Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. L
Umur
: 28 thn, 2 bulan, 4 hari (10-05-1986)
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga dan Petani
Alamat
: Ling.Padang
Agama
: Islam
No. RM
: 671774
Tanggal masuk
: 12/07/14

II ANAMNESIS

: Autoanamnesis

Keluhan Utama

: Mual dan muntah

Anamnesis Terpimpin

Mual dan muntah dialami kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan

frekuensi lebih dari 7 kali/hari berisi air dan sisa makanan.


Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati.
BAB : biasa, lancar
BAK : biasa, kuning muda, kesan banyak
Kurang lebih 5 hari ini osi demam yang dirasakan terus-menerus, tidak disertai

menggigil, sakit kepala tidak ada, pusing tidak ada.


Pasien juga merasakan sesak nafas tetapi tidak batuk ataupun nyeri dada. Tidak ada

perdarahan gusi ataupun mimisan.


Seluruh badan tampak kuning dan kedua betis terasa nyeri hebat.
Penurunan berat badan tidak ada. Nafsu makan biasa.
Riwayat kontak dengan pasien demam tidak ada.
Riwayat memelihara hewan atau kontak dengan hewan peliharaan tidak ada
Riwayat selalu ke sawah

Riwayat Penyakit Sebelumnya:


- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat hepatitis (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Psikososial:
- Riwayat Minum Alkohol (-)
- Riwayat Merokok (-)
Riwayat Keluarga:
- Riwayat keluarga yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama (-)
III STATUS PRESENT
1

Sakit Sedang / Gizi Cukup / Sadar


BB
= 51 kg
TB
= 155 cm
IMT
= 21.25 Gizi Cukup (Normal)
LP
= 78 cm
Tanda vital :
Tekanan Darah

: 100/50 mmHg

Nadi

: 80 x/menit reguler, kuat angkat

Pernapasan

: 26 x/menit, Tipe : Thoracoabdominal

Suhu

: 37,9 oC (axilla)

IV PEMERIKSAAN FISIS
Kepala

Ekspresi

: Biasa

Simetris muka

: simetris kiri = kanan

Deformitas

: (-)

Rambut

: Hitam lurus, alopesia (-)

Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus

: (-)

Gerakan

: ke segala arah

Tekanan bola mata

: dalam batas normal

Kelopak Mata

: edema palpebra (-)

Konjungtiva

: injection conjunctiva (+)

Sklera

: ikterus (+)

Kornea

: jernih

Pupil

: bulat, isokor 2,5mm/2,5mm


Reflex cahaya +/+

Telinga
Pendengaran
Tophi
Nyeri tekan di prosesus mastoideus
Hidung
Perdarahan
Sekret
Mulut
Bibir
Lidah

: dalam batas normal


: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: pucat (-), kering (-)
: kotor (-) tremor (-) hiperemis (-)
2

Tonsil
Faring
Gigi geligi
Gusi
Leher
Kelenjar getah bening
Kelenjar gondok
DVS
Kaku kuduk
Tumor
Dada
Inspeksi
:
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
Paru
Palpasi
:

: T1 T1, hiperemis (-)


: hiperemis (-),
: caries (-)
: perdarahan gusi (-)
: tidak ada pembesaran
: tidak ada pembesaran
: R-2 cm H2O
: (-)
: (-)
: normochest, simetris kiri = kanan
: tidak ada kelainan
: simetris kiri = kanan
: dalam batas normal

Nyeri tekan

: (-/-)

Massa tumor

: (-/-)

Fremitus raba

: vocal fremitus normal pada kedua


Lapangan paru

Perkusi
:
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar

: sonor
: sonor
: ICS V-VI

Batas bawah paru belakang kanan : ICS IX belakang kanan


Batas bawah paru belakang kiri : ICS X belakang kiri
Auskultasi
:
Bunyi pernapasan
: Vesikuler
Bunyi tambahan

Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Rh

-/-

Wh -/-

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: dalam batas normal

batas atas jantung


batas kanan jantung
batas kiri jantung
Auskultasi

: ICS II sinistra
: ICS III-IV linea parasternalis dextra
: ICS V linea midclavicularis sinistra
: bunyi jantung I/II murni regular,
bunyi tambahan (-)

Perut

Inspeksi

: datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi
Hepar
Lien
Ginjal

: NT (-) MT (-)
: tidak teraba
: tidak teraba
: tidak teraba

Perkusi

: Tympani

Alat kelamin

: Tidak diperiksa

Ekstremitas
Edema -/-/Nyeri tekan m.gastrocnemius (+)

V PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Jenis Pemerikaan

Hasil (13/05/2014)

Nilai Rujukan

WBC
HGB
HCT

10.2x103/uL

4 - 10 x 103/uL

9.8 g/dL
30.2 %

12 - 18 g/dL
37 48%

PLT
SGOT

17 x 103/uL
29 U/L

150-400x103/uL
<38 U/L

SGPT

27 U/L

<41 U/L

PT

11.7

10-14

APTT

27.1

22.0-30.0

Ureum
Creatinin
Natrium

198 mg/dL
6.7 mg/dL
117

10-50 mg/dL
L(<1.3), P(<1.1)
136-145 mmol

Kalium

4.6

3.5-4.5 mmol

Klorida

94

97-111 mmol

Albumin

2.3 gr/dL

3.5-5.0 gr/dL

HbSAg

Non Reactive

Non Reactive

Anti HCV

Non Reactive

Non Reactive

GDS

119 mg/dL

140 mg/dL

Pemeriksaan Penunjang Lainnya :


Urinalisis tanggal 12-07-2014
Protein
: +/30
Blood
: ++/200
Sediaan eritrosit : >25
Sediaan leukosit : 5
Kesan
: Bakteriuria
Leptodipstick 12-07-2014
Kesan
: Positif

VI ASSESMENT :
Leptospirosis
AKI prerenal DD Renal
Trombositopenia
Hipoalbuminemia
Hematuria
Hiponatremia
VII
PLANNING
Pengobatan :
Diet makanan lunak
IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
IVFD NaCl 3%10 tpm
Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv dalam NaCl 0,9% 100 cc/drips
Inj. Omeprazole 40 mg drips 8mg/jam
Paracetamol 500 mg 3x1 (jika suhu >38 derajat celcius)
Transfusi TC 6 bag
Rencana selanjutnya :
o Balance cairan
o Cek DR post transfusi
o Ur/Cr/3 hari
o Awasi tanda-tanda perdarahan
VIII

PROGNOSIS
Quad ad functionam
Quad ad sanationam
Quad ad vitam

:
:
:

Dubia et bonam
Dubia et bonam
Dubia et bonam

IX

FOLLOW UP PASIEN

TANGGAL
13/07/2014
00.00

PERJALANAN PENYAKIT
INSTRUKSI DOKTER
S : Mual (+) Muntah (+) demam (+) P:
Diet makanan lunak
Nyeri ulu hati (+)
IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
O:
IVFD NaCl 3%10 tpm
Inj.Ceftriaxon
SS / GC / CM
T :100/90mmHg
2gr/24jam/iv dalam NaCl
N : 88 x/i
0,9% 100 cc/drips habis
P : 20 x/i
dalam 30 menit
S : 37,9 C
Inj. Omeprazole 40 mg
Anemis (-), ikterus (+)
DVS R-2 cmH2O
drips 8mg/jam
BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/ Paracetamol 500 mg 3x1
CV : BJ I/II murni regular, BT
(jika suhu >38 derajat
(-)
celcius)
Peristaltik (+) kesan normal
Transfusi TC 6 bag
Hepar & lien tidak teraba
Ekstremitas edem -/ Nyeri otot betis(+)
Periksa :
A:

14/07/2014
07.30

Leptospirosis
AKI
Hipoalbuminemia
Trombositopenia

o
o
o
o

Balance cairan
DR post transfusi
Ur/Cr/3 hari
Awasi
tanda-tanda
perdarahan

S : Mual (+) Muntah (+) demam (+) P:


