Preskas - CHF CKD DM
Preskas - CHF CKD DM
Oleh:
Ayu Reskianingsih (1111103000092)
Hanindyo Riezky Beksono (11111103000039)
Herlina Rahmah (1111103000062)
Pembimbing:
dr. Irma Mardiana, SpJP
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala nikmatnyakami dapat
menyelesaikan makalah presentasi kasusini yang berjudul Gagal Jantung
Kongestif e.c Penyakit Jantung Hipertensi disertai Gagal Ginjal Kronik dan Diabetes
Mellitus Tipe II.
Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas dalam kepaniteraan klinik di stase kardiologi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
berbagai
pihak
yang
telah
membantu
dalam
penyusunan
dan
Penyusun
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
No. RM
Nama
Usia
Jenis kelamin
Tempat, tanggal lahir
Pekerjaan
Pendidikan terakhir
Status pernikahan
Alamat
Selatan
Agama
Pasien datang ke IRNA
: 00796530
: Tn. LI
: 51 tahun
: Laki-laki
: Bukit Tinggi, 10/08/1964
: Wiraswasta
: SMA
: Sudah Menikah
: Petarungan Utara Pesangrahan, RT/RW 001/0001, Jakarta
: Islam
: 19 agustus 2015
jantung berdebar-debar, keringat dingin, nyeri ulu hati, mual dan muntah disangkal
pasien.
Saat ini pasien mengaku merasakan kurang nafsu makan dan badan lemas.
Pasien masih tidur dengan posisi kepala ditinggikan dengan menggunakan batal
atau dengan posisi duduk. Sesak masih dirasakan tetapi agak berkurang dibanding
saat masuk ke IGD. Selain itu pasien juga mengeluh belum BAB selama 3 hari.
Sedangkan BAK menggunakan selang dengan jumlah urin yang sedikit, namun
saat akan BAK pasien masih merasakan adanya rangsangan ingin BAK.
Selain itu, pasien juga mengaku mengalami penurunan fungsi penglihatan
pada kedua matanya. Terutama pada mata kiri yang sudah tidak bisa melihat sama
sekali namun pada mata kanan masih bisa melihat cahaya.
Pasien mengaku mempunyai riwayat tekanan darah tinggi yang diketahui
sejak 5 tahun yang lalu dan riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu.
Pasien mengaku sering kontrol ke rumah sakit untuk penyakit yang diderita dan
minum obat teratur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku mempunyai riwayat katarak pada mata kanan dan telah di
operasi 10 tahun yang lalu. Riwayat alergi, asma, kolesterol, penyakit jantung,
infeksi paru, liver, dan ginjal di sangkal oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat ibu
pasien mengalami diabetes mellitus diakui pasien. Riwayat penyakit hipertensi,
penyakit jantung dan alergi dikeluarga disangkal pasien.
e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien mengaku mempunyai kebiasaan merokok sejak usia kurang lebih 20
tahun namun setelah mengalami kondisi seperti saat ini pasien sudah mengurangi
kebiasaan merokoknya. Biasanya pasien merokok sekitar 1 bungkus/hari.
Kebiasaan minum alkohol, memakai jarum suntik dan mengkonsumsi obat-obatan
terlarang disangkal pasien.
Pasien mengaku jarang berolahraga dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
ikan asin dan makanan goreng-gorengan.
