21 April 2015
24 April 2015
Pemeriksaan
pertama oleh
peserta ujian
Pemantauan dimulai
29 April 2015
Pemantauan
selesai
30 April 2015
Pelaporan
: ZK
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia Ayah
: 23 tahun
Usia
: 33 hari
Pendidikan
: SMP
Tanggal lahir
: 22 Maret 2015
Pekerjaan
: Petani
Tempat lahir
: Medan
Nama Ibu
: Susilawati
Rekam Medis
: 621591
Usia Ibu
: 22 tahun
Pendidikan
: SMA
Lama rawat
Pekerjaan
Alamat
berusia 12 hari. Demam tinggi, bersifat terus menerus, dan berlangsung selama 3
hari. Saat ini demam tidak dijumpai. Batuk dialami pasien sejak berusia 10 hari, batuk
kadang-kadang disertai muntah dan sesak nafas. Muntah dialami pasien sejak 4 jam
setelah lahir, muntah biasanya setelah minum susu melalui botol susu. Frekuensi
muntah lebih dari 5 kali perhari. Muntah berisi susu yang diminum. Sifat muntah tidak
menyembur. Muntah biasanya timbul bila pasien diberikan susu lebih dari 20 cc per
kali beri. Saat ini muntah berkurang setelah pasien menggunakan orogastric tube
selama perawatan di RS. Berat badan sulit naik dialami sejak lahir, berat badan lahir
3400 gram, berat badan yang terpantau sebelumnya (saat pasien berusia 12 hari)
2500 gram. Berat badan berusia 30 hari (saat masuk RSUPHAM) 2200 gram. Buang
air besar dan buang air kecil dalam batas normal.
RIWAYAT KELAHIRAN
Pasien lahir secara spontan pervaginam, ditolong bidan, cukup bulan, segera
menangis, tidak dijumpai biru, sesak nafas maupun kuning seluruh tubuh setelah lahir.
Berat badan lahir 3400 gr, panjang badan lahir 45 cm dan lingkar kepala tidak
diketahui.
Kesan: riwayat kelahiran berat badan lahir normal
RIWAYAT NUTRISI
Saat lahir sampai dengan usia 12 hari pasien mendapat Air Susu Ibu (ASI) dan susu
formula (SGM). Pemberian susu diberikan 5-8 kali per hari, volume 10 sampai 20 cc
tiap kali pemberian. Saat pasien berusia 2 sampai 4 minggu di RSU Rantau Prapat,
pasien diberikan susu parsial hidrolisat, frekuensi dan volume pemberian tidak
diketahui oleh ibu pasien.
Kesan: asupan makanan secara kualitas dan kuantitas kurang
DATA LINGKUNGAN
Rumah pasien terletak di Dusun Sidodadi, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhan
Batu. Penduduk disekitarnya rata-rata dengan sosial ekonomi menengah ke bawah.
Rumah tempat tinggal adalah rumah semi permanen dengan luas bangunan kurang
lebih 45 m2. Di dalam rumah terdapat tiga kamar tidur, dapur dan kamar mandi.
Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015
Ventilasi rumah baik. Sumber air berasal dari air sumur. Sumber listrik berasal dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN). Fasilitas kesehatan yang ada di sekitar rumah
pasien adalah puskesmas dengan jarak sekitar 20 kilometer.
perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm bawah arkus kosta kanan,
permukaan rata, konsistensi kenyal dan limpa tidak teraba. Kelamin perempuan. Alat
gerak teraba hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik. Laju nadi 146 kali per
menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume kesan cukup,
tekanan darah 80/10 mmHg (normal: 91-104/54-68 mmHg), tidak dijumpai clubbing
finger dan sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis, dijumpai penonjolan
tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.
Pemeriksaan penunjang awal perawatan:
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium 22 April 2015
Jenis Pemeriksaan
Hb(g/dL)
Ht (vol%)
Leukosit (/mm3)
Trombosit (/mm3)
MCV
MCH
MCHC
RDW
LED
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Gula Darah Sewaktu (g/dL)
SGOT
SGPT
Ureum (mg/dL)
Kreatinin (mg/dL)
Kalsium (mEq/L)
Natrium (mEq/L)
Kalium (mEq/L)
Klorida (mEq/L)
Hasil Pemeriksaan
12.9
39.3
10.520
442.000
101.8
33.4
32.8
15.1
8
45.2
27.6
21.3
5.7
0.2
49.10
28
16
26.8
0.38
10.3
138
5.0
106
Nilai rujukan
11.5-15.5
35-45
5500-15500
150 000 450 000
93-115
29-35
28-34
14.9-18.7
<20
37-80
20-40
2-8
1-6
0-1
60 180
<32
<31
< 50
0.7-1.2
8.4-10.8
135-155
3.6-5.5
96-106
pemantauan toleransi.
