Tipus Gna Thiea
Tipus Gna Thiea
GLOMERULONEFRITIS AKUT
I.
Anatomi Ginjal
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (terdiri dari glomerulus
dan tubulus). Pada manusia, pembentukan nefron telah selesai pada janin 35
minggu, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari.
Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir. Karena
tidak ada nefron baru yang dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara
28
progresif karena proses infeksi saluran kemih atau refluks dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan ginjal.
II.
Histologi Ginjal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (juxtamedullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis.
29
2.
30
Gambar 2. Sayatan melintang glomerulus dan kapiler
glomerulus
III.
Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstraseluler dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstraseluler ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi:
1. Fungsi ekskresi
a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
b. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
c. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
e. Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti obat, pestisida,
toksin, dan berbagai zat eksogen yang masuk ke dalam tubuh.
31
kalikrein,
suatu
enzim
proteolitik
dalam
berbagai
hormon,
seperti
32
33
= 0,33
= 0,45
1 12 tahun
= 0,55
Kategori
Risk
Injury
Clearance (eCCl)
eCCl menurun 25%
eCCl menurun 50%
Failure
jam
<0.3 cc/ kgBB/ jam selama 24
Loss
End Stage
IV.
Definisi
Etiologi
34
infeksi
streptokokus
beta-hemolitik
tidak
terjadi.
GNA
telah
parasit
atau
jamur
glomerulonefritis
ke
etiologi
Cryoglobulinemia
Hal
ini
menyebabkan
jumlah
abnormal
dan
proliferasi
sel
mesangial
akibat
pengendapan
36
VI.
Sindrom Guillain-Barr
Serum sickness
Epidemiologi
anak usia 3-16 tahun adalah 15,5 kasus per tahun, dengan rasio laki-laki-keperempuan 1.1:1, kejadian saat ini tidak jauh berbeda.
Variasi geografis dan musiman dalam prevalensi GNAPS lebih tampak pada
GNA akibat faringitis dibandingkan dengan penyakit kulit. Mortalitas pada
penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada predileksi rasial. Pada
laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita. GNAPS sering terjadi pada
anak usia 5-15 tahun. GNA dominan menyerang anak laki-laki dibanding anak
perempuan (ratio 2 : 1).
Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988
melaporkan 170 orang pasien penderita GNA yang dirawat di rumah sakit
pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung
(17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan
1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).
VII.
Patogenesis
Lesi pada glomerulus di GNA adalah hasil dari deposisi kompleks imun
pada glomerulus atau in situ. Pada penampilan kasar, ginjal dapat membesar
hingga 50%. Perubahan histopatologis termasuk pembengkakan gelung
glomerulus
dan
infiltrasi
oleh
sel
polimorfonuklear.
Imunofluoresensi
terhadap
antigen
lainnya,
seperti
antistreptolysin
atau
38
39
40
2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme
edema pada sindrom nefrotik. Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi
glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan
histopatologis
(pembengkakan
sel-sel
endotel,
proliferasi
sel
Peranan
sistem
renin-angiotensin-aldosteron
biasanya
pada
Substansi
renal
medullary
hypotensive
factors,
diduga
Beberapa
hipotesis
yang
berhubungan
telah
dikemukakan
dalam
41
cairan
dan
hipervolemi
tanpa
gagal
jantung
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat karena terjadinya
perubahan warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin
berhubungan dengan komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan
sebagainya. Selanjutnya perlu digali lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut
mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada anak dengan GNA biasanya
digambarkan sebagai "coke," "teh," atau berwarna seperti asap. Warna darah
merah terang dalam urin lebih mungkin konsekuensi masalah anatomi seperti
urolithiasis dari glomerulonefritis.
Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA
hampir selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah
pada cystitis hemorrhagik akut daripada penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa
sebelumnya akan menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati.
Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari
komplikasi GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah
42
c) Edema periorbital
d) Gejala nonspesifik
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tandatanda vital, terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99
untuk usia anak, jenis kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan
perubahan dalam status kejiwaan, dibutuhkan perhatian. Takikardia dan tachypnea
mengarah ke gejala overload cairan. Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan
cermat dapat memberikan bukti perdarahan, menunjukkan kemungkinan salah
satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegners granulomatosis.
Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus barubaru ini. Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan
atau keterlibatan paru yang memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru.
Pemeriksaan perut sangat penting. Ascites mungkin hadir jika ada komponen
nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali mungkin menunjuk ke gangguan
sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai HSP.
Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi
ini cenderung menjadi edema berotot yang lebih halus daripada karakteristik
edema pitting dari sindrom nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema
periorbital atau mata tampak sembab. Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom
nefrotik juga, dan orchitis merupakan temuan sesekali di HSP.
Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam GNA.
Ruam pada HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin
halus dan terbatas pada bokong atau punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi
pada beberapa gangguan multisistem dengan GNA. Sendi kecil (misalnya, jari)
lebih khas SLE, sementara atau keterlibatan lutut terlihat dengan HSP.
44
b) Edema
Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat
ke dokter.
c) Hipertensi
d) Oliguria
e) Hematuria
45
X.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat
oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis
akut pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus
tidak memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang
lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun
terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat memastikan
bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi
streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk
menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis, dan 80%
pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase
(anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah
faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan
dan akan menurun setelah beberapa bulan.
46
Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang
menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan
terjadi sindrom nefrotik.
Indikasi Relatif:
47
Anuria
Indikasi Absolut:
XI.
Diagnosis
Glomerulonefritis akut didiagnosis dengan menemukan riwayat hematuria,
edema, hipertensi, atau gejala nonspesifik seperti malaise, demam, nyeri
abdomen. Didukung dengan pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya
overload cairan (edema dan hipertensi), perubahan berat badan baru-baru ini,
asites atau efusi pleura, kemerahan pada kulit, pucat, nyeri ketok pada sudut
kostovertebra, pemeriksaan neurologis yang abnormal, dan lain-lain.
Diagnosis
Clinical Manifestations
Poststreptococcal glomerulonephritis Microscopic
or
gross
Hemolytic-uremic syndrome
hematuria,
and petechiae
Microscopic hematuria, palpable purpura,
abdominal
pain,
tender
subcutaneous
Immunoglobulin A nephropathy
Microscopic
hematuria
proteinuria;
infections
Gross hematuria microscopic, rash
(malar, discoid, vasculitic) and arthralgias
Alport syndrome
or arthritis
Microscopic
or
gross
hematuria,
Komplikasi
Pengembangan menjadi sclerosis jarang pada pasien yang khas, namun pada
0,5-2% dari pasien dengan GNA, tentu saja berlangsung ke arah gagal ginjal,
berakibat pada kematian ginjal dalam waktu singkat. Urinalisis yang abnormal
(yaitu, microhematuria) dapat bertahan selama bertahun-tahun. Penurunan
ditandai dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) jarang. Edema paru dan hipertensi
dapat terjadi. Edema anasarka dan hipoalbuminemia dapat terjadi akibat
proteinuria berat.
Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir organ
dalam sistem saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat berkembang
pada pasien yang hadir dengan hipertensi berat, ensefalopati, dan edema paru.
Komplikasi GNA meliputi:
Hipertensi retinopati
Hipertensi ensefalopati
GN cepat progresif
Sindrom nefrotik
60 ml/mnt/1,73 m2), BUN > 50 kg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah
letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.
Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau antihipertensi. Bila hipertensi
ringan (sistolik 130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya diobservasi tanpa
diberi terapi. Hipertensi sedang (sistolik > 140-150 mmhg dan diastole > 100
mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau IM, nifedipin oral atau
sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari
daripada memberi antihipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan
hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,030,1 mg/kgbb (1-3 mg/m2) IV, natrium nitroprusid 1-8 mg/kgbb/mnt. Pada krisis
hipertensi (sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5
mg/kgbb IV secara cepat bersama furosemid 2 mgg/kgbb IV. Pilihan lain klonidin
drip 0,002 mg/kgbb/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual
0,25-0,5 mg/kgbb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan
cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan
tubuh/hari) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan
tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2 mg/kgbb, 1-2 kali/hari.