Nyeri ulu hati (-) nyeri seluruh IVFD Asering 28
Ceftriaxon 2gr/24jam/1v
badan dan otot terutama betis (+)
Omeprazole40 mg/24jam/1v
Sistenol tab 3x1
O:
Koreksi Albumin
dengan
SS / GC / CM
Albumin 25 % 1 botol/hari (3
Anemis (-) ikterus (-)
T : 100/90 mmHg
botol)
N : 88 x/i
Awasi TTV/jam
P : 24 x/i
S : 36.6 C
Planning :
Pembesaran kelenjar getah
6

bening (-)
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/Nyeri otot betis (+)
GOT : 29
GPT : 27

Konsul GH
Konsul Infeksi Tropis

A:

15/07/2014
07.00

Weil disease
Hipoalbuminemia
Hiponatremi
S : Mual (+) muntah (+) demam (+)
O:

SS / GC / CM
T : 100/90 mmHg
N : 86 x/i
P : 24 x/i
S : 37.9C
Anemis (-) ikterus (+)
Pembesaran kelenjar

P:

Diet Lunak
IVFD Asering 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam/iv
Inj. Omeprazole 40 mg/24

jam/iv
Paracetamol 500mg 3x1

getah

bening (-)
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/Nyeri otot betis (+)
BB: 51 kg

A:

16/05/2014
09.00
Infeksi Tropis

Weils disease
Hipoalbuminemia

S : Mual (+) muntah (-) NUH (-) P:


demam (-) mata merah(+) mata

kuning (+) nyeri otot betis (+)

O:

Diet Lunak
IVFD Asering 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam/iv
dalam paggybag NaCl 0.9%
7

SS / GC / CM
T : 120/90 mmHg
N : 86 x/i
P : 24 x/i
S : 36.9C
Anemis (-) ikterus (+)
Pembesaran kelenjar

bening (-)
BP : vesikuler, kesan menurun

pada regio basal kedua paru


BT : Rh -/-, Wh -/BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan normal

MT (-) NT (-)
Ext : Edema -/Nyeri otot gastrocnemius (-)
BB: 51 kg

getah

100cc
Inj. Omeprazole 40 mg/24

jam/iv
Paracetamol 500mg 3x1
Transfusi 6 bag
Koreksi
albumin
dengan
Albumin 25% 1 botol/hari

(3botol)
Awasi TTV/2jam

A:
Weills disease
Hipoalbuminemia
Hiponatremia

17/07/2014
07.00

Anti Leptospirosis : +
S : demam (-) mual muntah (-) P:
Rehidrasi adekuat
jaundice (+)
(target balance +500cc/24jam)

O:

SS / GC / CM
T : 110/80 mmHg
N : 84 x/i
P : 24 x/i
S : 36.8C
Anemis (-) ikterus (+)
Pembesaran kelenjar

getah

bening (-)
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan N
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/BB: 80 kg

IVFD NaCl 3% 20tpm


Albumin 25% 1 botol/hari

(3botol)
Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam/iv

dalam paggybag 100cc


Inj. Omeprazole 40 mg/24

jam/iv
Sistenol 3x1
Trombosit TC 6 bag

Planning
-Balance cairan
-USG abdomen
8

LP : 90 cm

-Pantau TTV/jam

A:

-Periksa AGD, ADT, D-Dimer

Weills disease
AKI prerenal
Hipoalbuminemia
Hiponatremia

-Kontrol DR

Lab tgl 12-7-2014


Bil.Total : 10.56
Bil. Direct : 10.58
Leptodipstick : positif
Ur / Cr : 198 /6.70
Hgb : 9.8
Albumin : 2.3
Natrium : 117
PLT : 17.000

RESUME
Pasien perempuan umur 28 tahun datang ke RS dengan keluhan mual dan muntah
yang dialamai sejak 2 hari sebelum masuk RS dengan frekuensi lebih dari 7
kali/hari berisi air dan sisa makanan.
Demam + yang dialami sejak 5 hari ini terus menerus, disertai nyeri hebat pada

kedua betis .Pasien mengeluh susah berjalan.