Keluhan subjektif: muntah masih dijumpai, frekuensi 2x/hari, sesak nafas masih
dijumpai, BAK (+) normal, BAB (+) normal.
Kesadaran: kompos mentis, masih dijumpai dispnu, tanpa ada anemi, sianosis,
edema dan ikterik.
Berat badan 2200 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm.
Pemeriksaan fisik pada kepala, ubun-ubun besar terbuka rata. Pada mata pupil
bulat isokor, diameter 2 mm, refleks cahaya normal. Tidak dijumpai edema
palpebra superior ataupun pucat pada konjungtiva palpebra inferior. Telinga dalam
batas normal, tampak pernafasan cuping hidung. Pemeriksaan leher dengan
dijumpai cannon wave, namun tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening.
Dada tampak simetris, sela iga terlihat jelas dan dijumpai retraksi epigastrial,
suprasternal, interkostal. Laju denyut jantung 138 kali per menit (normal : 100
sampai 180 kali per menit), teratur, terdengar bising jantung kontinu grade III/6
dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, tidak dijumpai thrill. Laju
pernafasan 60 kali per menit (30 sampai 60 kali per menit), teratur, suara nafas
vesikuler. Perut teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3
cm bawah arkus kosta kanan, permukaan rata, konsistensi kenyal dan limpa tidak
teraba. Kelamin perempuan. Alat gerak teraba hangat, capillary refill time kurang
dari 2 detik. Laju nadi 138 kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse,
tekanan dan volume kesan cukup, tekanan darah 80/0 mmHg (normal 91-104 / 5468 mmHg), tidak dijumpai clubbing finger dan sianosis ujung jari. Otot hipotrofi,
lemak subkutan tipis, dijumpai penonjolan tulang vertebrae, scapula dan baggy
pants.
Diagnosa Banding
1. Gagal jantung kelas III + PDA + ASD sekundum + GERD + marasmus
2. Pneumonia + PDA + ASD sekundum + GERD + marasmus
3. Bronkiolitis + PDA + ASD sekundum + GERD + marasmus
Diagnosis Kerja
Gagal jantung kelas III ec PDA + ASD sekundum + GERD + Marasmus.
Tatalaksana
Pengobatan yang telah diberikan selama perawatan : tirah baring, furosemide 2 x 2
mg/oral, spironolakton 2 x 3 mg/oral, amoxicillin sirup 3 x 1,5 ml (37,5 mg), asam folat
1 x 5 mg/oral (H1), vitamin A 1 x 50.000 IU, multivimitamin tanpa Fe (drop) 1 x 0,3 cc
(selama fase stabilisasi dan transisi). Diet yang diberikan F75 sebanyak 30 cc +
mineral mix 0,5cc setiap 3 jam dengan pemantauan toleransi.
Istirahat total
Furosemid 2 x 2 mg/oral
Spironolakton 2 x 3 mg/oral
c. Edukasi :
10
4. Malnutrisi berat
a. Diagnostik: anamnesis, analisis diet yang diberikan, pemeriksaan fisis, dan
antropometri
b. Terapeutik:
c. Edukasi:
Status nutrisi anak dan penyebabnya serta perlu pemberian diet untuk
menunjang perbaikan gizi
11
6. Imunisasi
Pada pasien direncanakan pemberian imunisasi yaitu: Imunisasi hepatitis B
7. Dukungan moril maupun materil sangat dibutuhkan kepada keluarga selama masa
pengobatan
PEMANTAUAN LANJUTAN
Sabtu, 25 April 2015
S:
Sesak nafas berkurang, masih dijumpai muntah bila volume susu yang
diberikan 20 cc per kali beri, mencret tidak dijumpai, BAK (+), BAB (+) normal
O:
12
Dada: bentuk simetris, sela iga terlihat jelas (mengambang), dijumpai retraksi
epigastrial. Laju denyut jantung 136 kali per menit, teratur, terdengar bising
jantung kontinu grade III/6 dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, thrill
tidak dijumpai. Laju pernafasan 62 kali per menit, teratur, suara nafas vesikuler.
Perut: teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm
bawah arkus kosta kanan dan limpa tidak teraba.
Alat gerak: teraba hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik. Laju nadi 136
kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume
kesan cukup, tekanan darah 80/0 mmHg, tidak dijumpai clubbing finger dan
sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis tanpa ada penonjolan
tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.
A:
P:
Furosemide 2 x 2 mg/oral
spironolakton 2 x 3 mg/oral
Diet yang diberikan F75 sebanyak 30 cc + mineral mix 0,5cc setiap 3 jam.
