Anda di halaman 1dari 100

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tata Letak


Menurut Fred E Mayer menyatakan bahwa: Plant layout is the
organization of companies physical facilities to promote the efficiently use of
equipment, material, people, and energy. Yang artinya: Tata letak fasilitas
adalah pengorganisasian

fasilitas fisik perusahaan untuk meningkatkan

efisiensi penggunaan peralatan, bahan, orang, dan energy.


Pengertian Plant layout menurut Pangestu Subagyo bahwa: Layout
pabrik adalah tata letak atau ruang. Artinya cara penempatan fasilitas-fasilitas
yang digunakan dalam pabrik. Fasilitas-fasilitas tersebut misalnya mesin, alat
produksi, alat pengangkut barang, tempat pembuangan sampah, kamar kecil
dan alat pengawasan.
Layout menurut Zulian Yamit bahwa: Pengaturan tata letak pabrik adalah
rencana pengaturan semua fasilitas produksi guna memperlancar proses
produksi yang efektif dan efisien.
Menurut Indrio Gistosudharmo bahwa: Layout merupakan pemilihan
secara optimum penempatan mesin-mesin, peralatan-peralatan pabrik, tempat
kerja, tempat penyimpanan, dan fasilitas servis, bersama-sama dengan
penentuan bentuk gudang pabriknya.
Menurut Sritomo Wignojosubroto mengemukakan bahwa: Plant Layout
adalah tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang
kelancaran produksi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fasilitas layout
produksi merupakan penyusunan, pengaturan, dan penempatan fasiltas-

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
fasilitas produksi untuk menciptakan sistem yang baik dalam suatu proses
produksi agar kegiatan produksi tersebut berjalan dengan lancar, efektif dan
efisien.
Sumber:
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/
3100/Bab%202.pdf?sequence=7
B. Tujuan PTLF
Pada dasarnya tujuan utama perancangan tata letak adalah optimasi
pengaturan fasilitas-fasilitas operasi sehingga nilai yang diciptakan oleh
sebuah sistem akan menjadi maksimal. Adapun secara rinci tujuan
perancangan tata letak diantaranya adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004).
1. Memanfaatkan area yang ada.
Perancangan tata letak yang optimal akan memberikan solusi dalam
penghematan penggunaan area yang ada, baik untuk area produksi,
gudang, dan departemen lainya.
2. Menyederhanakan atau meminimumkan pemindahan bahan (material
handling).
Susunan tata letak pabrik harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
dapat mengurangi material handling sampai batas minimum di dalam
pemindahan bahan ini harus diusahakan agar gerakan bahan selalu menuju
daerah pengirim.
3. Mempersingkat proses manufaktur
Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi
berikutnya, dengan demikian total waktu produksi juga dapat dipersingkat.
4. Mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kemacetan.
Waktu tunggu dalam proses produksi yang berlebihan akan dapat
dikurangi dengan pengaturan tata letak yang terkoordinasi dengan baik.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
5. Mengurangi persediaan setengah jadi.
Persedian barang setengah jadi terjadi karena belum selesainya proses
produksi dari produk yang bersangkutan. Persediaan barang setengah jadi
yang tinggi tidak menguntungkan perusahaan karena dana yang tertanam
tersebut sangat besar.
6. Memelihara pemakaian tenaga kerja seefektif mungkin.
Tata letak pabrik yang tidak baik akan memboroskan sejumlah tenaga
kerja yang ada dan sebaliknya tata letak yang baik akan meningkatkan
efektifitas kerja yang ada. Beberapa usaha yang dilakukan sebagai berikut:
a. Mengurangi handling bahan-bahan yang dilakukan secara manual
sampai seminimal mungkin.
b. Mengurangi faktor-faktor yang mengakibatkan buruh banyak berjalanjalan di dalam pabrik.
c. Membuat keselarasan antara mesin-mesin sehingga baik mesin
maupun operator tidak menganggur.
d. Memberikan pengawasan seefektif mungkin.
7. Menciptakan suasana kerja yang memberikan kenyamanan, kemudahan,
dan keselamatan karyawan selama bekerja. Untuk mencapai hal ini perlu
diperhatikan seperti penerangan, suhu, fentilasi, alat pembuangan uap air
dan keselamatan kerja.
Sumber: http://repository.uin-suska.ac.id/2620/3/BAB%20II
%20LANDASAN%20TEORI.pdf
C. Prinsip Kerja Sistem Tata Letak Fasilitas
Dalam perencanaan dan pengaturan tata letak pabrik, terdapat enam
prinsip dasar yang perlu diperhatikan (Muther, R., 1955: 7-8), antara lain:
1. Prinsip integrasi secara total
That layout is best which integrates the men, material, machinery
supporting activities, and any other considerations in way that result in
the best compromise.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Prinsip ini menyatakan bahwa tata letak pabrik adalah merupakan integrasi
secara total dari seluruh elemen produksi yang ada menjadi satu unit
operasi yang besar.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2. Prinsip jarak perpindahan bahan yang paling minimal
Other things being equal, tha layout is best permits the materials to move
the minimum distance between operations.
Hampir semua proses yang terjadi dalam suatu industri mancakup
beberapa gerakan perpindahan dari material, yang tidak bisa dihindari
secara keseluruhan. Dalam proses pemindahan bahan dari satu operasi ke
operasi lain, waktu dapat dihemat dengan cara mengurangi perpindahan
jarak tersebut. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menerapkan operasi
yang berikutnya sedekat mungkin dengan operasi sebelumnya.
3. Prinsip aliran suatu proses kerja
Other things being equal, than layout is best that arranges the work area
for each operations or process in the same order or sequence that forms,
treats, or assembles the materials.
Dengan prinsip ini, diusahakan untuk menghindari adanya gerak balik
(back tracking), gerak

memotong (cross

movement), kemacetan

(congestion) dan sedapat mungkin material bergerak terus tanpa ada


interupsi. Ide dasar dari prinsip aliran konstan dengan minimum interupsi,
kesimpangsiuran dan kemacetan.
4. Prinsip pemanfaatan ruangan
Economy is obtained by using effectively all available space-both
vertical and horizontal.
Makna dasar tata letak adalah suatu pengaturan ruangan yang akan dipakai
oleh manusia, bahan baku, dan peralatan penunjang proses produksi
lainnya, yang memilki tiga dimensi yaitu aspek volume (cubic space), dan
bukan hanya sekedar aspek luas (floor space). Dengan demikian, dalam
perencanaan tata letak, faktor dimensi ruangan ini juga perlu diperhatikan.
5. Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Other things being equal, that layout is best which makes works
satisfying and safe for workers.
Kepuasan kerja sangat besar artinya bagi seseorang, dan dapat dianggap
sebagai dasar utama untuk mencapai tujuan. Dengan membuat suasana
kerja menyenangkan dan memuaskan, maka secara otomatis akan banyak
keuntungan yang bisa kita peroleh. Selanjutnya, keselamatan kerja juga
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan tata
letak pabrik. Suatu layout tidak dapat dikatakan baik apabila tidak
menjamin atau bahkan justru membahayakan keselamatan orang yang
bekerja di dalamnya.
6. Prinsip fleksibilitas
Other things being equal, that layout is best that can be adjusted and
rearrange at minimum cost and inconvenience.
Prinsip ini sangat berarti dalam masa dimana riset ilmiah, komunikasi, dan
transportasi bergerak dengan cepat, yang mana hal ini akan mengakibatkan
dunia industri harus ikut berpacu mengimbanginya.
Sumber:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19818/4/Chapter
%20II.pdf

D. Macam-Macam Dan Tipe-Tipe Tata Letak Fasilitas


Tata letak fasilitas memiliki bermacammacam metode yang digunakan
antaralaintataletakfasilitasberdasarkanaliranproduksi,tataletakfasilitas
berdasarkanlokasimaterialtetap,tataletakfasilitasberdasarkankelompok
produk, dan tata letak fasilitas berdasarkan fungsi atau macam proses
(Stevenson, W., 2015).
1. Macam-Macam Tata Letak Fasilitas

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Tiga jenis tata letak dasar adalah, produk, proses, dan posisi tetap. Tata
letak produk paling kondusif untuk pemrosesan berulang-ulang, tata letak
proses digunakan untuk pemrosesan terputus-putus, dan tata letak posisi
tetap digunakan ketika proyek memerlukan tata letak. Karakteristik,
keuntungan, dan kerugian dari masing-masing jenis tata letak diuraikan
dalam bagian ini, bersama dengan tata letak campuran, yang merupakan
kombinasi dari jenis tata letak yang murni.
a. Pemrosesan berulang-ulang: tata letak produk
Tata letak produk digunakan untuk mencapai aliran barang atau
pelanggan dalam jumlah besar dengan lancar dan cepat melalui sistem.
Hal ini dapat terjadi apabila barang atau jasa sangat terstandardisasi
sehingga

memungkinkan

terstandardisasi.

Pekerjaan

pemrosesan
dibagi

berulang-ulang

menjadi

serangkaian

sangat
tugas

terstandardisasi, memungkinkan spesialisasi peralatan dan pembagian


kerja. Misalnya, apabila sebagian operasi produksi membutuhkan
urutan memotong, mengampelas, serta mengecat, bagian peralatan
yang sesuai akan diatur dalam urutan yang sama. Karena setiap objek
mengikuti urutan operasi yang sama, kita sering kali dapat
menggunakan peralatan penanganan bahan baku jalur tetap seperti alat
pembawa barang untuk mengagkut objek antaroperasi. Hasil
pengaturan tersebut membentuk salah satu lini seperti digambarkan
pada Gambar 1. Dalam lingkungan produksi, lininya disebut lini
produksi (production line) atau lini preakitan (assembly lines),

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
tergantung jenis aktivitas yang dilibatkan. Dalam proses jasa, istilah
lini dapat atau tidak dapat digunakan. Istilah tersebut umum digunakan
mengacu pada lini kafetaria tetapi bukan tempat cuci mobil, meskipun
dari sudut pandang konsep, kedua istilah tersebut serupa. Gambar 2.
mengilustrasikan lingkungan tata letak lini pelayanan kafetaria khusus.
Contoh jenis tata letak ini kurang banyak dalam lingkungan jasa
karena

kebutuhan

pemrosesan

biasanya

menunjukkan

terlalu

banyaknya variabilitas untuk membuat standardisasi layak. Tanpa


standardisasi yang tinggi, kita kehilangan banyak manfaat dari
pemrosesan yang berulang-ulang. Ketika kita menggunakan lini ini,
kita dapat membuat kompromi tertentu. Misalnya, tempat cuci mobil
otomatis memberikan perawatan sama kepada semua mobil-jumlah
sabun, air, dan penggosokan yang sama-meskipun kebutuhan
pencucian mobil dapat sangat berbeda.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

[Awal]
Objek atau
Pelanggan

[Akhir]

Aliran Kerja
Stasiun
1

Bahan Baku
dan/atau
tenaga kerja

Stasiun
2

Stasiun
3

Stasiun
n

Barang
Jadi

Bahan Baku
Bahan Baku
Bahan Baku
Gambar 1. Garisdan/atau
aliran produksidan/atau
atau jasa
dan/atau
Sumber: Stevenson,
tenaga kerja
tenaga kerja W., 2015.
tenaga kerja

Gambar
2. Liniutama
Kafetaria.
Nampan & peralatan
Makanan penutup
Hidangan
Kentang & sayur
Roti & roti bulat
Minuman ringan
Campuran sayur-mayur
Kasir
Sumber: Stevenson, W., 2015.
Keunggulan utama dari tata letak produk:
1) Tingkat output besar
2) Biaya per unit rendah karena volume yang besar. Biaya peralatan
khusus yang besar tersebar di banyak unit.
3) Spesialisasi tenaga kerja, sehingga mengurangi biaya dan waktu
pelatihan serta mengakibatkan rentang supervisi yang luas.
4) Biaya penanganan bahan baku per unit rendah. Penanganan bahan
baku disederhanakan karena unitnya mengikuti urutan operasi yang
sama. Penanganan bahan baku sering kali terotomatisasi

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kerugian utama dari tata letak produk:
1) Tenaga kerja kurang terampil mungkin menunjukkan bahwa
mereka kurang tertarik memelihara peralatan atau mutu output.
2) Sistem tidak cukup fleksibel dalam merespons perubahan jumlah
output atau perubahan desain produk atau proses.
3) Sistem sangat rentan dihentikan yang disebabkan oleh kerusakan
peralatan atau tidak ada kelebihan peralatan karena stasiun kerja
sangat saling tergantung.
4) Rencana insentif terkait masing-masing output tidak praktis karena
akan menyebabkan variasi diantara output masing-masing tenaga
kerja, sehingga akan memengaruhi aliran kerja yang lancar melalui
sistem secara negatif.
b. Pemrosesan tidak berulang-ulang: tata letak proses
Tata letak proses didesain bagi objek proses atau menyediakan jasa
yang melibatkan variasi kebutuhan pemrosesan. Variasi pekerjaan yang
diproses sering kali memerlukan penyesuaian terhadap peralatan. Hal
ini menyebabkan aliran pekerjaan terputus-putus, yang disebut
pemrosesan terputus-putus. Tata letak menyoroti departemen atau
pengelompokan fungsional lainnya yang melakukan jenis aktivitas
serupa. Contoh tata letak proses produksi adalah bengkel, yang
memiliki departemen terpisah-pisah untuk pengasahan, penggilingan,
pengeboran dan seterusnya. Objek-objek yang memerlukan operasi
tersebut sering dipindahkan dalam tumpukan atau pertaian ke
departemen-departemen dalam urutan bervariasi dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain. Konsekuensinya, peralatan penanganan bahan baku
untuk jalur berubah-ubah (truk mesin, pengangkat barang, mobil jip,

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
kotak muatan) dibutuhkan untuk menangani variasi rute dan objek.
Penggunaan peralatan bertujuan umum menyediakan menyediakan
fleksibilitas yang dibutuhkan untuk menangani berbagai kebutuhan
pemrosesan. Tenaga kerja yang menjalankan peralatan biasanya
terampil atau setengah terampil. Gambar 3. mengilustrasikan
pengaturan departemen khusus dari tata letak proses.
Tata Letak Proses
Tata Letak Produk
(fungsional)
(berurutan)
Digunakan untuk Pemrosesan Terputus-putusDigunakan untuk Pemrosesan Berulang-ulang
Proses Sesuai Pesanan dan Partaian Proses Berulang-ulang dan Terus-Menerus