Nyeri ulu hati +. Nampak kuning seluruh badan pasien.
Sesak napas (+) dialami sejak 2 hari yang lalu.
BAB : biasa, lancar. BAK : biasa, kuning muda,
Riwayat selalu bepergian ke sawah

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Tanda vital febris (37,9 derajat celcius)


Injection conjunctiva (+) Ikterus (+)
Abdomen
: Peristaltik (+) kesan menurun, hepar & lien tidak teraba
Ekstremitas : -/- seluruh ekstremitas. Nyeri tekan pada musculus gastrocnemius (+)
Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil laboratorium

o
o
o
o
o
o
o

Leukositosis
Trombositopenia
Hipoalbuminemia
Azotemia
Hiponatremia
Urinalisa : hematuria
Leptodipstick : Positif

10

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah


dilakukan, maka pasien didiagnosis:
-Weills disease
- AKI prerenal
- Hipoalbuminemia
- Hiponatremia
XI

DISKUSI
Pasien wanita umur 28 tahun datang dengan keluhan utama mual dan muntah yang

dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi lebih dari 7 kali/hari berisi
air dan makanan. Pasien mengeluh nyeri ulu hati. Dari tubuh pasien nampak kuning seluruh
badan pasien. Pasien juga mengalami demam yang dialami sejak 5 hari yang lalu, dirasakan
terus menerus, disertai nyeri hebat pada kedua betis sejak 2 hari yang lalu .Pasien mengeluh
susah berjalan. Sesak napas (+) dialami sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada batuk, tidak ada
nyeri dada. BAB : biasa, lancar. BAK : biasa, kuning muda, kesan banyak. Riwayat sering
bepergian ke sawah.
Pada pasien ini didapatkan adanya keluhan nyeri pada otot betis. Pada otot rangka,
terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri
otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga
ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas
terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan
pada lapisan endotel kapiler.. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada
ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Sehingga
fase ini sering ditandai dengan gejala-gejala tidak khas seperti demam tinggi mendadak,
malaise, mual muntah tanpa mencret, nyeri otot, ikterus, sakit kepala, nyeri ulu hati yang
disebabkan oleh gangguan hati dan ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah
dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskuler, kolestattis intrahepatik sampai berku
rangnya sekresi bilirubun.Conjungtival suffusion khususnya perikorneal terjadi karena
dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini
Pada fase imun yang terjadi pada pasien ini ditandai dengan peningkatan titer
antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40C disertai menggigil dan kelemahan
11

umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama
otot betis. Terdapat gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik.
Pada fase kedua yang terjadi pada pasien ini titer antibodi igM mulai terbentuk dan
meningkat dengan cepat. Gangguan klinis akan memuncak. Dapat terjadi leptopiura
( leptospira dalam urin). Pada pemeriksaan urinalisa pasien ini ditemukan Bakteriuria +
Proteinuria pada pasien ini disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler
terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein
yaitu berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada AKI, kedua mekanisme penghalang tersebut terganggu sehingga protein dapat
lolos pada saat proses filtrasi glomerulus.
Hipoalbuminemia pada pasien ini disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan
reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proximal. Hipoalbuminemia juga dapat
menyebabkan efusi pleura oleh karena terjadi penurunan tekanan koloid osmotik vaskular
pleura.
Lipopolisakarida pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang
berbeda dengan endotoksin bakteri gram neegatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi
perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai
trombositopenia
Nyeri otot terutama didaerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan
paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinase akan meningkat,
dan pemeriksaan kreatinin fosfokinase dapat membantu diagnosis klinik leptospirosis. Invasi
otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya pembengkakan, vakuolisasi
miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit, netrofil dan sel plasma leptospira, misalnya pada
otot gastroknemius.
Antimikroba pilihan utama adalah Penisilin G 4x1,5 juta unit selama 5-7 hari. Alternatif
tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, fluorokuinolon. Pasien ini
diterapi dengan sefalosporin generasi III yaitu Ceftriaxone 2gr/24jam/iv dalam NaCl 0.9 %
100 cc/drips

