Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN PUSTAKA:

GLOMERULONEFRITIS AKUT
I.

Anatomi Ginjal

Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum, setinggi vertebra torakal 12


atau lumbal 1 sampai lumbal 4, dengan kisaran panjang serta beratnya berturutturut dari kira-kira 6 cm dan 24 gram pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau
lebih dan 150 gr pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks yang
berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimal-distal dan duktus kolektivus, serta
di lapisan dalam, medulla, yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus,
lengkung (ansa) henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.

Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (terdiri dari glomerulus
dan tubulus). Pada manusia, pembentukan nefron telah selesai pada janin 35
minggu, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari.
Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir. Karena
tidak ada nefron baru yang dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara

28

progresif karena proses infeksi saluran kemih atau refluks dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan ginjal.
II.

Histologi Ginjal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (juxtamedullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis.

Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang


oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel
mesangial. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin berperan dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun)
pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor
melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular. Kapiler-kapiler
dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah
luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis

29

dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot


processes. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit.
Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler
(GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron diketahui bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah
lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa.
Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis
ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan
dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik,
sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit
(crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,
fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu:
1.

Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada di


bagian luar korteks.

2.

Glomerulus jukstamedular yang mempunyai ansa henle yang panjang


sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di
perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron
tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan solut.

30
Gambar 2. Sayatan melintang glomerulus dan kapiler
glomerulus

III.

Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstraseluler dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstraseluler ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi:
1. Fungsi ekskresi
a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
b. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
c. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
e. Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti obat, pestisida,
toksin, dan berbagai zat eksogen yang masuk ke dalam tubuh.

31

2. Fungsi non ekskresi


a. Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
b. Menghasilkan

kalikrein,

suatu

enzim

proteolitik

dalam

pembentukan kinin, suatu vasodilator.


c. Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
d. Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
e. Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat
puasa berkepanjangan.
f. Menghancurkan/menginaktivasi

berbagai

hormon,

seperti

angiotensin II, glucagon, insulin, dan paratiroid.


g. Degradasi insulin.
h. Menghasilkan prostaglandin.
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi
yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti
urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida
dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak
diperlukan dalam tubuh adalah:
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang
akan menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang
diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler
peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang
tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel
yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urin yang akhirnya terbentuk
terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga
sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

32

Jalannya filtrasi glomerulus adalah sebagai berikut. Dengan mengalirnya


darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler
glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua
substansi plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida,
protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat
molekulnya lebih dari 68.000 (sepertI albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan
dalam ruang Bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meninggalkan ginjal
berupa urin.
Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan
melewati dinding kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler
glomerulus) berasal dari tekanan arteri sistemik, yang di ubah oleh tonus arteriole
aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik
kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan tekanan antara kadar protein
plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir saja bebas protein
dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh kecepatan aliran plasma
glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang bowman, dan permeabilitas dari
dinding kapiler glomerulus. Permeabilitas, seperti yang diukur dengan koefisien
ultrafiltrasi (K1) adalah hasil kali permeabilitas air pada membran dan luas
permukaan kapiler glomerulus total yang tersedia untuk filtrasi.

33

Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara


pengukuran klirens kreatinin atau memakai rumus berikut:
LFG = k . Tinggi Badan (cm)
Kreatinin serum (mg/dl)
Nilai k pada:

BBLR < 1 tahun

= 0,33

Aterm < 1 tahun

= 0,45

1 12 tahun

= 0,55

Kategori

Kriteria Pediatric RIFLE


Estimated
Creatinine Produksi Urin

Risk
Injury

Clearance (eCCl)
eCCl menurun 25%
eCCl menurun 50%

<0.5 cc/ kgBB/ jam selama 8 jam


<0.5 cc/ kgBB/ jam selama 16

Failure

eCCl menurun 75% atau

jam
<0.3 cc/ kgBB/ jam selama 24

Loss
End Stage

<35 cc/ mnt/ 1.73 m2 BSA


Failure > 4 minggu
Failure > 3 bulan

IV.

jam atau anuria selama >12 jam

Definisi

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan


berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah
akut (glomerulonefritis akut = GNA) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis. GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara
histopatologi menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului oleh
infeksi group A -hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala
nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.
V.