Gambar 3. Perbandingan tata letak proses dengan tata letak produk


Sumber: Stevenson, W., 2015.
Dep. C
Dep. A
Dep. E
Tata letak proses cukup umum Stasiun
digunakan dalam
lingkungan Stasiun
jasa.
Stasiun
Kerja 1

Kerja 2

Kerja 3

Contoh-contoh lingkungan jasa tersebut meliputi rumah sakit, sekolah


Dep. B

Dep. F

Dep. D

tinggi

dan

universitas,

perbankan,

bengkel

mobil,

maskapai

penerbangan, serta perpustakaan umum. Misalnya, rumah sakit


memiliki

departemen

atau

unit

berlainan

yang

menangani

pembedahan, ibu dan bayi anak, jiwa, gawat darurat, serta perawatan
orang lanjut usia. Universitas memiliki fakultas atau departemen
terpisah yang berkonsentrasi pada satu bidang studi seperti bisnis,
teknik, sains, atau matematika.
Tata letak proses memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan dari
tata letak proses meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Sistem ini dapat menangani berbagai kebutuhan pemrosesan.
2) Sistem ini tidak terlalu rentan terhadap kegagalan peralatan.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
3) Peralatan dengan tujuan umum sering kali lebih murah daripada
peralatan khusus yang digunakan dalam tata letak produk serta
lebih mudah dan lebih murah untuk dipelihara.
4) Tata letak tersebut memungkinkan untuk menggunakan sistem
insentif individu.
Kerugian dari tata letak proses meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Biaya persediaan dalam proses dapat besar jika proses partaian
digunakan dalam sistem produksi.
2) Tingkat pemanfaatan peralatan rendah
3) Penanganan bahan baku rendah dan tidak efisien, serta biaya
penanganan bahan baku per unit lebih mahal dibandingkan
denganbiaya penanganan bahan baku per unit pada tata letak
produk.
4) Kerumitan pekerjaan sering kali mengurangi rentang supervisi dan
mengakibatkan biaya supervisi yang lebih tinggi dari biaya
supervisi pada tata letak produk.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
c. Tata letak posisi tetap
Dalam tata letak posisi tetap, objek yang dikerjakan tetap tidak
bergerak dan tenaga kerja, bahan baku, serta peralatan dipindahkan
sesuai kebutuhan. Hal ini berbeda dengan tata letak produk dan proses.
Sifat produk hampir selalu menentukan jenis pengaturan seperti ini:
bobot, ukuran, jumlah, atau beberapa faktor lain membuatnya tidak
diinginkan atau sangat sulit untuk memindahkan produk. Tata letak
posisi tetap digunakan dalam proyek konstruksi besar (bangunan,
pembangkit tenaga listrik, bendungan), galangan kapal, serta produksi
pesawat terbang yang besar dan roket dengan misi luar angkasa. Pada
contoh-contoh ini, perhatian difokuskan pada penentuan waktu
pengiriman bahan baku dan peralatan agar tidak menyumbat tempat
kerja dan menghindari keharusan untuk memindahkan bahan baku dan
peralatan di sekitar tempat kerja. Tidak adanya ruang penyimpanan
dapat menimbulkan masalah besar, contohnya, dalam lokasi konstruksi
di daerah kota yang padat. Karena berbagai aktivitas yang dilakukan
pada proyek besar dan berbagai keterampilan yang diperlukan,
diperlukan upaya khusus untuk mengoordinasikan aktivitas, dan
rentang kendalinya bisa cukup sempit. Karena alasan ini beban
administrasinya sering kali jauh lebih besar dari beban administrasi
salah satu jenis tata letak lain. Penanganan bahan baku dapat atau tidak
dapat menjadi faktor; dalam banyak kasus, tidak ada produk berwujud
yang

dilibatkan

(misalnya,

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

mendesain

sistem

persediaan

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
terkomputerisasi). Ketika barang dan bahan baku dilibatkan,
penanganan bahan bakunya sering kali menyerupai peralatan dengan
jenis proses, jalur berubah-ubah, serta tujuan umum. Proyek dapat
memerlukan penggunaan peralatan pengolah tanah dan truk untuk
mengangkut bahan baku ke, dari, dan di sekitar tempat kerja,
contohnya.
Tata letak posisi tetap banyak digunakan dalam pertanian, pemadam
kebakaran, pembangunan jalan, pembangunan rumah, renovasi dan
perbaikan, serta pengeboran minyak. Dalam setiap kasus, alasan kuat
adalah membawa tenaga kerja, bahan baku, dan peralatan ke lokasi
produk bukan sebaliknya (Stevenson, W., 2015).

Mesin
Las

Mesin
Gerinda

Mesin
Keling

Gudang Bahan Baku (Material,


Komponen, Spare Parts, dll)

Gudang Produk Jadi

Mesin
Mesin
Gambar 4. Tata Mesin
Letak Posisi Tetap
Gerinda
Pengecatan
Gergaji/Potong
Sumber: Willem, 2010.

d. Tata letak kombinasi


Tiga jenis tata letak dasar adalah model yang ideal, yang dapat diubah
untuk memenuhi kebutuhan dari situasi tertentu. Kita tidak sulit untuk
menemukan tata letak yang mewakili beberapa kombinasi jenis tata
letak yang murni. Misalnya, tata letak toko serba ada pada dasarnya
adalah tata letak proses, tapi ditemukan juga bahwa sebagian besar
menggunakan perangkat penanganan bahan baku jalur tetap seperti alat
pembawa barang berjenis gulungan di gudang dan alat pembawa
barang berjenis sabuk di kasir. Rumah sakit juga menggunakan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
pengaturan proses dasar meskipun perawatan pasien sering kali lebih
melibatkan pendekatan posisi tetap, yang mana perawat, dokter, obatobatan, serta peralatan khusus dibawa ke pasien.
Tata letak proses dan tata letak produk mewakili dua rangkaian
kesatuan dari pekerjaan kecil sampai produksi terus-menerus. Tata
letak proses kondusif terhadap produksi produk atau jasa yang lebih
banyak daripada prosuksi produk atau jasa pada tata letak produk,
yang diinginkan dari sudut pandang pelanggan ketika produk yang
disesuiakan sering kali terdapat dalam permintaan. Meskipun
demikian, tata letak proses cenderung kurang efisien dan memiliki
biaya produksi per unit yang lebih besar dari pada biaya produksi per
unit pada tata letak produk. Beberapa produsen menjauhi tata letak
proses dalam upaya menangkap beberapa keuntungan dari tata letak
produk. Idealnya, sistem tersebut fleksibel tetapi efisien, dengan biaya
produksi per unit yang rendah.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Mesin
Bubut

Mesin
Drill

Mesin
Gerinda

Mesin
Perata

Perakitan

Mesin
Las

Perakitan

Pengecatan

Gudang Bahan Baku

Gudang Produk Jadi

Mesin
Press

Mesin
Bubut

Mesin
Drill

Mesin
Press

Perakitan

Mesin
Gerinda

Mesin
Drill

Perakitan

Mesin
Drill

Mesin
Gerinda

Gambar 5. Tata Letak Kombinasi


Sumber: Willem, 2010.

2. Tipe-Tipe Pola Tata Letak Fasilitas


Menurut Wignjosoebroto (2003, hal: 163) Pola aliran bahan pada
umumnya dapat dibedakan dalam lima tipe, yaitu:
a. Straight line
Merupakan pola aliran yang didasari dengan garis lurus dapat
digunakan jika proses produksi pendek, relatih sederhana, dan hanya
mengandung sedikit komponen.
Sumber:
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/610
/586
Gambar
6. Pola
Aliran
Line
3
2
4 Straight
5
6
Sumber: Willem, 2010.
b. Sepertine atau zig-zag (shaped)
Merupakan pola aliran didasari dengan garis-garis patah. Dapat
1

digunakan jika lintasan lebih panjang dan berbelok-belok dengan


sendirinya untuk memberikan aliran yang lebih panjang dalam
bangunan dengan luas, bentuk dan ukuran yang ekonomis.
Sumber:
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/61
0/586

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Gambar 7. Pola Aliran Zig-Zag Shaped


Sumber: Willem, 2010.
c. U-Shaped
Merupakan pola aliran yang digunakan bilamana akhir dari proses
produksi berada pada lokasi yang sama dengan awal proses
produksinya.
Sumber:
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/61
0/586

Gambar 8. Pola Aliran U-Shaped


Sumber: Willem, 2010.
d. Pola Circular
4
5
6
Merupakan pola aliran bentuk lingkaran yang digunakan untuk
mengembalikan material produk pada titik awal produksi berlangsung.
Tujuanya apabila departemen penerimaan dan pengiriman material
direncanakan untuk berada pada lokasi yang sama dalam pabrik yang
bersangkutan.
Sumber:
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/61
0/586

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

3
2

Gambar 9. Pola Circular


Sumber: Willem, 2010.
e. Pola Odd-Angle
Merupakan pola aliran tidak begitu popular dari aliran yang lain. Pola
ini memberikan lintasan pendek. Pola ini terutama dapat memberikan
manfaat pada area yang kecil.
Sumber:
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/61
0/586

Gambar 10. Pola Bersudut Ganjil (Odd-Angle)


Sumber: Willem, 2010.
E. Seluler Layout

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Produksi Seluler adalah jenis tata letak yang mana stasiun kerja
dikelompokkan ke dalam apa yang disebut sel. Pengelompokkannya
ditentukan berdasarkan operasi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan
serangkaian objek serupa, atau bagian keluarga yang membutuhkan
pemrosesan serupa. Pada dasarnya, sel-sel ini menjadi versi kecil dari tata
letak produk. Sel-sel ini bisa tidak memiliki gerakan bagian yang dapat
dibawa antar mesin, atau bisa memiliki garis alur yang dihubungkan dengan
alat pembawa barang (peralihan otomatis). Dalam tata letak seluler, mesin
disusun untuk menangani seluruh kebutuhan operasi dari kelompok (keluarga)
bagian-bagian yang serupa. Dengan demikian, semua bagian mengikuti rute
yang sama meskipun terdapat sedikit variasi (misalnya, melewatkan operasi).
Sebaiknya, tata letak fungsional melibatkan beberapa jalur bagian tersebut.
Selain itu, ada sedikit upaya atau kebutuhan untuk mengidentifikasi keluarga
bagian
Gambar 11 dan 12. memberikan perbandingan antara tata letak proses
tradisional (11) dengan tata letak seluler (12). Untuk memiliki keuntungan
dari tata letak seluler, kita bisa menelusuri gerakan pesanan pesanan dalam
tata letak tradisional (11) yang digambarkan melalui jalur panah. Dimulai dari
bagian kiri bawah pada pengiriman/penerimaan, kemudian mengikuti panah
ke Gudang, yang mana sekelompok bahan baku dikeluarkan untuk produksi.
Mengikuti jalur (ditunjukkan melalui panah) yang diambil oleh kelompok
tersebut dipindahkan melalui sistem ke pengiriman/penerimaan lalu ke

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Pelanggan. Sekarang, beralih ke Figur 12. Perhatikan jalur sederhana yang
diambil oleh pesanan dipindahkan melalui sistem (Stevenson W., 2015).
Pelanggan

Departemen Pengolahan Kimia


Departemen Pengecatan

Pemasok Suku Cadang


Departemen Penggilingan
Departemen Perakitan

Pengiriman /Penerimaan
Departemen Pengeboran

Gudang
400 unit yang dikeluarkan untuk produksi

Departemen Penghalusan

Gambar 11. Contoh pesanan yang diproses dalam tata letak proses tradisional
Sumber: Stevenson, W., 2015.

Pemasok
4 unit dikirimkan

Pelanggan

Mesin Giling

Mesin Penghalusan

Mesin perakitan

Mesin pengolahan Kimia

Mesin pengecatan
Mesin pengeboran

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Gambar 12. Contoh yang sama untuk pesanan yang diproses dalam tata letak
seluler
Sumber: Stevenson, W., 2015.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Keunggulan tata letak seluler ini, diantaranya sebagai berikut:
1

Mengurangi persediaan barang dalam proses karena tata letak ini membuat

satu aliran dari mesin ke mesin.


Membutuhkan ruangan yang lebih sedikit karena hanya dibutuhkan sedikit

ruang antara mesin.


Mengurangi persediaan bahan baku dan barang jadi karena pergerakan

barang dalam proses lebih cepat melalui sel kerja.


Mengurangu tenaga kerja langsung karena komunikasi yang lebih baik
antar karyawan, aliran material yang lebih baik dan penjadwalan yang

lebih baik.
Meningkatkan partisipasi karyawan pada organisasi dan produk karena
karyawan lebih bertanggung jawab pada kualitas produk yang secara

langsung diasosiasikan dengan sel kerja mereka


Menambah kegunaan peralatan dan mesin karena penjadwalan yang lebih

baik dan aliran material yang lebih cepat


Mengurangi investasi dalam mesin dan peralatan karena tingkat
penggunaan yang lebih baik mengurangi jumlah mesin dan peralatan.
Sumber: Yofa Hepi Soraya, dkk. Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas
Dengan Pendekatan Celluar Manufacturing System. (Online).

