Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus Intergrasi

Gagal Jantung Kongestif e.c Penyakit Jantung Hipertensidisertai Gagal Ginjal


Kronik dan Diabetes Mellitus Tipe II

Oleh:
Ayu Reskianingsih (1111103000092)
Hanindyo Riezky Beksono (11111103000039)
Herlina Rahmah (1111103000062)

Pembimbing:
dr. Irma Mardiana, SpJP

KEPANITERAAN KLINIK KARIDOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala nikmatnyakami dapat
menyelesaikan makalah presentasi kasusini yang berjudul Gagal Jantung
Kongestif e.c Penyakit Jantung Hipertensi disertai Gagal Ginjal Kronik dan Diabetes
Mellitus Tipe II.
Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas dalam kepaniteraan klinik di stase kardiologi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
berbagai

pihak

yang

telah

membantu

dalam

penyusunan

dan

penyelesaian makalah ini, terutama kepada :


1. dr. Irma, SpJP selaku pembimbing presentasi kasus ini.
2. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Kardiologi RSUP Fatmawati atas
bantuan dan dukungannya.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah presentasi kasus ini
masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan
saran yang membangun guna penyempurnaan makalah presentasi
kasus ini sangat kami harapkan.
Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat
bagi kita semua,terutama dalam bidang Kardiologi.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 19 Agustus 2015

Penyusun

BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
No. RM
Nama
Usia
Jenis kelamin
Tempat, tanggal lahir
Pekerjaan
Pendidikan terakhir
Status pernikahan
Alamat
Selatan
Agama
Pasien datang ke IRNA

: 00796530
: Tn. LI
: 51 tahun
: Laki-laki
: Bukit Tinggi, 10/08/1964
: Wiraswasta
: SMA
: Sudah Menikah
: Petarungan Utara Pesangrahan, RT/RW 001/0001, Jakarta
: Islam
: 19 agustus 2015

Pengambilan data secara auto- dan allo-anamnesis tanggal 19 Agustus 2015


1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak napas memberat sejak 1 hari SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhan sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS. Keluhan
sesak napas sudah sering dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu SMRS.
Sesak napas dirasakan hilang timbul. Namun sekarang ini sesak napas yang
dirasakan semakin memberat. Sesak dirasakan terutama ketika pasien beraktivitas
ringan. Pasien mengatakan merasakan merasa sesak nafas ketika berjalan kaki
dari tempat tidurnya ke toilet yang ada di kamarnya.
Pasien mengaku sesak juga dirasakan ketika malam hari, sehingga pasien
sering terbangun dari tidur karena sesak napas. Saat tidur juga pasien merasa
sesak ketika tidur terlentang dan terasa lebih nyaman dengan bantal yang
ditinggikan atau sambil setangah duduk. Sesak napas yang dirasakan pasien tidak
disertai dengan bunyi ngik-ngik dan tidak dipengaruhi cuaca dingin atau debu.
Selain itu pasien juga mengaku sering batuk hingga terasa sesak nafas ketika
batuk. Batuk tidak berdahak dan tidak berdarah. Keluhan demam, nyeri dada,

jantung berdebar-debar, keringat dingin, nyeri ulu hati, mual dan muntah disangkal
pasien.
Saat ini pasien mengaku merasakan kurang nafsu makan dan badan lemas.
Pasien masih tidur dengan posisi kepala ditinggikan dengan menggunakan batal
atau dengan posisi duduk. Sesak masih dirasakan tetapi agak berkurang dibanding
saat masuk ke IGD. Selain itu pasien juga mengeluh belum BAB selama 3 hari.
Sedangkan BAK menggunakan selang dengan jumlah urin yang sedikit, namun
saat akan BAK pasien masih merasakan adanya rangsangan ingin BAK.
Selain itu, pasien juga mengaku mengalami penurunan fungsi penglihatan
pada kedua matanya. Terutama pada mata kiri yang sudah tidak bisa melihat sama
sekali namun pada mata kanan masih bisa melihat cahaya.
Pasien mengaku mempunyai riwayat tekanan darah tinggi yang diketahui
sejak 5 tahun yang lalu dan riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu.
Pasien mengaku sering kontrol ke rumah sakit untuk penyakit yang diderita dan
minum obat teratur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku mempunyai riwayat katarak pada mata kanan dan telah di
operasi 10 tahun yang lalu. Riwayat alergi, asma, kolesterol, penyakit jantung,
infeksi paru, liver, dan ginjal di sangkal oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat ibu
pasien mengalami diabetes mellitus diakui pasien. Riwayat penyakit hipertensi,
penyakit jantung dan alergi dikeluarga disangkal pasien.
e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien mengaku mempunyai kebiasaan merokok sejak usia kurang lebih 20
tahun namun setelah mengalami kondisi seperti saat ini pasien sudah mengurangi
kebiasaan merokoknya. Biasanya pasien merokok sekitar 1 bungkus/hari.
Kebiasaan minum alkohol, memakai jarum suntik dan mengkonsumsi obat-obatan
terlarang disangkal pasien.
Pasien mengaku jarang berolahraga dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
ikan asin dan makanan goreng-gorengan.
1.3 Pemeriksaan Fisik

A Status generalis
a Keadaan umum
b Kesadaran
c Tinggi badan
d Berat badan
e BMI
f Status gizi
B Tanda vital
a Tekanan darah
b Frekuensi nadi
c Frekuensi napas
d Suhu