Etiologi

34

Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi


kelompok infeksi dan bukan infeksi.
Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies
Streptococcus (yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan,
yang melibatkan serotipe yang berbeda:

Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi


saluran pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin.

Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit,


biasanya diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di
daerah selatan Amerika Serikat.

GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3


minggu setelah infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A
streptokokus beta-hemolitik. Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan
faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. GN pascainfeksi
nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain, virus, parasit,
atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GNA
termasuk diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci, dan mikobakteri.
Salmonella typhosa, Brucella suis, Treponema pallidum, Corynebacterium bovis,
dan actinobacilli juga telah diidentifikasi.
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus
hepatitis B (HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus
gondong diterima sebagai penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan
bahwa

infeksi

streptokokus

beta-hemolitik

tidak

terjadi.

GNA

telah

parasit

atau

jamur

didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis A.


Menghubungkan

glomerulonefritis

ke

etiologi

memerlukan pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi


meliputi Coccidioides immitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae,
Plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis,
trichinosis, dan trypanosomes.
Kelompok Non-Infeksi
35

Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal


primer, penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen. Penyakit sistemik
multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi:

Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - Ini menyebabkan


glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas
dan bawah.

Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik


[SLE]) - Ini menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks
imun pada ginjal.

Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen


gangguan pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.

Cryoglobulinemia

Hal

ini

menyebabkan

jumlah

abnormal

cryoglobulin dalam plasma yang menghasilkan episode berulang dari


purpura luas dan ulserasi kulit pada kristalisasi.

Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis


melibatkan arteri ginjal.

Henoch-Schnlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum


mengakibatkan glomerulonefritis.

Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada


kolagen tipe IV dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif
cepat (minggu ke bulan).

Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi:

Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan


perluasan

dan

proliferasi

sel

mesangial

akibat

pengendapan

komplemen. Tipe I mengacu pada deposisi granular dari C3, tipe II


mengacu pada proses yang tidak teratur.

Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini


menyebabkan GN sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan
IgG.

GN proliferatif mesangial murni.

36

Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai


dengan adanya glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah
antiglomerular basement membrane disease, tipe II dimediasi oleh
kompleks imun, dan tipe III diidentifikasi dengan antibodi sitoplasmik
antineutrophil (ANCA).

Penyebab noninfeksius lainnya dari GNA meliputi:

VI.

Sindrom Guillain-Barr

Iradiasi tumor Wilms

Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)

Serum sickness

Epidemiologi

GN merupakan 10-15% dari penyakit glomerular. Insidensi variabel telah


dilaporkan, sebagian karena penyakit ini bersifat subklinis pada lebih dari
setengah penduduk yang terkena. Meskipun wabah sporadis, kejadian GNAPS
telah berkurang selama beberapa dekade terakhir. Faktor yang bertanggung jawab
atas penurunan ini mungkin termasuk perawatan kesehatan yang lebih baik dan
kondisi sosial ekonomi membaik.
GN terdiri 25-30% dari semua kasus stadium akhir penyakit ginjal (End
Stage Renal Disease - ESRD). Sekitar seperempat dari pasien hadir dengan
sindrom nefritik akut. Kebanyakan kasus mengalami proses yang relatif cepat,
dan gagal ginjal stadium akhir dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan
dari onset sindrom nefritik akut. Episode asimtomatik GNAPS melebihi episode
simptomatis dengan rasio 3-4:1. Secara global, penyakit Berger merupakan
penyebab tersering dari GN.
Dengan beberapa pengecualian, insidensi GNAPS telah menurun di
sebagian besar negara Barat. GNAPS tetap jauh lebih umum di daerah seperti
Afrika, Karibia, India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika Selatan
yang mungkin dipengaruhi oleh status nutrisi, penggunaan antibiotik profilaksis,
dan potensi dari Streptokokus.. Di Port Harcourt, Nigeria, kejadian GNA pada
37

anak usia 3-16 tahun adalah 15,5 kasus per tahun, dengan rasio laki-laki-keperempuan 1.1:1, kejadian saat ini tidak jauh berbeda.
Variasi geografis dan musiman dalam prevalensi GNAPS lebih tampak pada
GNA akibat faringitis dibandingkan dengan penyakit kulit. Mortalitas pada
penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada predileksi rasial. Pada
laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita. GNAPS sering terjadi pada
anak usia 5-15 tahun. GNA dominan menyerang anak laki-laki dibanding anak
perempuan (ratio 2 : 1).
Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988
melaporkan 170 orang pasien penderita GNA yang dirawat di rumah sakit
pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung
(17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan
1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).
VII.