1.3 Pemeriksaan Fisik
A Status generalis
a Keadaan umum
b Kesadaran
c Tinggi badan
d Berat badan
e BMI
f Status gizi
B Tanda vital
a Tekanan darah
b Frekuensi nadi
c Frekuensi napas
d Suhu
: Sakit sedang
: Compos mentis
: 165 cm
: 95 kg
: 31 kg/m2
: Obesitas tipe 2
:
:
:
:
160/80 mmHg
92 x/menit
20x/menit
370C
C Kulit
a Warna
: Sianosis (-), ikterik (-)
b Jaringan parut
: Tidak ada
c Pigmentasi
: Tidak ada
d Suhu raba
: Hangat
e Lembab/kering : Kering
D Kepala
: Normochepali, deformitas (-), benjolan (-), rambut hitam beruban,
E
F
G
H
Auskultasi
Paru :
Inspeksi dada
Depan
Belakang
Palpasi dada
Depan
Belakang
Perkusi dada
Depan
MCL sinistra
: BJ I dan II reguller, gallop (-), murmur (-)
: abdomen buncit
: Supel, NTE (-), hepar dan lien tidak teraba
:Timpani, shifting dullness (-)
: BU (+) normal
K Ekstremitas
Atas
Bawah
+)
: Akral hangat (+/+), clubbing finger (-/-), edema pitting (+/
+)
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
(16/08/2015)
Parameter
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/KHER/RD
W
VER
HER
KHER
RDW
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT
0
Nilai rujukan
Hasil
13,2-17,3
33-45
5.000-10.000
1500.000440.000
4.40-5.90
8.3 g/dl
25 %
7.1 rbu/ul
273 rbu/ul
2.99 juta/ul
80.0
26.0
32.0
11.5
84.9
27.6
32.5
15.4
- 34
100.0
34.0
36.0
14.5
13
f
pg
g/dl
%
SGPT
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
DIABETES
Gula Darah
Sewaktu
Jantung
CK
CK MB
Troponin I
Analisa Gas
Darah
pH
pCO2
pO2
BP
HCO3
O2 Saturasi
BE Base Excess
Total CO2
Elektrolit Darah
Natrium
Kalium
Klorida
0 40
11
20 40
0.6 1.5
128mg/dl
5.0mg/dl
70 - 140
150 mg/dl
175
7 25
< 0.02
200 U/l
26 U/l
0.09 ng/mL
7.370 7.440
35.0 45.0
mmHg
83.0 108.0
21.0 28.0
95.0 99.0
- 2.5 2.5
19.0 24.0
7.309
21.2 mmHg
141.6 mmHg
757.0 mmHg
10.4 mmol/L
98.7 %
- 13.5 mmol/L
11.1 mmol/L
135 147
3.10 5.10
95 - 108
140 mmol/l
5.01 mmol/l
109 mmol/l
Nilai rujukan
Hasil
6.00 8.00
3.40 4.80
2.50 3.00
7.50 g/dL
4.00 g/dl
3.50 g/dl
175
7 25
< 0.02
158 U/l
20 U/l
0.08 ng/mL
(18/08/2015)
Parameter
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
Protein Total
Albumin
Globulin
JANTUNG
CK
CK MB
Troponin I
KIMIA KLINIK
Analisa Gas
Darah
pH
pCO2
pO2
BP
HCO3
O2 Saturasi
BE Base Excess
Total CO2
7.370 7.440
35.0 45.0
mmHg
83.0 108.0
21.0 28.0
95.0 99.0
- 2.5 2.5
19.0 24.0
7.316
30.9 mmHg
119.9 mmHg
757.0 mmHg
15.4 mmol/L
98.1 %
- 9.3 mmol/L
16.4 mmol/L
Pemeriksaan EKG
(16/08/2015)
Interpretasi EKG
Irama
QRS rate
Regularitas
Axis
Interval PR
Gelombang P
Kompleks QRS
ST Elevasi
ST Depresi
T inverse
Q patologis
Sinus rhytm
86 x/menit
Regular
Normoaxis
0.20 s
0.08 s
0.08 s
-
(18/08/2015)
Interpretasi EKG
Irama
QRS rate
Regularitas
Axis
Interval PR
Gelombang P
Kompleks QRS
ST Elevasi
ST Depresi
T inverse
Q patologis
(19/08/2015)
Sinus rhytm
86 x/menit
Regular
LAD
0.20 s
0.12 s
0.08 s
R di aVL 12 mm
S persistent di V5 dan V6
-
Interpretasi EKG
Irama
QRS rate
Regularitas
Axis
Interval PR
Gelombang P
Kompleks QRS
ST Elevasi
ST Depresi
T inverse
Q patologis
Sinus rhytm
86 x/menit
Regular
LAD
0.20 s
0.12 s
P bifasik di V1 dengan bagian inversi
dominan
0.08 s
R di aVL 12 mm
S persistent di V5 dan V6
-
1.5 Resume
Tn. IL, laki-laki, 51 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 1 hari SMRS.Sesak dirasakan sejak 1 bulan SMRS, hilang timbul. Sesak
dirasakan terutama saat beraktivitas ringan. Sesak dirasakan ketika malam hari dan suka
terbangun karena sesak. Posisi tidur nyaman dengan bantal tinggi atau setengah duduk.
Pasien merasakan badannya lemas dan kurang nafsu makan. BAK sedikit. Terdapat
penurunan fungsi penglihatan di kedua matanya. Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
dan DM sejak 10 tahun yang lalu, serta minum obat teratur. Riwayat Ibu pasien DM. Pasien
memiliki kebiasaan merokok selama kurang lebih 30 tahun sebanyak 1 bungkus/hari.
