Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator sensiti untuk
mengukur tingkat kemajuan bangsa. Target MDGs sampai dengan tahun 2015
adalah mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua pertiga dari
tahun 1990 yaitu sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan data dari
SDKI tahun 2012, Provinsi Bengkulu belum dapat mencapai target MDGs.
Angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Bengkulu masih cukup besar yaitu
29 per 1000 kelahiran hidup (Ringkasan eksekutif data dan informasi
kesehatan Provinsi Bengkulu, 2013 : 27) .
Data WHO pada tahun 2013 angka kematian bayi di Indonesia masih
cukup tinggi yaitu 15 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010 Asia
tenggara menduduki peringkat kedua tertinggi untuk kematian balita yang
diakibatkan asfiksia neonatorum setelah Pasifik Barat yaitu 11%. Sedangkan
kematian balita usia dibawah 5 tahun di Indonesia karena menderita asfiksia
neonatorum pada tahun 2000 adalah 11% dan tidak mengalami perubahan
pada tahun 2010 yaitu 11% (World health statistic, 2013: 67).
Berdasarkan data dari profil kesehatan Kota Bengkulu tahun 2011,
kematian bayi berjumlah 64 orang dan bayi lahir mati berjumlah 25 orang.

Faktor penyebab angka kematian bayi adalah BBLR 12 orang, asfiksia 4


orang, dan penyebab lain-lain 11 orang. (Dinkes Kota Bengkulu, 2012)
Berdasarkan data dari RSUD M. Yunus Bengkulu, pada tahun 2012
diperoleh jumlah bayi yang masuk ruang perinatologi sebanyak 1652 bayi dan
372 diantaranya dengan asfiksia neonatorum. Pada tahun 2013 dalam rentang
bulan Januari Juni 2013 diperoleh jumlah bayi yang masuk ruang
perinatologi sebanyak 699 bayi dan 140 diantaranya dengan asfiksia
neonatorum.
Menurut Wiknjosatro (2007) asfiksia adalah suatu keadaan bayi yang tidak
dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Kemajuan ilmu
dan tekhnologi kedokteran telah banyak berperan dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian neonatus. Demikian pula kejadian asfiksia
neonatorum mengalami perubahan yang nyata. Walaupun demikian perubahan
ini tampaknya belum dapat memecahkan permasalahan asfiksia ini
berpengaruh terhadap kualitas bayi dikemudian hari. Pemantauan jangka
panjang pada penderita asfiksia masih memperlihatkan kejadian kelainan
neurologik dan gangguan kognitif yang tinggi. Kelainan yang sering terjadi
adalah gangguan tingkah laku, retardasi mental, epilepsi atau palsi serebral
(Cunningham, 2006).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur / fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan

diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organorgan, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002).
Menurut DR. Nursalam (2005) perkembangan motorik kasar (gross motor)
adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan sebagian besar bagian tubuh karena dilakukan oleh otot-otot yang
lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya berjalan dan berlari
(Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, 2005: 56)
Tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk menopang dirinya sendiri.
Penurunan oksigen setidaknya satu bagian tubuh dikenal sebagai hipoksia.
Total kurangnya oksigen dikenal sebagai anoksia. Sel-sel otak akan rusak
setelah 4 sampai 6 menit tanpa oksigen. Ketika aliran oksigen ke otak
terputus, seseorang akan kehilangan kesadaran dalam waktu 10 detik.
Hipoksia diperpanjang menyebabkan kerusakan otak dan akhirnya kematian.
(Artikel kedokteran : 2013)
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan antara asfiksia neonatorum dengan perkembangan motorik
kasar bayi kurang dari satu tahun di RSUD dr M. Yunus Bengkulu.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah peneliti adalah masih tingginya
angka kejadian asfiksia yaitu 274 kelahiran bayi dengan asfiksia di Rumah
sakit Dr. M. Yunus Bengkulu. Maka pertanyaan penelitian adalah Apakah

asfiksia neonatorum berhubungan dengan perkembangan motorik kasar pada


bayi (6 12 bulan) di RSUD dr M. Yunus Bengkulu?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan antara asfiksia neonatorum dengan perkembangan
motorik kasar pada bayi kurang dari satu tahun di RSUD dr M. Yunus
Bengkulu.
a. Tujuan Khusus
1) Diketahui distribusi frekuensi asfiksia neonatorum di RSUD dr M.
Yunus Bengkulu tahun 2013
2) Diketahui distribusi frekuensi perkembangan motorik kasar bayi
kurang dari satu tahun di RSUD dr M. Yunus Bengkulu tahun 2013
3) Diketahui hubungan asfiksia neonatorum dengan perkembangan
motorik kasar pada bayi kurang dari satu tahun di RSUD dr M.
Yunus Bengkulu.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Akademik
Adanya penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa Politeknik
Kesehatan Bengkulu Jurusan Kebidanan dalam Memberikan informasi
tentang hubungan asfiksia neonatorum dengan perkembangan motorik
kasar pada bayi kurang dari satu tahun di RSUD dr M. Yunus Bengkulu
tahun 2013.
2. Bagi RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu
Meningkatkan keterampilan dan penatalaksanaan di dalam melakukan
tindakan risiko asfiksia neonatorum dan meningkatkan kesadaran akan
pentingnya kualitas tenaga medis dalam melakukan upaya promosi dan
terapi.

