Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA:

ASFIKSIA NEONATUS
Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada
saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan
tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,
1999)
Etiologi/ Penyebab Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu

Preeklampsia dan eklampsia

Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

Partus lama atau partus macet

Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)


33

2. Faktor Tali Pusat

Lilitan tali pusat

Tali pusat pendek

Simpul tali pusat

Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)

Kelainan bawaan (kongenital)

Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)


Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk

menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak
dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan
resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O 2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi
bradikardi dan penurunan TD.

34

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa
pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam
tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh,
sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi
tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

Warna kulit kebiruan

Kejang

Penurunan kesadaran

Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia
janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur,
hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam
35

air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi
yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan
keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan
oleh tiga tanda penting, yaitu :

Penafasan

Denyut jantung

Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat

keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi
tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan
untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk.
2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil,
digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
36

4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.


5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu. (Wiknjosastro, 2007).
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
1. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.
2. Memulai pernafasan
- Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
- Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada.
- Pengobatan

37

TINJAUAN PUSTAKA
SINDROMA GANGGUAN NAPAS
Definisi
Definisi Gangguan Napas adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai
dengan:
1. Takipnea: frekuensi napas 60 80 kali/menit
2. Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau (li bawah sternunl
(sub sternal) selama inspirasi
3. Napas cuping hidung: kembang kempis lubang hidung selama inspirasi
4. Merintih atau grunting: terdengar merintih atau menangis saat inspirasi
5. Sianosis: sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan biru lebam
atau warna membran mukosa. Sianosis sentral tidak pernah normal, selalu memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Mungkin mencerminkan abnormalitas jantung, hematorogik atau pernapasan yang harus dilakukan tindakan segera
6. Apnu atau henti napas (harus selalu di nilai dan dilakukan tindakan segera)
7. Dalam jam jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres respirasi (takipnea, retraksi,
napas cuping dan grunting) kadang juga dijumpai pada BBL normal tetapi tidak
berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena perubahan fisiologik akibat reabsorbsi
cairan dalam paru bayi dan masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal.
8. Bila takipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap pada beberapa jam setelah
lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas atau distress respirasi yang harus
dilakukan tindakan segera.1
Faktor predisposisi terjadinya distres respirasi

38

1. BKB : Paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang
melapisi rongga alveoli
2. Depresi neonatal (Kegawatan neonatal) :

Kehilangan darah dalam periode perinatal

Aspirasi mekonium

Pnemotoraks akibat tindakan resusitasi

Hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru

3. Bayi dari Ibu DM: terjadi respirasi distress akibat kelambatan pematangan paru
4. Bayi lahir dengan operasi sesar: Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasi
nya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (TTN)
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini atau air ketuban yang
berbau busuk dapat terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi mekonium
Klasifikasi gangguan napas
Gangguan napas dapat diklasifikasi berdasarkan pada mekanisme patofisiologi yang
mengakibatkan hipoksemia dan/atau hiperkarbia. Gangguan napas akut dapat terjadi akibat
salah satu dari keadaan abnormal berikut ini:

Rasio ventilasi alveolar dan perfusi pulmoner menjadi terbalik

Pirau intrapulmonal

Hipoventilasi

Difusi gas abnormal pada pertemuan alveolar dan kapiler

Berkurang nya konsentrasi 02 yang dihirup (Fi02)

Meningkatnya desaturasi vena dengan gangguan fungsi jantung ditambah satu atau lebih
faktor tersebut di atas.

Buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit,
membagi Klasifikasi gangguan napas, menjadi :

Gangguan napas ringan

Gangguan napas sedang

39

Gangguan napas berat

Secara rinci dapat dilihat pada tabel Klasifikasi lain dapat menggunakan skor Downes seperti

Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum sangat diperlukan,
antara lain tentang hal hal di bawah ini:

Prematuritas, sindrom gangguan napas, sindrom aspirasi mekonium, infeksi: pneumonia,


displasia pulmoner, trauma persalinan sungsang, kongesti nasal, depresi susunanssaraf
pusat, perdarahan susunan saraf pusat, paralisis nervus frenikus, takikardia atau
bradikardia pada janin, depresi neonatal, tali pusat menumbung, Bayi lebih bulan demam
atau suhu yang tidak stabil (pada pneumonia)
40

Gangguan SSP: tangis melengking, hipertoni, flasiditas, atonia, trauma, miastenia

Kelainan kongenital: arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenital lain: anomali


kardiopulmonal, abdomen cekung pada hernia diafragmatika, paralisis erb (paralisis
nervus frenikus, atresia khoanae, kongesti nasal obstruktip, meningkatnya diameter
anterior posterior paru, hippoplasi paru, trakheoesofageal fistula)

Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan, partus lama,
kulit ketuban pecah dini, oligohidramnion, penggunaan Obat yang berlebihan.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gannguan napas, berupa beberapa tanda
di bawah ini:

Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan gejala yang
menonjol

Sianosis

Retraksi

Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresis koanae, ditandai dengan
kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung

Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijaukekuningan pada tali pusat

Abdomen mengempis (scaphoid abdomen)

Buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah
Sakit memberi panduan sebagai berikut:
Tidak perlu membedakan antara pneumonia, sindrom distres respirasi (penyakit membran hialin)
atau aspirasi mekonium karena semuanya dapat menyebahkan gangguan napas dan mendapat
terapi yang serupa/ sama.
Diagnosis banding
1. Kelainan sistem respirasi

Obstruksi saluran napas atas: atresia koanae, web laringeal, higroma, gondok,
laringo/trakheornalasia, Sindroma Piere Robin

Respiratory Distress Syndrome = Hyalin Membran Disease


41

Transient Tachypnea of the Newborn

Pneumonia

Meconium Aspiration Syndrome

Pneumotoraks, atelektasis, perdarahan paru, efust pleura, palsi nervus frenikus

Malformasi kongenital (tntsalnya: fistula trakheoesotageal, hernia diafragmatika,

enrtisema lobaris, malformast kistik adenomatotd)

Proses lambat: displasia bronkhopulmoner

2. Sepsis
3. Sistem kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal jantung kongestif, PDA (Patent
ductus arteriosus), syok
4. Metabolik: keadaan yang dapat menyebabkan asidosis, hipo/hipertermia, gangguan
keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistem hemopoetik: Anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah secara akut,
yaitu: dapat mengaktbatkan syok hipovolemik atau kehilangan darah kronik yang dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif dan polisitemia)
6. Sistem Susunan Saraf Pusat: perdarahan, depresi farmakologik, "drug withdrawal
malformasi asfiksia saat lahir/depresi pernapasan

42

Pemeriksaan

penunjang

Tatalaksana
a. Gangguan napas berat
Semakin kecil bayi, kemungkinan terjadi gangguan napas semakin sering dan semakin berat.
pada bayi kecil (berat lahir 2500 gram atau umur kehamilan kurang 37 minggu) gangguan napas
sering memburuk dalam waktu 36 hingga 48 jam pertama, dan tidak banyak terjadi perubahan
dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.

Teruskan pemberian O dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi)

Tangani sebagai Kemungkinan besar sepsis.

Bila bayi menunjukkan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral, naikkan
pemberian pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan napas bayi semakin berat dan

43

sianosis sentral menetap walaupun diberikan 0 100%, bila memungkinkan segera rujtlk
bayi ke rumah sakit rujukan atau yang ada fasilitas dan mampu memakai ventilator
mekanik.

Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa Iambung untuk
mengosongkan cairan Iambung dan udara.

Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan.

Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan dinding
dada berkurang, warna kulit membaik) :
o Kurangi pemberian O secara bertahap;
o Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa Iambung;
o Bila pemberian Oksigen tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu. Jika bayi
tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif
cara pemberian minum.

Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:


o Frekuensi napas;
o Adanya tarikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi;
o Episode apnu.
o Periksa kadar glukose darah sekali sehari sampai setengah kebutuhan minum
dapat dipenuhi secara oral

Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi tampak
kemerahan tanpa terapi Oksigen selama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

b.

Gangguan napas sedang

Lanjutkan pemberian Oksigen dengan kecepatan aliran sedang.

Bayi jangan diberikan minum.

Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotika
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi Kemungkinan besar sepsis:
o Suhu aksiler 340C atau 390C;
o Air ketuban bercampur mekonium;
44

o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
18 jam.

Bila suhu aksiler 3436,50C atau 37,5390C tangani untuk masalah suhu abnormal
dan nilai ulang setelah 2 jam

Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan, ambil sampel
darah, dan berikan antibiotika untuk terapi Kemungkinan besar sepsis;

Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal, ulangi tahapan
tersebut diatas.

Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi
tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
Kemungkinan besar sepsis.

Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan
dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang) :
o Kurangi terapi 0ksigen secara bertahap.
o Pasang pipa Iambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
o Apabila tak diperlukan lagi pemberian Oksigen , mulailah melatih bayi menyusu.
Bila bayi tak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara
alternatif pemberian minum.
o Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian Oksigen selama 3 hari, minum baik
dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

c. Gangguan napas ringan


Beberapa BCB yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain
disebut Transient Tachypnea of the Newborn (TTN), terutama terjadi setelah bedah sesar.
Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.

Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

45

Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya,
terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan napas sedang atau berat
seperti tersebut di atas.

Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.

Kurangi pemberian Oksigen secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian Oksigen jika frekuensi napas antara 3060 kali/menit.

Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-60 kali/
menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan, bayi dapat dipulangkan.2

TINJAUAN PUSTAKA
NEONATAL INFEKSI
DEFINISI
Infeksi neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early
infection (infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi
diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi
yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.
PATOFISIOLOGI
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3 golongan,
yaitu:
a) Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melalui batas
plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang
dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
-

Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic inclusion


46

Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )

Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria monocytogenes.

Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah
ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan
amnion tersebut.

b) Infeksi Perinatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Mikroorganisme dari
vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah
lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam),
mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi
dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik
sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia.
Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari
vagina misalnya blenorea dan oral trush .
c) Infeksi Postnatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal
terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan
pemeriksaan fisik dan laboratarium.
Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala
infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalau
kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakan tanda
47

permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama
dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelainan kongenital tertentu, namun tiba-tiba
tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin
sekali disebabkan oleh infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian yang
tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu
mendapat perhatian yaitu :
-Malas minum
-Bayi tertidur
-Tampak gelisah
-Pernapasan cepat
-Berat badan turun drasti
-Terjadi muntah dan diare
-Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
-Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
-Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura (bercak
darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
-Terjadi edema
-Sklerema
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menentukan diagnosis neonatal infeksi :
a. Bell Squash score
-Partus tindakan (SC, forcep, vacum, sungsang)
-Ketuban tidak normal
-Kelainan bawaan
-Asfiksia
-Preterm
-BBLR

Hasil
< 4 observasi NI
4 NI

-Infeksi tali pusat


-Riwayat penyakit ibu
48

-Riwayat penyakit kehamilan


b. Gupte score
Prematuritas
Cairan amnion

berbau

busuk
Ibu demam
Asfiksia
Partus lama
Vagina tidak bersih
KPD

3
2

Hasil

2
2
1
2
1

5 NI

3-5 Screening NI

KLASIFIKASI DAN TATALAKSANA


Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu
berat dan infeksi ringan.
-

Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare


epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.

Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksi
umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.

1. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan sebelumnya
seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan gejala-gejala sistemik. Faktor
risiko :
-

Persalinan (partus) lama

Persalinan dengan tindakan

Infeksi/febris pd ibu

Air ketuban bau, warna hijau

KPD lebih dr 18 jam

Prematuritas & BBLR

Fetal distres

Tanda & gejala :


49

Reflek hisap lemah

Bayi tampak sakit, tidak aktif, dantampaklemah

Hipotermia atau hipertermia

Merintih

Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus

Prinsip pengobatan:
-

Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik

Pemeriksaan laboratorium rutin

Biakan darah dan uji resistensi

Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi

2. Meningitis pada Neonatus


Tanda dan gejala :
-

Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis

Kejang

UUB menonjol

Kaku kuduk

Pengobatan :
-

Gunakan antibiotic yang dapat menembus sawar otak dan diberikan dalam
minimal 3 minggu

Pungsi lumbal (atas indikasi)

3. Sindrom Aspirasi Mekonium


SAM terjadi pada intrauterin karena inhalasi mekonium dan sering menyebabkan
kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex menelan dan batuk yang belum
sempurna.
Gejala :
-

Pada waktu lahir ditemukan meconium staining

Letargia

Malas minum

Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)

Dicurigai bila ketuban keruhdan bau

Rhonki (+)
50

Pengobatan :
-

Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium staining dan
lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan napas

Bila setelah di suction rhonki masih (+), pasang ET

Bila setelah di suction rhonki (-) dilakan resusitasi

Terapi antibiotika secara empiris dan terapeutik

Cek darah rutin, BGA, GDS dan foto baby gram

4. Tetanus neonatorum
Etiologi
-

Perawatan tali pusat yang tidak steril

Pembantu persalinan yang tidak steril

Gejala
-

Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring (tenggorok)

Mulut mencucu seperti mulut ikan (trismus)

Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus

Tangan mengepal (boxer hand)

Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan

Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru

Tindakan
-

Segera berikan antikonvulsan dan bawa ke Rumah Sakit (hindari pemberian IM


karena dapat merangsang muscular spasm)

Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia

Pasang IV line dan OGT

Pemberian ATS 3000 6000 unit IM

Beri penisilin prokain G 200.000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10 hari

Rawat tali pusat

Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya rangsangan

5. Oftalmia Neonatorum

51

Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseriagonorrhoeae saat bayi
lewat jalan lahir. Dibagi menjadi 3 stadium :
-

Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme, mungkit
terdapat pseudomembran

Stadium supuratif
Berlangsung 2 3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat secret bercampur
darah, yang khas secret akan keluar dengan mendadak (muncrat) saat palpebra
dibuka

Stadium konvalesen
Berlangsung 2-3 minggu. Secret jauh berkurang, gejala lain tidak begitu hebat
lagi.

Penatalaksanaan
-

Bayi harus diisolasi

Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis setiap jam disusul dengan
pemberian salep mata penisilin

Berikan salep mata penisilin setiap jam selama 3 hari

Penisilin prokain 50.000 unit/kgbb IM

PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
o Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
o Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan infeksi.
o Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
o Pakai pakaian pelindung dan sarung tangan.
o Gunakan teknik aseptik.
o Pegang instrumen tajam dengan hati hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan atau
desinfeksi instrumen dan peralatan.
o Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
o Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.3

52

DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim, MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A (editors). Buku Ajar Neonatologi. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit
IDAI; 2014.p.126-35
2. Hermasen CL, Lorah KN. Respiratory Distress in the Newborn. Pennsylvania: American
Academy

of

Family

Physicians;

2007.

Available

at:

http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.pdf Accessed on: July 2014


3. Mupanemunda R and Watkinson M. Key Topics in Neonatology. 2 nd Ed. New York:
Taylor & Francis Group; 2005.
4. Lissauer T, Fanaroff AA. At a Glance: Neonatologi. In: Safitri, Amalia (editors). Jakarta:
Balai Penerbit Erlangga; 2009.p.96-9
5. Duke T, Kelly J, Weber M, English M, Campbell H. Hospital Care for Children in
Developing

Country.

Available

at:

http://www.ichrc.org/sites/www.ichrc.org/files/Indonesia.pdf Accessed on: June 2014

53

54

Anda mungkin juga menyukai