Balans cairan
Sesak nafas berkurang, muntah tidak dijumpai, mencret tidak dijumpai, BAK
(+), BAB (+) normal
O:
13
Kepala: rambut tipis, tidak mudah dicabut, ubun-ubun besar terbuka rata
Mata: refleks cahaya dijumpai, pupil isokor diameter 3 mm, konjungtiva
palpebra inferior pucat dan sklera ikterik tidak dijumpai
Telinga: dalam batas normal
Hidung: tidak dijumpai pernafasan cuping hidung
Leher : cannon wave dijumpai
Dada: bentuk simetris, sela iga terlihat jelas (mengambang), dijumpai retraksi
epigastrial. Laju denyut jantung 138 kali per menit, teratur, terdengar bising
jantung kontinu grade III/6 dengan puncak pada ICR II-III infraclavicula kiri, thrill
tidak dijumpai. Laju pernafasan 62 kali per menit, teratur, suara nafas vesikuler.
Perut: teraba lemas, perkusi timpani, bising usus normal. Hepar teraba 3 cm
bawah arkus kosta kanan dan limpa tidak teraba.
Alat gerak: teraba hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik. Laju nadi 138
kali per menit, teratur, tidak dijumpai bounding pulse, tekanan dan volume
kesan cukup, tekanan darah 80/10 mmHg, tidak dijumpai clubbing finger dan
sianosis ujung jari. Otot hipotrofi, lemak subkutan tipis tanpa ada penonjolan
tulang vertebrae, scapula dan baggy pants.
A:
P:
14
Sesak nafas tidak dijumpai, muntah (+) 3x volume 5-10 cc, BAK (+), BAB (-)
O:
A:
P:
15
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
7.572
15.9
176.6
14.4
14.8
-4,3
99,7
Sampel lisis
Negatif
7,35-7,45
38-42
85-100
22-26
19-25
(-2)-(+2)
95-100
Orang tua tidak bersedia diambil sampling ulang untuk pemantauan elektrolit
Sesak nafas berkurang, toleransi diet baik dengan diet 15 cc/1,5 jam, mencret
tidak dijumpai, BAK (+), BAB (-)
16
O:
A:
P:
17
- Diet yang diberikan F75 sebanyak 15 cc + mineral mix 0,25 cc setiap 3 jam.
- Balans cairan
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan berusia 35 hari datang dengan keluhan utama sesak nafas.
Penderita menunjukkan gejala jantung berupa sesak nafas yang semakin memberat
dengan aktivitas yaitu menyusui, riwayat menyusui terputus-putus, berkeringat di dahi
saat menyusui, serta dijumpai berat badan yang sulit naik. Pemeriksaan fisik dijumpai
tanda gagal jantung berupa sesak nafas setelah menyusui, bising jantung kontinu
sesuai PDA, kardiomegali dan hepatomegali. Pada foto dada didapatkan jantung
membesar dengan CTR 68%. Pemeriksaan ekokardiografi didapati PDA dan ASD
sekundum.
Gagal jantung kongestif adalah suatu sindroma klinis di mana jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme
tubuh atau ketidakmampuan untuk mengatur aliran darah balik vena atau kombinasi
keduanya.1,2 Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan primer pada otot
jantung, beban jantung yang berlebihan atau kombinasi keduanya.3
Insidensi gagal jantung pada kelainan jantung kongenital yang pernah
dilaporkan berkisar antara 10% hingga 20%.4,5 Sebagian besar gagal jantung akibat
kelainan jantung kongenital (70%) terjadi pada awal kehidupan.4
Sindroma klinis gagal jantung merupakan hasil akhir dari mekanisme kompleks
yang melibatkan tidak hanya jantung, tetapi juga sistem organ lain melalui aktivasi
system syaraf simpatis.2 Meskipun edema perifer tidak terjadi pada anak dengan
gagal jantung, kondisi retensi air dan garam tetap terjadi dengan manifestasi utama
yang didapat adalah takipnu dan dispnu.6 Ada dua mekanisme dasar yang terlibat
Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015
18
dalam kondisi gagal jantung, yaitu bertambahnya beban kerja jantung dan
berkurangnya kontraksi miokardium (misalnya pada kardiomiopati dilatasi) dan kedua
mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan. Beban jantung yang bertambah dapat
terjadi pada fase preload (beban volume pada defek dengan pirau kiri ke kanan,
regurgitasi katup, fistula atriovena) atau afteroad (obstruksi jalan keluar misalnya pada
stenosis aorta dan pulmonal atau koartasio aorta).3
