Menurut Browne : 2
1. Tingkat I = Lateral placenta previa :
Pinggir bawah Plasenta Berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun
tidak sampai ke pinggir bawah pembukaan.
2. Tingkat 2 = Marginal placenta previa :
Placenta mencapai pinggir pembukaan (ostium).
3. Tingkat 3 = Complete placenta previa :
Placenta Menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila
pembukaan hampir lengkap.
4. Tingkat 4 = Central placenta previa :
Placenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
Literature Negara Barat melaporkan frekuensi plasenta previa kira-kira 0,30,6%. Di negara-negara berkembang berkisar antara 1-2,4%. Menurut jenisnya,
Eastman Melaporkan Plasenta previa sentralis 20%, lateralis 30%, dan letak rendah
50%.2 Frekuensi Placenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus
plasenta previa di antara 4781 persalinanan yang terdaftar, Atau kira-kira 1 diantara
125 persalinan terdaftar.3
Etiologi dari plasenta previa belum diketahui pasti. Beberapa teori blastokista
implantasi di SBR: 4
1. Teori jatuh ke bawah ( falling down)
2. Teori menetapnya aktivitas korionik
3. Plasenta dengan permukaan yang meluas
DISKUSI
A.
Diagnosis
Penderita ini didiagnosis dengan G3P1A1, 31 tahun, hamil 31-32 minggu. dengan
Plasenta previa totalis + perdarahan aktif, Janin intra uterin, tunggal, hidup, letak
kepala. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dimana penderita masuk rumah sakit tanggal 10 Oktober 2010 jam 08.00 Wita
dengan keluhan keluarnya darah dari jalan lahir yang dialami sejak jam 06.00
Wita. Perdarahan ini merupakan perdarahan yang abnormal karena mengingat
usia kehamilan penderita yang belum aterm yaitu 31-32 minggu. Nyeri perut
bagian bawah belum dirasakan penderita, pelepasan air belum ada, pergerakan
janin masih dirasakan saat MRS, riwayat perdarahan sebelumnya (+) satu minggu
yang lalu dan berlangsung selama 3 hari, sedikit-sedikit dan bergumpal. Status
preasens dalam batas normal, status obstertrik menunjukan letak janin yaitu letak
kepala. Gejala yang sering terjadi pada suatu plasenta previa adalah biasanya
perdarahan yang tanpa peringatan. Tidak jarang perdarahan dimulai sejak usia
kehamilan 20 minggu. Karena sejak itu segmen bawah uterus mulai terbentuk dan
mulai melebar serta menipis. Darah yang keluar biasanya berwarna merah segar,
dan tanpa disertai rasa nyeri. Penentuan letak plasenta secara langsung yaitu
meraba secara langsung plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi
pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak.
Oleh karena itu pemeriksaan hanya dapat dilakkukan di atas meja operasi.
Berikut ini ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan :
a
Perabaan pada pasien ini teraba bantalan pada keempat kuadran yang
menunjukkan adanya suatu plasenta previa totalis.
Pemeriksaan USG dilakukan sebagai penunjang diagnosa pasti dari suatu plasenta
previa, dan pada kasus ini kesan dari hasil USG yaitu umur kehamilan 31-32
minggu dengan plasenta previa totalis.
B.
Penanganan
Penanganan pada kasus ini secara aktif yaitu dengan melakukan tindakan operatif
SC Cito karena adanya perdarahan aktif dari jalan lahir, ditambah pada perabaan
fornices teraba bantalan pada keempat kuadran, sehingga kemungkinan plasenta
previa totalis dapat terjadi dimana seksio sesarea perlu dilakukan, walaupun usia
kehamilan penderita masih 31-32 minggu atau belum aterm. Menurut
kepustakaan yang ada penanganan plasenta previa dengan perdarahan aktif harus
segera ke rumah sakit dan di berikan penanganan tanpa memandang usia
kehamilan. Sedangkan untuk plasenta previa pada kehamilan prematur tanpa
perdarahan aktif di anjurkan untuk istirahat total. Jika sudah matur dipersiapkan
keadaan umum ibu secara fisik maupun mental untuk dilakukan operasi.