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun,
pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme
dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathin penisilin 50.000 U/kgbb IM atau eritromisin oral 40 mg/kgbb/hari
selama 10 hari bila 17 pasien alergi penisilin.
Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal dan
hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea < 75 mg/dL atau 100
mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgbb/hari. Pada edema
berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila
edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/hari. Bila disertai
50
oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang
menetap, terjadi pada 5-10% anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan
berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.
Glomerulonephritis
Endocapillary
glomerulonephritis
Mesangioproliferative
glomerulonephritis
None required
Acute
self resolving
nephritic
phase:
inflammation
cyclophosphamide,
where
renal
declining
and
mycophenolate
especially
mofetil function
basement
immunosuppression takes
effect
positive
>500
Suppression of antibody
and cellular immune arms
for Removal
of
or ANCA/immune
pulmonary haemorrhage
complexes?
Removal
of
proinflammatory
cytokines?
Immune
mediated RPGN
MCGN
type
variant
If idiopathic as for ANCA Suppression of antibody
positive vasculitis
response
2
I: Steroids 40 mg/m alternate
idiopathic
decrease
cellular
proliferation
Dipyridamole (75100 mg
three times a day) in adults
only
Type I: hepatitis C
related
Alpha-interferon/ribavirin
Steroids, cyclophosphamide To
treat
inflammatory
(plasma exchange)
component
No specific therapy shown to
Type II
be helpful
Lupus nephritis
To
suppress
production
antibody
and
reduce
immune complexes
Intravenous/oral
cyclophosphamide
Mycophenolate
mofetil,
cyclosporin
XIV. Prognosis
52
Pada GNAPS, prognosis jangka panjang yang umumnya baik. Lebih dari
98% dari individu tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal
kronis dilaporkan 1-3%. Dalam seminggu atau lebih onset, kebanyakan pasien
dengan GNAPS mulai mengalami resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi.
Tingkat C3 dapat kembali normal dalam waktu 8 minggu setelah tanda pertama
GNAPS. Proteinuria dapat bertahan selama 6 bulan dan hematuria mikroskopik
hingga 1 tahun setelah onset nefritis.
yang lebih buruk pada pasien dengan proteinuria berat, hipertensi berat, dan
peningkatan yang signifikan dari tingkat kreatinin. Nefritis terkait dengan
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan infeksi kronis biasanya
sembuh setelah pengobatan infeksi.
Penyebab lain GNA memiliki hasil yang bervariasi dari pemulihan lengkap
untuk menyelesaikan gagal ginjal. Prognosis tergantung pada penyakit yang
mendasarinya dan kesehatan keseluruhan dari pasien. Terjadinya komplikasi
kardiopulmoner atau neurologis memperburuk prognosis.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC.
Jakarta.2007
2. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta. 2002. h 345-353
3. Hay, William W, MD. Pediatric Diagnosis and Treatment Edisi keenambelas.
Penerbit McGraw-Hill (Asia). Singapura. 2003. H 698 699
4. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
5. Glomerulonefritis. In: Syaifullah, Muhammad, editors. Buku Ajar Nefrologi
Anak. 2002. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 323
6. Lyttle, John D. The Treatment of Acute Glomerulonephritis in Children. The
Bulletin. Hlm : 212 221.
7. Sanjad, Sami. Acute Glomerulonephritis in Children : A review of 153 cases.
Southern Medical Journal. 1977. Hlm : 1202 1206.
8. Geetha, Duvuru. Glomerulonephritis, Poststreptococcal [online]. 2010 [Dikutip
tanggal
Desember
2012].
Tersedia
pada
http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview
9. Anonim. Glomerulonephritis [online]. 2011[dikutip tanggal 4 Desember 2012].
Tersedia
pada
http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTION=c
auses
10. Rammelkamp, Jr., Charles H. Dan Robert S. Weaver. Acute Glomerulonephritis.
The Significance of the Variations in the Incidence of the Disease. 1952. Hlm :
345 358.
55