Manifestasi klinis gagal jantung pada anak bervariasi, tergantung dari usia,
etiologi, bagian jantung yang terlibat serta derajat kelainan yang terjadi.3 Terdapat
setidaknya empat tanda untuk menegakkan gagal jantung kongestif pada anak, yaitu
takikardi, takipnu, kardiomegali dan hepatomegali.6 Derajat keparahan gagal jantung
yang terjadi menurut klasifikasi New York Heart Association (NYHA) tidak dapat
diterapkan pada semua populasi anak, sehingga dikembangkan klasifikasi gagal
jantung menurut Ross untuk menilai gagal jantung pada bayi, yang selanjutnya
dimodifikasi untuk dapat diterapkan pada semua kelompok usia anak (lihat Tabel 4).6,7
Ross
Bayi dan anak-anak
Tanpa keterbatasan atau gejala
II
III
IV
Kelas
I
19
pemeriksaan
penunjang
dapat
dilakukan
untuk
membantu
20
struktural jantung dengan melihat dimensi ruang jantung, ketebalan dinding, septum,
pembuluh darah besar dan kontraktilias jantung. Pemeriksaan penunjang lain, seperti
kadar hemoglobin, dapat memberikan nilai tambah dalam penatalaksanaan gagal
jantung selanjutnya.3
Aspek penting dalam tatalaksana gagal jantung adalah pengobatan terhadap
kondisi gagal jantung yang terjadi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan
pengobatan faktor yang memperberat atau mempengaruhi, seperti anemia, infeksi
atau aritmia.1 Strategi pada tatalaksana pengobatan gagal jantung kongestif pada
anak ditujukan untuk membuat pompa jantung bekerja lebih baik. Tatalaksana umum
meliputi pembatasan aktivitas pada gagal jantung akut (tirah baring dengan posisi
setengah duduk), menjaga oksigenasi, pengaturan cairan dan diet, termasuk
pemberian ventilasi mekanik jika terjadi gagal jantung berat disertai gagal nafas. 3,6
Terapi medikamentosa untuk gagal jantung pada anak secara umum dibagi menjadi
empat golongan, yaitu diuretik, inotropik, agen afterload reducing, serta penghambat
reseptor ( -blocker).1
Pemilihan obat gagal jantung perlu disesuaikan dengan mekanisme yang
mendasari terjadinya gagal jantung. Loop diuretik (furosemide) mengurangi preload
dengan menurunkan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal, sehingga
mengurangi tekanan pengisian ventrikel dan bendungan akibat beban volume yang
besar.4,9 Namun demikian, penggunaan furosemide berpotensi menimbulkan
gangguan elektrolit (natrium, kalium, klorida) dan keseimbangan asam basa (alkalosis
hiperkloremik).1
Pada kasus, penderita mendapat tatalaksana gagal jantung dengan tirah
baring, pengaturan cairan dan diet, serta pemberian obat medikamentosa. Dalam hal
ini, pasien dengan kelainan pirau kiri ke kanan dengan status volume overload
21
mendapatkan terapi obat gagal jantung berupa furosemide (loop diuretic) yang
dikombinasikan dengan spironolakton. Pasien menunjukkan respon yang baik dengan
tatalaksana yang diberikan. Diperlukan pemantauan terhadap efek samping terapi
yang diberikan.
Prognosis pasien dengan gagal jantung kongestif tergantung pada etiologi
yang mendasarinya.9 Sebuah penelitian prospektif pada anak dengan gagal jantung
di Nigeria melaporkan laju mortalitas sebesar 24% dengan pronosis yang lebih buruk
pada anak usia di bawah satu tahun atau di atas lima tahun, disertai dengan infeksi
saluran pernafasan akut, penyakit jantung rematik dan gangguan ginjal.10
Duktus arteriosus paten (patent ductus arteriosus/PDA) merupakan salah satu
jenis penyakit jantung bawaan asianotik yang ditandai dengan tetap terbukanya
duktus arteriosus yang menghubungkan arteri pulmonalis kiri dengan aorta setelah
lahir.11 Insidensi PDA sekitar 5 % sampai 10% dari semua penyakit jantung kongenital,
berkisar 1 setiap 2000 kelahiran hidup.12 Kejadian PDA lebih banyak terjadi pada
perempuan dengan rasio 2 : 1.13 Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian
PDA adalah infeksi saat awal kehamilan (misalnya rubella) dan prematuritas.11,13
Pada sirkulasi janin, duktus arteriosus penting untuk menghubungkan arteri