: Sakit sedang
: Compos mentis
: 165 cm
: 95 kg
: 31 kg/m2
: Obesitas tipe 2
:
:
:
:

160/80 mmHg
92 x/menit
20x/menit
370C

C Kulit
a Warna
: Sianosis (-), ikterik (-)
b Jaringan parut
: Tidak ada
c Pigmentasi
: Tidak ada
d Suhu raba
: Hangat
e Lembab/kering : Kering
D Kepala
: Normochepali, deformitas (-), benjolan (-), rambut hitam beruban,
E
F
G
H

tidak mudah dicabut


Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Deformitas (-)
Leher
: JVP 5+2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis tidak teraba
: Batas jantung kanan di ICS 5 MCL dextra, batas jantung
kiri di ICS 6 AAL sinistra, pinggang jantung setinggi ICS 3

Auskultasi
Paru :
Inspeksi dada
Depan
Belakang
Palpasi dada
Depan
Belakang
Perkusi dada
Depan

MCL sinistra
: BJ I dan II reguller, gallop (-), murmur (-)

: Simetris saat statis dan dinamis


: Simetris saat statis dan dinamis
: Vokal fremitus sama dikedua lapang paru
: Vokal fremitus sama dikedua lapang paru
: Sonor dikedua lapang paru

Belakang : Sonor dikedua lapang paru


Auskultasi paru
: Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki basah halus (+/+)
Depan
Belakang : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki basah halus (+/+)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: abdomen buncit
: Supel, NTE (-), hepar dan lien tidak teraba
:Timpani, shifting dullness (-)
: BU (+) normal

K Ekstremitas
Atas

: Akral hangat (+/+), clubbing finger (-/-), edema pitting (+/

Bawah

+)
: Akral hangat (+/+), clubbing finger (-/-), edema pitting (+/

+)
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
(16/08/2015)
Parameter
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/KHER/RD
W
VER
HER
KHER
RDW
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT
0

Nilai rujukan

Hasil

13,2-17,3
33-45
5.000-10.000
1500.000440.000
4.40-5.90

8.3 g/dl
25 %
7.1 rbu/ul
273 rbu/ul
2.99 juta/ul

80.0
26.0
32.0
11.5

84.9
27.6
32.5
15.4

- 34

100.0
34.0
36.0
14.5

13

f
pg
g/dl
%

SGPT
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
DIABETES
Gula Darah
Sewaktu
Jantung
CK
CK MB
Troponin I
Analisa Gas
Darah
pH
pCO2
pO2
BP
HCO3
O2 Saturasi
BE Base Excess
Total CO2
Elektrolit Darah
Natrium
Kalium
Klorida

0 40

11

20 40
0.6 1.5

128mg/dl
5.0mg/dl

70 - 140

150 mg/dl

175
7 25
< 0.02

200 U/l
26 U/l
0.09 ng/mL

7.370 7.440
35.0 45.0
mmHg
83.0 108.0
21.0 28.0
95.0 99.0
- 2.5 2.5
19.0 24.0

7.309
21.2 mmHg
141.6 mmHg
757.0 mmHg
10.4 mmol/L
98.7 %
- 13.5 mmol/L
11.1 mmol/L

135 147
3.10 5.10
95 - 108

140 mmol/l
5.01 mmol/l
109 mmol/l

Nilai rujukan

Hasil

6.00 8.00
3.40 4.80
2.50 3.00

7.50 g/dL
4.00 g/dl
3.50 g/dl

175
7 25
< 0.02

158 U/l
20 U/l
0.08 ng/mL

(18/08/2015)
Parameter
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
Protein Total
Albumin
Globulin
JANTUNG
CK
CK MB
Troponin I

KIMIA KLINIK
Analisa Gas
Darah
pH
pCO2
pO2
BP
HCO3
O2 Saturasi
BE Base Excess
Total CO2

7.370 7.440
35.0 45.0
mmHg
83.0 108.0
21.0 28.0
95.0 99.0
- 2.5 2.5
19.0 24.0

7.316
30.9 mmHg
119.9 mmHg
757.0 mmHg
15.4 mmol/L
98.1 %
- 9.3 mmol/L
16.4 mmol/L

Pemeriksaan EKG
(16/08/2015)

Interpretasi EKG
Irama
QRS rate
Regularitas
Axis
Interval PR
Gelombang P
Kompleks QRS
ST Elevasi
ST Depresi
T inverse
Q patologis

Sinus rhytm
86 x/menit
Regular
Normoaxis
0.20 s
0.08 s
0.08 s
-

(18/08/2015)

Interpretasi EKG
Irama
QRS rate
Regularitas
Axis
Interval PR
Gelombang P
Kompleks QRS
ST Elevasi
ST Depresi
T inverse
Q patologis

(19/08/2015)

Sinus rhytm
86 x/menit
Regular
LAD
0.20 s
0.12 s
0.08 s
R di aVL 12 mm
S persistent di V5 dan V6
-

Interpretasi EKG
Irama
QRS rate
Regularitas
Axis
Interval PR
Gelombang P

Kompleks QRS
ST Elevasi
ST Depresi
T inverse
Q patologis

Pemeriksaan Radiologi Thoraks


(16/08/2015)

Sinus rhytm
86 x/menit
Regular
LAD
0.20 s
0.12 s
P bifasik di V1 dengan bagian inversi
dominan
0.08 s
R di aVL 12 mm
S persistent di V5 dan V6
-

