar berjangka menengah, maka
pengerjaannya tidak bisa sekaligus. Selain dilakukan secara bertahap, pengerjaan proyek
juga diprioritaskan untuk anak usaha yang memiliki skala bisnis besar, kata Vidjongtius
mengenai strateginya.
Salah satu proyek yang sudah berjalan adalah integrasi kantor-kantor cabang dengan kantor
pusat. Diklaim Vidjongtius, sekarang sudah hampir 100 kantor cabang terintegrasi ke kantor
pusat. Cepatnya pengerjaan integrasi jaringan antarkantor itu, karena Kalbe sudah
menggunakan solusi akses infrastruktur dari Citrix System. Solusi ini mulai diterapkan pada
2000 untuk mendukung penerapan aplikasi keuangan di kantor pemasaran dan pabrikpabriknya.
Program yang tak kalah penting, untuk mendukung dan meningkatkan kinerja tim
penjualannya, Kalbe membekali pula mereka dengan personal digital assistance (PDA).
Diklaim Vidjongtius, dari sekitar 2 ribu tenaga salesman perusahaannya, 50%-nya sudah
dibekali PDA. Walaupun investasi yang dikeluarkan untuk pengadaan PDA ini cukup mahal,
yakni mencapai Rp 10 miliar, Vidjongtius menilai upaya itu tetap harus dilakukan. Tujuan
utama memberikan PDA kepada salesman adalah untuk meningkatkan kinerja mereka dan
efisiensi, kata Vidjongtius, yang saat ini juga menjabat Presdir Enseval, sambil tersenyum.
Secara keseluruhan investasi TI yang dikeluarkan Kalbe sebesar Rp 30 miliar per tahun.
Ratmo, salah seorang salesman Kalbe, mengakui setelah dibekali PDA kinerjanya
meningkat. Menurut pria yang telah bekerja di Kalbe sejak 1993 ini, dengan perangkat PDA
yang dibawanya ia bisa melakukan order di tempat dan informasi stok barang bisa dipenuhi.
Jika sebelumnya ia hanya mampu menyambangi 15 gerai, kini bisa menjangkau 20 gerai
lebih. Manfaatnya banyak. Terutama kecepatan input data. Dulu, order ditumpuk dulu di
kantor. Sekarang bisa input sendiri. Jadi lebih efisien waktu dan tenaga, ujar salesman yang
beroperasi di kawasan Menteng, Kramat Jaya, Salemba dan Kemayoran ini.
Ditambahkan Vidjongtius, walaupun proses integrasi masih berjalan dan belum selesai,
manfaatnya sudah bisa dirasakan. Contohnya, mereka ternyata mampu menambah jam
kerja, paling tidak satu jam sehari. Artinya, dalam setahun ada tambahan 240 ribu jam kerja.
Manfaat lainnya, Kalbe berhasil memangkas lama barang di gudang (inventori) dari 180 hari
menjadi 110 hari. Jika dulu uang mati di inventori mencapai Rp 1,7 triliun, kini menyusut
tinggal Rp 1 triliun. Belum lagi, laporan konsolidasi bulanan yang tadinya selalu telat 10 hari,
kini dipangkas tinggal empat hari. Sebelumnya, laporan baru bisa selesai pada tanggal 10
atau 12 bulan berikutnya. Sekarang sudah bisa selesai tanggal 4. Ini adalah suatu
percepatan. Manajemen mendapatkan informasi lebih cepat. Dulu, tidak ada yang bisa
mengetahui turun-naiknya suatu produk secara detail. Sekarang bisa dianalisis, ujarnya
bangga.

Singkatnya, menurut Vidjongtius, integrasi sistem yang dilakukan tersebut idealnya bisa
memberikan informasi yang komprehensif mengenai semua aktivitas, baik kepada
manajemen, konsumen, maupun prinsipal. Untuk manajemen, diharapkan akan tersaji
informasi yang real time, on demand, dan sesuai dengan kebutuhan kapan pun dan di mana
pun. Sebenarnya, lanjut Vidjongtius, untuk Kalbe Farma sendiri kebutuhan itu sudah
terpenuhi. Namun, belum berlaku untuk semua anak perusahaan Grup Kalbe lainnya.
Adapun untuk kebutuhan pelanggan institusi seperti rumah sakit, apotek atau toko
menurut Vidjongtius, juga perlu dikembangkan portal yang bisa menyediakan informasi
mengenai kesehatan sampai fasilitas interaktif (forum atau chat room). Dan, untuk prinsipal,
perlu disediakan akses laporan (penjualan, inventori, order procurement, status level), baik
lewat Web maupun SMS.
Rencana lainnya yang sudah diagendakan adalah mengembangkan layanan procurement
menjadi centralized procurement. Jadi pembelian akan diseragamkan, disentralisasi pada
satu tempat. Tujuannya untuk penghematan. Jika aktivitas pembelian ataupun sistemnya
bisa disatukan, volume akan meningkat. Ujung-ujungnya, bargaining power Kalbe sebagai
grup usaha juga bisa meningkat.
Rencana lainnya adalah penerapan CRM korporat sehingga mampu memberikan informasi
kepada masyarakat secara komprehensif, mulai dari produk hingga solusi. Selama ini,
penerapan CRM di Kalbe masih dalam skala untuk kebutuhan konsumen dan produk
tertentu, belum bersifat korporasi. Berikutnya, sebelum bisa mengarah ke penerapan Radio
Frequency Identification (RFID) di masa depan, untuk mengidentifikasi produk Kalbe akan
menggunakan sistem bar code yang dikombinasi dengan wireless scanner.
Proyek integrasi sistem yang kami lakukan didasari oleh strategi besar untuk
mengembangkan dan memajukan perusahaan, sehingga bisa memberikan pelayanan yang
baik kepada pelanggan. Nah, misi itu dijabarkan, di antaranya melalui TI, papar Vidjongtius
dengan raut muka serius. Tahun 2012 semua anak usaha, seperti makanan kesehatan dan
kemasan, pasti akan tersentuh TI. Termasuk yang di Singapura dan Nigeria, serta kantor
pemasaran di seluruh negara ASEAN, semuanya harus menjadi satu sistem, baik untuk
finansial, jaringan, maupun yang lainnya, tambahnya.

Anda mungkin juga menyukai