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

F. Permasalahan dalam Tata Letak Fasilitas


Masalah dan jenis persoalan dalam tata letak pabrik beragam jenisnya
(Apple, J. M., 1990: 16-18). Jenis dari persoalan tata letak pabrik adalah:
1. Perubahan rancangan
Seringkali perubahan rancangan produk menuntut perubahan proses atau
opersi yang diperlukan. Perubahan ini mungkin hanya memerlukan
penggantian sebagian kecil tata letak yang telah ada, atau berbentuk
perancangan ulang tata letak. Hal ini bergantung kepada perubahan yang
terjadi.
2. Perluasan departemen
Perluasan departemen dapat terjadi bila ada penambahan produksi suatu
komponen produk tertentu. Hal ini mungkin hanya berupa penambahan
sejumlah mesin yang dapat diatasi dengan membuat ruangan atau mungkin
diperlukan perubahan seluruh tata letak jika pertambahan produksi
menuntut perubahan proses.
3. Pengurangan departemen
Jika jumlah peroduksi berkurang secara drastis dan menetap, perlu
dipertimbangkan pemakaian proses yang berbeda dari proses sebelumnya.
Perubahan seperti mungkin menuntut disingkirkannya peralatan yang telah
ada dan merencanakan pemasangan jenis peralatan lain.
4. Penambahan produk baru
Jika terjadi penambahan produk baru yang berbeda prosesnya dengan
produk yang telah ada, maka dengan sendirinya akan muncul masalah
baru. Peralatan yang ada dapat digunakan dengan menambah beberapa
mesin baru pada tata letak yang ada dengan penyusunan ulang minimum,
atau mungkin memerlukan persiapan departemen baru, dan mungkin juga
dengan pabrik baru.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
5. Memindahkan satu departemen
Memindahkan satu departemen dapat menimbulkan masalah yang besar.
Jika tata letak yang ada masih memenuhi, hanya diperlukan pemindahan
ke lokasi lain. Jika tata letak yang ada sekarang tidak memenuhi lagi, hal
ini menghadirkan kemungkinan untuk perbaikan kekeliruan yang lalu. Hal
ini dapat berubah kearah tata letak ulang pada wilayah yang baru.
6. Penambahan departemen baru
Masalah ini dapat timbul karena adanya penyatuan, seperti pekerjaan
mesin bor dari seluruh departemen disatukan ke dalam satu departemen
terpusat. Masalah ini dapat juga terjadi karena kebutuhan pengadaan suatu
departemen untuk pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya. Hal ini
dapat terjadi untuk membuat suatu komponen yang selama ini dibeli dari
perusahaan lain.
7. Peremajaan peralatan yang rusak
Persoalan ini menuntut pemindahan peralatan yang berdekatan untuk
mendapatkan tambahan ruang.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
8. Perubahan metode produksi.
Setiap perubahan kecil dalam suatu tempat kerja seringkali mempunyai
pengaruh terhadap tempat kerja yang berdekatan. Hal ini menuntut
peninjauan kembali atas wilayah yang terlibat.
9. Penurunan biaya
Hal ini merupakan akibat dari setiap keadaan pada masalah-masalah
sebelumnya.
10. Perencanaan fasilitas baru
Persoalan ini merupakan persoalan tata letak terbesar. Perancangan
umumnya tidak dibatasi oleh kendala fasilitas yang ada. Perancangan
bebas merencanakan tata letak yang paling baik yang dapat dipakai.
Bangunan dapat dirancang untuk menampung tata letak setelah
diselesaikan. Fasilitas dapat ditata untuk kegiatan manufaktur terbaik.
G. Analisis Teknik Perencanaan Dan Pengukuran Aliran
Bahan
Pengaturan departemen-departemen dalam suatu pabrik
didasarkan pada aliran bahan (material) di antara fasilitasfasilitas
Untuk

produksi

atau

mengevaluasi

departemen

atau

departemendepartemen

alternatif

tata

letak

perencanaan
fasilitas

tersebut.

tata

produksi,

letak
maka

diperlukan aktivitas pengukuran aliran bahan dalam sebuah


analisis teknis (Wignjosoebroto, S., 2003: 175-206).
Ada banyak teknik analisis yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi dan menganalisis aliran bahan. Teknik-teknik ini
dibagi ke dalam dua kategori:
1. Teknik Analisis Kuantitatif

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Metode ini merupakan teknik analisis modern dengan
menggunakan metode-metode statistik dan matematik
yang lebih canggih, dan umumnya diklasifikasikan sebagai
penelitian operasional dan seringkali harus menggunakan
program-program

komputer

khusus

untuk

melakukan

perhitungan yang rumit.


Metode iniakandiukurberdasarkankuantitasmaterialyangdipindahkan
sepertiberat,volumedanjumlahunit.Salahsatuteknikkonvensionalyang
umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan
bahan dalam proses produksi adalah from to chart. Teknik ini sangat
bergunauntukkondisikondisiyangmanabanyakprodukyangmengalir
melaluisuatuareasepertijobshop,bengkelpermesinan,kantordanlain
lain.Angkaangkayangterdapatdalamsuatufromtochartmenunjukkan
beberapaukuranyangperludiketahuiuntukdianalisa.Angkaangkaitu
antara lain jumlah dari berat beban yang harus dipindahkan, jarak
perpindahanbahan,volume,danfaktorfaktorlain (Wignjosoebroto,S.,
2000).
a. StringDiagram
String diagram adalah suatu alat untuk menggambarkan elemen
elemenalirandarisuatulayoutdenganmenggunaknalatberupatali,
kawat atau benang untuk menunjukkan lintasan perpindahan bahan
darisuatulokasiareayanglain.Denganmemperhatikanpanjangtali
yang menunjukkan jarak lintasan yang harus ditempuh untuk
memindahkan bahan tersebut. Dengan menggunakan beberapa jenis
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
aliran bahan atau komponen yang perlu dipindahkan dalam proses
pengerjaannya,padalintasanlintasantertentu(dimanataliataukawat
tersebutakansalingbersilangansatusamalainpadatataumengumpul
jadi satu) kita dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya
kemacetanataubottleneckpadalokasilokasitersebut.

Gambar13.StringDiagram
Sumber:Wignjosoebroto, S., 2000.
b. TriangularFlowDiagram
Diagramaliransegitigaatauumunyadikenalsebagaitriangularflow
diagram adalah suatu diagram yang dipergunakan untuk
menggambarkan (secara grafis) aliran material, produk, informasi,
manusia dan sebagainya atau bisa juga dipergunakan untuk
menggabarkanhubungankerjaantarasatudepartment(fasilitaskerja)
dengandepartmentlainnya.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Gambar14.TriangularFlowDiagram
Sumber:Wignjosoebroto, S., 2000.
Dengan TFD maka lokasi geografis dari department atau fasilitas
produksiakandapatditunjukkandenganberupalingkaranlingkaran,
dimanajarakdarisatulingkarankelingkaranlainadalah=1(segitiga
samasisidenganpanjangsisisisinya=1)sedangkanluasareayang
diperlukandalamhalinidiabaikan.
c. FromToChart
From to chart juga biasa disebut sebagai trip frequency chart atau
travelchartadalahsuatuteknikkonvensionalyangumumdigunakan
untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam
suatuprosesproduksi.Teknikinisangatbergunauntukkondisikondisi
dimanabanyakitemyangmengalirmelaluisuatuareasepertijobshop,
bengkelpermesinan,kantordanlainlain.Padadasarnyafromtochart
adalahmerupakanadaptasidarimileagechart yangdijumpaipada
suatupetaperjalanan,angkaangkayangterdapatdalamfromtochart
akan menunjukkan total dari berat beban yang harus dipindahkan,
jarakperpindahanbahan,volumeataukombinasikombinasidarifactor
ini.
Tabel1.Contohpenggunaanmetodefromtochart
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PRODUC
% OF HANDLING
DEPARTEMENT
T GRUP
VOLUME
FLOW SQUENCE
I
20
ABCDEFGHI
II
20
ACDFGJ
III
25
ADBEHFJ
IV
20
ACDBEGJ
V
5
AEFGHJ
VI
5
ADCBFGHJ
VII
5
ACDHDGJ
Sumber: Wignjosoebroto, S. 2000.
From
TOTAL

To
A
B
C
D
E
F

20
45
30

20

45
5

45
5

20
20
5

70

7
0

10
0

6
5
2
5
2
0
2
5

I
TOTAL

10
0

7
0

2
5
5
0

2
5
7
5

70
70
100
70
75
75

3
0
4
5
7
5

60
3
0
6
0

100
620

Gambar 15. Contoh penggunaan metode from to chart


Sumber: Wignjosoebroto, S. 2000.
2. Teknik Analisis Kualitatif
Pada umumnya relationship chart ini dibutuhkan jika faktor
other-than-flow mempengaruhi layout decision. Banyak
masalah layout nyata yang mempunyai beberapa faktor
other-than-flow sehingga pendekatan kualitatif selalu
dibutuhkan untuk menyusun relationship chart-nya.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Aliran bahan diukur secara kualitatif dengan menggunakan
tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas
dengan lainnya. Nilai-nilai yang menunjukkan derajat
hubungan dicatat sekaligus dengan alasan-alasan yang
mendasari

dalam

sebuah

peta

hubungan

aktivitas.

Langkah-langkah dalam penentuan Activity Relation Chart


(ARC) adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi semua departemen yang akan diatur
tata letaknya.
b. Mendefinisikan kriteria hubungan antar departemen
yang akan diatur letaknya.
c. Membuat peta tata letak departemen dengan menilai
hubungan aktivitas.
d. Melakukan perbaikan

yang

dianggap

perlu

untuk

mendapatkan tata letak pabrik yang optimal.


Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan dalam
peta hubungan antar bagian:
A = Mutlak didekatkan (Absolutely necessary)
E = Sangat penting (Especially important)
I = Penting (Important)
O = Biasa (Ordinary important)
U = Tidak penting (Unimportant)
X = Tidak diinginkan untuk didekatkan (Undesirable)
Activity Relation Chart (ARC) adalah salah satu cara yang
sederhana

dalam

merencanakan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

tata

letak

fasilitas

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
berdasarkan derajat hubungan aktivitas dan cenderung
berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan

yang

bersifat

subyektif. Activity Relation Chart (ARC) sangat berguna


untuk perencanaan dan analisa hubungan aktivitas antar
masing-masing departemen. Sebagai hasilnya, data yang

didapat selanjutnya akan dimanfaatkan untuk penentuan


letak

masing-masing

menggunakan

departemen

activity

relation

tersebut

diagram.

dengan

Diagram

ini

menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan dan


lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap
departemen produksinya.
Gambar 13. Activity Relationship Chart
Sumber: http://wibisono.blog.uns.ac.id/files/2009/05/perancangan-tataletaktemu5.ppt
Activity Relationship Diagram (ARD) adalah hubungan
antar

aktivitas

keterkaitan

yang

ditunjukkan

kegiatan,

yang

dengan

pendekatan

menunjukkan

setiap

kegiatansebagai satu model kegiatan tunggal ke dalam

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
model diagram. ARD merupakan lanjutan/pengembangan
dari ARC.
Gambar 14. Activity Relationship Diagram
Sumber: http://wibisono.blog.uns.ac.id/files/2009/05/perancangan-tataletaktemu5.ppt
A
E
I
O
U
X

Gambar 15. Keterangan activity relationship diagram


Sumber: Wignjosoebroto, S., 2000.

H. Sistem Layout Planning


Systematic layout planning merupakan salah cara untuk
menghasilkan aliran barang yang efisien melalui perancangan
layout. Metode ini mencoba merancang layout fasilitas
dengan memperhatikan urutan proses serta derajat kedekatan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
antar unit pelayanan yang terdapat pada fasilitas yang akan
dirancang (Wignjosoebroto, S., 2003).
Sistematic layout planning terdiri

dari

empat

tahap

perancangan sebagai berikut:


Tahap I : Menentukan lokasi dimana fasilitas akan dibangun
Tahap II : Membuat rancangan fasilitas secara keseluruhan
Tahap III : Menentukan perancangan tata letak fasilitas secara
detail
Tahap IV : Persiapan dan penginstalasi hasil rancangan
Adapun masukan (input) data yang dibutuhkan oleh SLP
dikelompokkan dalam lima kategori:

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
P (Product)

Jenis

dari

produk

(barang/jasa)

dihasilkan.
Q (Quantity)

: Volume setiap jenis barang/ komponen yang

dihasilkan.
R (Route)
S (Service)

: Urutan operasi untuk setiap produk.


: Pelayanan pendukung, seperti locker rooms,

T (Timing)

stasiun pengawasan, dll.


Kapan jenis komponen

produk

yang

tersebut

diproduksi, mesin apa yang digunakan untuk


memproduksinya pada waktu tersebut.
Systematic Layout Planning (SLP) banyak diaplikasikan
untuk berbagai macam persoalan meliputi antara lain problem
produksi, transportasi, pergudangan, suporting services dan
aktifitas-aktifitas yang dijumpai dalam perkantoran.
Data masukan dan aktifitas dalam proses SLP adalah sebagai berikut
1. Data Masukan dan Aktivitas
2. Aliran material
3. Hubungan aktifitas
4. String diagram
5. a. Kebutuhan luas area
b. Luas area tersedia
Dasar penentuan luas area yang dibutuhkan :
1) Tingkat produksi (menentukan jumlah mesin,alat, tipe tata letak)
2) Peralatan proses produksi (berdasarkan produk yang dibuat atau
proses yang diperlukan)
3) karyawan yang diperlukan (jumlah tergantung dari jumlah mesin
dan alat)
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
6. Space Relationship Diagram
7. a. Pertimbangan modifikasi
b. Batasan-batasan praktis
8. Perencanaan alternatif tata letak
9. Evaluasi

Gambar 16. Tahapan proses SLP


Sumber: Budiono, Prijo Agung., 2006.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Langkah awal: Pengumpulan Data Awal dan Aktivitas.


Agar supaya analisa layout bisa dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, maka terlebih dahulu perlu dikumpulkan data
yang berkaitan dengan aktivitas pabrik seperti desain produk
yang akan dibuat, proses dan penjadwalan kerja, dll. Data
yang berkaitan dengan desain produk sangat penting dan
berpengaruh besar terhadap layout yang akan dibuat. Untuk
itu dalam langkah awal ini perlu diperoleh

data informasi

yang berkaitan dengan gambar kerja, assembly charts, part


list, bill of materials, route sheet, operation/ flow charts, dll.
Penjadwalan kegiatanpun perlu informasinya, karena hal ini
akan berkaitan dengan problematika berapa jumlah produk
yang harus dibuat dan kapan harus dipenuhi. Informasi yang
berkaitan dengan volume produksi ini akan menentukan
kapasitas produksi atau lebih tepatnya untuk menentukan
jumlah mesin atau operator yang diperlukan untuk proses
produksi. Berdasarkan jumlah mesin atau fasilitas kerja yang
diperlukan maka analisis layout selanjutnya akan dapat
dilaksanakan (Walpole, RE and Myers, RH. 1989).
Langkah 1: Analisa Aliran Material.
Analisa aliran material (flow of materials analysis) akan
berkaitan dengan usaha-usaha analisa pengukuran kuantitatif

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
untuk

setiap

perpindahan

gerakan

material

diantara

departemen-departemen atau aktifitas-aktifitas operasional.