pulmonal dengan aorta. Penutupan fungsional akan terjadi dalam 48 jam setelah lahir,
seiring dengan terjadinya penurunan resistensi vaskular paru.12,13 Apabila duktus
arteriosus tetap terbuka maka darah dari aorta akan masuk ke arteri pulmonal dan
menyebabkan kondisi patologis.12
Pada bayi cukup bulan dengan PDA, terjadi defisiensi struktur lapisan endotel
dan muscular pada duktus, sedangkan PDA pada bayi prematur biasanya memiliki
struktur dinding duktus yang normal, dengan patensi duktus yang terjadi adalah akibat
proses hipoksia dan imaturias.13 Hal ini menyebabkan duktus arteriosus yang
22
menetap setelah satu minggu kelahiran bayi cukup bulan jarang mengalami
penutupan spontan atau dengan intervensi farmakologis dibandingkan dengan bayi
prematur dan dianggap patologis.11,12 Pada 10% dari pasien dengan kelainan jantung
lainnya terkadang disertai dengan PDA untuk mempertahankan aliran darah pulmonal
ketika terjadi hambatan pengeluaran aliran darah dari ventrikel kanan atau
memberikan jalur bagi aliran darah sistemik pada kelainan dengan koartasio aorta.13
Sebagai akibat dari tekanan aorta yang lebih tinggi, akan terjadi pirau dari kiri
ke kanan (dari aorta ke arteri pulmonal) melalui duktus.13 Besarnya pirau yang terjadi
dari kiri ke kanan pada pasien dengan PDA ditentukan oleh resistensi duktus (yang
dipengaruhi oleh diameter, panjang dan kelengkungan pembuluh darah) dan tahanan
vaskular paru.1,13 Perbedaan tekanan antara aorta dan arteri pulmonal terjadi pada
setiap fase sistolik dan diastolik, sehingga menyebabkan desah kontinu.1 Pada PDA
kecil, tekanan arteri pulmonal dan jantung kanan masih berada dalam batas normal,
sedangkan pada PDA besar, tekanan arteri pulmonal akan meningkat dan berisiko
mengalami hipertensi pulmonal. Tekanan nadi akan melebar sebagai akibat
mengalirnya darah ke arteri pulmonal saat fase diastolik.13
Gejala klinis biasanya tidak terjadi pada penderita PDA kecil. 13 Pada PDA
sedang, penderita biasanya mengeluhkan kesulitan makan, infeksi saluran nafas
berulang, namun berat badan masih dalam batas normal. 11 Penderita dengan PDA
besar akan mengalami gagal jantung, dengan manifestasi gangguan pertumbuhan
fisik yang nyata sejak minggu pertama kehidupan.11,13 Apabila PDA besar tidak
ditangani akan menyebabkan terjadinya penyakit vaskular paru obstruktif, sehingga
aliran pirau yang terjadi dua arah (kanan-ke-kiri dan kiri-ke-kanan) dan terjadi sianosis
tubuh bagian bawah (differential cyanosis).1
23
Dari pemeriksaan fisik, frekuensi nafas penderita lebih cepat dari anak normal.
Pada perabaan nadi perifer akan didapati tekanan nadi yang lebar (lebih dari 40
mmHg) dengan perabaan arteri perifer yang terasa menghentak (pulsus seler,
bounding pulse).11,13 Pada pemeriksaan auskultasi, bising jantung yang terjadi adalah
bising kontinu (continuous atau machinery murmur) yang terdengar di interkostal 2
kiri, yang dapat menyebar ke sternal border kiri atau klavikula kiri, dengan atau tanpa
getaran (thrill).13 Bising mid-diastolik di apeks sering dapat didengar akibat
bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya stenosis
mitral relatif.11 Apabila terjadi hipertensi pulmonal berat, maka aliran datah ke paru
akan menurun, desah kontinu akan menghilang dan suara jantung kedua akan
terdengar keras.1
Pada pemeriksaan radiologis, ukuran jantung bervariasi dari normal hingga
membesar, tergantung dari besarnya pirau yang terjadi.13 Pada PDA kecil,
pembesaran ventrikel yang terjadi minimal, sehingga gambaran foto thoraks tampak
normal. Pada PDA besar akan tampak gambaran pembesaran atrium, ventrikel kiri
dengan gambaran corakan vaskular paru yang meningkat. Peningkatan tekanan di
arteri pulmonal selanjutnya akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal dan
ventrikel kanan, sehingga akan berlanjut menjadi pembesaran ventrikel kanan.