Pasien jarang olahraga, suka konsumsi ikan asin dan goreng-gorengan.
Pemeriksaan fisik didapatkan IMT 31 kg/m2 dengan status gizi obesitas tipe 2. Pada
tanda vital TD 160/80 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi napas 80 x/menit, suhu
370C. Pada pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+2 mmHg. Pada batasjantung didapatkan
batas jantung kanan di ICS 5 midclavicula line dextra, batas jantung kiri di ICS 6 anterior
axilla line sinistra, pinggang jantung setinggi ICS 3 midclavicula line sinistra. Pada
pemeriksaan paru terdapat ronkhi basah halus di basal di kedua lapang paru.
Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus rhytm, laju QRS 86 x/menit, reguler,
LAD, P 0.12 sec, P bifasik di V1 dengan bagian inversi dominan, R di aVL 12 mm dan S
persistent di V5 dan V6. Pada foto toraks didapatkan CTR 60 %, jantung kardiomegali dan
bendungan paru.
Pemeriksaan
laboratorium
didapatkan,Hb
8.3
g/dL,
Ureum128mg/dL,
Kreatinin5.0mg/dL, pH 7.316, pCO2 30.9, pO2 119.9, HCO3 15.4, BE 9.3, Total CO2
16.4.GDS 150 mg/dl.
1.6 Diagnosis
1.
2.
3.
4.
5.
1.7 Tatalaksana
Non farmakologi
o Konsul IPD
o Konsul Mata
o Diet rendah garam 1 gr
o Minum 1 liter / hari
Farmakologi
o Lasix 5 mg/jam
o Bicnat 50 meq dalam NaCl 0.9 % 200 cc dalam 5 jam
o Candesartan 1 x 16 mg
o Amlodipin 1 x 10 mg
o Aspirin 1 x 80 mg
o Laxadine 1 x C II
1.9Prognosis
-
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung adalah
suatu
keadaan
patofisiologis
yang
diakibatkan
oleh
ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output (CO) yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan O2 dan nutrisi pada jaringan tubuh meskipun tekanan pengisian
(filling pressure) telah meningkat. 1,2
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh secara adekuat
akibat gangguan struktural dan fungsional dari jantung menyebabkan sindroma klinik
kompleks berupa sesak nafas yang spesifik pada istirahat atau aktivitas, lemah, tidak
bertenaga. 1,2
Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association
Etiologi
Kelainan lain yang dapat menyebabkan gagal jantung diantaranya :
I. Myocardial damage (kerusakan otot jantung)
a. Miokarditis
b. Kardiomiopati (kardiomiopati dilatasi)
c. Penyakit jantung koroner
II. Beban ventrikel yang bertambah
o Kelebihan beban tekanan (pressure overload)
- Hipertensi sistemik
- Koarktasio aorta
- Stenosis aorta
- Stenosis pulmonal
- Hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer
o Kelebihan beban volume (volume overload)
- Regurgitasi mitral
- Regurgitasi aorta
- Ventricular septal defect (VSD)
- Atrial septal defect (ASD)
- Patent ductus arteriousus (PDA)
III. Restriksi dan Obstruksi pengisian ventrikel
o Stenosis mitral
o Stenosis tricuspid
o Tamponade jantung
o Kardiomiopati restriktif
o Perikarditis konstriktif
Komplikasi utama dari semua penyakit jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung
kongestif merupakan sindroma klinis ditandai oleh adanya keluhan dan penemuan
kilinis akibat fungsi ventrikel kiri yang abnormal, regulasi neurohormonal disertai
intoleransi terhadap beban fisik, retensi cairan dan menyebabkan umur pendek.
2. Forward vs backward failure
backward failure, ventrikel gagal memompa darah sehingga menyebabkan darah
terkumpul dan akan menyebabkan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang
bermuara ke dalam atrium juga naik, sehingga volume akhir siastolik meningkat.
Keadaan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya berakibat
gagal jantung kanan. Tanda khas backward failure adalah kongesti paru dan edema
yang menunjukan aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung tidak dapat memompa
darah dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama
semakin sedikit. Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi organ-organ vital
menurun : otak (mental confusion), otot skeletal (kelemahan), ginjal (retensi Na dan
H2O).
