PENDAHULUAN
Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal. 1
Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks
ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena
penyebaran infeksi gigi.2
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
kavum nasi. Sinus sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah,
dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus
sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Sinus paranasalis (maksilaris,
frontalis, etmoidalis, dan sfenoid) adalah rongga di sekitar hidung yang selalu
terisi udara dan berhubungan dengan saluran hidung melalui ostium yang kecil.
Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk melembabkan,
menyaring, dan mengatur suhu udara yang akan masuk ke paru-paru.1
Sinus maksilaris, yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung
dan rongga mulut merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme patogen
lewat ostium sinus maupun lewat rongga mulut. Sinus yang dalam keadaan
fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan
menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme patogen.
Kebanyakan infeksi bakteri terjadi pada keadaan dimana terjadi gangguan fungsi,
obstruksi anatomi, inflamasi, drainase yang terganggu, dan perkembangan bakteri
yang berlebihan. Kemudian sinus akan dipenuhi dengan cairan purulen. Hal
tersebut terjadi karena proses inflamasi menyebabkan peningkatan sekresi dan
edema pada mukosa sinonasal. Dengan progresifnya komponen inflamasi, sekret
tersebut tertahan di dalam sinus paranasal yang dapat terjadi karena gangguan
fungsi silia dan obstruksi dari ostium sinus yang relatif kecil. Posisi ostium yang
melawan gravitasi secara tidak langsung juga menyebabkan buruknya drainase.
Obstruksi tersebut menyebabkan pengurangan tekanan parsial oksigen di dalam
sinus dan menyebabkan kondisi anaerobik di dalam sinus. Faktor-faktor inilah
yang menyebabkan kondisi yang ideal dalam pertumbuhan bakteri patogen, dan
menyebabkan sinusitis. Rinitis alergi dan infeksi virus pada saluran nafas atas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1,2,5,8
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.1
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring
(C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke
dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan
b.
c.
sinusitis.
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus
d.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan
ostium sinus maksila. 1,2,5,8
Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.
1,2
2.2 Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal
dan sinusitis sfenoid.1,2,3 Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan
sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang. Sinus maksila
disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh
karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih
tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya
tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi
(prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila,
(4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris
yang sempit, sehingga mudah tersumbat.1,5
Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis
maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat
sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan
jaringan mukosa. Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi
kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama
3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.1,2,4
2.3 Etiologi
Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama,
dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut
terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang
tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, Tulang yang
membungkus antrum maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya
tidak melebihi kertas pembungkus. 5,8
Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat
menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini
didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah infeksi ini
menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari
hidung. Prinsip terapi adalah pemberian antibiotik, irigasi sinus, dan koreksi
gangguan geligi. 6
2.4 Epidemologi
Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika,
lebih dari 30 juta penduduk per tahun menderita sinusitis. Wald di Amerika
menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis
yang berasal dari infeksi gigi.
Faktor
yang
paling
penting
yang
mempengaruhi
terjadinya
patogenesis
ostium.
Jika terjadi
hipooksigenasi,
yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus
dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi
mukus yang kurang baik pada sinus. 5,8
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan
faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui
dua cara, yaitu:
1.
lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk
dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren
pulpa.
Infeksi
ini
meluas
dan
mengenai
selaput
periodontium
meluas dan
10
11
pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan
produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni
sebagai nanah, tetapi mukopus.4
2.6
Gejala Klinis
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk
iritatif non-produktif juga seringkali ada nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan
telinga. Penciuman terganggu dan ada
perasaan penuh dipipi waktu membungkuk
ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala
waktu bangun tidur dan dapat menghilang
hanya bila peningkatan sumbatan hidung
sewaktu berbaring sudah ditiadakan.1,2,4,5
Gejala obyektif, pada pemeriksaan
sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata
bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau
nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip).1,4
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen
dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada
sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta
pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau
periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis
dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.5
12
2.7
Diagnosis
Diagnosis sinusitis maksilaris ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ada keluhan nyeri di daerah
muka dan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di hidung. Nyeri di
daerah pangkal hidung, pipi, dan tengah kepala mengarahkan tanda-tanda infeksi
sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau berat ini dirasakan apabila menundukkan kepala
yang dirasakan beberapa jam hingga beberapa hari.9
Sekret di hidung, perlu ditanyakan apakah pada satu atau kedua rongga
hidung, konsistensi sekret tersebut, encer, bening seperti air, kental, nanah atau
bercampur darah. Apakah sekret keluar pada saat pagi hari atau pada waktu
tertentu saja seperti saat musim hujan. Pada sinusitis hidung, sekret biasanya
13
berwarna kuning kehijauan dan disertai juga dengan keluhan sekret dari hidung
yang turun ke tenggorok disebut post nasal drip.9
Perlu ditanyakan apakah ada abnormalitas penciuman. Fluktuasi
penciuman berhubungan dengan sinusitis disebabkan karena obstruksi mukosa
fisura olfaktorius dengan atau tanpa alterasi degeneratif pada mukosa
olfaktorius.9,11
2. Pemeriksaan fisik sinus maksilaris
Tabel 2. pemeriksaan fisik sinus maksilaris12
Inspeksi
Palpasi dan
Rinoskopi anterior
Rinoskopi posterior
Perkusi
Pembengkakan
Nyeri tekan
Mukosa, konka
Lendir di
dan ketok
hiperemis dan
nasofaring
pipi
gigi
edema. Lendir
mukopurulen di
meatus medius.