3. Bagi Peneliti Lain


Sebagai acuan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai hubungan
asfiksia neonatorum dengan perkembangan motorik kasar pada bayi
kurang dari satu tahun.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian serupa perrnah di lakukan oleh :
1. Adiani, F. 2012. dengan judul hubungan prematuritas

dengan

pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 6-12 bulan di RSUD dr. M.


Yunus Bengkulu, menyatakan hasil

hubungan prematuritas dengan

pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 6-12 bulan di RSUD dr. M.


Yunus Bengkulu dengan tingkat kemaknaan pertumbuhan p =0,000 RP =
15,709 dan perkembangan p =0,000 OR = 23,275 artinya ada hubungan
signifikan antara prematuritas dengan pertumbuhan dan perkembangan
bayi..
2. Septi, Tri. 2012 dengan judul gambaran pemberian MP-ASI dini dan
perkembangan motorik kasar bayi usia 6-12 bulan wilayah kerja
Puskesmas Sawah Lebar Baru Kota Bengkulu dengan hasil penelitian
menunjukkan terdapat 62,5% ibu memberikan MP-ASI dini pada
bayinya, dan lebih dari sebagian (54,2%) memiliki perkembangan
motorik kasar yang abnormal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR


1. PENGERTIAN
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur / fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan,
dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh,
organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002).
Menurut Mary (2005) perkembangan adalah peningkatan kapasitas
untuk berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi (Keperawatan Pediatrik,
2005: 7)
Menurut

Wong

(2000)

perkembangan

merupakan

bertambah

sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh


kematangan dan belajar (Ilmu Kesehatan Anak, 2008: 8)
Menurut DR. Nursalam (2005) perkembangan motorik kasar (gross
motor) adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh yang melibatkan sebagian besar bagian tubuh karena dilakukan oleh
otot-otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya
berjalan dan berlari (Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, 2005: 56)
Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan
otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh. Motorik kasar
diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga

dan sebagainya (Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus, 2007: 113114).


2. FAKTOR-FAKTOR

YANG

BERPENGARUH

TERHADAP

TUMBUH KEMBANG
Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentuknya dasar dasar
kepribadian manusia. Kemampuan pengindraan, berfikir, ketrampilan,
berbahasa dan berbicara, bertingkah laku sosial dll. Ada 2 faktor yang
mempengaruhi proses tumbuh kembang optimal seorang anak yaitu :
a. Faktor dalam
1) Ras / etnik dan bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras / bangsa Amerika maka ia tidak
memiliki faktor hereditas ras / bangsa Indonesia atau sebaliknya.
2) Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi,
pendek, gemuk atau kurus.
3) Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,
tahun pertama kehidupannya.
4) Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat
daripada laki laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas,
pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
5) Genetik

Genetic (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi


anak akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik
yang bepengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
6) Kelainan kromosom
Kelainan

kromosom

umumnya

disertai

dengan

kegagalan

pertumbuhan seperti ada sindrom downs dan sindrom turner.


b. Faktor luar (eksternal)
1) Faktor prenatal
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan
akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan
congenital seperti club foot.
c) Toksin / zat kimia
Beberapa obat obatan seperti aminopterin, thalidomide dapat
menyebabkan kelainan congenital seperti palatoskisis.
d) Endokrin
Diabetes

mellitus

dapat

menyebabkan

makrosomia,

kardiomegali, hyperplasia adrenal.


e) Radiasi
Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi

mental, dan deformitas anggota gerak, kelainan congenital


mata, kelainan jantung.
f) Infeksi
Infeksi pada trimester I dan II oleh TORCH (Toxoplasam,
Rubella, Citomegalo virus, dan Herpes simpleks) dapat
menyebabkan kelainan pada janin : katarak, bisu tuli,
mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung congenital.
g) Kelainan imunologi
Eritroblastosis fetals timbul atas dasar perbedaan golongan
darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody
terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta
masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan
hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia
dan kern ikterus yang menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio disebabkan oleh jaringan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah / kekerasan
mental pada ibu hamil dan lain-lain.
c. Faktor persalinan

10

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat


menyebabkan kerusakan otak.
d. Faktor pasca salin
1) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang
adekuat.
2) Penyakit kronis / kelainan congenital
Tuberculosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani.
3) Lingkungan fisis dan kimia
Lingkungan adalah tempat anak tersebut hidup yang berfungsi
sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider) sanitasi
lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan
sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, merkuri, rokok, dll).
4) Psikologis
Hubungan anak dengan orang di sekitarnya, seorang anak yang
tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa
tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
5) Endokrin
Gangguan hormone, misalnya pada penyakit hipotiroid akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.