3. Gagal jantung sistolik dan diastolik
Gagal jantung dapat diakibatkan oleh fungsi sistolik yaitu ketidakmampuan
ventrikel untuk kontraksi secara normal sehingga tidak dapat memompakan darah atau
akibat fungsi diastolic yaitu kemampuan ventrikel untuk menerima darah dari atrium
berkurang disebabkan kemampuan relaksasi berkurang.
Manifestasi dari gagal jantung sistolik berhubungan dengan CO yang tidak adekuat
dengan lemah, letih, pengurangan toleransi latihan dan gejala lain dari hipoperfusi.
Gagal jantung sistolik ditandai oleh bertambahnya volume akhir diastolic yang mulamula dapat mencukupi stroke volume, tetapi kemudian disusul dengan ejection fraction
yang menurun. Gagal jantung diastolic ditandai oleh meningkatnya tekanan pengisian
pada ventrikel kanan atau kiri. Gagal jantung diastolic biasanya ditemukan pada pasien
gagal jantung dengan ejeksi fraksinya >50 %.
4. Gagal jantung akut dan kronik
Manifestasi klinis tergantung dari perjalanan penyakit dari gagal jantung tersebut.
Gagal jantung akut :
Seorang individu normal yang tiba-tiba terjadi kelainan anatomi atau fungsi jantung.
- MCI massif akut
Gagal jard5tntung kronik khas pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau penyakit
jantung multivalvular. Kongesti vaskular biasanya pada gagal jantung kronik.
5. Gagal jantung kanan dan kiri
Gagal jantung kiri timbul akibat adanya kelemahan ventrikel dalam berpompa
sehingga aliran darah yang ke sistemik berkurang kemudian darah akan terakumulasi
dalam ventrikel kiri. Semakin banyak darah terkumpul dalam ventrikel akan
menyebabkan adanya aliran balik akibatnya atrium akan terisi darah kemudian
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan vena pulmonalis dan paru sehingga
menimbulkan gejala sesak napas dan ortopneu. Sedangkan gagal jantung kanan terjadi
jika terdapat kelainan pada ventrikel kanan seperti hipertensi pulmonal, tromboemboli
paru, sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
PATOFISIOLOGI
Pada gagal jantung, terdapat kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium
sehingga menurunkan kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri
yang menurun akan mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) akan menyebabkan
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). LVEDP yang mengalami
peningkatan akan menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium
dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke
belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatakan tekanan kapiler dan
vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi
tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial.
Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi
edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup tricuspid atau mitral secara bergantian. Regurgitasi
fungsional ini dapat disebabkan oleh dilatasi annulus katup atrioventrikularis atau
perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendianae akibat dilatasi ruang.
Keadaan gagal jantung tersebut dapat menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
dengan tujuan mempertahankan fungsi jantung menghadapi beban hemodinamik yang
bertambah, baik volume maupun pressure overload.
Terdapat tiga mekanisme kompensasi primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergic
simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-angiontensin-aldosteron,
dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Aktivasi Sistem Renin-Angiontensin-Aldosteron (RAA)
Akibat CO yang menurun pada gagal jantung akan terjadi peningkatan sekresi renin
yang merangsang angiontensin II.
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal
kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah
kekuatan kontraksi.
Pada permulaan
gagal
jantung
(ringan)
aktivitas
sistem
adrenergic
dapat
Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium.
Hipertrofi meningkatakan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, sarkomer dapat
bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
Anamnesis
Pada anamnesis yang dapat ditemukan adalah paroksismal nocturnal dispnea, dyspnea
deffort, orthopnea, lemas, anoreksia dan mual, gangguan mental pada usia tua
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Takikardia
Gallop bunyi jantung ketiga
Peningkatan/ ekstensi vena jugularis
Refluks hepatojugular
Pulsus alternans
Kardiomegali
Ronkhi basah halus dikedua basal paru
Edema pretibial
Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan pericarditis
konstriktif,
j. Hepatomegaly
k. Pucat dan Berkeringat.
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, Pemeriksaan kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, gukosa,
elektrolit), Tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, lipid darah. Selain itu tes urinalisa untuk
mendeteksi proteinuria atau glukosuria
Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium tergantung dari penyakit dasar dan komplikasi
yang terjadi. Perubahan-perubahan yang khas pada kimia darah adalah adanya
hiponatremia, kadar kalium dapat normal atau menurun akibat terapi diuretik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN
Non farmakologi
Anjuran umum:
a. Edukasi untuk menerangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih dilakukan
Tindakan umum:
a. Diet (hindari obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan
1.5 liter pada gagal jantung ringa
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit
atau sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-80 %
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang.