Selanjutnya akan terjadi hipertensi pulmonal berat, dengan gambaran pelebaran hilus
dan segmen arteri pulmonal, penurunan aliran darah ke paru.1
Pemeriksaan ekokardiografi tampak visualisasi duktus arteriosus yang
menunjukkan hubungan aorta dan arteri pulmonal disertai aliran turbulen retrograde
di arteri pulmonal. Gambaran ukuran ruang jantung tampak normal pada PDA kecil,
hingga pembesaran jantung kiri yang nyata pada PDA besar.13 Pelebaran ruang
24
jantung tampak pada atrium kiri dengan atau tanpa pelebaran ventrikel kiri dan
ventrikel kanan, serta arteri pulmonalis yang melebar.11
Tatalaksana PDA meliputi terapi medikamentosa dan penutupan PDA. Pada
bayi prematur dengan usia kurang dari 1 minggu, dapat diupayakan terapi
farmakologis dengan pemberian indometasin intravena atau per oral dengan dosis 0.2
mg/kg selang 12 jam, diberikan 3 kali, dengan harapan duktus akan menutup pada
70% kasus.11 Pada penderita dengan riwayat kelahiran cukup bulan dan PDA masih
menetap saat bayi memerlukan tindakan penutupan PDA, baik melalui pembedahan
ataupun transkateter karena penutupan spontan PDA pasca usia bayi sangat jarang
terjadi.11,13 Kepentingan penutupan PDA kecil adalah untuk mencegah kemungkinan
infeksi endarteritis, sedangkan pada PDA sedang dan besar penutupan duktus
dilakukan untuk menangani kondisi gagal jantung pasca pengobatan farmakologis
yang adekuat dan mencegah terjadinya sindrom Eisenmenger.13
Pada dasarnya PDA yang menyebabkan pirau kiri ke kanan harus segera
ditutup untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan PDA kecil dapat
hidup normal tanpa atau hanya dengan sedikit gejala.13 Penutupan duktus
diindikasikan pada penderita yang menunjukkan gejala pirau kiri ke kanan yang jelas
atau pada asimptomatik untuk meminimalisasi komplikasi di masa yang akan
datang.17 Penutupan PDA dapat berupa ligasi (pemotongan PDA) atau penutupan
dengan pemasangan alat.11
Penutupan PDA dengan tindakan ligasi dan pemutusan duktus melalui
pembedahan dapat dilakukan melalui teknik thoracoscopic atau thoracostomy dengan
case fatality rate pasca pembedahan kurang dari 1%. Pada pasien tanpa gangguan
klinis dianjurkan tindakan penutupan sebelum usia 1 tahun. Penutupan PDA dapat
dilakukan melalui kateterisasi dengan pemasangan coil intravaskular atau dengan
25
duct occluder.13 Metode ini aman cukup aman dan efektif dengan tanpa pirau residual
dalam 24 jam pasca penutupan.14,15 Studi di Taiwan pada pasien dengan PDA
sedang-besar melaporkan pemasangan duct occluder lebih aman dan efektif
dibandingkan pemasangan coil intravaskular dengan komplikasi gagal pemasangan
yang lebih sedikit, kejadian embolisasi yang lebih jarang, dan hilangnya pirau dalam
24 jam yang lebih cepat.16 Komplikasi pasca penutupan transkateter adalah terjadinya
emboli, infark miokardial dan dislokasi alat yang dipasang sehingga mengharuskan
tindakan pembedahan segera.14,17
Perbandingan antara penutupan PDA dengan tindakan bedah dan non bedah
telah banyak diteliti. Penutupan transkateter dilaporkan lebih menguntungkan karena
kurang invasif dan memberikan komplikasi yang lebih sedikit, namun memiliki
efektivitas yang sama dengan pembedahan.18 Studi prospektif di China yang
mengamati pasien pasca penutupan PDA melalui transkateter dibandingkan dengan
pembedahan melaporkan kejadian komplikasi akut pasca prosedur yang lebih rendah
dan waktu pemulihan yang lebih cepat, namun tidak didapati perbedaan bermakna
antara perbaikan hipertensi pulmonal dan dilatasi ventrikel yang terjadi.19
Pada kasus direncanakan penutupan duktus arteriosus segera, namun hingga
saat ini masih diupayakan perbaikan kondisi klinis gagal jantung dan dukungan nutrisi
adekuat. Pilihan teknik penutupan akan dievaluasi kembali.
Dengan tatalaksana adekuat, termasuk terapi medis dan tindakan penutupan
PDA, pasien memiliki prognosis yang baik.11 Pasca penutupan PDA, gejala gagal
jantung akan berkurang dan menghilang perlahan. Pada penderita yang telah
mengalami gagal tumbuh biasanya akan mengalami perbaikan pertumbuhan fisik
segera. Tekanan darah dan nadi akan kembali ke normal dan bising kontinu akan
menghilang, namun pada keadaan telah terjadinya dilatasi arteri pulmonal, desah
26
sistolik pada pulmonal masih mungkin terjadi akibat aliran turbulen pada daerah
tersebut.13 Gambaran radiologis dan EKG pembesaran jantung akan berkurang
hingga beberapa bulan pasca tindakan.13
Defek septum atrium (Atrial Septal Defect = ASD) dapat terjadi pada setiap
bagian dari septum atrium (primum, sekundum, dan sinus venosus) tergantung pada
struktur septum embrio mana yang gagal berkembang secara normal. Tipe yang
paling sering ditemukan adalah ASD sekundum, defek ini mucul di lokasi fossa ovalis,
dengan pirau dari kiri ke kanan. Peningkatan aliran darah ke atrium kanan dan
ventrikel kanan melalui pirau menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan,
serta dilatasi arteri pulmonal. Atrium kiri mungkin bisa membesar, namun ventrikel kiri