11

6) Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek, dan ketidaktahuan, akan
menghambat pertumbuhan anak.
7) Lingkungan pengasuhan
Pada

lingkungan

pengasuhan,

interaksi

ibu

anak

sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.


8) Perkembangan memerlukan rangsang / stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat main, sosialisasi anak,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap anak.
9) Obat obatan
Pemakaian

kortikosteroid

jangka

lama

akan

menghambat

pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang


terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi
hormone pertumbuhan (Pemkot Dinkes Malang, 2007 : 5-6)

3. CIRI-CIRI PERKEMBANGAN
Menurut Narendra (2002) perkembangan memiliki ciri ciri sebagai
berikut :
a. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti
dari perubahan fungsi, seperti perkembangan system reproduksi akan
diikuti perubahan pada fungsi alat kelamin.

12

b. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hokum tetap, yaitu


perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju kearah kaudal
atau dari bagian proksimal kebagian distal.
c. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari
kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan
melakukan hal yang sempurna.
d. Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian
perkembangan yang berbeda.
e. Perkembangan dapat menetukan pertumbuhan tahap selanjutnya,
dimana tahapan perkembangan harus dilewati tahap demi tahap
(Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, 2008: 10).

4. TAHAPAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR


Menurut Hidayat (2009) Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap
perkembangan anak adalah sebagai berikut.
a. Masa neonatus (0 28 hari)
Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini diawali
dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat
kepala.
b. Masa bayi (28 hari 1 tahun)
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan
kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk
sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh
terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol
kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang,

13

berguling dari terlentang kemiring, posisi lengan dan tungkai kurang


fleksi, dan berusaha untuk merangkak.
1) Usia 1 4 bulan
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan
kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk
sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak,
jatu terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri,
control kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring
terlentang, berguling dari telentang kemiring, posisi lengan dan
tungkai kurangfleksi, dan berusaha untuk merangkak.
2) Usia 4 8 bulan
Perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada
perubahan dalam aktivitas, seperti posisi telungkup pada alas dan
sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan
menekan kedua tangannya. Pada bulan ke-4 sudah mampu
memalingkan kepala kekanan dan kekiri, duduk dengan kepala
tegak, membalikkan badan, bangkit dengan kepala tegak,
menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun kedepan dan
kebelakang, berguling dari terlentang ke tengkurap, serta duduk
dengan bantuan dalam waktu yang singkat.
3) Usia 8 12 bulan
Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa
pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, berdiri 2
detik, dan berdiri sendiri.
c. Masa Anak (1-2 tahun)

14

Dalam perkembangan masa anak terjadi perkembangan motorik kasar


secara signifikan. Pada masa ini anank sudah mampu melangkah dan
berjalan dengan tegak. Sekitarusia 18 bulan anak mampu menaiki
tangga dengan cara 1 tangan dipegang. Pada akhir tahun kedua sudah
mampu berlari lari kecil, menendang bola, dan mulai mencoba
melompat.
d. Masa Prasekolah
Perkembangan motorik kasar masa prasekolah ini dapat diawali
dengan kemampuan untuk berdiri dengan 1 kaki selama 1 5 detik,
melompat dengan 1 kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki,
menjelajah, membuat posisi merangkak, dan berjalan dengan bantuan
(Pengantar Ilmu Kesehatan anak, 2008: 20-21).

5. PENILAIAN PERKEMBANGAN
Menurut Vivian (2011) ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang, yakni
sebagai berikut :
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui /
menemukan status gizi kurang / buruk dan sebagai berikut.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui
gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat
dan gangguan daya dengar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui
adanya masalah mental emosional, autism dan gangguan pemutusan