Interpretasi Foto Toraks :


-Trakea relatif ditengah
-Mediastinum superior tidak melebar
-Jantung kesan membesar , CTR 80 %
-Aorta baik
-Pulmo: kedua hilus suram, coracan bronkovaskular meningkat, dan infiltrat di parakardial
kanan dan kiri
-Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma suram
-Tulang-tulang costae tak tampak kelainan
Kesan:
Kardiomegali dengan bendungan paru

1.5 Resume
Tn. IL, laki-laki, 51 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 1 hari SMRS.Sesak dirasakan sejak 1 bulan SMRS, hilang timbul. Sesak
dirasakan terutama saat beraktivitas ringan. Sesak dirasakan ketika malam hari dan suka
terbangun karena sesak. Posisi tidur nyaman dengan bantal tinggi atau setengah duduk.

Pasien merasakan badannya lemas dan kurang nafsu makan. BAK sedikit. Terdapat
penurunan fungsi penglihatan di kedua matanya. Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
dan DM sejak 10 tahun yang lalu, serta minum obat teratur. Riwayat Ibu pasien DM. Pasien
memiliki kebiasaan merokok selama kurang lebih 30 tahun sebanyak 1 bungkus/hari.
Pasien jarang olahraga, suka konsumsi ikan asin dan goreng-gorengan.
Pemeriksaan fisik didapatkan IMT 31 kg/m2 dengan status gizi obesitas tipe 2. Pada
tanda vital TD 160/80 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi napas 80 x/menit, suhu
370C. Pada pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+2 mmHg. Pada batasjantung didapatkan
batas jantung kanan di ICS 5 midclavicula line dextra, batas jantung kiri di ICS 6 anterior
axilla line sinistra, pinggang jantung setinggi ICS 3 midclavicula line sinistra. Pada
pemeriksaan paru terdapat ronkhi basah halus di basal di kedua lapang paru.
Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus rhytm, laju QRS 86 x/menit, reguler,
LAD, P 0.12 sec, P bifasik di V1 dengan bagian inversi dominan, R di aVL 12 mm dan S
persistent di V5 dan V6. Pada foto toraks didapatkan CTR 60 %, jantung kardiomegali dan
bendungan paru.
Pemeriksaan

laboratorium

didapatkan,Hb

8.3

g/dL,

Ureum128mg/dL,

Kreatinin5.0mg/dL, pH 7.316, pCO2 30.9, pO2 119.9, HCO3 15.4, BE 9.3, Total CO2
16.4.GDS 150 mg/dl.

1.6 Diagnosis
1.
2.
3.
4.
5.

CHF e.c HHD


Gagal ginjal kronik
DM Tipe II
Asidosis metabolik terkompensasi
Anemia ec penyakit kronik

1.7 Tatalaksana

Non farmakologi
o Konsul IPD
o Konsul Mata
o Diet rendah garam 1 gr
o Minum 1 liter / hari
Farmakologi
o Lasix 5 mg/jam
o Bicnat 50 meq dalam NaCl 0.9 % 200 cc dalam 5 jam
o Candesartan 1 x 16 mg
o Amlodipin 1 x 10 mg
o Aspirin 1 x 80 mg
o Laxadine 1 x C II

1.8 Anjuran Pemeriksaan


- Ekokardiografi
- Pemeriksaan urin
- USG ginjal
- Funduskopi

1.9Prognosis
-

Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung adalah

suatu

keadaan

patofisiologis

yang

diakibatkan

oleh

ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output (CO) yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan O2 dan nutrisi pada jaringan tubuh meskipun tekanan pengisian
(filling pressure) telah meningkat. 1,2
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh secara adekuat
akibat gangguan struktural dan fungsional dari jantung menyebabkan sindroma klinik
kompleks berupa sesak nafas yang spesifik pada istirahat atau aktivitas, lemah, tidak
bertenaga. 1,2
Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association

(Pathophysiology of Heart Disease- A Collaborative Project of Medical Students and


Faculty 5th -Lilly)

Derajat Gagal Jantung

Etiologi
Kelainan lain yang dapat menyebabkan gagal jantung diantaranya :
I. Myocardial damage (kerusakan otot jantung)
a. Miokarditis
b. Kardiomiopati (kardiomiopati dilatasi)
c. Penyakit jantung koroner
II. Beban ventrikel yang bertambah
o Kelebihan beban tekanan (pressure overload)
- Hipertensi sistemik
- Koarktasio aorta
- Stenosis aorta
- Stenosis pulmonal
- Hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer
o Kelebihan beban volume (volume overload)
- Regurgitasi mitral
- Regurgitasi aorta
- Ventricular septal defect (VSD)
- Atrial septal defect (ASD)
- Patent ductus arteriousus (PDA)
III. Restriksi dan Obstruksi pengisian ventrikel
o Stenosis mitral
o Stenosis tricuspid
o Tamponade jantung
o Kardiomiopati restriktif
o Perikarditis konstriktif

(Pathophysiology of Heart Disease- A Collaborative Project of Medical Students and


Faculty 5th -Lilly)
PEMBAGIAN GAGAL JANTUNG SECARA DESKRIPTIF
1. Gagal jantung kongestif (CHF)