ukurannya normal.20
Anak yang menderita ASD biasanya asimtomatik. Keluhan akan timbul jika
terjadi gagal jantung kiri dan kanan serta gangguan perfusi jaringan pada kasus yang
berat, yaitu bila dijumpai pirau kiri ke kanan yang besar atau adanya obstruksi sistemik
yang berat. Pada neonatus, keluhan berupa kesulitan minum (feeding difficulties),
tidak dapat minum banyak atau menyusui terputus-putus, dan sesak nafas setelah
menyusui. Pada anak yang lebih besar, infeksi saluran nafas yang hilang timbul, anak
sering menderita demam, batuk, dan pilek. Jika sudah terjadi gagal jantung, akan
timbul sesak nafas setelah olahraga, dispnea paroksismal nokturnal.20
Karena tidak bergejala, ASD biasanya terdiagnosis secara insidental, melalui
skrining pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan fisik ditemukannya desah midsitolik
atau ejection systolic, suara jantung dua yang terpisah (widely split) pada batas
jantung atas kiri. Pemeriksaan foto toraks pada DSA tidak begitu khas, dapat dijumpai
pembesaran atrium dan ventrikel kanan, dilatasi arteri paru dan peningkatan corakan
vaskuler paru.21
27
28
29
muntah. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung menyebabkan gangguan atau
komplikasi, inilah yang di sebut dengan GERD.31
Pada bayi usia 3-4 bulan, dijumpai 70 % gejala berupa muntah yang berlebih
yang terjadi 1-4 kali setiap harinya, 5%-12% bayi berumur 9-12bulan, dan 0-3% anak
berumur 2 tahun. Tanpa pengobatan gejala akan menghilang pada 60% pasien
sebelum umur 2 tahun pada posisi anak sudah lebih tegak dan makan makanan
padat.32
Gastroesofageal refluks ini bisa murni akibat gangguan secara fungsional
tanpa adanya kelainan lain. Bisa juga akibat adanya gangguan struktural yang
terdapat pada esofagus maupun gaster yang mempengaruhi penutupan sfingter
esofagus bawah, seperti kelainan anatomi kongenital, tumor, komplikasi operasi,
tertelan zat korosif dan lain-lain. Refluks gastroesofagus yang berlangsung lama atau
terlalu
sering
berulang
dapat
menyebabkan
kerusakan
mukosa
esofagus
(esofagitis).32
Dari beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis GER yaitu barium meal, ultrasonografi, skintigrafi, endoskopi dan
pemantauan pH esophagus. Tatalaksana dapat diawali dengan parental reassurance,
thickening formula dan positioning. Bila tidak ada perbaikan dapat diberikan terapi
farmakologis yaitu diantaranya dapat diberikan prokinetik, antagonis reseptor H2 atau
inhibitor pompa proton.32 Direkomendasikan pemberian diet volume lebih kecil dengan
pemberian lebih sering. Pada neonatus tidak formula thickening formula, hal ini
berhubungan dengan peningkatan osmolaritas susu, sehingga dapat memperparah
GER.33 Dari suatu studi, penyebab GER tidak diketahui secara pasti, tatalaksana
farmakologis tidak banyak memberikan manfaat untuk mengurangi gangguan saluran
nafas yang berhubungan dengan GER pada bayi dengan PJB. 34 Studi lain
30
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Park MK. Congestive heart failure. Dalam: Pediatric cardiology for practitioner.
Edisi ke-5. Phliadelphia: Mosby Inc; 2008.h.558-74.
2. Madriago E, Silberbach M. Heart failure in infants and children. Pediatrics in
Review. 2010;31:4-11.
3. Oesman IN. Gagal jantung. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting.
Buku ajar kardiologi anak. Edisi kesatu.Jakarta: Binarupa Aksara;1994.h.425-42.
4. Kantor PF, Mertens LL. Heart failure in children. Part I: clinical evaluation,
diagnostic testing and initial medical management. Eur J Pediatr. 2010;169:26979.
5. Robinson SJ. Congestive heart failure in infants and children. California Med.
1958;88:198-201.
6. Johnson WH, Moller JH. Congestive heart failure. Dalam: Pediatric cardiology
essential pocket guide. West Sussex: Willey-Blackwell; 2008.h.286-95.
7. Ross RD. The Ross classification for heart failure in children after 25 years: A
review and an age-stratified revision. Pediatr Cardiol. 2012;33:1295-300.
8. Report of the American College of Cardiology / American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines (Committe on Evaluation and Management of Heart
Failure). Guidelines for the evaluation and management of heart failure.
Circulation. 1995;92:2764-84.
9. Hsu DT, Pearson GD. Heart failure in children part II: Diagnosis, treatment and
future directions. Circ Heart Fail. 2009;2:490-8.
10. Omokhodion SI, Lagunju IA. Prognostic indices in childhood heart failure. West Afr
J Med. 2005;24:325-8.
11. Soeroso S, Sastrosubroto H. Penyakit jantung bawaan non-sianotik. Dalam:
Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Edisi kesatu.
Jakarta: Binarupa Aksara;1994.h.214-21.
12. Schneider DJ, Moore JW. Patent ductus arteriosus.Circulation. 2006;114:1873-82.
13. Bernstein D. Patent ductus arteriosus. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
St.Geme J, Schor N, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-19. Philadelphia: Saunders, 2007.h.1510-2.