15

perhatian, serta hiperaktivitas (Asuhan Neonatus Bayi dan Anak


Balita, 2011: 55).
6. DENVER DEVELOPEMENT SCREENING TEST II (DDST II)
a. Sejarah DDST II menurut William K. Frakenborg dan Josiah B.
Dodds.
1) DDST diperkenalkan pertama kali pada tahun 1967 untuk
membantu tenaga kesehatan mendeteksi masalah perkembangan
potensial pada anak-anak di bawah usia 6 tahun.
2) DDST telah digunakan secara luas sejak dipublikasikan.
3) DDST telah diadaptasi untuk digunakan dan distandarisasi oleh
lebih dari 12 negara dan telah digunakan untuk menskrining lebih
dari 50 juta anak di seluruh dunia.
4) DDST direvisi menjadi DDST II.
b. Deskripsi DDST II
1) Bukan tes IQ.
2) Bukan tes diagnostik.
3) Reliabel.
4) Validitas tinggi.
5) Mudah dan cepat dilakukan.
6) Berisi 125 items/tugas.
7) Bukan pemeriksaan fisik.
8) Tidak dapat digunakan untuk meramal kemampuan adaptif masa
depan, tetapi digunakan untuk membandingkan penampilan
kemampuan anak pada berbagai macam tugas dengan anak lain
yang seusia.
c. Peralatan
1) Benang sulaman merah.
2) Kismis.
3) Kerincingan dengan pegangan.
4) Kubus kayu berwarna ukuran dimensi 1 inci sebanyak 10 buah.
5) Lonceng kecil.
6) Bola tenis.
7) Pensil merah.

16

8) Boneka plastik kecil dengan dot.


9) Cangkir plastik dengan pegangan.
10) Kertas kosong.
11) Botol kaca bening yang dapat dibuka.
d. Alat lainnya
1) Meja dan kursi untuk pemeriksa, ibu dan anak.
2) Ruangan yang cukup luas untuk menguji item motorik kasar

e.
1)
2)
3)
4)
5)

(gross motor).
3) Tempat tidur lengkap dengan perlak dan laken.
Keuntungan DDST II
Menilai perkembangan anak sesuai dengan usia.
Memantau perkembangan anak usia 0-6 tahun.
Monitor anak dengan risiko perkembangan.
Menjaring anak terhadap adanya kelainan.
Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan

perkembangan atau benar-benar ada kelainan.


f. Cara pemeriksaan DDST II
1) Dilakukan secara kontinu.
2) Didampingi ibu atau pengasuh.
3) Anak dan ibu dalam keadaan santai.
4) Satu formulir digunakan beberapa kali oleh satu anak.
5) Tempatkan bayi di atas tempat tidur, anak duduk di kursi dan
lengan di atas meja.
g. Prinsip
1) Bertahap dan berkelanjutan.
2) Dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak.
3) Menggunakan alat bantu stimulasi yang sederhana.
4) Suasana nyaman dan bervariasi.
5) Perhatikan gerakan spontan anak.
6) Dilakukan dengan wajar dan tanpa paksaan serta tindakan
menghukum.
7) Memberikan pujian (reinforcement) bila berhasil melakukan test.
8) Sebelum uji coba, semua alat diletakkan dulu diatas meja.
9) Pada saat tes hanya satu alat saja yang digunakan.
h. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Uji coba item yang kurang aktif dilakukan lebih dahulu.
2) Uji coba yang lebih mudah dilakukan terlebih dahulu.

17

3) Uji coba dengan menggunakan alat yang sama dilakukan


berurutan.
4) Hanya alat uji coba yang berada di depan anak.
5) Semua uji coba dimulai dari sebelah kiri garis usia dan yang
ditembus serta item di sebelah kanan garis usia.
i. Cara melakukan test pada anak dengan risiko perkembangan
1) Pada setiap sektor paling sedikit dilakukan 3 uji coba yang ada di
sebelah kiri garis usia dan item yang berada pada garis usia.
2) Jika anak gagal, menolak, tidak ada kesempatan (no opportunity),
dilakukan uji coba tambahan ke seblah kiri garis usia sampai 3 kali
lewat tiap skor.
j. Cara melakukan tes pada anak normal atau kemampuan lebih
1) Pada setiap sektor dilakukan paling sedikit 3 uji coba yang paling
dekat di sebelah kiri garis usia dan item yang dilewati garis usia.
2) Jika anak mampu/bisa melakukan, lanjutkan uji coba di sebelah
kanan garis usia sampai 3 kali gagal tiap sektor.
k. Skoring pada DDST II
1) Lewat (pass)
a) Apabila anak dapat melakukan uji coba dengan baik.
b) Ibu atau pengasuh memberi laporan (I) tepat atau dapat
dipercaya bahwa nak dapat melakukan dengan baik.
2) Gagal (fail)
a) Apabila anak tidak dapat melakukan uji coba dengan baik.
b) Ibu atau pengasuh memberi laporan bahwa anak tidak dapat
melakukan tugas dengan baik.
3) Tidak ada kesempatan (no opportunity)
Apabila anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji
coba karena ada hambatan, seperti retardasi mental dan down
syndrome.
4) Menolak (refusal)

18

Anak menolak untuk melakukan uji coba biasanya disebabkan


karena faktor sesaat, seperti lelah, menangis, sakit, mengantuk, dan
lain-lain.
l. Intrepestasi hasil tes keseluruhan (4 sektor)
1) Normal
a) Bila tidak ada keterlambatan (delay).
b) Paling banyak 1 caution.
c) Lakukan ulangan pemeriksaan berikutnya.
2) Dicurigai (suspect)
a) Bila didapatkan 2 atau lebih caution atau bila didapatkan 1 atau
lebih delay.
b) Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan
faktor sesaat (takut, lelah, sakit, tidak nyaman, dan lain-lain).
3) Tidak teruji (untestable)
a) Bila ada skor menolak 1 atau lebih item di sebelah kiri garis
umur.
b) Bila menolak lebih dari 1 pada area 75-90% (warna hijau) yang
ditembus garis umur.
c) Ulangi pemeriksaan 1-2 minggu (Asuhan Neonatus Bayi Anak
dan Balita, 2011: 57-62).