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut
Diet Jantung
Prinsip diet :
keseimbangan status cairan dan elektrolit
Pemantauan status kalium dan suplementasi kalium pada keadaan hipokalemia
Pembatasan asupan Natrium hingga 2-3 gr/hari
Penyesuaian pembatasan cairan dilakukan menurut :
Respons pasien terhadap pengobatan
Kepatuhan terhadap pembatasan natrium
Intensitas/progresivitas penyakit
Makan 5-6 kali sehari dengan porsi kecil
Syarat terapi nutrisi :
Jumlah energi cukup
Protein cukup (0.8gr/kgBB)
Batasi lemak jenuh, kolestrol rendah (bila disertai dislipidemia)
Vitamin dan mineral cukup
Asupan garam dan cairan dibatasi (pada hipertensi dan edema)
Makanan mudah dicerna
Cukup serat
Bentuk makanan sesuai kondisi penyakit
Tujuan terapi nutrisi :
Memberi nutrisi secukupnya tanpa memberatkan jantung
Menurunkan berat badan, bila pasien gemuk
Mencegah atau menghilangkan edema/penimbunan garam dan air
DIET JANTUNG I
Pasien MCI, gagal jantung berat
Cairan 1-1.5 L/hari
Hanya untuk 1-3 hari
DIET JANTUNG II
Makanan saring/lunak
Jika edema/hipertensi: diet jantung
II + rendah garam
II + rendah garam
Sumber protein yang tinggi lemak (daging berlemak, jeroan, kepiting, keju, susu
full cream)
Sayuran/buah yang banyak mengandung gas (nangka, kol, sawi, lobak, kembang
kol, durian)
Sumber lemak jenuh (minyak kelapa sawit, santan kental)
Kopi, alkohol, minuman bersoda
Bumbu yang tajam dan merangsang
Makanan yang dianjurkan :
Sumber karbohidrat yang mudah dicerna (nasi, kentang tepung, beras, gula, dll)
Sumber protein yang rendah lemak (daging sapi tak berlemak, ayam tanpa kulit,
Source: Hunt SA et al. ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis and treatment of
chronic heart failure in the adult. Circulation. 2005 Sep 20;112(12):e154` 235.
KOMPLIKASI
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit
PROGNOSIS1,7,8
Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan
dengan derajat keparahannya. Data Firmingham yang dikumpulkan sebelum
penggunaan vasodilator untuk gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari
60% pada NYHA klas IV. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara
mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi kurang lebih sama. Sejumlah
faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung :
Urinalisis
Hemoglobin
Elektrolit darah
Ureum/kreatinin
Gula darah
Total kolestrol
Ekg menunjukan hipertrofi ventrikel kiri pada 20 50%.
Ekokardiografi dapat dilakukan karena lebih sensitif dan lebih spesifik dibandingkan
dengan Ekg. Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah :
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah).
B. KRITERIA
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
1
Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
LFG (ml/mn/1,73m2)
90
meningkat
2
30 59
sedang
4
15 29
berat
5
Gagal ginjal
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)
diabetes
obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada
transplantasi
Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
D. ETIOLOGI
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada
organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan
mata. Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan
penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi.
Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-
tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik
urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran
renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.
E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan
populasi
Glikemia
Obesitas
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
G. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas
Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik
ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat
di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH
ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema
paru sesak nafas
Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik
pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena
keparahan asidosis
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium
fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi.
Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang
melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan
permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis.
Sehingga
molekul
protein
berukuran
besar
seperti
albumin
dan
H. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
-
uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal.
GAMBARAN LABORATORIUM
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal,
terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan
pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi
di pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet
tinggi protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan
fosfat selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6
0,8/kg/hari, < 10 g
0,8/kg/hari, < 10 g
5 -25
keton
0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan
asam
amino
(ACE
inhibitor)
disamping
bermanfaat
untuk
11 12 g/dl.
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i.
Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium,
alluminium hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara
oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari
makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah
kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta
reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer
ii.
hidrokhlorida.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di
saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam
calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi
metastatik,
iii.
disamping
itu
juga
dapat
mengakibatkan
natrium.
Pembatasan
kalium
dilakukan
karena
mEq/lt.