Patogenesis
Lesi pada glomerulus di GNA adalah hasil dari deposisi kompleks imun
pada glomerulus atau in situ. Pada penampilan kasar, ginjal dapat membesar
hingga 50%. Perubahan histopatologis termasuk pembengkakan gelung
glomerulus

dan

infiltrasi

oleh

sel

polimorfonuklear.

Imunofluoresensi

mengungkapkan pengendapan imunoglobulin dan komplemen.


Kecuali di GNAPS, pemicu yang tepat untuk pembentukan kompleks imun
tidak jelas. Dalam GNAPS, keterlibatan turunan dari protein streptokokus telah
dilaporkan. Sebuah neuraminidase streptokokus dapat mengubah imunoglobulin
G (IgG). IgG menggabungkan antibodi host. IgG / kompleks imun anti-IgG
terbentuk dan kemudian terkumpul dalam glomeruli. Selain itu, ketinggian titer
antibodi

terhadap

antigen

lainnya,

seperti

antistreptolysin

atau

antihyaluronidase, DNAase-B, dan streptokinase, memberikan bukti infeksi


streptokokus baru-baru ini.
GNA melibatkan baik perubahan struktural dan perubahan fungsional.
Secara struktural, proliferasi sel menyebabkan peningkatan jumlah sel dalam
seberkas glomerular karena proliferasi endotel, mesangial, dan epitel sel.
Proliferasi mungkin endokapiler (yaitu, dalam batas-batas jumbai glomerular
kapiler) atau extrakapiler (yaitu, di ruang Bowman yang melibatkan sel-sel

38

epitel). Dalam proliferasi extrakapiler, proliferasi sel epitel parietal mengarah


pada pembentukan crescent, karakteristik fitur bentuk-bentuk tertentu dari GN
progresif cepat. Proliferasi Leukocyte ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan
monosit dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi sel.
Penebalan membran basalis glomerular muncul sebagai penebalan dinding
kapiler pada mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron, ini mungkin muncul
sebagai akibat penebalan membran basement yang tepat (misalnya, diabetes) atau
pengendapan elektron-padat materi, baik di sisi endotel atau epitel dari membran
basal. Elektron-padat deposito bisa subendothelial, subepitel, intramembran, atau
mesangial, dan mereka sesuai dengan daerah pengendapan kompleks imun.
Hialinisasi atau sclerosis menunjukkan cedera ireversibel. Perubahan-perubahan
struktural dapat fokus, difus atau segmental, atau global.
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR
(yaitu, oligoanuria), dan sedimen urin aktif dengan sel darah merah dan cast sel
darah merah. GFR dan penurunan avid garam nefron distal dan air hasil retensi
dalam ekspansi volume intravaskular, edema, dan, sering, hipertensi sistemik.
Glomerulonefritis Pasca Infeksi Streptococcal
M-protein pada streptokokus sebelumnya diyakini bertanggung jawab untuk
GNAPS, tetapi penelitian yang melandasi keyakinan ini didasarkan secara
diskonto. Protease kationik terkait nefritis streptokokus dan prekursor zymogen
nya (nefritis terkait protease [NAPR]) telah diidentifikasi sebagai gliseraldehida3-fosfat dehidrogenase yang berfungsi sebagai reseptor plasmin(ogen). Hal ini
mengikat plasmin dan mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Antibodi tingkat untuk NAPR meningkat pada infeksi streptokokus (grup A,
C, dan G) terkait dengan GN tetapi tidak meningkat pada infeksi streptokokus
tanpa GN, sedangkan anti-streptolysin-O titer meningkat pada kedua keadaan.
Antibodi ini untuk NAPR bertahan selama bertahun-tahun dan mungkin menjadi
pelindung terhadap episode lebih lanjut GNAPS.
Kompleks imun pada glomerulus
Aktivasi sistem komplemen