Langkah ini diawali dengan penggambaran aliran material
yang bergerak dari satu tahapan proses keproses berikutnya
dalam sebuah proses chart (Walpole, RE and Myers, RH.
1989).
Langkah 2: Analisa Hubungan Aktifitas Kerja (Activity
Relationship).
Analisa aliran material dengan aplikasi dalam bentuk peta
proses

cendrung

untuk

mencari

hubungan

aktifitas

pemindahan material secara kuantitatif. Sebagai tolak ukur


disini adalah total material handling yang minimal. Selain
faktor material handling yang bersifat kuantitatif ini, adapula
faktor lain yang bersifat kualitatif yang harus dipertimbangkan
dalam perancangan layout. Untuk ini Activity Relation Chart
(ARC) atau sering pula disebut sebagai Relation Chart bisa
dipakai

untuk

memberi

pertimbangan-pertimbanagan

kualitatif didalam perancangan layout tersebut (Walpole, RE


and Myers, RH. 1989).
Langkah 3: Penyususnan String Diagram.
Langkah ini mencoba merangkum langkah 1 dan 2 dimana
posisi mesin (bisa juga posisi kelompok fasilitas kerja atau
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
departemen) akan diatur letaknya dan kemudian dihubungkan
dengan garis (string) sesuai dengan jarak pemindahan
materialnya. Garis akan digambarkan sesuai dengan derajat
hubungan antara departemen yang satu dengan yang lainnya
yang sudah dinilai terlebih dahulu dilangkah 2. String diagram
ini akan menggambarkan pengaturan/penempatan fasilitas
seoptimal mingkin dibuat tanpa mempertimbangkan luasan
area yang diperlukan. Penempatan dilaksanakan dengan cara
trial and error (Walpole, RE and Myers, RH. 1989).

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Langkah 4: Kebutuhan Luas Area.


Langkah ini bisa disebut sebagai langkah penyesuaian.
Disini

penyesuaian

harus

dilaksanakan

dengan

memperhatikan luas are yang diperlukan. Hal ini dilakukan


dengan menganalisa dan menghitung kebutuhan luas area
untuk penempatan fasilitas produksi dengan memperhatikan
luasan area per mesin

dan kelonggaran (allowance) luasan

lainnya. Langkah 4 merupakan langkah kritis, tetapi untuk


hampr semua organisasi industri luasan area untuk fasilitas
produksi akan dapat diprediksi sehingga luas area yang
diperlukan ini masih harus dilihat kemungkinannya dengan
mempertimbangkan luasan area yang tersedia (Walpole, RE
and Myers, RH. 1989).
Langkah 5: Pertimbangan Terhadap Luas Yang Tersedia.
Dalam beberapa kasus tertentu, khususnya untuk problem
relayout seringkali layout yang di desain harus disesuaikan
dengan luas bangunan pabrik yang tersedia. Demikian juga
untuk kasus yang lain dimana biaya serba terbatas, maka luas
area yang bisa disediakan pun akansangat terbatas sekali.
Disini antara luas area yang dibutuhkan dan luas area yang
tersedia harus dipertimbangkan secara seksama (Walpole, RE
and Myers, RH. 1989).
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Langkah 6: Pembuatan Space Relationship Diagram.
Langkah 6 sebenarnya merupakan modifikasi dari langkah
3. Dengan menggunakan pertimbangan yang dilakukan di
langkah 4 dan 5 maka layout yang direncanakan dapat
dikonstruksikan

secara

sebenarnya

berdasarkan

string

diagram yang sudah tersusun dalam langkah 3 tersebut.


Meskipun demikian tetap diperlukan beberapa percobaan
(trial and error) sebelum layout yang layak dibuat.
Selanjutnya dari luas area yang diperlukan dari setiap
departemen

bisa

dibuat space REL Diagram

dan

final

layoutnya (Walpole, RE and Myers, RH. 1989).


Langkah 7 & 8: Modifikasi Layout Berdasarkan Pertimbangan
Praktis.
Disini pertimbangan-pertimbangan praktis dibuat untuk
modifikasi layout. Hal-hal yang berkaitan dengan bentuk
bangunan, letak kolom penyangga, lokasi piping system, dan
lain-lain merupakan dasar pertimbangan untuk memperbaiki
alternatif desai layout yang diusulkan (Walpole, RE and Myers,
RH. 1989).
Langkah 9 & 10: Pemilihan dan Evaluasi Alternatif Layout.
Langkah terakhir ini adalah untuk mengambil keputusan
terhadap usulan desain layout yang harus dipilih atau

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
diaplikasikan. Disini evaluasi terhadap alternatif layout yang
dipilih juga juga dilaksanakan untuk memberikan keyakinan
bahwa keputusan yang diambil sudah memberikan alternatif
layout

yang

optimal.

Bilamana

ternyata

dijumpai

ketidakefisienan layout, maka tentu saja harus dilaksanakan


aktivitas

relayout

sesuai

dengan

langkah-langkah

sebelumnya.(Walpole, RE and Myers, RH. 1989).


I. Material Handling
Pemindahan bahan secara manual (MMH), menurut American Material
Handling Society bahwa material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu
yang meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), pengepakan
(packaging), penyimpanan (storing), dan pengawasan (controlling), dari
material dengan segala bentuknya (Wignjosoebroto,1996).
Material Handling Planning Sheet (MHPS) merupakan suatu tabel yang
digunakan untuk menghitung biaya penanganan bahan. Disini dilakukan
minimasi biaya penanganan bahan tetapi dengan tidak mengabaikan prinsipprinsip pemindahan bahan, prinsip-prinsip tersebut adalah seluruh aktivitas
pemindahan harus direncanakan, mengoptimasi aliran bahan dengan
merencanakan sebuah urutan operasi dan pengaturan peralatan, mengurang
mengkombinasi dan menghilangkan pergerakan atau peralatan yang tidak
diperlukan, memanfaatkan prinsip gravitasi bagi pergerakan bahan jika
memungkinkan, meningkatkan jumlah, ukuran dan berat muatan yang

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
dipindahkan, menggunakan peralatan pemindahan yang mekanis dan otomatis,
mengurangi waktu non produktif dari peralatan dan tenaga kerja (Apple
1990).
Sumber:

Muslimah,

dkk.

Analisa

Manual

Material

Menggunakan NIOSH EQUATION. (Online).

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

Handling

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
1. Prinsip Material Handling
Prinsip dasar sistem material handling ada 10, yakni:
a. Planning Principle
Gambar 17. Planning principle

Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wpcontent/uploads/2013/06/planning.jpg
Perencanaan merupakan aktivitas yang harus didefinisikan sebelum
implementasi

tata

letak

baru

yang

dirancang.

Perencanaan

mendefinisikan pada materi (apa) dan bergerak (kapan dan mana)


bersama-sama terangkum untuk menentukan metode (Bagaimana dan
siapa). Perencanaan penanganan material harus mencerminkan tujuan
strategis

organisasi

serta

kebutuhan

yang

lebih

mendesak,

mendokumentasikan pada metode dan masalah, fisik, kendala


ekonomi, kebutuhan masa depan untuk menfokuskan pada tujuan
material handling, dan mempromosikan rekayasa produk, desain
proses, dan tata letak proses.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
b. Standardization Principle

Gambar 18. Standardisation principle


Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wpcontent/uploads/2013/06/standardization.png
Standardisasi berarti berkurangnya variasi dan kustomisasi dalam
metode dan peralatan yang digunakan. Salah satu contohnya yaitu
dalam proses perencanaan, perencanaan harus memilih metode dan
peralatan yang dapat melakukan berbagai tugas di dalam berbagai
operasi atau bersifat fleksibilitas dan modularitas.
c. Work Principle
Gambar 19. Work principle

Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wp-content/uploads/2013/06/work.jpg
Ukuran kerja adalah penanganan aliran material (volume, berat atau
menghitung waktu per unit) dikalikan dengan jarak perpindahan.
Konsep yang digunakan yaitu menyederhanakan proses dengan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
mengurangi, menggabungkan, memperpendek atau menghilangkan
yang tidak perlu untuk mengurangi beban kerja.
d. Ergonomic Principle
Gambar 20. Ergonomic principle

Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wpcontent/uploads/2013/06/ergonomics.gif
Ergonomi adalah ilmu yang digunakan untuk menyesuaikan pekerjaan
atau kondisi kerja yang sesuai dengan kemampuan dari pekerja.
Contohnya yaitu penanganan bahan pada tempat kerja dan peralatan
yang digunakan untuk membantu dalam pekerjaan harus dirancang
dengan baik sehingga dapat meningkatkan keamanan bagi pekerja dan
peralatan kerja.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
e. Unit Load Principle

Gambar 21. Unit load principle


Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wpcontent/uploads/2013/06/unitload.png
Suatu beban unit merupakan suatu beban yang bisa disimpan atau
dipindahkan sebagai satu kesatuan pada satu waktu, seperti kontainer,
pallet atau tote namun, terlepas dari jumlah individu atau item yang
membentuk beban. Ukuran beban dan komposisi bahan dapat berubah
sesuai gerakan material dan produk melalui tahap dari proses
manufaktur dan distribusi yang dihasilkan.
f. Space Utilization Principle

Gambar 22. Space utilization principle


Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wp-content/uploads/2013/06/space.jpg
Ruang dalam material handling adalah tiga dimensi dan dihitung
sebagai suatu ruang yang tergambarkan secara kubik. Di suatu area
kerja yang tidak beraturan beberapa hal yang harus diperhatikan adalah

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ruang dan lorong yang kosong, pengaturan tata letak daerah
penyimpanan, dan jalur transportasi material.
g. System Principle
Gambar 23. System principle

Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wpcontent/uploads/2013/06/System.png
Suatu sistem adalah kumpulan interaksi dalam proses produksi dan
saling terkait membentuk suatu kesatuan yang utuh. Arus informasi
dan aliran material harus diintegrasikan dan diseimbangkan dalam
setiap kegiatan pada proses produksi. Salah satunya adalah persyaratan
pelanggan yaitu mengenai kuantitas, kualitas, dan pengiriman tepat
waktu yang harus dipenuhi.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
h. Automation Principle

Gambar 24. Automation principle


Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wpcontent/uploads/2013/06/automation.jpg
Penanganan bahan operasi harus mekanik atau otomatis yang mana
layak untuk meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan daya
tanggap, meningkatkan konsistensi dan prediktabilitas. Semua item
diharapkan akan ditangani otomatis dan harus memiliki fitur yang
mengakomodasi mekanik dan penanganan otomatis.
i. Environmental Principle

Gambar 25. Environmental principle


Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wpcontent/uploads/2013/06/environment.png

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kesadaran Lingkungan yaitu keinginan untuk tidak membuang sumber
daya alam dan untuk memprediksi dan menghilangkan kemungkinan
dari efek negatif pada tindakan keseharian terhadap lingkungan.
Konsepnya yaitu mendesain sistem sesuai dengan fungsinya dan
kesesuaiannya dengan lingkungan.
j. Life Cycle Cost Principle
Gambar 26. Life cycle cost principle

Sumber: http://muhammadfajar.16mb.com/wp-content/uploads/2013/06/LCC.jpg
Siklus biaya hidup mencakup semua arus kas yang akan terjadi antara
waktu per biaya yaitu pada awal yang dihabiskan untuk merencanakan
atau mendapatkan sebuah peralatan baru, atau untuk diberlakukan
metode baru, sampai pada pergantian peralatan. Siklus biaya hidup
mencakup

penanaman

modal,

instalasi,

setup

dan

peralatan

pemrograman, pelatihan, pengujian sistem dan penerimaan, operasi


(tenaga kerja, utilitas, dll), pemeliharaan dan perbaikan, menggunakan
kembali nilai, dan akhir pembuangan.
Sumber:

http://daniriskayadi.blogspot.co.id/2013/04/prinsip-prinsipmaterial-handling.html

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2. Manfaat Material Handling
Manfaat yang diperoleh dari material handling adalah:
a. Penghematan biaya produksi, penurunan biaya persediaan, penggunaan
b.
c.
d.
e.

ruangan lebih efisien, serta meningkatkan produktifitas perusahaan.


Pengurangan sisa afval, yaitu produk-produk yang tidak sesuai standar.
Menaikkan luas produksi.
Peningkatan kondisi kerja karyawan.
Distribusi material akan berjalan lebih baik.
Sumber: Denis Niskala. Untuk Mengurangi Backtracking dan Material
Handling Cost Departemen Produksi PT. ITU AIRCON.

(Online).
3. Biaya Material Handling
Biaya material handling didalam perusahaan mencakup lebih dari 50%
biaya produksi. Karena itu, biaya material handling sangat sulit dipisahkan
dari unsure-unsur biaya produksi lainnya. Untuk itu, dalam hal ini yang
perlu dilakukan adalah adanya usaha-usaha untuk mencari sumber
kemungkinan mengadakan perbaikan material handling yang terdapat pada
perusahaan itu. Pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan dalam suatu
perusahaan/industry terdiri atas:
a.

Menyediakan atau menempatkan bahan-bahan di tempat kerja yang

b.

disebut make ready.


Melakukan kegiatan-kegiatan yang nyata dalam pengolahan atau

c.

pembuatan barang-barang yang disebut do.


Memindahkan barang-barang dan bahan-bahan dari tempat kerja
yang disebut put way.

Dalam kenyataannya, diperkirakan sekitar 60 sampai 80 persen dari waktu


para pekerja dalam kegiatan produksi dihabiskan untuk memindahkan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
barang/meng-handle bahan-bahan dan barang-barang. Karena itu, biaya
material handling terdiri atas:
a. Upah orang yang memindahkan bahan (material handler)
b. Biaya investasi dari berbagai alat pemindahan bahan yang digunakan
c. Biaya untuk mengerjakan produk hasilnya.
Sumber: Denis Niskala. Untuk Mengurangi Backtracking dan Material
Handling Cost Departemen Produksi PT. ITU AIRCON.
(Online).
4. Hal-hal yang Dapat Dilakukan untuk Menurunkan Biaya Material
Handling
Penurunan biaya material handling dapat diusahakan dengan cara:
a. Pengurangan jumlah dan jarak pengangkutan. Hal ini dapat ditempuh
dengan mengadakan perubahan terhadap layout.
b. Pengurangan waktu yang dibuthkan di dalam pengangkutan bahan. Hal
ini dapat dicapai dengan mengurangi atau menghilangkan sama sekali
waktu-waktu

menunggu

(waiting

time).