B. ASFIKSIA NEONATORUM
1. PENGERTIAN
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak bisa bernapas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan, 1998 : 319)

19

Asfiksia adalah kurangnya oksigen yang mencapai otak sehingga


menyebabkan kehilangan kesadaran dan, jika tidak dilakukan penanganan
yang efektif, pada akhirnya menyebabkan kematian (Ensiklopedia
Keperawatan, 2008: 31)
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir
yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. (Asuhan Neonatus Bayi
Anak dan Balita, 2011: 102)
2. PEMBAGIAN TANDA SERTA GEJALA
a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dan segera. Tanda dan
gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut.
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 kali per menit.
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai
berikut.
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2) Usaha napas lambat.
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
5) Bayi tampak sianosis
6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan.
c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah
sebagai berikut.

20

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali permenit.


Bayi tampak sianosis.
Adanya retraksi sela iga.
Bayi merintih (grunting)
Adanya pernapasan cuping hidung.
Bayi kurang aktivitas.
Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales,
wheezing positif (Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita, 2011:
102).

3. PENYEBAB
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi
menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan
gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat pada
bayi (Wiknjosastro, 2007)
Faktor ibu disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia, pendarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus
macet, demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan). Faktor Tali
Pusat terdiri dari lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat,
prolapsus tali pusat. Kemudian dari faktor bayi diantaranya bayi prematur
(sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang,
bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan

21

bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)


(Wiknjosastro, 2007)
Penjelasan patofisiologi dari faktor di atas menurut pendapat mansjoer
(2000), bahwa preeklamsi adalah timbulnya hipertensi yang disertai
proteinuaria dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segara setelah persalinan. Preeklamsi terjadi pada ibu hamil
dan biasanya preeklamsia muncul pada trimester III kehamilan. Gangguan
ini bisa terjadi sangat ringan dan parah, janin yang di kandung ibu hamil
yang mengalmi preeklamsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi dan
oksigen di bawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah
yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit, sehingga terjadi asfiksia.
Menurut Depkes RI (2002) bahwa bayi prematur adalah bayi lahir
dengan kehamilan selama 28 minggu-36 minggu. Bayi lahir kurang bulan
mempunyai organ dan alat-alat tubuuh belum berfungsi normal untuk
bertahan hidup di luar rahim. Makni muda umur kehamilan,fungsi organ
tubuh bayi makin kurang sempurna. Karena masih belum berfungsinya
organ-organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernapasan maka
terjadinya asfiksia.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban yang menyebabakan air
ketuban menjadi berkurang dan terjadi penekanan terhadap tali pusat
sehingga mengakibatkan gagguan aliran darah dalam tali pusat yang
menyebabkan hipoksia pada janin maka terjadi asfiksia
Proses persalinan yang sebagian besar dilakukan sectio caesaria
berpengaruh besar terhadap komplikasi asfiksia neonatorum, pemakaian

22

anasthesia pada saat pembedahan menyebabkan gangguan pernafasan


pada bayi,menyebabkan aliran darah uteroplasenter terganggu sehingga
bayi mengalami hipoksia dan menyebabkan asfiksia pada saat bayi lahir.
Menurut pendapat cunningham (2005) ibu yang mengalami partus
lama biasanya di karenakan adanya gangguan pada sistem aliran darah dan
gagguan kontraksi uterus, biasanya pada ibu yang mengalami partus lama
kontraksi uterusnya tidak adekuat hal ini di karenakan bisa pada ibu yang
mengalami anemia biasanya oksigen yang dikirim ke uterus berkurang
sehingga suplay oksigen yang di alirkan ke plasenta dan janin juga
berkurang. Hal ini menyebabkan bayi baru lahir asfiksia.
Menurut manuaba (1998) kehamilan lewat waktu adalah kehamilan
yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan sehingga
menurunnya

sirkulasi

darah

menuju

sirkulasi

plasenta

dapat

mengakibatkan Pertumbuhan janin makin lambat,terjadi perubahan


metabolisme janin, Air ketuban berkurang dan makin kental, Sebagian
janin

bertambah

berat,

serhingga

memerlukan

tindakan

persalinan,Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin dan plasenta tidak


sanggup

memberikan

nutrisi

dan

pertukaran

CO2/O2

sehingga

mempunyai resiko asfiksia dan setiap saat dapat meninggal di rahim, Saat
persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia. Beberapa keadaan Tali
pusat seperti : Lilitan tali pusat; Tali pusat pendek; Simpul tali pusat; dan
prolap tali pusat, yang mengakibatkan aliran darah ke janin berkurang