14
disebut sinusitis rhinogen kronik bila berlangsung lebih dari 12 minggu dan
diagnosis dikonfirmasi dengan kompleks faktor klinis mayor dan minor dengan
atau tanpa adanya hasil pemeriksaan fisik. Tabel 3 berikut menunjukkan faktor
mayor dan minor yang berkaitan dengan diagnosis sinusitis rhinogen kronik. Bila
ada 2 atau lebih faktor mayor atau satu faktor mayor disertai 2 atau lebih faktor
minor maka kemungkinan besar sinusitis rhinogen kronik dapat ditegakkan. Bila
hanya satu faktor mayor atau hanya 2 faktor minor maka perlu menjadi
differensial diagnosis. 11
Tabel 3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan diagnosis sinusitis rhinogen kronik
terdiri dari faktor mayor dan minor11
Faktor mayor
Faktor minor
Sakit kepala
Demam
15
Obstruksi nasal
Lemah, lesu
dengan
penyakit
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen: 1,5
a. Atasi masalah gigi
b. Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur
mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.
c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin,
kortikosteroid dan irigasi sinus.
d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus
inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi
sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.
16
Akut
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik (2x24 jam). Antibiotik
yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan terapi
tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar
drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi,
diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka
pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.1-3,5
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan
dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka
dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi
diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus. 1,3
Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila
telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat
karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. 2,3
a.
Kronik
Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang
sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian
b.
evaluasi
kembali
dengan
pemeriksaan
nasoendoskopi,
e.
Proetz.
Pembedahan
Radikal:
Sinus maksila dengan operasi Caldwell-luc.
17
18
Indikasi relatif tindakan ini meliputi polip nasi simptomatik dan rinosinusitis
kronis atau rekuren simptomatik yang tidak respon dengan terapi medikamentosa.
Sekitar 75-95% kasus rinosinusitis kronis telah dilakukan tindakan BSEF. 1,5,11
Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang menghambat
KOM dan memfasilitasi drainase dengan tetap mempertahankan struktur anatomi
normal (gambar 3)
19
Komplikasi
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan
derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan
ini harus rutin dilakukan pada sinusitis rekuren, kronis atau berkomplikasi. 1,2,10
Komplikasi Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
20
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan
dapat menimbulkan infeksi isi orbita. 1,5,8
Terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
infeksi sinus ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan
pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus
ethmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata
yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses
orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui
saluran vena ke dalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase
secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan
penyebaran infeksi.
e. Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis
kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan
2.11
Prognosis
Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan
22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama
: Mariyanah
Umur
: 29 Tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Bali
Agama
: Hindu
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
: Desa Selat
23
24
Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit yang sama dengan pasien.
Riwayat pada keluarga menderita alergi dan penyakit sistemik seperti kencing
manis, tekanan darah tinggi, kelainan metabolik lainnya disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pegawai swasta. Riwayat merokok dan minum alkohol
disangkal.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Vital Sign
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Denyut Nadi
: 80 kali/menit
Respirasi
: 16 kali/menit
Temperatur Aksila
: 36,9oC
Status General
Kepala
: Normocephali
Mata
THT
Leher
Thorak
Abdomen
Ekstremitas
Kanan
Normal
Lapang
Tidak ada
Intak
Tidak ada
Normal
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Kiri
Normal
Lapang
Tidak ada
Intak
Tidak ada
Normal
25
Rinne
Schwabach
BOA
Tympanometri
Audiometri
Nada Murni
BERA
OAE
Tes Alat Keseimbangan
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi
Hidung
Hidung Luar
Kavum Nasi
Septum
Discharge
Mukosa
Tumor
Konka
Koana
Kanan
Normal
Normal
Tidak ada deviasi
Jernih
Normal
Tidak ada
Normal
Normal
Tenggorok
Dispneu
Sianosis
Mucosa
Dinding belakang faring
Stridor
Suara
Tonsil
Pemeriksaan gigi:
Kiri
Normal
Sempit
Tidak ada deviasi
Kekuningan
Hiperemi
Tidak ada
Kongesti
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemi
Granulasi (-), post nasal drip (+)
Tidak ada
Normal
T1/ T1
Gigi berlubang (+), nyeri tekan dan ketok pada gigi (+)
3.4
Resume
Pasien perempuan, usia 29 tahun, mengeluh hidung tersumbat sejak 4 hari
yang lalu disertai dengan dahak bening yang melengket dan dirasakan mengalir ke
tenggorokkan. Pasien juga mengeluh sering bersin terutama di pagi hari dan
berkurang saat hari semakin siang. Pasien juga mengeluh nyeri seperti tertekan di
daerah pangkal hidung dan pipi. Pasien mengeluh lemah dan lesu beberapa hari
terakhir. Riwayat alergi dan penyakit sistemik disangkal oleh pasien. Pasien
pernah berobat ke dokter umum untuk keluhannya.