Pembatasan
natrium
dimaksudkan
untuk
azotemia
(peningkatan
kadar nitrogen
darah, peningkatan
Etiologi
a. Gagal ginjal akut Prerenal.
Gagal ginjal akut prerenal adalah keadan yang paling ringan yang
dengan cepat dapat reversibel, jika perfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal
ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan
histologik//morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak
C.
Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah
renal dan ganggun fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah
jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius
bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstryksi vena atau arteri
bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak
secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium oliguria.
Volume urine 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia
biasanyaringan kecualibila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal
jntung/dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gejala nokturia (akibat
kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala mulai timbul sebagai
respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba.
Penderita biasanya tidak terrlalu memperhatikan gejala ini. Gejala
pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700ml
atau penderita terbangun untuk berkemihbeberapa kali pada waktu malam
hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan
malam hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi
juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal
c. Stadium III
Semua gejala semua sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya.
Gejala-gejal yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang,
kurang tidur, kejang-kejang dan akhrirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10% dari kadaaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok sehingga penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan hemeostatis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari
500ml/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mulamula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal,
kompleksperubahan biokimia dab gejala-gejala yang dinamakan sindrom
uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal/dialisis.
D.
Manifestasi Klinis
a. Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l. Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan
E.
Komplikasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Hiperkalemia
Hipertensi
Anemia
Asidosis metabolik
Kejang
Perikarditis
untuk reabsorpsi glukosa. Hal inilah yang membuat glukosuria bukan kriteria penegakkan
diagnosis diabetes melitus.
Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan untuk penentuan diagnosis diabetes
melitus adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan sampel darah plasma vena.
Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer dapat digunakan untuk tujuan
pemantauan hasil terapi. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan jika terdapat
keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :
A. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polifagia, polidipsi, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
B. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Cara menegakkan diagnosis diabetes melitus :
A. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
B. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl ditambah adanya keluhan klasik.
C. Tes toleransi oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, tetapi
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan, yaitu sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan membutuhkan persiapan khusus
jam
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Gambar 2. 1Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi Glukosa
Terganggu
BAB III
ANALISA KASUS
Tn. IL, laki-laki, 51 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan sejak 1 bulan SMRS, hilang timbul. Sesak
dirasakan terutama saat beraktivitas ringan. Sesak dirasakan ketika malam hari dan suka
terbangun karena sesak. Posisi tidur nyaman dengan bantal tinggi atau setengah duduk.
Pasien merasakan badannya lemas dan kurang nafsu makan. BAK sedikit. Terdapat
penurunan fungsi penglihatan di kedua matanya. Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
dan DM sejak 10 tahun yang lalu, serta minum obat teratur. Riwayat Ibu pasien DM. Pasien
memiliki kebiasaan merokok selama kurang lebih 30 tahun sebanyak 1 bungkus/hari.
Pasien jarang olahraga, suka konsumsi ikan asin dan goreng-gorengan.
Pemeriksaan fisik didapatkan IMT 31 kg/m2 dengan status gizi obesitas tipe 2. Pada
tanda vital TD 160/80 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi napas 80 x/menit, suhu
370C. Pada pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+3 mmHg. Pada batasjantung didapatkan
batas jantung kanan di ICS 5 midclavicula line dextra, batas jantung kiri di ICS 6 anterior
axilla line sinistra, pinggang jantung setinggi ICS 3 midclavicula line sinistra. Pada
pemeriksaan paru terdapat ronkhi basah halus di basal di kedua hemithoraks.
Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus rhytm, laju QRS 86 x/menit, reguler,
LAD,terdapat RVH dan LVH.. Pada foto toraks didapatkan CTR
55%, jantung
Diagnosis
1.
2.
3.
4.
5.
Diagnosis CHF ditegakkan karena pasien memiliki faktor risiko berupa hipertensi dan
diabetes melitus. Pada anamnesis didapatkan dyspneu, ortopneu, dan PND. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema pada ekstremitas atas dan bawah. Selain itu didapatkan
peningkatan JVP, Ronkhi basah halus di basal kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan penunjang, yaitu EKG didapatkan LAD, RVH, dan LVH. Rontgen
Thorax didapatkan kardiomegali dan bendungan paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing. 2009.
2. Braunwald, Eugene.Heart
Failure
in
Harrison's
Principles
of
Internal
failure: executive summary (update 2005): The Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Chronic Heart Failure of the European Society of Cardiology. Eur
Heart J. 2005 Jun;26(11):111540. [PMID: 15901669]