23

sehingga aliran oksigen ke janin juga berkurang yang mengakibatkan


terjadi gawat janin, menyebabkan asfiksia bayi baru lahir.
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang
berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor
risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya
tentang

kemungkinan

perlunya

tindakan

resusitasi. Akan

tetapi,

adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan


penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan (Wiknjosastro, 2007)
4. DIAGNOSIS
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/ hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat
dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal
yang perlu mendapat perhatian yaitu : pertama, denyut jantung janin yaitu
peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya,
akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di
luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Kedua, mekonium dalam air ketuban yaitu mekonium pada presentasi
sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin
menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan

24

mudah. Ketiga, pemeriksaan pH darah janin yaitu dengan menggunakan


amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
disertai asfiksia (Wiknjosastro, 2007).
5. PENILAIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah
menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien dan
efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan
keputusan dan tindakan lanjutan.Penilaian untuk melakukan resusitasi
semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :Penafasan,Denyut
jantung,Warna kulit. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan
memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi.
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas
atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (Sarwono,
2006)
6. PENATALAKSANAAN
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : Pertama, memastikan saluran
terbuka dengan cara meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu

25

diganjal 2-3cm, menghisap mulut, hidung dan kadang trachea, bila perlu
masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka. Kedua, memulai pernafasan dengan cara memakai
rangsangan taksil untuk memulai pernafasan, memakai VTP bila perlu
seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi). Ketiga adalah mempertahankan sirkulasi dengan
cara rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara : Kompresi
dada dan Pengobatan (Wiknjosastro, 2007)
7. PERSIAPAN RESUSITASI
a. Mengantisipasi bayi lahir dengan depresi atau asfiksia dengan cara
meninjau riwayat antepartum dan meninjau riwayat intrapartum.
b. Urutan pelaksanaan resusitasi yaitu mencegah khilangan panas dan
mengeringkan tubuh bayi dengan cara alat pemancar panas telah di
aktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat, bayi di
letakkan di bawah pemancar panas,tubuh dan kepala bayi di keringkan
dengan menggunakan handuk atau selimut hangat(apabila diperlukan
penghisapan mekonium,dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh
yaitu setelah mekonium di hisap dari trachea dan Untuk bayi sangat
kecil ( BB< 1500 gr ) atau apabila suhu ruangan sangat dingin
dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastic tipis yang tembus
pandang.
c. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar dengan cara bayi di letakkan
terlentang di alas yang datar,kepala lurus dan leher sedikit tengadah

26

(ekstensi)

dan

untuk

mempertahankan

agar

leher

tetap

tengadah,letakkan handuk atau selimut yang di gulung di bawah bahu


bayi,sehingga bahu terangkat sampai 1 inci (2-3 cm).
d. Membersihkan jalan nafas yaitu tindakan yang kita lakukan adalah
kepala bayi di miringkan agar caiaran berkumpul dimulut dan tidak di
faring bagian belakang, mulut di bersihkan terlebih dahulu dengan
maksud: Cairan tidak teraspirasi, Hispan pada hidung akan
menimbulkan pernafasan megap-megap (gasping), apabila mekonium
kental dan bayinmengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari
trachea dengan menggunakan pipa ET.
e. Menilai bayi yaitu penilaian bayi di lakukan berdasarkan 3 gejala yang
sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi seperti : pertama, usaha
bernafas, apabila bayi bernafas spontan dan memadai,lanjutka dengan
menilai frekuensi denyut jantung, apabila bayi mengalami apnu atau
sukar bernafas (megap-megap atau gasping) di lakukan rangsangan
taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau
menggosok punggung bayi sambil memberikan oksigen dan apabila
setelah

beberapa

detik

tidak

terjadi

reaksi

atas

rangsanagn

taktil,mulailah pemberian VTP dan pemberian oksigen harus


berkonsentrasi 100% (yang di peroleh dari tabung oksigen) kecepatan
aliran oksigen paling sedikit 5 liter per menit. Kedua adalah frekuensi
denyut jantung yaitu segera setelah menilai usaha bernafas dan
melakukan tindakan yang diperlukan tanpa memperhatikanpernafasan