12

Pengobatan suportif dengan pemberian NaCl untuk mengatasi dehidrasi dan


kekurangan elektrolit. Omeprazole merupakan golongan proton pump inhibitors diberikan
untuk menghambat sekresi asam lambung karena pasien mengeluh nyeri pada bagian
epigastrium. Paracetamol digunakan untuk mengatasi demam ( >37,9C )
Selama dirawat, keadaan pasien berangsur-angsur membaik. Hasil laboratorium mulai
normal. Keluhan demam, mual dan nyeri ulu hati tidak ada. Pada hari ke 14 pasien
diperbolehkan pulang.
Prognosis pada pasien ini secara ad vitam adalah bonam karena keadaan yang
mengancam jiwa telah dapat teratasi dengan baik, dimana tidak terjadi dehidrasi dan
perdarahan, kondisinya stabil. Untuk ad functionamnya adalah dubia karena sudah terjadi
leptospirosis ikterik yang mempunyai komplikasi tapi masih dapat beraktivitas normal. Untuk
ad sanationamnya ialah bonam karena penyakit tidak menimbulkan kecacatan.

13

TINJAUAN PUSTAKA
1. PENDAHULUAN

Leptospirosis tersebar di seleruh dunia, di semua benua kecuali benua Amerika,


namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan
seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut dan binatang pengerat lainnya seperti
tupa,musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira
hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor utama dari
L.interohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira
akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal
tikus dan secara terus-menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat
musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan
musim gugur

karena tempratur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup

leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.1
Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan
dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di
Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta,
Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan
lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20 kematian.1
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia dan hewan. Penyakit
ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang luas, bervariasi
mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan,
leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis
yang berat, ditandai oleh jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan
Weils syndrome.(S-1)

14

2. DEFINISI (1,4)
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme
Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama
sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai ikterus
ini dengan penyakit lain yang juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai
Weils disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp fever,
swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.
Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan
konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade
terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang
termasuk emerging infectious disease.
3. ETIOLOGI (1)

15

Leptospirosis

disebabkan

oleh

genus

leptospira,

famili

treponemataceae,

suatu

mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel,
panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung
organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi
tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop
lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan
lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk
mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap. Leptospira
membutuhkan membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin
membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuatkultur yang positif. Dengan medium
Fletchers dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies; L. interrogans yang patogen dan
L. biflexa yang non paogen/saprofit. L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan
serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya. Beberapa serovar
L. interrogans yang dapat menginfeksi manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae,
L. canicola, L. pomona, L. javanica, dan lain-lain.
Menurut bebrapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah L. icterohaemorrhagica
dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar anjing, dan L. pomona dengan reservoar
sapi dan babi.
4. EPIDEMIOLOGI (5)
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat
pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan
16

manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat,
disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan
penyakit ini di jepang pada tahun 1916. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi
sebagian besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia
pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang mempengaruhi
sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang paling penting, walaupun
mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan peliharaan dan domestik dapat juga
membawa mikroorganisme ini. Leptospira meningkatkan hubungan simbiosis dengan
hostnya dan dapat menetap pada tubulus renal selama beberapa tahun.(s-1)
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat
musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur karena tanah
lembab dan bersifat alkalis.
Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus
leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak
beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah
diagnosis dan nonfatal.
Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap
tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir
sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Pada
beberapa negara berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun
1999, lebih dari 500.000 kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality rates dari 0,9
sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada tahun yang sama.(s-1)
Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan
terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir
pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi ringan jarang
terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia
dan penderita immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian.