Komplikasi utama dari semua penyakit jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung
kongestif merupakan sindroma klinis ditandai oleh adanya keluhan dan penemuan
kilinis akibat fungsi ventrikel kiri yang abnormal, regulasi neurohormonal disertai
intoleransi terhadap beban fisik, retensi cairan dan menyebabkan umur pendek.
2. Forward vs backward failure
backward failure, ventrikel gagal memompa darah sehingga menyebabkan darah
terkumpul dan akan menyebabkan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang
bermuara ke dalam atrium juga naik, sehingga volume akhir siastolik meningkat.
Keadaan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya berakibat
gagal jantung kanan. Tanda khas backward failure adalah kongesti paru dan edema
yang menunjukan aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung tidak dapat memompa
darah dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama
semakin sedikit. Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi organ-organ vital
menurun : otak (mental confusion), otot skeletal (kelemahan), ginjal (retensi Na dan
H2O).
3. Gagal jantung sistolik dan diastolik
Gagal jantung dapat diakibatkan oleh fungsi sistolik yaitu ketidakmampuan
ventrikel untuk kontraksi secara normal sehingga tidak dapat memompakan darah atau
akibat fungsi diastolic yaitu kemampuan ventrikel untuk menerima darah dari atrium
berkurang disebabkan kemampuan relaksasi berkurang.
Manifestasi dari gagal jantung sistolik berhubungan dengan CO yang tidak adekuat
dengan lemah, letih, pengurangan toleransi latihan dan gejala lain dari hipoperfusi.
Gagal jantung sistolik ditandai oleh bertambahnya volume akhir diastolic yang mulamula dapat mencukupi stroke volume, tetapi kemudian disusul dengan ejection fraction
yang menurun. Gagal jantung diastolic ditandai oleh meningkatnya tekanan pengisian
pada ventrikel kanan atau kiri. Gagal jantung diastolic biasanya ditemukan pada pasien
gagal jantung dengan ejeksi fraksinya >50 %.
4. Gagal jantung akut dan kronik
Manifestasi klinis tergantung dari perjalanan penyakit dari gagal jantung tersebut.
Gagal jantung akut :
Seorang individu normal yang tiba-tiba terjadi kelainan anatomi atau fungsi jantung.
- MCI massif akut

Blok jantung dengan rata-rata ventrikel lambat (<35/menit)


Takiaritmia dengan rata ventrikel sangat cepat (>180/menit)
Rupture katup akibat endokarditis infektif
Embolus paru

Gagal jard5tntung kronik khas pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau penyakit
jantung multivalvular. Kongesti vaskular biasanya pada gagal jantung kronik.
5. Gagal jantung kanan dan kiri
Gagal jantung kiri timbul akibat adanya kelemahan ventrikel dalam berpompa
sehingga aliran darah yang ke sistemik berkurang kemudian darah akan terakumulasi
dalam ventrikel kiri. Semakin banyak darah terkumpul dalam ventrikel akan
menyebabkan adanya aliran balik akibatnya atrium akan terisi darah kemudian
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan vena pulmonalis dan paru sehingga
menimbulkan gejala sesak napas dan ortopneu. Sedangkan gagal jantung kanan terjadi
jika terdapat kelainan pada ventrikel kanan seperti hipertensi pulmonal, tromboemboli
paru, sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
PATOFISIOLOGI
Pada gagal jantung, terdapat kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium
sehingga menurunkan kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri
yang menurun akan mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) akan menyebabkan
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). LVEDP yang mengalami
peningkatan akan menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium
dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke
belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatakan tekanan kapiler dan
vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi
tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial.
Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi
edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.

Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup tricuspid atau mitral secara bergantian. Regurgitasi
fungsional ini dapat disebabkan oleh dilatasi annulus katup atrioventrikularis atau
perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendianae akibat dilatasi ruang.
Keadaan gagal jantung tersebut dapat menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
dengan tujuan mempertahankan fungsi jantung menghadapi beban hemodinamik yang
bertambah, baik volume maupun pressure overload.
Terdapat tiga mekanisme kompensasi primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergic
simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-angiontensin-aldosteron,
dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Aktivasi Sistem Renin-Angiontensin-Aldosteron (RAA)
Akibat CO yang menurun pada gagal jantung akan terjadi peningkatan sekresi renin
yang merangsang angiontensin II.

Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis


Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan merangsang respon simpatis
kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis akan merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi

vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal
kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah
kekuatan kontraksi.
Pada permulaan

gagal

jantung

(ringan)

aktivitas

sistem

adrenergic

dapat

mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan denyut


jantung. Pada gagal jantung lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan
pengaruh angiotensin II untuk mempertahankan tekanan darah. Pada gagal jantung yang
makin berat (NYHA kelas IV) terjadi peningkatan afterload yang berlebihan akibat
vasokonstriksi dengan akibat penurunan curah jantung.

Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium.
Hipertrofi meningkatakan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, sarkomer dapat
bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang

mengakibatkan gagal jantung. Pertambahan jumlah sarkomer pada hipertrofi miokardium


akan meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
DIAGNOSIS
Gagal jantung kongestif dapat ditegakkan memerlukan 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 minor yang terjadi bersamaan. Dibawah ini adalah criteria diagnosis
CHF kiri dan kanan menuruf Framingham :

Anamnesis

Pada anamnesis yang dapat ditemukan adalah paroksismal nocturnal dispnea, dyspnea
deffort, orthopnea, lemas, anoreksia dan mual, gangguan mental pada usia tua

(Pathophysiology of Heart Disease-A Collaborative Project of Medical Students and


Faculty 5th -Lilly)

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Takikardia
Gallop bunyi jantung ketiga
Peningkatan/ ekstensi vena jugularis
Refluks hepatojugular
Pulsus alternans
Kardiomegali
Ronkhi basah halus dikedua basal paru
Edema pretibial
Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan pericarditis

konstriktif,
j. Hepatomegaly
k. Pucat dan Berkeringat.
Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, Pemeriksaan kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, gukosa,
elektrolit), Tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, lipid darah. Selain itu tes urinalisa untuk
mendeteksi proteinuria atau glukosuria
Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium tergantung dari penyakit dasar dan komplikasi
yang terjadi. Perubahan-perubahan yang khas pada kimia darah adalah adanya
hiponatremia, kadar kalium dapat normal atau menurun akibat terapi diuretik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto thorax: Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan retribusinya ke


apeks paru (opasifikasi hillus paru bisa sampai ke apeks) peningkatan tekanan

vaskular pulmonar, kadang kadang ditemukan efusi pleura.


EKG: membantu menunjukan etiologi gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofi dan
lain-lain) dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, depresi ST dan lain lain
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi dan struktur
jantung, katup perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah <35-40% atau
normal, kelainan katup (stenosis mitral, regurgitasi mitral, stenosis trikuspid atau
regurgitasi trikuspid), hipertropi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang-kadang
ditemukan dilatasi venntrikel kanan atau atrium kiri, efusi perikard, tamponade, atau
perikarditis.

PENATALAKSANAAN
Non farmakologi
Anjuran umum:
a. Edukasi untuk menerangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih dilakukan
Tindakan umum:
a. Diet (hindari obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan
1.5 liter pada gagal jantung ringa
b. Hentikan rokok

c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit
atau sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-80 %
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang.
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut
Diet Jantung
Prinsip diet :
keseimbangan status cairan dan elektrolit
Pemantauan status kalium dan suplementasi kalium pada keadaan hipokalemia
Pembatasan asupan Natrium hingga 2-3 gr/hari
Penyesuaian pembatasan cairan dilakukan menurut :
Respons pasien terhadap pengobatan
Kepatuhan terhadap pembatasan natrium
Intensitas/progresivitas penyakit
Makan 5-6 kali sehari dengan porsi kecil
Syarat terapi nutrisi :
Jumlah energi cukup
Protein cukup (0.8gr/kgBB)
Batasi lemak jenuh, kolestrol rendah (bila disertai dislipidemia)
Vitamin dan mineral cukup
Asupan garam dan cairan dibatasi (pada hipertensi dan edema)
Makanan mudah dicerna
Cukup serat
Bentuk makanan sesuai kondisi penyakit
Tujuan terapi nutrisi :
Memberi nutrisi secukupnya tanpa memberatkan jantung
Menurunkan berat badan, bila pasien gemuk
Mencegah atau menghilangkan edema/penimbunan garam dan air
DIET JANTUNG I
Pasien MCI, gagal jantung berat
Cairan 1-1.5 L/hari
Hanya untuk 1-3 hari

DIET JANTUNG III


Kondisi pasien tidak terlalu berat
Makanan lunak/biasa
Jika edema/hipertensi: diet jantung

DIET JANTUNG II
Makanan saring/lunak
Jika edema/hipertensi: diet jantung

III + rendah garam


DIET JANTUNG IV
Makanan biasa
Jika edema/hipertensi: diet jantung

II + rendah garam

II + rendah garam

Makanan yang tidak dianjurkan :


Sumber karbohidrat yang sukar dicerna (ubi, singkong, ketan)

Sumber protein yang tinggi lemak (daging berlemak, jeroan, kepiting, keju, susu

full cream)
Sayuran/buah yang banyak mengandung gas (nangka, kol, sawi, lobak, kembang

kol, durian)
Sumber lemak jenuh (minyak kelapa sawit, santan kental)
Kopi, alkohol, minuman bersoda
Bumbu yang tajam dan merangsang
Makanan yang dianjurkan :
Sumber karbohidrat yang mudah dicerna (nasi, kentang tepung, beras, gula, dll)
Sumber protein yang rendah lemak (daging sapi tak berlemak, ayam tanpa kulit,

ikan, susu skim, dll)


Sayuran/buah yang tidak mengandung gas (bayam wortel, labu siam, tauge, pisang,

pepaya jeruk, dll)


Sumber lemak tak jenuh (minyak jagung, minyak ikan, minyak zaitun)
Farmakologi 1, 7,8
Berdasarkan patofisiologis yang telah diuraikan di atas, konsep terapi farmakologis
saat ini ditujukan terutama pada :
1. Menurunkan afterload dengan ACE-inhibitor, atau antagonis kalsium.
2. Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis atau ibopamin.
3. Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretik. Diuretik juga dipakai
sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan badan.

Source: Hunt SA et al. ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis and treatment of
chronic heart failure in the adult. Circulation. 2005 Sep 20;112(12):e154` 235.

KOMPLIKASI
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit
PROGNOSIS1,7,8
Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan
dengan derajat keparahannya. Data Firmingham yang dikumpulkan sebelum
penggunaan vasodilator untuk gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari
60% pada NYHA klas IV. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara
mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi kurang lebih sama. Sejumlah
faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung :

Klinis : semakin buruk gejala pasein, kapasitas aktivitas dan gambaran

klinis, maka prognosisnya semakin buruk.