27

apakah spontan normal atau tidak,segera dilakukan penilaian frekuensi


denyut jantung bayi, apabila frekuensi denyut jantung lebih dari
100/menit dan bayi bernafas spontan,dilanjutkan dengan menilai
warna kulit, apabila frekuensi denyut jantung <100/menit,walaupun
bayi bernafas spontan,menjadi indikasi untuk dilakukan VTP, apabila
detak jantung tidak dapat dideteksi,epinefrin harus segera diberikan
dan pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai. Dan ketiga
adalah warna kulit yaitu penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi
bernafas. spontan dan frekuensi denyut jantung bayi >100/menit,
apabila terdapat sianosis sentral,oksigen tetap diberikan dan apabila
terdapat sianosis perifer,oksigen tidak perlu diberikan.sianosis perifer
disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban,antara
lain karena suhu ruang bersalin yang dingin,bukan akibat hypoxemia
(Sarwono, 2006).
C. HUBUNGAN

ASFIKSIA

NEONATORUM

DENGAN

PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR


Salah satu faktor yang mempengaruhi proses tumbuh kembang
optimal seorang anak yaitu faktor persalinan. Komplikasi persalinan pada bayi
seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan otak (Pemkot
Dinkes Malang, 2007 : 5-6).
Tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk menopang dirinya
sendiri. Penurunan oksigen setidaknya satu bagian tubuh dikenal sebagai

28

hipoksia. Total kurangnya oksigen dikenal sebagai anoksia. Sel-sel otak akan
rusak setelah 4 sampai 6 menit tanpa oksigen. Ketika aliran oksigen ke otak
terputus , seseorang akan kehilangna kesadaran dalam waktu 10 detik.
Hipoksia diperpanjang menyebabkan kerusakan otak dan akhirnya kematian.
(Artikel kedokteran : 2013)

D. KERANGKA TEORI
Keterangan:
adalah variabel yang diteliti

Faktor dalam

Faktor luar

Faktor Persalinan

Faktor Pasca
Salin

a) Ras / etnik dan bangsa


b) Keluarga; tubuh tinggi, pendek,
gemuk atau kurus.
c) Umur
d) Jenis kelamin
e) Genetik; kelainan genetik
(kerdil)
f) Kelainan kromosom; sindrom
downs dan sindrom turner.
Faktor prenatal
a) Gizi
b) Mekanis
c) Toksin / zat kimia
d) Endokrin
e) Radiasi
f) Infeksi
g) Kelainan imunologi
h) Anoksia embrio
i) Psikologi ibu
Trauma lahir, asfiksia
a) Gizi
b) Penyakit
kronis/kelainan
kongenital
c) Lingkungan fisis dan kimia
d) Psikologis
e) Endokris
f) Sosio-ekonomi
g) Lingkungan pengasuhan
h) Stimulasi
i) Obat-obatan

Perkembangan
motorik
kasar bayi kurang dari satu
tahun (0-12 bulan)

29

Sumber: modifikasi Pemkot Dinkes Malang (2007)

E. HIPOTESIS
Ha = ada hubungan antara asfiksia neonatorum dengan perkembangan
motorik kasar bayi kurang dari satu tahun.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
observisional deskriptif dengan pendekatan cross sectional ialah suatu
penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko (independen)
dengan faktor efek (dependen), dimana melakukan observasi atau pengukuran
variabel sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2011).
Bagan 3.1 Kerangka Desain Penelitian

Bayi kurang
dari satu
tahun

Riwayat lahir tidak


asfiksia

Perkembangan

Normal
Abnormal

Riwayat lahir asfiksia

Perkembangan

Normal

30

Abnormal

Sumber: modifikasi Notoadmodjo (2010)

B. VARIABEL PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independent yaitu asfiksia
neonatorum dan variabel dependent yaitu perkembangan motorik kasar.
Bagan 3.2 Variabel Penelitian
Variabel independent

Variabel dependent

Asfiksia neonatorum

Perkembangan
motorik kasar

C. DEFINISI OPERASIONAL
Variabel

Definisi
Operasional

Independent
Asfiksia

Cara
ukur
Melihat

Alat ukur
Checklist

Hasil Ukur
0 = asfiksia
1 = tidak

Skala
ordinal

register
neonatorum
Dependent
Perkembangan

Menggunak

asfiksia
0 = abnormal,

adalah

an

bila

bertambahnya

DDST

Perkembangan

DDST

lembar

motorik kasar
didapatkan 2

kemampuan

atau

dalam

keterlambatan

struktur

dan fungsi tubuh

lebih

pada 2 sektor/
lebih atau bila
pada 1 sektor
didapatkan 2

ordinal

31

keterlambatan
atau

lebih,

atau

tidak

dapat

dites,

bila

terjadi

penolakan.
1 = normal,
semua

yang

tidak
tercantum
dalam kriteria
diatas.