39

Aktivasi kaskade koagulasi


Pengikatan monosit polimorf
Kerusakan glomerulus
Agregasi trombosit
Fibrin
Kinin
Sindrom klinis
VIII. Patofisiologi

Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:


1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih
permeable dan porotis terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka
terjadi proteinuria dan hematuria.

40

2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme
edema pada sindrom nefrotik. Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi
glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan
histopatologis

(pembengkakan

sel-sel

endotel,

proliferasi

sel

mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal


LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis),
akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini
diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium
Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma,
ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.
3. Hipertensi
Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis). Gangguan
keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi
ringan dan sedang.

Peranan

sistem

renin-angiotensin-aldosteron

biasanya

pada

hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan


yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan
nefrektomi.

Substansi

renal

medullary

hypotensive

factors,

diduga

prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan


hipertensi

Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom


nefritik akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas.

Beberapa

hipotesis

yang

berhubungan

telah

dikemukakan

dalam

kepustakaan-kepustakaan antara lain:


a) Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan

41

pembuluh darah ini menyebabkan transudasi cairan ke jaringan


interstisial dan menjadi edema.
b) Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi
yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
c) Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan
perubahan-perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada
semua lead baik standar maupun precardial. Perubahan-perubahan
gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin berhubungan dengan
miokarditis.
d) Retensi

cairan

dan

hipervolemi

tanpa

gagal

jantung

Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan


cardiac output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan
patofisiologi ini akibat retensi natrium dan air
IX.

Manifestasi Klinis
Anamnesis
Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat karena terjadinya
perubahan warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin
berhubungan dengan komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan
sebagainya. Selanjutnya perlu digali lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut
mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada anak dengan GNA biasanya
digambarkan sebagai "coke," "teh," atau berwarna seperti asap. Warna darah
merah terang dalam urin lebih mungkin konsekuensi masalah anatomi seperti
urolithiasis dari glomerulonefritis.
Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA
hampir selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah
pada cystitis hemorrhagik akut daripada penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa
sebelumnya akan menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati.
Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari
komplikasi GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah

42

beraktifitas yang menunjukkan overload cairan atausakit kepala, gangguan


penglihatan, atau perubahan status mental dari hipertensi.
Karena GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review
lengkap dari seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan
untuk ruam, ketidaknyamanan sendi, perubahan berat badan, kelelahan,
perubahan nafsu makan, keluhan pernafasan, dan paparan obat terakhir. Sejarah
keluarga harus membahas kehadiran setiap anggota keluarga dengangangguan
autoimun, sebagai anak-anak dengan baik SLE dan membranoproliferatif
glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki kerabat yang juga menderita
penyakit serupa. Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya
tentang dialisis dan transplantasi ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses
seperti sindrom Alport, yang mungkin awalnya hadir dengan gambar GNA.
Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau
pioderma.
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis:
a) Periode laten

Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset


pertama kali muncul gejala.

Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi


tenggorok dan 3-6 minggu setelah infeksi kulit.

Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis


biasanya merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada
GNAPS.

b) Urin berwarna gelap

Merupakan gejala klinis pertama yang timbul

Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke


membran basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.

c) Edema periorbital

Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya


tampak jelas saat psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan
tampak pada sore hari.

Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi


seperti dispneu dapat timbul.
43

Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.

Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan


ginjal.

d) Gejala nonspesifik

Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan


anoreksia, muncul pada 50% pasien. 15 % pasien akan
mengeluhkan mual dan muntah.

Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tandatanda vital, terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99
untuk usia anak, jenis kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan
perubahan dalam status kejiwaan, dibutuhkan perhatian. Takikardia dan tachypnea
mengarah ke gejala overload cairan. Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan
cermat dapat memberikan bukti perdarahan, menunjukkan kemungkinan salah
satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegners granulomatosis.
Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus barubaru ini. Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan
atau keterlibatan paru yang memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru.
Pemeriksaan perut sangat penting. Ascites mungkin hadir jika ada komponen
nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali mungkin menunjuk ke gangguan
sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai HSP.
Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi
ini cenderung menjadi edema berotot yang lebih halus daripada karakteristik
edema pitting dari sindrom nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema
periorbital atau mata tampak sembab. Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom
nefrotik juga, dan orchitis merupakan temuan sesekali di HSP.
Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam GNA.
Ruam pada HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin
halus dan terbatas pada bokong atau punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi
pada beberapa gangguan multisistem dengan GNA. Sendi kecil (misalnya, jari)
lebih khas SLE, sementara atau keterlibatan lutut terlihat dengan HSP.
44

a) Sindrom Nefritis Akut

Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi


dengan atau tanpa klinis GNA PS.

95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua


manifestasi akut nefritik sindrom

b) Edema

Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat
ke dokter.

Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi


natrium dan urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium
dan air ini menyebabkan terjadinya edema.

c) Hipertensi

Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang


yang lebih besar. Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.

Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk


progresifitas ke arah lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.

Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.

Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam


plasma meningkat.

Aktivitas renin dalam plasma rendah.

Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa


defisit neurologis.

d) Oliguria

Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.

Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.

Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.

e) Hematuria

Muncul secara umum pada semua pasien.

30% gross hematuria.

f) Disfungsi ventrikel kiri

45

Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi


perikardium dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.

Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala


perdarahan pulmonal.

X.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat
oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis
akut pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus
tidak memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang
lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun
terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat memastikan
bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi
streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk
menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis, dan 80%
pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase
(anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah
faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan
dan akan menurun setelah beberapa bulan.

46

Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50


dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GNA PS.
Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau
paling lama 30 hari setelah onset.
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila
peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan
GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami
perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan
asidosis metabolik menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu
didapatkan juga hiperfosfatemi dan Ca serum yang menurun.
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria
muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular.
Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan
asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi
hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya
menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan.
Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah membaik.
Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam 6 bulan.
Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat memiliki
prognosis buruk.
Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan anemia
normositik normokrom.
Radiologi

Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.

USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.

Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang
menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan
terjadi sindrom nefrotik.
Indikasi Relatif:
47

Tidak ada periode laten di antara infeksi streptokokus dan GNA

Anuria

Perubahan fungsi ginjal yang cepat

Kadar komplemen serum yang normal

Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus

Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal

GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu

Hipertensi yang menetap selama 2 minggu

Indikasi Absolut:

XI.

GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu

Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu

Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan

Proteinuria menetap dalam 6 bulan

Diagnosis
Glomerulonefritis akut didiagnosis dengan menemukan riwayat hematuria,
edema, hipertensi, atau gejala nonspesifik seperti malaise, demam, nyeri
abdomen. Didukung dengan pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya
overload cairan (edema dan hipertensi), perubahan berat badan baru-baru ini,
asites atau efusi pleura, kemerahan pada kulit, pucat, nyeri ketok pada sudut
kostovertebra, pemeriksaan neurologis yang abnormal, dan lain-lain.
Diagnosis
Clinical Manifestations
Poststreptococcal glomerulonephritis Microscopic
or
gross
Hemolytic-uremic syndrome

hematuria,

proteinuria, hypertension, and edema


Microscopic hematuria, hypertension,
gastroenteritis (bloody diarrhea), oliguria,

Henoch-Schnlein purpura nephritis

and petechiae
Microscopic hematuria, palpable purpura,
abdominal

pain,

tender

subcutaneous

edema, arthralgias sometimes present


48

Immunoglobulin A nephropathy

Microscopic

hematuria

proteinuria;

intermittent gross hematuria with viral


Systemic lupus erythematosus

infections
Gross hematuria microscopic, rash
(malar, discoid, vasculitic) and arthralgias

Alport syndrome

or arthritis
Microscopic

or

gross

hematuria,

sensorineural hearing loss, family history


of renal failure, cataracts
XII.