Dengan

melakukan

penghematan terhadapwaktu maka akan terdapat penghematan


berbagai macam biaya disampung itu jadwak waktupun dapat
dipercepat. Penghematan waktu berarti pula pemanfaatan alatalat material handling secara lebih efektif.
c. Pemilihan alat pengangkutan bahan yang tepat Alat-alat pengangkutan
bahan harus dipilih agar biaya operasional dan biaya modalnya
minimum, terdapat keluwesan yang tinggi dalam pengangkutan bahanbahan memiliki tingkat keselamatan yang tinggi, dan sebagainya.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sumber: Denis Niskala. Untuk Mengurangi Backtracking dan Material
Handling Cost Departemen Produksi PT. ITU AIRCON.
(Online).
5. Pemindahan Material Secara Teknis
Beberapa pemindahan material secara teknis dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Memindahkan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah
dirancang dengan menggunakan roller (ban berjalan).
b. Menggunakan meja yang dapat digerakkan naik-turun untuk menjaga
agar bagian permukaan dari meja kerja dapat langsung dipakai untuk
memasukkan lembaran logam ataupun benda kerja lainnya kedalam
mesin.
c. Menempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih
tinggi dan menurunkan dengan bantuan gaya grafitasi.
d. Menggunakan peralatan yang mengangkat, misalnya, pada ujung
belakang truk untuk memudahan pengangkatan material.
e. Merancang Overhad Monorail dan hoist diutamakan

yang

menggunakan power (tenaga) baik untuk gerakan vertikal maupun


horizontal.
f. Mendesai kotak (tempat benda kerja) dengan disertai handle yang
ergonomis sehingga mudah pada waktu mengangkat.
g. Mengatur peletakan fasilitas sehingga semakin

memudahkan

metodologi angkat benda pada ketinggian permukaan pinggang.


Sumber: Denis Niskala. Untuk Mengurangi Backtracking dan Material
Handling Cost Departemen Produksi PT. ITU AIRCON.
(Online).
J. Tujuan Material Handling
Menurut Meyers, F.E dalam Sulistyani (2003), tujuan utama dari
perencanaan material handling adalah untuk menugurangi biaya produksi.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Selain itu, material handling sangat berpengaruh terhadap operasi dan
perancangan fasilitas yang diimplementasikan. Beberapa tujuan dari sistem
material handling antara lain:
1 Menjaga atau mengembangkan kualitas produk, mengurangi kerusakan
2
3
4

dan memberikan perlindungan terhadap material.


Meningkatkan keamanan dan mengembangkan kondisi kerja.
Meningkatkan produktivitas.
Meningkatkan tingkat penggunaan fasilitas.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
5
6

Mengurangi bobot mati.


Sebagai pengawasan persediaan.
Sumber: Basten Rikardo Hutagalung (skripsi)

Tujuan pokok material handling :


1. Menambahkan kapasitas produksi
- Menambahkan produktivitas kerja per man-hour
- Meningkatkan efisiensi mesin/peralatan handling dengan mereduksi

2.
3.

4.

5.

downtime
Menjaga kelancaran aliran kerja (menghindari idle atau tumpukan

material)
Memperbaiki kontrol produksi melalui penjadwalan yang baik dan

pengawasan yang ketat.


Mengurangi waste
- Proses pemindahan material secara hati-hati
- Fleksibel
Memperbaiki kondisi area kerja
- Menjaga area kerja aman dan nyaman
- Mengurangi faktor kelelahan operator
- Memotivasi pekerja
Memperbaiki distribusi material
- Mengurangi kerusakan dalam proses pemindahan
- Memperbaiki rute yang ditempuh
- Memperbaiki fasilitas pergudangan dan pengaturannya
Mengurangi biaya
- Menambah produktivitas kerja
- Mengurangi dan mengenmdalikan inventories
- Pemanfaatan luas area secara optimal
- Rute pemindahan direncanakan secara baik untuk mengurangi jarak
-

perpindahan material
Mengatur jadwal dengan baik sehingga menghindari antrian dan
kekacauan.

Sumber : www.debrina.lecture.ub.ac.id
Pada dasarnya tujuan diadakannya material handling adalah untuk
menghilangkan pemborosan atau inefisiensi. Sehingga dapat juga disimpulkan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
bahwa tujuan material handling adalah untuk mengangkat, memindahkan serta
menempatkan material pada saat dibutuhkan, dan untuk melancarkan proses
produksi agar barang-barang dapat diselesaikan tepat pada waktunya, serta
untuk menekan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
Sumber : www.debrina.lecture.ub.ac.id
K. Metode Material Handling
1. Analisis Metode OWAS
Metode OWAS telah diaplikasikan

pada

tahun

tujuh

puluhan di perusahaan besi baja di Finlandia. Institute of


Occupational Health menganalisis postur seluruh bagian
tubuh dengan posisi duduk dan berdiri. Metode ini juga
telah digunakan untuk menganalisis postur di Indonesia,
dengan menggunakan OWASCA (OWAS Computer-Aided),
yakni metode OWAS yang diintegrasikan dengan komputer
(Ojanen, et al, 2000). Analisis dilakukan pada seluruh
bagian tubuh pada posisi duduk dan berdiri. Input metode
OWAS adalah sebagai berikut:
a Data postur punggung
b Data postur lengan.
c Data postur kaki
d Data berat beban yang diangkat.
Proses
diawali
dengan
merekam

aktivitas

MMH

menggunakan handicam. Hasil rekaman digunakan untuk


menganalisis

postur

yang

dilakukan,

yakni

postur

punggung, lengan, kaki dan berat beban. Hasil analisis

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
postur

dalam

bentuk

kode

angka

yang

kemudian

diklasifikasikan kedalam kategori.


Tabel 2. Tabel kategori metode OWAS
Kategori
1
2
3
4

Aksi
Bisa diterima jika tidak berulang dan periode lama
Perlu pemeriksaan lanjutan dan perubahan-perubahan
Pemeriksaan dan perubahan perlu dilakukan segera
Pemeriksaan dan perubahan perlu dilakukan sangat
segera

Sumber: download.portalgaruda.org/article.php?
Metode

OWAS

article=21614&val=1263
telah diaplikasikan di Malaysia

untuk

merancang stasiun kerja (Hasan, et al, 2002). Hasil dari


perancangan stasiun kerja dengan metode OWAS dapat
mengurangi posisi kerja yang berbahaya dari 80% menjadi
66%.
OWAS menganalisis postur seluruh tubuh namun tidak
secara detail, faktor sudut yang dibentuk oleh postur pada
aktivitas MMH tidak diperhatikan, pemakaian tenaga otot
statik atau repetitif juga belum dianalisis. Hal tersebut
merupakan kekurangan metode OWAS.
Sumber:
download.portalgaruda.org/article.php?
article=21614&val=1263
2. Analisis Metode NIOSH
Pada tahun 1981, Nasional Institute for Occupational Safety
and Health (NIOSH) mengidentifikasi adanya problem back
injuries yang dipublikasikan dalam The Work Practises
Guide for Manual Lifting (Henry, et al, 1993). Metode ini

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
untuk mengetahui gaya yang terjadi di punggung (L5S1).
Ada 2 metode dalam NIOSH yaitu:
a. Metode MPL (Maximum Permissible Limit)
b. RWL (Recommended Weigh Limit).
Pada metode MPL, input berupa rentang postur (posisi
aktivitas),

ukuran

beban

dan

ukuran

manusia

yang

dievaluasi. Proses analisis dimulai dengan melakukan


perhitungan gaya yang terjadi pada telapak tangan, lengan
bawah, lengan atas, dan punggung. Output yang dihasilkan
berupa gaya tekan/kompresi (Fc) pada lumbar ke 5 sacrum
pertama (L5S1). Proses metode MPL seperti terlihat pada
gambar 2. Standart yang diberikan metode MPL adalah
besar gaya tekan di bawah 6500N pada L5S1 sedangkan
batasan gaya angkat normal (The Action Limit) sebesar
3500 pada L5S1, sehingga didapat standart sebagai
berikut:
a. Apabila Fc< AL (aman)
b. Apabila AL<Fc<MPL (perlu hati-hati)
c. Apabila Fc>MPL (berbahaya)
Metode RWL adalah metode yang merekomendasikan
batas

beban

menimbulkan

yang

diangkat

cidera

meskipun

oleh

manusia

pekerjaan

tanpa
tersebut

dilakukan secara repetitif dan dalam jangka waktu yang


lama. Input metode RWL adalah jarak beban terhadap
manusia, jarak perpindahan, dan postur tubuh (sudut yang
dibentuk).

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sumber:

download.portalgaruda.org/article.php?

article=21614&val=1263
3. Analisis Metode REBA
Pada
tahun
1995,

McAtamney

dan

Hignett

memperkenalkan metode Rapid Entery Body Assesment


(REBA). Metode tersebut dapat digunakan secara cepat
untuk menilai postur seorang pekerja. Adapun input
metode REBA yaitu: pengambilan data postur pekerja
menggunakan handicam, penentuan sudut pada batang
tubuh,

leher,

kaki,

lengan

atas,

lengan

bawah

dan

pergelangan tangan.
Output REBA berupa pengelompokan action level adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. Action level metode REBA
Action level
0

REBA score
1

Risk Level
Negligible

2-3

Low

2
3
4

4-7
8-10
11-15

Medium
High
Very High

Sumber:

Action
non necessary
Maybe
necessary
Necessary
Necessary soon
Necessary now

download.portalgaruda.org/article.php?

article=21614&val=1263
Metode ini telah diaplikasikan pada aktivitas MMH yaitu
mengambil botol (Sanjaya, 2003). Metode REBA tepat
untuk

menganalisa

aktivitas

MMH

yang

dominan

menggunakan tubuh bagian atas karena tubuh bagian atas


dianalisa secara detail. Namun analisa sudut postur tubuh
pada metode REBA belum lengkap, olehkarena itu pada
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
tahun 1993 metode ini disempurnakan oleh Dr. Lynn Mc
Atamney dengan memunculkan metode RULA.
Sumber:
download.portalgaruda.org/article.php?
article=21614&val=1263
4. Analisis Metode RULA
Tahun 1993, Dr. Lynn McAtamney memunculkan metode
RULA. Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
merupakan metode cepat penilaian postur tubuh bagian
atas. Input metode ini adalah postur (telapak tangan,
lengan atas, lengan bawah, punggung dan leher), beban
yang

diangkat,

tenaga

yang

dipakai

(statis/dinamis),

jumlah pekerjaan. Metode ini menyediakan perlindungan


yang cepat dalam pekerjaan seperti resiko pada pekerjaan
yang

berhubungan

mengidentifikasi

dengan

usaha

yang

upper

limb

dibutuhkan

disorders,
otot

yang

berhubungan dengan postur tubuh saat kerja (penggunaan


kekuatan dan kerja statis yang berulang). Input postur
metode RULA dibedakan menjadi 2 grup yaitu grup A
(lengan atas dan bawah dan pergelangan tangan) dan grup
B (leher, tulang belakang dan kaki).
Panduan dalam mengklasifikasikan ditunjukkan dengan
tabel sebagai berikut:

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Tabel 4. Action level metode RULA
Kategori
1

Aksi
Bisa diterima jika tidak berulang dan periode lama
Perlu pemeriksaan lanjutan dan perubahanperubahan
Pemeriksaan dan perubahan perlu dilakukan segera
Pemeriksaan dan perubahan perlu dilakukan sangat
segera

2
3
4
Sumber:

download.portalgaruda.org/article.php?

article=21614&val=1263
Metode RULA sangat efektif
aktivitas

MMH,

khususnya

untuk

mengidentifikasi

aktivitas

yang

banyak

melibatkan anggota tubuh bagian atas.


Sumber:
download.portalgaruda.org/article.php?
article=21614&val=1263
L. Dasar-Dasar Pemilihan Lokasi Pabrik
Semua

aspek

dalam

penentuan

lokasi

pabrik

saling

berkaitan, adapun dasar-dasar dalam memilih lokasi pabrik,


yaitu:
1 Sumber bahan baku dan bahan pembantu.
Pabrik dibangun mendekati bahan baku

dan

bahan

pembantu yang ongkos angkutnya mahal atau kadarnya


rendah, misal pabrik gula, semen, emas, dll. Untuk bahan
baku import, diperlukan lokasi yang sarana trasnportasinya
memadai (darat laut).
2 Tenaga kerja.
Pabrik memerlukan tenaga kerja terdidik dan terlatih baik
selama kontruksi maupun operasi. Diperkotaan jumlah
tenaga dengan berbagai ketrampilan tersedia, namun

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
perputaran tenaga berlangsung cepat dan jumlah serta
jenis

kemampuan

terbatas.

melatih tenaga kerja setempat.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

Biasanya

dipilih

dengan

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
3 Sarana transportasi.
Tersedianya sarana transportasi yang baik (darat maupun
laut) pada suatu daerah dapat mengatasi kelemahan
daerah tersebut serta menekan biaya produksi karena
ongkos angkut bahan baku dan bahan pembantu serta
hasil produksi
4 Utilitas.
Setiap pabrik memerlukan utilitas yang berupa air, steam,
listrik, bahan bakar, dll. Sekarang ini air merupakan
problema yang rumit dalam suatu industri. problema air
meliputi

kualitas

dan

kuantitasnya.

Untuk

kebutuhan

utilitas yang kecil akan lebih murah bila tidak perlu


membangun

fasilitas

utilitas

sendiri

asalkan

ketersediaanya terjamin sepanjang waktu produksi. Lokasi


pabrik di kawasan industri bisa memperoleh utilitas dari
pabrik lain yang menyediakan.
5 Pembangkit Tenaga.
Tenaga merupakan komponen biaya utama dalam priduksi,
biaya tenaga ini dapat mencapai lebih dari 50% ongkos
produksi (tergantung dari produksinya). untuk pabrik yang
menghasilkan bahan bakar sebagai hasil sampingnya lebih
menguntungkan membangun pembangkit tenaga sendiri.
6 Daerah Pemasaran.
Hasil produksi suatu pabrik dapat digunakan langsung oleh
konsumen atau untuk bahan baku pabrik lain. Bila produk
digunakan langsung diperlukan berbagai kemasan dan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
distribusi yang lebih banyak. Bila

produk

digunakan

sebagai bahan baku pabrik lain kemasan lebih sederhana


dan pemasaran dapat dilakukan secara langsung. Untuk
pemasaran lokal, lokasi dipilih dekat dengan daerah
pemasaran, sehingga biaya transportasinya tidak banyak
membebani

biaya

produksi.