D. POPULASI DAN SAMPLE


1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua bayi yang lahir dengan asfiksia
neonatorum yang berusia kurang dari satu 1 tahun di RSUD dr M. Yunus
Kota Bengkulu dalam rentang bulan Januari sampai Juni tahun 2013.
Besar sample berjumlah 140 orang dan ibunya.
2. Sample
Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini diambil
dengan menggunakan teknik random sampling, yaitu anak yang
mempunyai riwayat kelahiran di RSUD M.Yunus bengkulu yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:

32

a. Kriteria inklusi: berumur kurang dari satu tahun (0-12 bulan) pada saat
penelitian dilaksanakan, dengan riwayat lahir di RSUD M.Yunus
Bengkulu dan tinggal di dalam wilayah Kota Bengkulu
b. Kriteria eksklusi: berumur lebih dari 12 bulan dan tinggal diluar kota
Bengkulu
Besar sampel
Dengan menggunakan rumus Lamenshaw, yaitu:
pq
N n
d=zx
x
n
N 1

Dengan,
n = besar sampel
d = penyimpngan terhadap populasi/ derajat ketepatan yang
diinginkan, biasanya 0,05 atau 0,01
N = besar populasi
Z = Standar deviasi normal biasanya ditentukan 1,95 atau 2,0 sesuai
dengan derajat kemaknaan 95%
P = proporsi untuk sifat tertentu, ditetapkan 0,5
Q = 1,0 P
Sehingga didapatkan
pq
N n
d=zx
x
n
N 1

0,1 = 1,96x
2

0,5 x (10,5)
n

(0,1) = (1,96) x
0,01 =

0,5 x 0,5
n

x
x

140n
1401

(140n)
139

3,8416 x 0,25 x (140n)


139 n

1,39n + 0,9604n = 134,456


2,3504n = 134,456
n = 57,20
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 58 bayi.
E. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

33

Penelitian akan dilakukan di RSUD M.Yunus Bengkulu dan dikerjakan pada


periode bulan Januari sampai Maret 2014.
F. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data register rekam
medik ruang Perinatologi di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dengan
menggunakan alat ukur checklist dan menggunakan data primer yang
diperoleh langsung dengan melalukan format observasi MDDST kepada
responden.
2. Pengolahan data
Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah melalui beberapa tahap
(Budiarto, 2002), yaitu:
a. Pemeriksaan (editing)
Meneliti kembali apakah jawaban yang diberikan oleh orang tua pada
saat wawancara sudah cukup benar untuk diproses lebih lanjut. Editing
adalah memeriksa format observasi telah terisi semua dengan benar.
Editing dilakukan saat itu juga, sehingga jika terjadi kesalahan dapat
segera diperbaiki.
b. Pengkodean (Coding)
Memberikan kode pada setiap jawaban yang telah dibuat pada lembar
jawaban yang tersedia. Coding adalah data yang telah disusun dan
telah

diperiksa

kelengkapannya,

kemudian

dikelompokkan

berdasarkan kategori yang dibuat berdasarkan justifikasi atau


pertimbangan peneliti sendiri, dimana untuk variabel asfiksia
neonatorum ringan adalah 1, asfiksia sedang adalah 2 dan asfiksia

34

berat adalah 3, sedangkan untuk variabel perkembangan motorik kasar,


sesuai adalah 0, tidak sesuai adalah 1.
c. Pemasukan data (Entry data)
Setelah dilakukan pengkodean, data dimasukkan ke dalam computer
disesuaikan dengan masing-masing variabel.
d. Proses (Processing Coding)
Processing adalah data yang telah dicoding kemudian akan diolah
kedalam komputer dengan menggunakan progran SPSS for window.
e. Pembersihan data (Cleaning data)
Cleaning adalah mengecek kembali data yang sudah diproses apakah
ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah
diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (score).
3. Analis Data
a. Analisa univariat
Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dimasing-masing
variabel penelitian baik independent (asfiksia neonatorum) maupun
dependent (perkembangan motorik kasar). Untuk melihat distribusi
frekuensi dari setiap masing-masing variabel guna mendapatkan
gambaran dan presentase responden, rumus:
F
P = N x 100%
Keterangan:
P : jumlah presentase yang dicari
F : jumlah frekuensi untuk setiap jawaban
N : Jumlah populasi
(Arikanto, 1998)
b. Analisa bivariat
Digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen
(asfiksia neonatorum) dan variabel dependent (perkembangan motorik
kasar), data dianalisi dengan uji chi-square, dengan tingkat signifikan

35

95 % dengan signifikan

0,5%. Selanjutnya data diolah dengan

menggunakan perangkat komputer.


Uji hipotesis
Ha diterima bila p < 0,05 berarti ada hubungan prematuritas dengan
perkembangan bayi kurang dari 1 tahun.
Ha ditolak bila p > 0,05 berarti tidak ada hubungan prematuritas
dengan perkembangan bayi usia kurang dari 1 tahun.

Anda mungkin juga menyukai