17

Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada
penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning,
risiko kematiannya lebih tinggi lagi
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok yang berisiko
utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual hewan, bidang agrikultur, rumah
jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko
ini berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti
berenang atau rafting.
Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan tikus. Tukang
susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu. Penelitian seroprevalensi
pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang 8-29%.
Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan peningkatan
sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi perjalanan rekreasi ke daerah
tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing, selancar air, berenang, ski air,
berkendara roda dua melalui genangan, dan kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan
air yang tercemar. Berkemah dan bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko
5. PENULARAN(1,2,3)
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi
jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat
yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit
ini, bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat
gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira
di laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit
yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi
mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan,
pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau orang-orang yang mengadakan
perkemahan di hutan, dokter hewan.

18

6. PATOGENESIS (1)

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah
dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon
imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian
mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui
urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira
dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat
lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria
berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri langsung, faktor
inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

7. PATOLOGI (1,6)

19

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang


bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada bebrapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan
anatara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis
lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional
yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel
plasma. Pada kasus yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan
pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan serebrospinalis pada fase
leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi
terbanyak yang terjadi akibat komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai
leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :
1

Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat
tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal,
hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan

ginjal.
Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
20

ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
3

parenkim.
Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat
fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma.
Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada

miokardium dan endokarditis.


Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan
kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung

leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.


Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan
beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan

menyebabkan uveitis.
Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan

serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit


Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan
terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak
pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh
mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel
mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya
paling sering disebabkan oleh L. canicola.

Weil Disease(1,2)
Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai
perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua, dan
berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan dalam
jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih ringan dari leptospirosis.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada hari ke-3 sampai hari ke-6,
muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan merasakan sakit saat
berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati biasanya ringan dan akan sembuh
total.
21

Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil
disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan oleh seotipe
copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal, hepatik atau disfungsi
vaskular.
7.GAMBARAN KLINIS (1,5,6)
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosos
mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.
Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala, meningismus,
anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus,
hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Sedangkan manifestasi klinis yang jarang terjadi
ialah pneumonitis, hemoptoe, delirim, perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia,
gagal ginjal, neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis.

22

Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal,
berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit
pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia
dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga
didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus
disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif,
dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular, atau
urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase
ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali
normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6
minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari
diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini
disebut fase kedua atau fase imun.
Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai
suhu 40C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh
pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahn berupa
epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling
jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan
manifestasi perdarahan paling sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion
dengan ikterus merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis.

23

Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan
tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda
meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 12 hari. Pada fase ini leptospira dijumpai didalam urin.
8

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI(s-1)


Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan

proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada kasus
yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis anikterik, jumlah
leukosit antara 3000-26000/L, dengan pergeseran ke kiri; pada Weils sindrome, sering
ditandai oleh leukositosis. Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan
dihubungkan dengan gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut,
leptospirosis memiliki bilirubin dan alkali phospatase serum yang meningkat sama dengan
peningkatan ringan dari aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weils sindrome,
protrombin time dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin
phospokinase yang meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu
pertama perjalanan penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi hepatitis
virus.
Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit polimorfonuklear
dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi protein pada LCS dapat
meningkat dan glukosa pada LCS normal.
Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran radiologis
paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab hemoragik alveolar yang
menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas radiografi ini paling
sering terlihat pada lobus bawah paru.
9

DIAGNOSIS

Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya datang
meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang
tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang dengan
pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul
mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual
atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot,
24

hepatomegali, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai
leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap
darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ
hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan
kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat
pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama perjalanan
penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase
leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset
penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun setelah
sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium
Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof.
Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup
dalam heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi,
inokulasi hewan dapat digunakan.
Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaktion (PCR),
silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap.
Table 3. Jenis uji serologi pada Leptospirosis
Microscopic Agglutination Test (MAT)
Macroscopic Slide AgglutinationTest (MSAT)
Uji carik celup :