Pemeriksaan Fisik :
1. Status Present
2. Status General
BAB IV
PEMBAHASAN
27
Sinusitis adalah kondisi inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari
keempat rongga berpasangan yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis).
Menurut anatomi yang terkena, sinusitis daibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis
etmoidalis, sinusitis maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis. Jadi, sinusitis maksilaris
adalah suatu kondisi inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.3,4
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.
Dirasakan hidung tersumbat, seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk
iritatif non-produktif juga seringkali ada nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan
telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk
ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat
menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah
ditiadakan.1,2,4,5
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak
mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada
rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).1,4
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen
dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada
sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta
pengeluaran pus yang berbau busuk.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan
tanda vital, status general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan general
pasien, dalam batas normal. Pada status THT, dari pemeriksaan telinga didapatkan
dalam batas normal. Pada pemeriksaan hidung didapatkan cavum nasi kanan
normal, kiri menyempit, mukosa hiperemi, sekret pada kavum nasi kanan
berwarna jernih dan kiri berwarna kekuningan, terdapat kongesti pada konka nasi
28
kiri. Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat hiperemi pada mukosa faring dan post
nasal drip pada dinding belakang faring.
Berdasarkan teori, diagnosis sinusitis kronik ditegakkan menurut Task
Force on Rhinosinusitis (TFR) 1996 disponsori oleh American Academy of
Otolaryngology/Head and Neck Surgery (AAO-HNS) disebut sinusitis akut bila
berlangsung kurang dari 4 minggu dan diagnosis dikonfirmasi dengan kompleks
faktor klinis mayor dan minor dengan atau tanpa adanya hasil pemeriksaan fisik.
Pada pasien ini memenuhi kriteria 4 faktor mayor yaitu adanya nyeri pada wajah,
rasa penuh di daerah wajah, perasaan tersumbat pada hidung, dan sekret pada
nasal, pada hidung yang mulai dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Ditemukan juga 3
faktor minor berupa lemah, lesu, demam, bau nafas busuk, beberapa hari
terakhir.11
Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fisik pasien sinusitis yang dapat
dilakukan adalah inspeksi ditemukan pembengkakan pada muka dan pipi, palpasi
dan perkusi ditemukan nyeri tekan dan ketok gigi, gigi berlubang, rinoskopi
anterior ditemukan mukosa hiperemis dan konka edema, serta lendir mukopurulen
di meatus medius, rinoskopi posterior ditemukan lendir di nasofaring. Pada pasien
sudah dilakukan pemeriksaan fisik sesuai teori dan ditemukan hasil yang sesuai
dengan sinusitis maksilaris dentogen.12
Berdasarkan teori, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus-sinus yang besar seperti sinus maksilla dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa. Pada
pasien ini belum dilakukan foto waters namun telah diusulkan.12
Bedasarkan teori, penyebab ternyadinya sinusitis dibagi menjadi 2 yaitu:
sinusitis
rhinogen
(penyebabnya
dari
hidung)
dan
sinusitis
odontogen
(penyebabnya dari infeksi gigi). Pada pasien ini sudah ditanyakan ada keluhan
gigi berlubang. Pada pemeriksaan gigi ditemukan gigi berlubang pada gigi bagian
atas kiri, nyeri tekan dan ketok pada gigi (+). Pasien juga mengeluhkan sering
keluar sekret kekuningan pada pagi hari dan berbau busuk. Sehingga disini untuk
penyebab sinusitis diperkirakan berasal dari gigi pasien yang berlubang
dentogen).8
29
BAB III
PENUTUP
30
3.1 Kesimpulan
Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih
mukosa sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi. 10% kasus
sinusitis dengan sumber odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas. 1,2
Meskipun sinusitis dentogen adalah kondisi yang relatif umum, patogenesisnya
masih belum jelas serta masih kurangnya konsensus mengenai gejala klinis,
pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen dapat terjadi melalui
dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di
salam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau
limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi
anterior dan rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang
berupa transluminasi, foto rontgen, CT-Scan dan MRI.
Bila sinusitis disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung
berbau. Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan
obat-obatan; antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi
sinus serta operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi
meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi
sinus frontal dan bedah sinus endoskopik fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
31
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter
URL
http://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/cara-
32
dari
URL
http://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional
_Revisi_pada_Rinosinusitis_Kronis.pdf Diunduh tanggal 9 Februari 2013
12. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi
sinusitis maksila dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah
Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhati.
33