Komplikasi
Pengembangan menjadi sclerosis jarang pada pasien yang khas, namun pada
0,5-2% dari pasien dengan GNA, tentu saja berlangsung ke arah gagal ginjal,
berakibat pada kematian ginjal dalam waktu singkat. Urinalisis yang abnormal
(yaitu, microhematuria) dapat bertahan selama bertahun-tahun. Penurunan
ditandai dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) jarang. Edema paru dan hipertensi
dapat terjadi. Edema anasarka dan hipoalbuminemia dapat terjadi akibat
proteinuria berat.
Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir organ
dalam sistem saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat berkembang
pada pasien yang hadir dengan hipertensi berat, ensefalopati, dan edema paru.
Komplikasi GNA meliputi:

Hipertensi retinopati

Hipertensi ensefalopati

GN cepat progresif

Gagal ginjal kronis

Sindrom nefrotik

XIII. Tata Laksana

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan


apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat (klirens kreatinin <
49

60 ml/mnt/1,73 m2), BUN > 50 kg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah
letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.
Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau antihipertensi. Bila hipertensi
ringan (sistolik 130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya diobservasi tanpa
diberi terapi. Hipertensi sedang (sistolik > 140-150 mmhg dan diastole > 100
mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau IM, nifedipin oral atau
sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari
daripada memberi antihipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan
hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,030,1 mg/kgbb (1-3 mg/m2) IV, natrium nitroprusid 1-8 mg/kgbb/mnt. Pada krisis
hipertensi (sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5
mg/kgbb IV secara cepat bersama furosemid 2 mgg/kgbb IV. Pilihan lain klonidin
drip 0,002 mg/kgbb/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual
0,25-0,5 mg/kgbb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan
cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan
tubuh/hari) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan
tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2 mg/kgbb, 1-2 kali/hari.
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun,
pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme
dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathin penisilin 50.000 U/kgbb IM atau eritromisin oral 40 mg/kgbb/hari
selama 10 hari bila 17 pasien alergi penisilin.
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal dan
hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea < 75 mg/dL atau 100
mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgbb/hari. Pada edema
berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila
edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/hari. Bila disertai

50

oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang
menetap, terjadi pada 5-10% anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan
berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.
Glomerulonephritis
Endocapillary
glomerulonephritis
Mesangioproliferative
glomerulonephritis

Specific treatments used

Rationale for treatment


Inflammation
generally

None required
Acute

self resolving

nephritic

phase:

Blood pressure control with


ACE inhibitors
Pulsed intravenous steroids, Reduce

inflammation

cyclophosphamide,

where

renal

declining

and

mycophenolate

especially
mofetil function

intravenous immunoglobulin crescents present


Pulsed intravenous steroids 1
To
switch
off
Antiglomerular
g for 3/7 followed by oral
antiglomerular basement
basement membrane steroids (60 mg/day)
membrane
antibody
disease
Cyclophosphamide
orally
production
(23 mg/kg/day)
To
remove
existing
Plasma exchange (daily for antiglomerular

basement

14 days or until no anti- membrane antibody while


GBM antibody)

immunosuppression takes
effect

Pulsed intravenous steroids 1


ANCA
vasculitis

positive

g for 3/7 + oral steroids (start


60 mg), cyclophosphamide
(2 mg/kg/day orally or 0.51
g monthly intravenous)
Plasma
exchange?
creatinine

>500

Suppression of antibody
and cellular immune arms

for Removal

of

or ANCA/immune

pulmonary haemorrhage

complexes?
Removal

of

proinflammatory
cytokines?
Immune

complex- Treat underlying histological


51

mediated RPGN

MCGN

type

variant
If idiopathic as for ANCA Suppression of antibody
positive vasculitis
response
2
I: Steroids 40 mg/m alternate

idiopathic

days in children only


As antiplatelet agents to
Aspirin (325 mg/day)

decrease

cellular

proliferation
Dipyridamole (75100 mg
three times a day) in adults
only
Type I: hepatitis C
related

Alpha-interferon/ribavirin

To lessen viral drive

Steroids, cyclophosphamide To

treat

inflammatory

(plasma exchange)
component
No specific therapy shown to

Type II

be helpful

Lupus nephritis

Intravenous steroids + oral


steroids

To

suppress

production

antibody

and

reduce

immune complexes

Intravenous/oral
cyclophosphamide
Mycophenolate

mofetil,

cyclosporin
XIV. Prognosis

Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna, tetapi 5% di antaranya


mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan
kresen pada epitel glomerulus. Angka kematian dari GNA pada kelompok usia
yang paling sering terkena, pasien anak-anak, telah dilaporkan 0-7%.
Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang kronis.
Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dewasa dan 10% dari
pasien anak. GN merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis
(25%).