32
33
26. Nydegger A, Biner JE. Energy metabolism in infants with congenital heart disease.
Nutrition. 2006;22:697-704.
27. Poskitt EME. Failure to thrive in congenital heart disease. Arch Dis Child
1993;68:150-60
28. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku bagan tata laksana anak gizi
buruk. Buku I dan II. Edisi ke-4. Jakarta; 2003.
29. Walker CLF, Black BE. Micronutriens and diarrheal disease. Clin Infect Dis. 2007;
45:s73-7.
30. Semba RD, Ndugwa C, Perry RT, Clark TD, Jackson JB, Melikian G, dkk. Effect of
periodic vitamin A supplementation on mortality and morbidity of human
immunodeficiency virus infected children in Uganda: a controlled clinical trial.
Nutrition. 2005;21:25-31.
31. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. J Pediatr
Gastroenterol Nutr 2009;49:498-547.
32. Hegar B, Mulyani LR. Esofagitis refluks pada anak. Sari Pediatri 2006;8:43-53.
33. Gomella TC, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology:
management, procedures, on call problems, diseases, and drugs. Edisi ke-7. New
York: McGraw-Hill; 2013. H.341-3.
34. Weesner KM, Rosenthal A. Gastroesofageal reflux in association with congenital
heart disease. Clinical pediatric 1983. h 424-6.
35. Kuwata S, Iwamoto Y, Ishido A, Taketadu M, Tamura M, Senzaki A. Duodenal tube
feeding: an alternative approach for effectively promoting weight gain in children
with gastroesofageal reflux and congenital heart disease. Gastroenterol Res Pract.
2013: 181604.
34
ZK,, 35 hari
M
A
S
A
L
A
H
T
E
R
A
P
I
Gagal jantung
Tatalaksana gagal
jantung:
- Suportif,
- Medikamentosa
- Terapi
penyebab
PROGNOSIS
PDA
Penutupan
PDA
Marasmus
VSD
Observasi
Terapi menurut
WHO
Perbaikan
status nutrisi
dan
pemantauan
Tumbuh kembang
optimal
Imunisasi
GERD
Edukasi,
pemasangan
NGT,
posisitoning,
diet dengan
volume kecil
Gangguan kualitas
hidup masalah
jantung dan terapi
Konseling,
dukungan
psikososial,
edukasi
keluarga,
Pembekalan
pengetahuan
Imunisasi
Hepatitis
B
BAIK
35
Gambar 1. Kurva WHO berat badan berdasarkan usia (0 bulan sampai 6 bulan)
Gambar 2. Kurva WHO panjang badan berdasarkan usia ( 0 bulan sampai 6 bulan)
Evaluasi Pendadaran, PPDS-IKA FK USU,30 April 2015
36
Gambar 3. Kurva WHO berat badan menurut panjang badan ( 0 bulan sampai 2 tahun)
37
38
39
40
A. Pertanyaan klinis
Bagaimana luaran klinis pada bayi dan anak PJB dengan gagal jantung yang
mengalami muntah berulang setelah diterapi dengan duodenal feeding tube?
C. Metode penelusuran
Kami melakukan penelusuran dengan kata kunci CHD, GERD and children, pada
mesin pencari Pubmed. Kami menemukan satu jurnal yang dapat menjawab
pertanyaan PICO tersebut dengan judul Duodenal tube feeding: an alternative
approach for effectively promoting weight gain in children with gastroesophageal reflux
and congenital heart disease
2013;2013:181604.
41
Tidak
Tidak Jelas
Penelitian ini bertujuan menilai efektivitas duodenal tube feeding untuk bayi dengan
GERD dan gagal jantung sehubungan dengan penyakit jantung bawaan (PJB).
Tidak
Tidak Jelas
42
Tidak
Tidak Jelas
Pada studi ini peningkatan berat badan dibandingkan antara sebelum dan sesudah
tindakan duodenal tube feeding dengan nilai P< 0.001.
Importance
8. Apakah peneliti membandingkan hasil studi dengan literatur lain?
Studi ini membandingkan hasil penelitian dengan studi sebelumnya yang menilai
pengobatan GERD dengan pengobatan operasi dan farmakologi.
Applicability
9. Apakah hasil studi penting dalam penerapan di sentra kita?
Ya, pada penelitian ini subjek adalah bayi dan anak dengan PJB dan GERD usia 0
sampai 16 bulan pada bayi, dan usia rata-rata 4.7 tahun pada anak. Pada kasus
pasien adalah bayi usia 37 hari dengan PJB dan GERD.
Kesimpulan
Hasil studi valid, penting dan dapat diaplikasikan di sentra kita. Dimana pemberian
duodenal tube feeding pada bayi dengan PJB yang menderita GERD efektif untuk
meningkatkan berat badan.
43