Untuk

sarana transportasi yang memadai


7 Lingkungan Masyarakat.
Ketersediaan masyarakat suatu

ekspor

daerah

diperlukan

memenerima

segala konsekuensi positif dan negatif didirikannya pabrik


merupakan

syarat

tersebut.
8 Iklim.
Iklim suatu
efesiensi,

untuk

daerah

dan

pendirian

berpengaruh

tingkah

laku

pabrik

kepada

pekerja

di

daerah

efektivitas,

pabrik

dalam

melaksanakan aktivitas produksi sehari-hari.


9 Kemungkinan Pengembangan Pabrik.
Pabrik biasanya dibangun dalam kapasitas tertentu dan
akan diperlukan pengembangan untuk masa yang akan
datang.

Pembangunan

pabrik

akan

menyebabkan

pembangunan pemukiman dan harga tanah meningkat,


sehingga perlu diperhitungkan kemungkinan perluasan
sebelum pabrik dibangun. untuk perluasan paling sedikit
sama luasnya dengan area proses hingga lima kali
lipatnya. Untuk pabrik yang berlokasi di kota biasanya
pengembangan ke arah vertikal, dikarenakan keterbatasan
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
lahan

yang

tersedia.

Sedangkan

untuk

pabrik

yang

berlokasi jauh dari pusat kota dengan ketersediaan lahan


yang cukup sehingga dapat melakukan pengembangan ke
arah horizontal.
10 Kebijakan Pemerintah.
Pabrik biasana dikenai biaya untuk kepentingan politik
suatu

daerah.

terhadap

Stabilitas

kelangsungan

politik
hidup

sangat

pabrik

berpengaruh

yagn

didirikan.

Daerah yang kondisi sosial politiknya tidak stabil tidak


menguntungkan untuk dibangun pabrik.
11 Pencemaran.
Kegiatan oabrik berpotensi menyebabkan pencemaran
lingkungan sekitar, baik padatan, cairan dan gas. Pabrik
dituntut menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang
memadai sampai pada pembuangan akhir yang tidak
mencemari lingkungan.
Sumber:
https://anggarajaka.wordpress.com/2011/10/10/das
ar-dasar-yang-mempengaruhi-pemilihan-lokasipabrik/

M. Faktor-Faktor

Yang

Harus

Dipertimbangkan

Dalam

Penentuan Lokasi Pabrik


Banyak faktor yang memengaruhi keputusan mengenai lokasi.Adpaun
faktor tersebut antara lain (Stevenson, W., 2015):
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
1. Faktor Regional
a. Lokasi bahan baku
Perusahaan berlokasi dekat atau berada di sumber bahan baku untuk
tiga alasan utama: kebutuhan, kecepatan untuk habis, dan biaya
transportasi.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
b. Lokasi pasar
Perusahaan yang berorientasi profit sering kali berlokasi dekat dengan
pasar yang ingin mereka tuju sebagai bagian dari strategi kompetitif
mereka. Penjualan dan jasa ritel biasanya ditemukan dekat dengan
pusat pasar yang mereka layani. Contohnya, restoran cepat saji, pusat
jasa, dan supermarket.
c. Faktor buruh
Pertimbangan utama mengenai buruh adalah biaya dan ketersediaan
dari buruh, upah buruh di sebuah area, produktivitas dan sikap buruh.
Biaya buruh sangat penting bagi organisasi yang menggunakan buruh
intensif. Pemindahan industri tekstil ke negara-negara seperti Cina dan
Vietnam adalah karena perbedaan dalam biaya buruh.
d. Iklim dan pajak
Iklim dan pajak terkadang memainkan peran dalam keputusan
mengenai lokasi. Misalnya, serangkaian musim dingin yang tidak biasa
bisa menyebabkan beberapa perusahaan mempertimbangkan untuk
pindah ke daerah dengan iklim yang lebih hangat, terutama jika
penundaan pengiriman dan gangguan pekerjaan disebabkan oleh
ketidakmampuan karyawan untuk bekerja terlalu sering. Hal yang
serupa, pajak pendapatan usaha dan pendapatan individu di beberapa
negara bagian mengurangi ketertarikan pada perusahaan yang sedang
mencari lokasi baru. Banyak perusahaan tertarik dengan lokasi yang
memiliki sumber daya energi atau buruh yang murah dan banyak,
iklim yang sedang, dan pajak yang rendah. Selain itu, pajak dan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
insentif keuangan merupakan faktor uatama dalam menarik atau
mempertahankan franchise profesional.
2. Pertimbangan Komunitas
Beberapa organisasi menemukan bahwa walaupun sikap dari
keseluruhan komunitas masyarakat dapat diterima, masih terdapat
penolakan terhadap lokasi tertentu dari penduduk setempat yang
menolak adanya kemungkinan peningkatan suara bising, kemacetan,
atau polusi. Misalnya, penolakan komunitas masyarakat terhadap
perluasan bandara, perubahan dalam penetapan wilayah, fasilitas atau
konstruksi nuklir, dan konstruksi jalan raya.
3. Faktor Terkait Lokasi
Pertimbangan utama terkait dengan lokasi adalah bahan, transportasi,
dan pembagian wilayah atau batasan lainnya. Karena komitmen jangka
panjang biasanya dibutuhkan, biaya tanah mungkin menjadi hal kedua
setelah faktor terkait lokasi lainnya, seperti ruangan untuk ekspansi di
masa depan, fasilitas yang ada sekarang dan kapasitas saluran air, serta
ruang parkir yang cukup untuk karyawan dan pelanggan. Selain itu,
bagi banyak perusahaan, akses jalan untuk truk dan kereta dianggap
penting.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
4. Strategi Pabrik Manufaktur Multipel
a. Strategi pabrik produk
Dengan strategi ini, seluruh produk atau lini produk dihasilkan
pada pabrik yang berbeda dan masing-masing pabrik biasanya
memasok keseluruhan pasar domestik. Hal ini pada dasarnya
adalah sebuah pendekatan desentralisasi, dengan masing-masing
pabrik fokus pada persyaratan yang sempit yang terdiri atas
spesialisasi buruh, bahan baku, dan perlengkapan bersama dengan
lini produk. Lokasi pabrik bisa tersebar atau dikelompokkan relatif
dekat satu sama lain.
b. Strategi pabrik area pasar
Dengan strategi ini, pabrik didesain untuk melayani segmen
geografi tertentu dari sebuah pasar (misalkan Asia Tenggara, Asia
Timur). Pendekatan ini membutuhkan koordinasi keputusan yang
terpusat untuk menambahkan atau mengurangi pabrik, atau untuk
memperluas atau memperkecil pabrik yang ada karena adanya
perubahan kondisi pasar. .
c. Strategi pabrik proses
Dengan strategi ini, pabrik yang berbeda berkonsentrasi pada aspek
yang berbeda dari sebuah proses. Manufaktur mobil sering kali
menggunakan pendekatan ini, dengan pabrik yang berbeda untuk
mesin,

transmisi,

pencetakan

bodi,

dan

bahkan

radiator.

Pendekatan ini sesuai bagi produk yang memiliki banyak


komponen; memisahkan produksi komponen akan mengurangi
kebingungan dibandingkan jika semua produksi dilakukan secara
bersamaan dalam lokasi yang sama.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

N. Routing Sheet & MPPC (Mutiple Product Process)


1 Route Sheet
Route Sheet adalah lembar routing proses yang harus
dilalui oleh tiap- tiap komponen dari awal hingga akhir.
Route Sheet ada 2 jenis antara lain Route Sheet dan Route
Sheet Assembly. Route Sheet digunakan untuk komponenkomponen dasar / penyusun sedangkan Route Sheet
Assembly digunakan untuk komponen-komponen yang
telah di-assembly. Setiap komponen baik itu komponen
dasar maupun komponen assembly memiliki 1 lembar
sendiri-sendiri.
Sumber:
jurnal.uai.ac.id/index.php/SST/article/download/128/
117+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
a Tujuan Route Sheet
Route Sheet ini dilaksanakan untuk memperlancar dan
mempermudah jalannya produksi yang ada, tetapi
secara khusus Route Sheet memiliki tujuan sebagai
berikut :
1) Sebagai patokan alur kerja suatu komponen secara
lengkap (dari preparation sampai packing).
2) Sebagai patokan / target waktu proses

suatu

komponen pada tiap mesin.


3) Mempermudah jalannya proses produksi yang ada.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
4) Mendisiplinkan / membiasakan operator agar dapat
bekerja secara teratur dan cepat sesuai dengan apa
yang telah direncanakan.
5) Pelaksanaan produksi sesuai dengan prioritas dan
jumlah batch, sehingga pada akhirnya dapat set
pada bagian assembling.
b Isi Route Sheet
Lembar Route Sheet ini berisikan data-data yang
menjelaskan secara detail tentang komponen tertentu.
Secara umum isi dari Route Sheet tersebut dapat dirinci
sebagai berikut :
1) No. KIK
2) No. dan nama komponen.
3) Jumlah batch, jumlah komponen per batch dan
jumlah order total.
4) Ukuran sawn timber, prefinish dan finish komponen
serta gambar detail komponen.
5) Analisa sequence suatu komponen.
6) Analisa Planning vs Actual.
Pada akhirnya hasil analisa ditas dapat kita bawa dalam
meeting produksi untuk mendapatkan perhatian dan
perbaikan-perbaikan

secara

berkesinambungan

jika

diperlukan. Hasil analisa ini memiliki tujuan untuk


meningkatkan kelancaran proses produksi yang ada.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
c Prosedur pelaksanaan Route Sheet
Untuk

menjalankan

Sheet banyak

sekali

dan
data-

melaksanakan Route
data

pendukung

yang

diperlukan antara lain jnis dan nama mesin (M.Machine),


proses yang dilakukan pada tiap mesin beserta formula
untuk menghitung waktu proses tiap mesin (M.Process
Name), nama dan ukuran komponen (M.Item) serta
secjuences tiap komponen tiap item. Semua data-data
tersebut

harus

mempersiapkan

terlebih
semua

dahulu
data-data

disiapkan,

penulis

tersebut

dengan

melakukan wawancara dengan staf/karyawan, kabag


serta

melakukan

pengamatan

langsung

di

lantai

produksi. Hasil pengumpulan data-data diatas dapat


dilihat pada lampiran 3, 4 & 5.
Pada tabel data process name terdapat kolom formula
mode, formula mode tersebut untuk membedakan
formula perhitungan waktu proses yang digunakan oleh
tiap-tiap mesin. Formula mode tersebut dibedakan
menjadi 7 macam dasar perhitungan waktu proses,
antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)

Atas dasar panjang komponen.


Atas dasar lebar komponen
Khusus untuk rotary composer (laminating).
Tidak berdasarkan ukuran komponen (per siklus).
Atas dasar luas area komponen.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
6) Atas dasar 2 kali panjang (conveyor/packing).
7) Atas dasar luas area komponen serta luas area
mesin.
Sedangkan untuk konstanta 1 merupakan speed dari
mesin atau waktu proses per siklus. Setelah semua data
yang diperlukan siap, kemudian penulis memasukkan
data tersebut ke dalam program yang ada.
d Langkah-langkah pembuatan dan pelaksanaan Route
Sheet
1) Planning
Dalam tahap persiapan banyak kegiatan-kegiatan
pembuatan Route Sheet yang harus dilakukan antara
lain :
a) Untuk Item Baru
PO (Purchasing Order) turun
R&D menurunkan gambar Bill of Material (BOM)
serta blank form prakiraan routing proses

untuk diisi oleh kabag masing-masing bagian.


Input M.Item, PO (Purchasing Order) dan
membuat

KIK

(beserta

penentuan

jumlah

batch).
Kumpulkan form prakiraan routing proses yang
telah diisi oleh kabag dan input sequences

tersebut pada program (RS 1 & RS Assembly).


Print out report Route Sheet (RS 1 & RS
Assembly) & MIC (Monitoring Item Chart), serta
lengkapi Route Sheet tersebut dengan gambar

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
komponen pada tiap lembarnya. Lembar MIC

dapat dilihat pada lampiran 6.


Perbanyak sesuai dengan kebutuhan (sejumlah

batch).
Turunkan ke Lapangan.
b) Untuk Item Lama
PO (Purchasing Order) turun
R&D menurunkan gambar Bill of Material (BOM)
serta blank form prakiraan routing proses

untuk diisi oleh kabag masing-masing bagian.


Input M.Item, PO (Purchasing Order) dan
membuat

KIK

(beserta

penentuan

jumlah

batch).
Jika ada revisi gambar & BOM serta sequence.
Input revisi M.Item. PO (Purchasing Order) &

KIK (beserta penentuan jumlah batch).


Input Revisi Sequences.
Print out report Route Sheet (RS 1

&

RS

Assembly) & MIC (Monitoring Item Chart), serta


lengkapi Route Sheet tersebut dengan gambar

komponen pada tiap lembarnya.


Perbanyak sesuai dengan kebutuhan (sejumlah

batch).
Turunkan ke Lapangan.

Jika tidak ada revisi gambar & Bill Of Material


serta sequences

Input PO & KIK (beserta penentuan jumlah


batch).

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Print

out

report Route

Sheet (RS

&

RS

Assembly) & MIC (Monitoring Item Chart), serta


lengkapi Route Sheet tersebut dengan gambar

komponen pada tiap lembarnya.


Perbanyak sesuai dengan kebutuhan (sejumlah

batch).
Turunkan ke Lapangan.

2) Do
Tahap

ini

merupakan

tahap

pelaksanaan Route

Sheet pada lantai produksi. Ada beberapa prosedur


pelaksanaan yang harus diikuti, antara lain :
a) Peletakan Route Sheet pada batch masing-masing
komponen oleh PPC (Production Planning and Control)
lapangan mulai dari preparation (mesin Jumping
X-Cut

atau

Moulding).