Enzyme linked immunosorbant assay

- Lepto Dipstick (ELISA)


- LeptoTek Lateral Flow

Microcapsule agglutination test

Aglutinasi lateks kering

Patoc-slide agglutination test (PSAT)

(LeptoTek Dry-Dot)

Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)

Indirect Fluorescent antibody test (IFAT)

Counter immune electrophoresis (CIE)

Indirect haemagglutination test (IHA)


Uji aglutinasi lateks
Complement fixation test (CFT)
25

10 DIAGNOSIS BANDING(s-1)
Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan dengan sakit
kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik, hepatitis virus, dan penyakit
rickettsia.
* Dengue Fever
* Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
* Hepatitis
* Malaria
* Meningitis
* Mononucleosis, influenza
* Enteric fever
* Rickettsial disease
* Encephalitis
* Primary HIV infection
11 PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan
fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien.
Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.(1)
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari
setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti : (1)

26

Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxiciliin, ampisilin
atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat diberikan
antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosporin. (1)
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu diingat
bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di dalam darah (fase leptospiraemia).
Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch- Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah
pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti-leptospira. Tindakan suportif
diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara
umum. Kalu terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis. (1)
PROGNOSIS(s-1)
Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang lebih berat
seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal, karena pada kasus dengan
ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut
mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas
fetus.
11. KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran, distress respirasi,
azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan

27

kadang juga gagal hati. Bentuk berat dari penyakit ini disebut Weils disease. Masalah
kardiovascular juga dapat terjadi.(2)
o Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
o Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
o Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang
dapat mengikabatkan kematian mendadak.
o Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
o Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran
pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
o Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
12. PENCEGAHAN
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes perantara
dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk
tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat
melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih
binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar
dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu,
ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi
pencegahan 95%.(1)
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama direkomendasikan, tetapi
vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. (1)
Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar terhindar dari
penyakit ini, diantaranya:

Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/

kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya.
Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan,
petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan

sarung tangan.
Menjaga kebersihan lingkungan.
28

Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.


Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
Menghindari pencemaran oleh tikus.
Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.
Meningkatkan penangkapan tikus.

RINGKASAN

29

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri


Leptospira interogans berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan
dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan.

Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan


dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I
Yogyakarta, Lampung, dll.

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu


mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel,
panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um.

Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat
pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil
mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami
penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal.

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut
terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau
mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius ataupun dari gigitan
binatang yang terinfeksi leptospirosis.

Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh
darah. Kelainan spesifik pada organ : ginjal,hati,jantung,otot rangka,mata,pembuluh
darah,susunan saraf pusat.

Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai
perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua, dan
berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan.

30

Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosos
mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.

Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala,
meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.

Fase leptospira : Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya
di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang
diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang
disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret

Fase Imun : Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam
yang mencapai suhu 40C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa
sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis.
Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia
dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie,
epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling sering.

Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan
proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada
kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis
anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/L, dengan pergeseran ke kiri; pada
Weils sindrome, sering ditandai oleh leukositosis.Trombositopenia yang ringan
terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal.

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis,antibiotik, tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit
dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur
sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum.

31

Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran, distress


respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya menyebabkan
gagal ginjal dan kadang juga gagal hati.

Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak
dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir.

Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi


serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam
waktu singkat.

32

DAFTAR PUSTAKA
1

Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III edisi IV.
Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. 2006. Hal 1823-5.

Anonim. Leptospirosis, diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis pada


hari minggu, 20 Desember 2009.

Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari http://id.wikipedia.org/w/index.php?


title=Leptospirosis&action=edit&section=5 pada hari minggu, 20 Desember 2009.

Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari


http://medicastore.com/penyakit/190/Leptospirosis.html hari minggu, 20 Desember
2009.

Cunha, John P. Leptospirosis. http://www.medicinenet.com/leptospirosis/page2.htm

Dugdale, David C. Leptospirosis.


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001376.htm

33

Anda mungkin juga menyukai