Hemodinamika : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi

ejeksi, prognosisnya semakin buruk.


Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin,
renin, vasopressin dan peptide natriuretik. Hiponatremnia dikaitkan dengan

prognosis yang lebih buruk.


Aritmia : fokus ektopi ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel
pada pengawasan EKG menandakan prognosis yang buruk atau apakah aritmia
merupakan penyebab kematian.

2.2 PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI


A. DEFINISI
Penyakit jantung (LVH, CAD, CHF) yang disebabkan oleh efek langsung atau
tidak langsung dari peningkatan tekanan darah.
B. PATOFISIOLOGI
Komplikasi organ target yang disebabkan oleh hipertensi menunjukan derajat
peningkatan tekanan darah yang kronik. Kerusakan organ yang terjadi dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan kerja jantung dan kerusakan arteri yang berasal
dari kombinasi peningkatan tekanan darah dengan arterosklerosis yang terjadi.
Abnormalitas pembuluh darah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah
mencakup hipertrofi otot polos, disfungsi sel endotel, dan kelelahan serat elastis.
Trauma pada endotelium memicu terjadinya atherosklerosis dengan cara mengganggu
mekanisme protektif seperti sekresi Nitrit oksida. Plak arterom dapat menyumbat
pembuluh darah distal dan menimbukkan beberapa penyakit seperti stroke.

(Pathophysiology of Heart Disease-A Collaborative Project of Medical Students and


Faculty 5th -Lilly)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda tanda gagal jantung seperti bunyi
jantung S2 yang meningkat, dapat juga ditemukan bunyi jantung S3 dan S4.
Pemeriksaan paru diperlukan untuk melihat apakah terdapat ronkhi basah atau ronkhi
kering.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan awal meliputi :

Urinalisis
Hemoglobin
Elektrolit darah
Ureum/kreatinin
Gula darah
Total kolestrol
Ekg menunjukan hipertrofi ventrikel kiri pada 20 50%.

Ekokardiografi dapat dilakukan karena lebih sensitif dan lebih spesifik dibandingkan
dengan Ekg. Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah :

Konfirmasi gangguan jantung atau murmur


Hipertensi dengan kelainan katup

Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya.

2.3 GAGAL GINJAL KRONIK


A. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah).
B. KRITERIA
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
1

Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

LFG (ml/mn/1,73m2)
90

meningkat
2

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60 89

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

30 59

sedang
4

Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

15 29

berat
5

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)

(140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit

Tipe mayor ( contoh )

Penyakit ginjal diabetes

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non

Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,

diabetes

obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada
transplantasi

Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

D. ETIOLOGI
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada
organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan
mata. Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan

darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan
penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi.
Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit ketiga

tersering penyebab gagal ginjal kronik


Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis

tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si
ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik

urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran

glandula prostat pada pria danrefluks ureter.


- Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen (Motrin,
Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati analgesik sehingga
berakibat pada kerusakan ginjal.
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri
-

renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.

E. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan
populasi

yang memiliki angka tinggi diabetes atau hipertensi seperti African

Americans, Hispanic Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians.

Comprehensive clinical nephrology, 2010


F. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden penyakit ginjal
Faktor-faktor yang Berperan dalam Progresivitas Penyakit Ginjal Kronik
Tidak dapat dimodifikasi
Dapat dimodifikasi
Usia (usia tua)
Hipertensi
Jenis Kelamin (laki-laki lebih cepat)
Proteiuria
Ras (Ras Afrika dan Amerika lebih
Albuminuria
cepat
Genetik
Hilagnya massa ginjal
Dislipidemia
merokok
Kadar asam urat

Glikemia
Obesitas

kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
G. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas

aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan


hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi :
- Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik
pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi
pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik
uremik ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
-

Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik
ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat
di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH
ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema
paru sesak nafas

Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik
pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena

kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah


bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH
darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan
asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran
cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas
akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena
kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi
-

keparahan asidosis
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan

tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam
darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat

membengkak, meradang dan nyeri


Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus
ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah
nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan
retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan
ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran
pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium
fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap

di sendi dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)


Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat.
Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid
sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi
demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat
konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap rendah dengan menghambat
reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari
tulang, produksinya di plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca 2+ dapat
meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak
dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat.
Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di
plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap
berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar
paratiroid mengalami hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak
PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia,
osteodistrofi renal dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH
selain terdapat di ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain
( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam
terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan
dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini
merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadi
penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di

usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia


Hiperkalemia

Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma


meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel
ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma.
Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan
peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan
berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari
kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka
dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya
refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
-

Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi.
Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang
melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan
permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis.
Sehingga

molekul

protein

berukuran

besar

seperti

albumin

dan

immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi. Pada keadaan


proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang
-

disebu dengan sindrom nefrotik.


Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal
sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat
berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi
glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi
glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai
terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal,
gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis
uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada
keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.

H. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
-

uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya

konsentrasi menurun, insomnia, gelisah


- Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
- Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG
kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi
seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna.
Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di
bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis

atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal.
GAMBARAN LABORATORIUM
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi

BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL


Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk mengetahui
etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang sudah
diberikan. Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah,
gagal nafas, dan obesitas.
I. KOMPLIKASI
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik

Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )


Kelainan hematologi (anemia)
Osteodistrofi renal
Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal,
terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan
pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi
di pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet
tinggi protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan
fosfat selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6

0,8/kg/hari, < 10 g

termasuk > 0,35 gr/kg/hr


nilai biologi tinggi
0,6

0,8/kg/hari, < 10 g

5 -25

termasuk > 0,35 gr/kg/hr


protein nilai biologi tinggi
atau tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau asam
<60(sind.nefrotik)

keton
0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan

asam

amino

esensial atau asam keton


o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi

(ACE

inhibitor)

disamping

bermanfaat

untuk

memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk


memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus

4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
- Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin

(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah


-

11 12 g/dl.
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i.
Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium,
alluminium hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara
oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari
makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah
kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta
reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer
ii.

hidrokhlorida.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di
saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam
calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi
metastatik,

iii.

disamping

itu

juga

dapat

mengakibatkan

penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.


Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema
dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka
air yang masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah
urin. Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium
dan

natrium.

Pembatasan

kalium

dilakukan

karena

hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.


Oleh karena itu, pemberian obat obat yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan
sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5
5,5

mEq/lt.

Pembatasan

natrium

dimaksudkan

untuk

mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium


yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah
dan derajat edema yang terjadi.
6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15
ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
K. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu
sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai
tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.
(3)

2.4 GAGAL GINJAL AKUT


A.
Definisi
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal
seccara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan fungsi
tubulus dan glomerulus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan
terjadi

azotemia

(peningkatan

kadar nitrogen

darah, peningkatan

kreatiniin serum, dan retensi produk metabolik yang harus diekresikan


oleh ginjal)
B.

Etiologi
a. Gagal ginjal akut Prerenal.
Gagal ginjal akut prerenal adalah keadan yang paling ringan yang
dengan cepat dapat reversibel, jika perfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal
ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan
histologik//morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak

segera diperbaiki, akan menimbulkan trjadinya nekrosis tubular akut


(NTA). Etiologi :
- Penurunan Volume Vascular
1. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan, luka bakar.
2. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
- Kenaikan Kapasitas Vascular
1. Sepsis
2. Blokade ganglion
3. Reaksi anafilaksis
- Penurunan Curah Jantung/kegagalan pompa jantung
1. Renjatan kardiogenik
2. Payah jantung kongesti
3. Tamponade jantung
4. Distritmia
5. Emboli paru
6. Infark jantung
b. Gagal ginjal akut renal.
- GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
1. Glumerulonefritis
2. Nefrosklerosis
3. Penyakit kolagen
4. Angitis hepersensitif
5. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman
- Nefrosis Tubular Akut (NTA)
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai
kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik. Bila iskemia
ginjal sangat berat dan berlngsung lama dapat menaakibatkan terjadinya
nekrosis kartikol akut (NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada
seluruh korteks yang bersifat reversibel. Bila lesinya tidak difus (patchy)
akan ada kemungkinan reversibel.
c. Gagal ginjal akut postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin
cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering
adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi.
Etiologi:
- Obstruksi
1. Saluran kencing: batu, pembekuan darah, tumor, krista,dll
2. Tubuli ginjal: kristal, pigmen, protein (miolema)
- Ekstravsasi

C.

Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah
renal dan ganggun fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah
jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius
bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstryksi vena atau arteri
bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak
secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium oliguria.
Volume urine 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia
biasanyaringan kecualibila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal
jntung/dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gejala nokturia (akibat
kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala mulai timbul sebagai
respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba.
Penderita biasanya tidak terrlalu memperhatikan gejala ini. Gejala
pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700ml
atau penderita terbangun untuk berkemihbeberapa kali pada waktu malam
hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan
malam hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi
juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal

biasanya lebih besar pada penyakit yang

terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang


lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengn
faal ginjal diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul
gejala-gejala kekurangan farahm tekanan darah nakan naik, terjadi
kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.

c. Stadium III
Semua gejala semua sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya.
Gejala-gejal yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang,
kurang tidur, kejang-kejang dan akhrirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10% dari kadaaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok sehingga penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan hemeostatis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari
500ml/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mulamula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal,
kompleksperubahan biokimia dab gejala-gejala yang dinamakan sindrom
uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal/dialisis.
D.

Manifestasi Klinis
a. Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

mengandung darah dan

gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)


Peningkatan BUN, creatinin
Kelebihan volume cairan
Oedem anasarka
Hiperkalemia
Serum calsium menurun, phospat meningkat
Asidosis metabolik
Anemia
Letargi
Mual persisten, muntah dan diare
Nafas berbau urea

l. Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan
E.

otot dan kejang.


Penatalaksanaan
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia menyebabkan cairan, protein, dan natrium
dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendrungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka.
b. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada
gagal ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa
pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia
melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium
>5,5mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG ( tinggi puncak golombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar
kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (nutrium
polistiren sultfona [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
c. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan
harian pengukuran vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan
parentral dan urine, drainase lambung,

feses, drainase luka dan perspirasi

dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.


F.

Komplikasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Hiperkalemia
Hipertensi
Anemia
Asidosis metabolik
Kejang
Perikarditis

2.5 Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang merupakan


kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dengan ciri hiperglikemia yang terjadi akibat
dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.Menurut
American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolikdengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainansekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association:

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa


darah dan tidak bisa ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria. Hal ini disebabkan karena
munculnya glukosa di urin (saat sudah melewati ambang glukosa) terjadi sebelum transport
maksimum tercapai. Ada perbedaan antara ambang glukosa dan transpor maksimum yang
disebabkan karena tidak semua nefron mempunyai transport maksimum yang sama untuk
glukosa, dan beberapa nefron mulai mengekskresi glukosa sebelum nefron lain mencapai
transport maksimumnya. Secara umum, transport maksimum untuk ginjal adalah 375
mg/menit, dan ini akan tercapai saat semua nefron telah mencapai kapasitas maksimalnya

untuk reabsorpsi glukosa. Hal inilah yang membuat glukosuria bukan kriteria penegakkan
diagnosis diabetes melitus.
Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan untuk penentuan diagnosis diabetes
melitus adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan sampel darah plasma vena.
Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer dapat digunakan untuk tujuan
pemantauan hasil terapi. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan jika terdapat
keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :
A. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polifagia, polidipsi, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
B. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Cara menegakkan diagnosis diabetes melitus :
A. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
B. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl ditambah adanya keluhan klasik.
C. Tes toleransi oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, tetapi
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan, yaitu sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan membutuhkan persiapan khusus

Tabel 2. 1Kriteria Diagnosis diabetes melitus


Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0
mmol/L) puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8

jam
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Gambar 2. 1Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi Glukosa
Terganggu

BAB III

ANALISA KASUS
Tn. IL, laki-laki, 51 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan sejak 1 bulan SMRS, hilang timbul. Sesak
dirasakan terutama saat beraktivitas ringan. Sesak dirasakan ketika malam hari dan suka
terbangun karena sesak. Posisi tidur nyaman dengan bantal tinggi atau setengah duduk.

Pasien merasakan badannya lemas dan kurang nafsu makan. BAK sedikit. Terdapat
penurunan fungsi penglihatan di kedua matanya. Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
dan DM sejak 10 tahun yang lalu, serta minum obat teratur. Riwayat Ibu pasien DM. Pasien
memiliki kebiasaan merokok selama kurang lebih 30 tahun sebanyak 1 bungkus/hari.
Pasien jarang olahraga, suka konsumsi ikan asin dan goreng-gorengan.
Pemeriksaan fisik didapatkan IMT 31 kg/m2 dengan status gizi obesitas tipe 2. Pada
tanda vital TD 160/80 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi napas 80 x/menit, suhu
370C. Pada pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+3 mmHg. Pada batasjantung didapatkan
batas jantung kanan di ICS 5 midclavicula line dextra, batas jantung kiri di ICS 6 anterior
axilla line sinistra, pinggang jantung setinggi ICS 3 midclavicula line sinistra. Pada
pemeriksaan paru terdapat ronkhi basah halus di basal di kedua hemithoraks.
Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus rhytm, laju QRS 86 x/menit, reguler,
LAD,terdapat RVH dan LVH.. Pada foto toraks didapatkan CTR

55%, jantung

kardiomegali dan bendungan paru.


Pemeriksaan laboratorium didapatkan,Hb 8.3 g/dL, Ureum128mg/dL, Kreatinin 5.0
mg/dL, pH 7.316, pCO2 30.9, pO2 119.9, HCO3 15.4, BE 9.3, Total CO2 16.4.

Diagnosis
1.
2.
3.
4.
5.

CHF e.c HHD


Gagal ginjal kronik
DM Tipe II
Asidosis metabolik terkompensasi
Anemia ec penyakit kronik

Diagnosis CHF ditegakkan karena pasien memiliki faktor risiko berupa hipertensi dan
diabetes melitus. Pada anamnesis didapatkan dyspneu, ortopneu, dan PND. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema pada ekstremitas atas dan bawah. Selain itu didapatkan
peningkatan JVP, Ronkhi basah halus di basal kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan penunjang, yaitu EKG didapatkan LAD, RVH, dan LVH. Rontgen
Thorax didapatkan kardiomegali dan bendungan paru.

DAFTAR PUSTAKA
1. W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing. 2009.
2. Braunwald, Eugene.Heart

Failure

in

Harrison's

Principles

of

Internal

Medicine.16th ed. 2005.pg 1376-1378.


3. Lily, Leonard. Patophysiology of Heart Disease. 8th ed. Philadelphia : Lippincott
Willliams & Wilkins. 2011
4. Harrison principal internal medchine vol 2 ed 17th .2008
5. Karim, sukri. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter
umum. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006.
6. Wilson, Lorrain, dkk. Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease Process.
Edition 6 Volume 2. Michigan : 2002.
7. Hunt SA et al. ACC/AHA Guidelines for the evaluation and management of chronic
heart failure in the adult: executive summary. A report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
(Committee to Revise the 1995 Guidelines for the Evaluation and Management of
Heart Failure). J Am Coll Cardiol. 2001 Dec;38(7): 210113. [PMID: 11738322]

8. PERKENI.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta.PERKENI.2011
9. Swedberg K et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic heart

failure: executive summary (update 2005): The Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Chronic Heart Failure of the European Society of Cardiology. Eur
Heart J. 2005 Jun;26(11):111540. [PMID: 15901669]

Anda mungkin juga menyukai