Route

Sheet mengikuti

jalannya

batch tersebut

kemanapun batch tersebut

diproses

berdasarkan sequence yang telah ditentukan.


b) PPC
lapangan
memonitor
jalannya Route
Sheet beserta dengan batch harus sesuai dengan
planning

(routing

penyimpangan

prosesnya),

maka

PPC

jika

lapangan

mencatat dan melaporkan kepada staf PPC.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

terjadi
harus

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
c) Jika terdapat komponen assembly maka Route
Sheet komponen dasarnya (RS 1) digabungkan
menjadi satu dengan Route Sheet Assembly-nya.
d) PPC lapangan juga memonitor pelaksanaan /
jalannya

produksi

dengan

MIC

untuk

dapat

mengetahui status dari komponen tersebut.


e) Setelah suatu item stuffing maka semua Route
Sheet baik RS 1 maupun Route SheetAssembly
dan MIC dikumpulkan menjadi 1 dan diserahkan
kembali kepada PPC. Check
Tahap

ini

merupakan

tahap

evaluasi

terhadap

kegiatan produksi yang telah kita rencanakan dengan


kegiatan aktual yang ada. Setelah semua RS 1 & RS
Assembly, MIC serta catatan penyimpangan alur
proses yang ada terkumpul maka dapat kita evaluasi
proses mana yang sudah tepat dan proses mana
yang belum tepat. Dari hasil evaluasi tersebut dapat
kita

lakukan

suatu

perbaikan

yang

berkesinambungan dengan harapan jika terdapat


repeat order maka RS 1, RS Assembly serta MIC
dapat dengan jelas dan akurat dalam menunjukkan
proses-proses apa saja yang harus dilalui oleh suatu
komponen.
3) Action
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Pada tahap ini penulis berusaha untuk melakukan
suatu perbaikan agar kesalahan yang telah terjadi
tidak terulang kembali. Jika terjadi penyimpangan
terhadap alur proses yang kita rencanakan dengan
aktualnya

maka

penulis

berunding

kepada

kabag

harus

bertanya

masing-masing

serta
bagian

untuk mendapatkan solusi alur proses mana yang


dianggap

lebih

baik.

Setelah

ditemukan

jalan

tengahnya maka penulis harus melakukan revisi


terhadap data yang telah ada agar tidak terjadi
kesalahan kembali pada produksi yang akan datang.
Penyimpangan-penyimpangan itu bukan hanya alur
proses saja tetapi masih terdapat penyimpangan
yang lain, misalnya standart waktu proses yang
kurang tepat, penentuan jumlah batch yang kurang
optimal serta masalah- masalah produksi yang lain.
Semua penyimpangan tersebut harus didiskusikan
bersama sehingga dapat ditemukan jalan tengah
untuk mengatasinya.
Sumber:
jurnal.uai.ac.id/index.php/SST/article/downloa
d/128/117+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
e Job Sheet

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Job

Sheet adalah

lembar

hasil

kerja

harian

yang

dilakukan oleh setiap mesin tiap bagian per shift. Job


Sheet juga dibedakan menjadi 2 yaitu Job Sheet (mesin)
dan Personal

Job

Sheet (orang). Job

Sheet (mesin)

dilaksanakan pada setiap bagian yang menggunakan


bantuan mesin dalam melakukan proses produksi yang
ada {Job Sheet mengikuti mesin), sedangkan PersonaI
Job Sheet hanya digunakan pada bagian-bagian tertentu
yang sangat minim sekali untuk menggunakan bantuan
mesin

antara

lain

bagian

veneering,

assembling,

finishing dan packing (Job Sheet mengikuti orang bukan


mesin). Minim menggunakan mesin bukan berarti tidak
menggunakan mesin tetapi mungkin hanya mesin kecil
yang

sangat

manual

(bor

angin,

orbital,

brush

sanding). Job Sheet ini mencatat semua kegiatan yang


dilakukan oleh mesin dalam kurun waktu 1 shift
sedangkan Personal Job Sheet mencatat semua kegiatan
yang dilakukan oleh operator dalam kurun waktu 1
shift. Job Sheet pada setiap bagian memiliki warna yang
berbeda- beda, pembagiannya sebagai berikut :
1) Preparation : kuning
2) Processing : biru
3) Assembling: hijau
4) Finishing : merah
5) Packing : putih

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
1) Tujuan Job Sheet
Job Sheet dilaksanakan dengan harapan agar dapat
menghasilkan suatu data-data yang dapat dianalisa
dari lapangan. Tujuannya antara lain :
-

Feed back dari lapangan (laporan kegiatan aktual


yang terjadi selama 1 shift) terutama mengenai

waktu proses.
Analisa kerja (Efisiensi serta utilitas mesin)
Analisa jumlah kebutuhan tenaga kerja.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2) Isi Job Sheet
Job Sheet berisi tentang kegiatan-kegiatan apa saja
yang dilakukan oleh suatu mesin selama 1 shift.
Secara

rinci

isi

dari Job

Sheet dapat

dijelaskan

sebagai berikut :

Nama & No. mesin, nama operator, tanggal kerja

serta shift.
No. KIK
Code Item.
No. dan nama komponen.
Output total.
Waktu setting dan waktu proses mesin (awal dan

akhir).
Keterangan (dapat diisi keterangan lain yang

diperlukan).
Lembar Job Sheet kalau di Deorus
3) Prosedur pelaksanaan Job Sheet
Job Sheet merupakan feed back dari lapangan, oleh
karena itu pengisian Job Sheet ini dilakukan oleh
orang-orang lapangan yaitu operator itu sendiri.
Operator menulis secara detail apa yang mereka
lakukan selama 1 shift bekerja. Pelaksanaan Job
Sheet ini tidaklah mudah tetapi memerlukan waktu
yang

cukup

lama

operator-operator
pengisian Job

untuk

yang

Sheet yang

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

menjelaskan

ada

kepada

bagaimana

tepat,

karena

cara
jika

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
pengisianJob Sheet ini salah atau asal-asalan maka
data yang kita dapat dari lapangan kurang akurat.
Langkah-langkah pelaksanaan Job Sheet:

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
a) Plan
Hal-hal

yang

perlu

dipersiapkan

dalam

melaksanakan Job Sheet antara lain :


Menjelaskan kepada operator bagaimana cara

pengisian Job Sheet yang benar.


Mempersiapkan
form-form Job

Sheet yang

diperlukan pada tiap mesin tiap bagian sesuai


dengan

warna

dan

format

yang

telah

ditentukan.
b) Do
Setelah operator mengerti cara pengisian serta
form-form

yang

diperlukan

siap

maka

Job

Sheet siap untuk dijalankan. Operator mengisi


form lengkap tanpa ada kolom yang kosong.
Dalam pelaksanaan Job Sheet ini PPC lapangan
berperan dalam hal mengawasi penulisan form
tersebut apakah sudah benar atau tidak. Jika
ditemukan

penulisan

yang

salah

maka

PPC

lapangan harus segera menegur operator tersebut


dan memberitahukan penulisan yang benar. Pada
setiap

akhir

shift

form Job

Sheet tersebut

dikumpulkan kepada:
Analisa sequence suatu komponen.
Analisa Planning Vs Actual.
Sumber:
jurnal.uai.ac.id/index.php/SST/article/downl

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
oad/128/117+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=i
d
2. MPPC
Multi-Product Process Chart (MPPC) adalah sebuah peta
yang digunakan untuk menggambarkan aliran atau urutan
operasi kerja yang menghasilkan produk dengan banyak
jenis, atau produk dengan banyak part. Fungsi dari MPPC
adalah untuk mengetahui jumlah mesin yang dibutuhkan
untuk setiap departemen (area mesin).
Sumber: http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:2UDvfmaG0E4J:repository.ubm.ac.id:8080/
335/1/04_Widya.pdf+&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id

O. Menentukan Kebutuhan Luas Lantai


Dalam melakukan perencanaan tata letak pabrik dan
pemindahan bahan dibutuhkan beberapa kebutuhan lahan
atau luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang akan
didirikan, serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Dengan
demikian perlu dihitung berapa luas lahan yang disiapkan ,
terutama untuk kegiatan bagian produksi. Perhitungan luas
lantai ini didasarkan pada bahan baku yang akan disiapkan,
mesin atau peralatan yang digunakan, dan barang jadi yang
dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut, maka akan didapat

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
luas lantai receiving model tumpukan dan rak, luas lantai
fabrikasi dan assembling, serta luas lantai shipping.
Di dalam menghitung kebutuhan luas lantai ini, dilibatkan
pula masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan
lainnya yang akan mempengaruhi terhadap lahan atau luas
lantai tersebut, yaitu:
1 Alat angkut
2 Cara pengangkutan
3 Cara penyimpanan bahan baku (ditumpuk/dirak)
4 Aliran bahan
Yang kesemuanya harus diperhitungkan dalam penentuan
luas lantai dengan menambah allowance.
Tujuan

menghitung

luas

lantai

adalah

untuk

memperkirakan kebutuhan luas lantai bagian produksi yang


meliputi:
1. Receiving (gudang bahan baku model tumpukan dan rak)
2. Fabrikasi dan Assembling (mesin dan peralatan)
3. Shipping (gudang barang jadi)
Kegunaan
perhitungan

luas
ongkos

lantai

adalah:

material

digunakan

handling

(OMH)

dalam
antar

departemen, sesuai dengan luas lantai hasil perhitungan.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sumber:
http://jrmsi.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jrmsi/ar
ticle/viewFile/99/133+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

P. Konsep Just In Time (JIT)


Menurut Hansen & Mowen (2001:591) dalam Agustina, Y., dkk. (2008)
Just In Time (JIT) merupakan suatu pendekatan manufaktur yang
mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem
dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan
skedul yang tetap untuk mengantisipasi permintaan.
Just In Time (JIT) merupakan sistem produksi yang komprehensif dan
sistem manajemen persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi
sebanyak yang dibutuhkan serta digunakan pada saat yang tepat dalam setiap
proses produksi (Blocher, dkk., 2002:113; dalam Kuzatmono, 2008).
Just In Time (JIT) dapat berarti banyak hal yang berbeda-beda bagi
masyarakat, baik masyarakat bisnis maupun masyarakat umum. Beberapa
pihak menganggap Just In Time (JIT) adalah suatu pendekatan; bagi pihak lain
JIT adalah suatu metodologi, atau suatu filosofi, atau suatu konsep atau suatu
strategi (Schniederjans, 1993:4; dalam Soewarno, 2005).
1

Tujuan Just In Time (JIT)


Menurut Hansen & Mowen (2005:478) dalam Agustina, Y., dkk. (2008),
Just In Time (JIT) memiliki dua tujuan strategis, yaitu untuk meningkatkan
laba dan untuk memperbaiki posisi bersaing perusahaan. Kedua tujuan ini
dapat dicapai dengan mengendalikan biaya (yang memungkinkan
persaingan harga yang lebih baik dan peningkatan laba), memperbaiki
kinerja pengiriman dan meningkatkan kualitas.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Menurut Gaspersz (2001:23; dalam Kuszatmono, 2008) tujuan Just In
Time (JIT) adalah ... untuk menghasilkan produk pada tingkat kualitas
dan kuantitas yang prima, melalui cara yang paling efisien dan ekonomis,
serta tepat waktu yaitu pada saat produk tersebut dibutuhkan oleh
konsumen.
2

Manfaat Just In Time (JIT)


Manfaat Just In Time (Indiscribd, 2009):
a. Berkurangnya persediaan Biaya berkurang, investasi pada
persediaan.
b. Meningkatnya pengendalian mutu Pemasok lebih komit.

Karakteristik Dasar Just In Time (JIT)


Hansen & Mowen (2005:479) dalam Agustina, Y., dkk. (2008)
menyatakan ada beberapa karakteristik dasar Just In Time (JIT):
a

Tata letak pabrik


Just In Time (JIT) mengganti tata letak pabrik tradisional ini dengan
suatu pola sel manufaktur. Sel manufaktur terdiri dari mesin-mesin
yang dikelompokkan dalam kumpulan, biasanya dalam bentuk
setengah lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga mereka dapat
digunakan untuk melakukan berbagai operasi secara berurutan. Tiap
sel dipersiapkan untuk menghasilkan produk atau kumpulan produk
tertentu. Produk dipindah dari satu mesin ke yang lainnya dari awal
hingga selesai. Para pekerja ditugaskan pada sel-sel dan dilatih untuk
mengoperasikan semua mesin dalam sel.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
b

Pengelompokkan dan pemberdayaan karyawan


Pelatihan pekerja sel untuk melakukan tugas-tugas ganda juga
memiliki pengaruh pada relokasi dukungan pelayanan pada sel.
Sebagai 8 tambahan dari pekerjaan produksi langsung, para pekerja sel
dapat melakukan tugas persiapan, memindahkan barang setengah jadi
dari bagian ke bagian lain dalam sel, melakukan perawatan
pencegahan dan perbaikan kecil, melakukan inspeksi kualitas, dan
melakukan tugas pembersihan. Kemampuan multitugas ini secara
langsung berhubungan pada pendekatan tarikan melalui produksi.

Total quality control


Just In Time (JIT) perlu memberikan tekanan yang lebih kuat pada
pengelolaan kualitas. Total quality control pada intinya adalah suatu
pengerjaan tanpa henti untuk suatu kualitas sempurna, usaha untuk
mendapatkan suatu desain produk dan proses manufaktur tanpa cacat.