C. Komplikasi
Komplikasi utama plasenta previa pada ibu adalah perdarahan hingga syok,
infeksi, sepsis, dan emboli udara. Sedangkan komplikasi pada bayi adalah
prematuritas, hipoksia, dan kematian bayi. Perdarahan yang tidak dapat dihindari
diperberat karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan. Kemungkinan infeksi nifas besar, karena
luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan merupakan port dentire yang mudah
dicapai oleh kuman-kuman OUE. Pasien biasanya dalam keadaan anemis karena
perdarahan, hingga daya tahannya menurun. Pada kasus ini, komplikasi baik ibu
dan anak tidak ditemukan.
D. Prognosis
Prognosis dari kasus plasenta previa sendiri tergantung dari jumlah perdarahan,
Pada kasus ini, prognosis pre operasi adalah dubia ad malam karena melihat
keadaan ibu sebelum operasi yaitu dengan perdarahan aktif dan dengan Hb 9,4
gr/dl. Prognosis durante operasi adalah dubia ad malam karena operasi dilakukan
di kamar cito, di mana kemungkinan terjadinya infeksi besar sehingga menganggu
penyembuhan luka. Namun, Prognosis post operasi adalah dubia ad bonam karena
sesudah operasi keadaan umum penderita baik : T:
120
/ 70 mmHg, N: 80x/mnt, R:
20x/mnt, dengan perdarahan pada waktu operasi 700 cc, tapi setelah operasi
sudah dilakukan transfusi 1 bag. Hb post operasi 2 jam 9,9 gr/dl dan Hb post
operasi 6 jam 10,3 gr/dl.
Sedangkan prognosis bayi adalah dubia ad malam, karena bayi lahir dengan apgar
score 5-7, dimana keadaan ini merupakan suatu asfiksia ringan sedang, tetapi
setelah dirawat di NICU, prognosis bayi menjadi dubia ad bonam karena
asfiksianya sudah dapat teratasi dan pada hari ke-2 bayi mendapat ASI dari
ibunya dan tidak ditemukan adanya komplikasi dan kelainan pada bayi.
K E S I M PU LAN
Diagnosis plasenta previa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini penderita MRS
dengan plasenta previa totalis, G3P1A1, 31 tahun, hamil 31-32 minggu, janin intra
uterine, tunggal, hidup, letak kepala. Dengan adanya perdarahan aktif maka
dilakukan tindakan SC cito.
Penyebab plasenta previa pada kasus ini belum diketahui dengan pasti, namun
terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya suatu plasenta previa
yaitu multiparitas dan riwayat abortus.
Keputusan untuk melakukan seksio sesarea pada kasus ini sudah tepat sesuai
dengan indikasinya yaitu adanya perdarahan aktif.
Keadaan ini memiliki prognosis yang jelas tidak baik terhadap ibu maupun
terhadap janin. Dengan tindakan Seksio sesaria untuk mengakhiri kehamilan
diharapkan dapat menolong penderita walaupun resiko tetap ada. Dengan
penanganan yang tepat dan cepat dapat menghindari komplikasi-komplikasi yang
tidak diharapkan.
S AR AN
10
KEPUSTAKAAN
1. Bagian Obstetri Ginekologi : FK UNPAD. Obstetri patologi. Elsar offset.
Bandung 1994: 110-120
2. Mochtar R. Perdarahan Antepartum. Dalam : Sinopsis Obstetri jilid 1 ed.2 EGC
Jakarta 1998: 269-79
3. Sumapraja S, Rachimmadi. Perdarahan Antepartum. Dalam : Winkjosastro H,
Sumapraja S, Saifuddin AB. Ed: Ilmu kebidanan edisi ke-3. Jakarta : Bina
Pustaka 1992, hal 362-85
4. Cunningham GF, MacDonald Pc, Gant NF. Perdarahan ante partum. Dalam
Obstetri Williams. Ed. 17.EGC, Jakarta 1995: 470-76
5. Beck WW. Antepartum Bleeding. In: Obstetri and Ginecologic. End Edition.
Harwal Publishing Company Media Pennylvania. 1988: 139-41
6. Wiknjosastro H, Saifuddin AB,Rachimmadhi T. Seksio Cesarea, dalam Ilmu
Bedah Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1994.
133-41
7. Schwarz RH. Plasenta Previa dalam : Kedaruratan Obstetri Ed III. Alih bahasa:
Komula S. Penerbit Widya Medika. Jakarta 1990: 47-43
11