52

Pada GNAPS, prognosis jangka panjang yang umumnya baik. Lebih dari
98% dari individu tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal
kronis dilaporkan 1-3%. Dalam seminggu atau lebih onset, kebanyakan pasien
dengan GNAPS mulai mengalami resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi.
Tingkat C3 dapat kembali normal dalam waktu 8 minggu setelah tanda pertama
GNAPS. Proteinuria dapat bertahan selama 6 bulan dan hematuria mikroskopik
hingga 1 tahun setelah onset nefritis.

Akhirnya, semua kelainan kemih harus menghilang, hipertensi harus


mereda, dan fungsi ginjal harus kembali normal. Pada orang dewasa dengan
GNAPS, pemulihan penuh fungsi ginjal dapat diharapkan hanya dalam waktu
setengah dari pasien, dan prognosis suram pada pasien dengan diabetes
glomerulosclerosis mendasarinya. Beberapa pasien dengan nefritis akut
mengembangkan gagal ginjal progresif cepat.
Sekitar 15% dari pasien pada 3 tahun dan 2% dari pasien pada 7-10 tahun
mungkin memiliki proteinuria persisten ringan. Prognosis jangka panjang belum
tentu berbahaya. Beberapa pasien mungkin mengembangkan hipertensi,
proteinuria, dan insufisiensi ginjal selama 10-40 tahun setelah penyakit awal.
Imunitas terhadap protein M adalah tipe-spesifik, tahan lama, dan pelindung.
Episode berulang dari GNAPS karena itu tidak biasa.
Prognosis untuk GN pascainfeksi nonstreptococcal tergantung pada agen
yang mendasari, yang harus diidentifikasi dan ditangani. Umumnya, prognosis
53

yang lebih buruk pada pasien dengan proteinuria berat, hipertensi berat, dan
peningkatan yang signifikan dari tingkat kreatinin. Nefritis terkait dengan
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan infeksi kronis biasanya
sembuh setelah pengobatan infeksi.
Penyebab lain GNA memiliki hasil yang bervariasi dari pemulihan lengkap
untuk menyelesaikan gagal ginjal. Prognosis tergantung pada penyakit yang
mendasarinya dan kesehatan keseluruhan dari pasien. Terjadinya komplikasi
kardiopulmoner atau neurologis memperburuk prognosis.

54

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC.
Jakarta.2007
2. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta. 2002. h 345-353
3. Hay, William W, MD. Pediatric Diagnosis and Treatment Edisi keenambelas.
Penerbit McGraw-Hill (Asia). Singapura. 2003. H 698 699
4. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
5. Glomerulonefritis. In: Syaifullah, Muhammad, editors. Buku Ajar Nefrologi
Anak. 2002. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 323
6. Lyttle, John D. The Treatment of Acute Glomerulonephritis in Children. The
Bulletin. Hlm : 212 221.
7. Sanjad, Sami. Acute Glomerulonephritis in Children : A review of 153 cases.
Southern Medical Journal. 1977. Hlm : 1202 1206.
8. Geetha, Duvuru. Glomerulonephritis, Poststreptococcal [online]. 2010 [Dikutip
tanggal

Desember

2012].

Tersedia

pada

http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview
9. Anonim. Glomerulonephritis [online]. 2011[dikutip tanggal 4 Desember 2012].
Tersedia

pada

http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTION=c
auses
10. Rammelkamp, Jr., Charles H. Dan Robert S. Weaver. Acute Glomerulonephritis.
The Significance of the Variations in the Incidence of the Disease. 1952. Hlm :
345 358.

55

Anda mungkin juga menyukai