Ketelusuran biaya overhead


Suatu

sistem

pembiayaan

menggunakan

tiga

metode

untuk

membebankan biaya pada produk individual: penelusuran langsung,


penelusuran penggerak, dan alokasi. Dari ketiga metode, penelusuran
langsung adalah yang paling akurat dan, sehingga, lebih disukai
daripada dua metode lainnya.
e

Pengaruh persediaan
Just In Time (JIT) umumnya menurunkan persediaan hingga tingkat
yang sangat rendah. Pencapaian terhadap tingkat yang tidak signifikan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
dari persediaan adalah vital bagi kesuksesan Just In Time. Just In Time
(JIT) menolak untuk menggunakan persediaan sebagai solusi dari
masalah-masalah ini. Bahkan, persediaan tidak hanya dipandang
sebagai

pemborosan

namun

sebagai

sesuatu

yang

langsung

berhubungan dengan kemampuan perusahaan untuk bersaing

Q. Computerized Layout
Dewasa ini sering diaplikasikan teknik analitik dengan bantuan computer
dalam pengembangan tata letak. Penggunaan komputer dalam menyelesaikan
masalah tata letak mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan pendekatan
manual tradisional. Pertama, dengan komputer perhitungan dapat dilakukan
lebih cepat dibandingkan prosedur manual. Kedua, komputer mampu untuk
menyelesaikan masalah yang kompleks. Ketiga, pada proses perancangan
menggunakan computer lebih ekonomis dibandingkan perancangan dengan
manual oleh manusia.
Sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19818/4/Chapter
%20II.pdf
Secara umum komputerisasi tata letak ada 4 (empat) program yang dikenal
dan digunakan dalam tata letak fasilitas yakni (Endro, P., 2014):
1 CRAFT (Computerized Relative Allocation Facilities Technique)
Tata letak menggunakan software Computerized Relative Allocation
Facilities Technique atau yang sering dikenal dengan CRAFT. CRAFT
merupakan singkatan dari Computerized Relative Allocation Facilities
Technique pertama kali diperkenalkan pada Armour, Buff, dan Vollman
(1964). CRAFT merupakan salah satu algoritrna pertama dalam literatur.
CRAFT menggunakan from to chart sebagai input. Biaya layout
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ditentukan berdasarkan jarak center. Departemen tidak dibatasi dalam
bentuk rectangular.
Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19818/4/Chapter
%20II.pdf
Mempertukarkan lokasi kegiatan pada tataletak awal untuk menemukan
pemecahan yang lebih baik berdasarkan aliran bahan. Pertukaranpertukaran selanjutnya membawa ke arah tataletak yang menderakati biaya
minimum (sub-optimum).
CRAFT menggunakan data

aliran

barang

sebagai

dasar

bagi

pengembangan hubungan kedekatan, dalam batasan beberapa satuan


ukuran (kg/hari, satuan/tahun, muatan atau gerobak/minggu) antara
pasangan-pasangan kegiatan untuk membentuk sebuah matriks bagi
program ini.
Sumber: www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ft1/article/download/3052/838
a. Keuntungan penggunaan CRAFT:
1) Memungkinkan penetapan lokasi khusus.
2) Bentuk masukan dapat beragam.
3) Waktu komputer pendek.
4) Mempunyai arti matematis.
b. Keterbatasan penggunaan CRAFT:
1) Menuntut penyesuaian oleh tangan (hasil tidak dapat langsung
dipergunakan).
2) Program cenderung mempunyai jarak penglihatan pendek, tidak
dapat menemukan jawaban terbaik dengan hanya mengubah dua
atau tiga departemen.
3) Pengubahan departemen harus berukuran sama, berdekatan satu
sama lain dan berbatasan dengan departemen yang sama.
4) Memerlukan kejelasan struktur data masukan.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19818/4/
2

Chapter%20II.pdf
CORELAP (Computerized Relationship Layout Planning)
Menempatkan kegiatan yang paling berkaitan, dan kemudian secara
progresif menambahkan kegiatan-kegiatan lain, berdasarkan kedekatan
yang diinginkan dan menurut ukuran yang dibutuhkan. Ini berlangsung
sampai semua kegiatan telah ditempatkan.
CORELAP menghitung kegiatan-kegiatan yang paling sibuk pada tata
letak atau yang mempunyai terbanyak. Jumlah dari keterkaitan kedekatan
kegiatan dengan kegiatan lain dibandingkan, dan kegiatan dengan jumlah
tertinggi (TCR) diletakkan pertama pada matriks tata letak. Berikutnya,
dipilih sebuah kegiatan yang harus dekat dengannya dan ditempatkan
sedekat mungkin. Kegiatan ini diberi tanda A (kedekatan yang sangat
penting), I (kedekatan yang penting) dan O (kedekatan biasa), sampai
semua telah ditempatkan. CORELAP juga menetapkan nilai pada

hubungan U (kedekatan tak-perlu) dan X (kedekatan tak-diharapkan).


ALDEP (Automated Layout Design Program)
Memilih dan menempatkan kegiatan pertama secara acak. Kegiatan
berikutnya menurut ukuran yang dibutuhkan, dipilih dan ditempatkan: (a)
menurut kedekatan yang diinginkan, atau (b) secara acak jika tidak ada
keterkaitan yang berarti. Tata letak pilihan lainnya dibuat dan diberi angka.
ALDEP menggunakan hubungan yang disukai untuk menghitung nilai dari
satu rangkaian tataletak yang dibangun secara acak. Teknik pemilihan acak
yang disesuaikan digunakan untuk membentuk tata letak pilihan. Kegiatan
pertama dipilih dan ditempatkan secara acak. Berikutnya, data keterkaitan

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
diteliti untuk mendapatkan kegiatan yang mempunyai kaitan erat pada
yang pertama. Kegiatan kedua ini diletakkan berdekatan dengan yang
pertama. Prosedur ini dilanjutkan sampai semua kegiatan telah
4

ditempatkan. Proses ini diulang untuk membentuk tata letak yang lain.
PLANET (Plant Layout Analysis and Evaluation Technique)
Menggunakan data aliran antar departemen, menghitung biaya denda
yang dikaitkan dengan menjauhkan antar departemen-departemen.
PLANET membutuhkan dua jenis data masukan yakni informasi
departemen, dan informasi aliran barang. Keduanya ditentukan dan
kebutuhan luasnya ditentukan. Pendekatan dasar pada analisis pemindahan
bahan di dalam fasilitas adalah dengan mempelajari semua bahan ketika
bergerak dari departemen ke departemen. Informasi seperti kekerapan
pemindahan, metode pemindahan, biaya pemindahan, dan urutan
pemindahan merupakan data yang paling penting dalam menentukan biaya
aliran barang. Karakteristik-karakteristik seperti ukuran barang, berat, dan
kemudahan

rusak

harus

diperhitungkan

dalam

memilih

metode

pemindahan dan memperkirakan biaya; sebelum biaya dapat diperkirakan,


dan urutan pemindahan dipilih. Dan akhirnya, harus diberikan urutan

pemindahan yang dikaitkan dengan tiap komponen.


Sumber: www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ft1/article/download/3052/838
BLOCPLAN (Block Layout Overview with Layout Planning)
BLOCPLAN merupakan sistem perancangan tata letak fasilitas yang
dikembangkan oleh Donaghey dan Pire pada departemen teknik industri,
Universitas Houston. Program ini membuat dan mengevaluasi tipe-tipe
tata letak dalam merespon data masukan. BLOCPLAN mempunyai

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
kemiripan dengan CRAFT dalam penyusunan departemen. Perbedaan
antara BLOCPLAN dan CRAFT adalah:
a) BLOCPLAN dapat menggunakan peta keterkaitan sebagai input data,
sedangkan CRAFT hanya menggunakan peta dari- ke (form to-chart).
b) CRAFT dalam menghitung biaya tata letak dapat diukur baik
berdasarkan ukuran jarak maupun dengan kedekatan sedangkan
BLOCPLAN tidak.
c) Jumlah baris di dalam BLOCPLAN ditentukan oleh program dan
biasanya dua atau tiga baris.
BLOCPLAN memiliki kelemahan yaitu tidak akan menangkap initial
layout secara akurat. Pengembangan tata letak hanya dapat dicari dengan
melakukan perubahan atau pertukaran letak departemen satu dengan
lainnya.
Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19818/4/Chapter
%20II.pdf

R. Operation Process Chart (OPC)


Operation Process Chart (OPC)

adalah

suatu

diagram

yang

menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku


mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai
menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen dan juga memuat
informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis yang lebih lanjut, seperti:
waktu yang dihabiskan, material yang digunakan dan tempat atau alat mesin
yang dipakai.
Peta-peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa
mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu
SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING
AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
metode kerja. Jadi dalam suatu Operation Process Chart (OPC), dicatat
hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang
pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan.
Manfaat pembuatan OPC antara lain:
1. Untuk menentukan kebutuhan operator.
2. Mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
3. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku
4.
5.
6.
7.
8.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

(dengan

memperhitungkan efisiensi ditiap operasi).


Alat untuk melakukan perbaikan cara kerja.
Alat untuk menentukan tata letak pabrik.
Alat untuk latihan kerja.
Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penggunaannya.
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdljulianrebe-19406-12-pertemua-2.pdf
Informasi-informasi yang bisa didapat dari pembuatan OPC adalah:
Mengetahui banyaknya komponen yang digunakan.
Untuk mengetahui urutan proses pengerjaan produk.
Mengetahui komponen utama dan komponen tambahan.
Peralatan atau mesin yang digunakan.
Waktu penyelesaian tahapan proses pengerjaan produk.
Analisis dan ringkasan aktivitas
Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdljulianrebe-19406-12-pertemua-2.pdf
Untuk bisa menggambarkan Peta Proses Operasi dengan baik, ada

beberapa prinsip yang perlu diikuti sebagai berikut:


1 Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan sebagai bagian kepala

dari Peta Proses Operasi yang diikuti oleh identifikasi lain seperti:
a. Nama objek
b. Nama pembuat peta
c. Tanggal dipetakan
d. Nomor peta
e. Nomor gambar
Material yang akan diproses diletakan diatas garis horizontal, yang
menunjukan bahwa material tersebut masuk kedalam proses.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
3

Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukan


terjadinya perubahan proses.
Lambang-lambang yang digunakan untuk pembuatan OPC antara lain:
a Proses operasi adalah kegiatan dimana komponen mengalami
perubahan karena dirakit dengan komponen lain.

Gambar 27. Lambang operasi


Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdl-julianrebe19406-12-pertemua-2.pdf

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
b

Pemeriksaan adalah kegiatan memeriksa benda atau bahan baku dari


segi kualitas maupun kuantitas.

Gambar 28. Lambang pemeriksaan


Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdl-julianrebe19406-12-pertemua-2.pdf
c

Aktivitas gabungan adalah kegiatan diamana antara perakitan dan


pemerikasaan dilakukan secara bersamaan atau dalam selang waktu
yang relatif singkat.

Gambar 29. Lambang aktivitas gabungan


Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdl-julianrebe19406-12-pertemua-2.pdf
d

Penyimpanan adalah seandainya benda kerja disimpan dalam waktu


yang lama dan jika akan mengambil kembali biasanya harus
berdasarkan rekomendasi atau izin terlebih dahulu.

Gambar 30. Lambang penyimpanan


Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdl-julianrebe19406-12-pertemua-2.pdf

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
S. Tabel Skala Prioritas
Tabel Skala Prioritas (TSP) adalah suatu tabel yang menggambarkan
urutan prioritas antar departemen/mesin dalam suatu lintas/layout produksi.
Referensi TSP didapat dari perhitungan outflow, dimana prioritas diurutkan
berdasarkan harga koefisien ongkosnya. Tujuan pembuatan TSP adalah:
1. Untuk meminimkan ongkos.
2. Untuk mengoptimalkan layout.
3. Untuk memperkecil jarak handling.
Ongkos dengan harga koefisien terbesar menjadi prioritas utama dan
seterusnya sampai harga koefisien terkecil dan jumlah prioritas ditentukan
berdasarkan banyaknya frekuensi yang masuk ke salah satu departemen. Perlu
diketahui bahwa skala prioritas yang diutamakan pada penyusunan tata letak
ini adalah skala prioritas 1.
Tabel 5. Contoh bentuk tabel skala prioritas

Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/389/jbptunikompp-gdl-julianrebe19406-12-pertemua-2.pdf

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
T. Area Allocation Diagram (AAD)
Area Allocation Diagram (AAD) merupakan kelanjutan dari ARC dimana
dalam ARC diketahui kesimpulan dari tingkat kepentingan antar aktivitas.
Maka dengan demikian berarti bahwa ada sebagian aktivitas harus dekat
dengan aktivitas yang lainnya dan juga sebaliknya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan antar tata
letak aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut dapat dilihat
dalam Area Allocation Diagram (AAD).
Area Allocation Diagram ini merupakan lanjutan penganalisisan tata letak
setelah Activity Relationship Chart dan Activity Relation Diagram, maka
dapat dibuat Area Allocation Diagram nya.
Area Allocation Diagram (AAD) merupakan template secara global,
informasi yang dapat dilihat hanya pemanfaatan area saja, sedangkan gambar
visualisasinya secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan
hasil akhir dari penganalisisan dan perencanaan tata letak fasilitas dan
pemindahan

bahan.

ARC

dan

AAD

merupakan

jenis

peta

yang

menggambarkan hubungan antar ruangan-ruangan akibat dari alasan-alasan


tertentu yang harus dipenuhi.

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Gambar 31. Penentuan panjang dan lebar masing-masing departemen


Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/446/jbptunikompp-gdleddywahyud-22288-2-unikom_l-2.pdf
Keterangan : Y1 merupakan panjang untuk departemen A,G dan H
Y2 merupakan panjang untuk departemen B,F dan I
Y3 merupakan panjang untuk departemen C,E dan J
Y4 merupakan panjang untuk departemen D
XA merupakan lebar departemen A
XB merupakan lebar departemen B
XC merupakan lebar departemen C
XD merupakan lebar departemen D
XE merupakan lebar departemen E
XF merupakan lebar departemen G
XG merupakan lebar departemen G
XH merupakan lebar departemen H
XI merupakan lebar departemen I

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Contoh perhitungan penentuan ukuran AAD maupun Layout untuk
masing-masing departemen adalah:
Y 1=

Luas departemen AB
lebar lantai perusahaan

Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/446/jbptunikompp-gdleddywahyud-22288-2-unikom_l-2.pdf

U. Outflow dan Inflow


Mengenai arti dari Inflow-Outflow dapat didefinisikan dengan gambar
berikut:
Inflow

Outflow
M

Gambar 18. Inflow-outflow


Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/446/jbptunikompp-gdleddywahyud-22288-2-unikom_l-2.pdf
Outflow kegunaannya untuk mencari koefisien ongkos yang
keluar dari suatu area (M) ke beberapa area lain. Sedang
inflow untuk mencari koefisien ongkos yang masuk ke suatu
area dari beberapa area lain.
Inflow dari A ke B=

nilai ongkos A ke B
total ongkos masuk daridepartemen B

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Outflow dari A ke B=

nilai ongkos A ke B
total ongkos keluar dari departemen B

Referensi perhitungan Outflow-Inflow yaitu dari OMH dan


FTC, yaitu ongkos yang dibutuhkan untuk material handling
dari satu mesin ke mesin yang lainnya.
Sumber: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/446/jbptunikompp-gdleddywahyud-22288-2-unikom_l-2.pdf

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING


AHMAD WIRA INDRAWAN

Anda mungkin juga menyukai