GULA DI PG PAGOTTAN
Oleh:
TUTIK WIDARWATI
A14104134
RINGKASAN
TUTIK WIDARWATI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Gula di PG Pagottan. Di bawah bimbingan HARMINI.
Gula merupakan salah satu bahan pangan pokok yang memiliki arti
penting dan posisi yang strategis di Indonesia karena sebagian besar masyarakat
Indonesia mengkonsumsi gula. Permintaan gula akan terus meningkat tiap
tahunnya seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan daya beli
masyarakat, dan pertumbuhan industri yang menggunakan gula sebagai bahan
bakunya. Permintaan gula yang meningkat disebabkan konsumsi gula rumah
tangga di Indonesia yang mengalami kecenderungan yang meningkat dari tahun
2003 sampai tahun 2007. Meskipun terjadi peningkatan terhadap produksi gula
nasional namun angka produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan gula
dalam negeri. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan gula nasional Indonesia harus
melakukan impor gula.
Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan gula dalam
negeri disebabkan karena masih rendahnya produksi gula nasional. Rendahnya
produksi nasional antara lain disebabkan oleh : (1) Penurunan luas dan
produktivitas lahan, (2) Rendahnya rendemen industri gula Indonesia, (3)
Efisiensi pabrik gula yang masih rendah.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapang, maka diketahui
bahwa kondisi inefisiensi produksi tersebut diduga juga dialami oleh PG Pagottan
yang salah satunya diindikasikan oleh kualitas pasokan bahan baku tebu
(rendemen) yang masih rendah. Selain itu terjadi kecenderungan pemanfaatan
tenaga kerja yang berlebihan di dalam menjalankan kegiatan produksinya. Sesuai
dengan kondisi yang terdapat di PG Pagottan maka penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula di PG Pagottan
dan (2) Menganalisis tingkat efisiensi kegiatan produksi gula di PG Pagottan.
Penelitian ini dilaksanakan di PG Pagottan Madiun yang merupakan salah
satu pabrik gula yang berada di bawah pengelolaan PTPN XI wilayah kerja Jawa
Timur. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei 2008. Data utama yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, meliputi: data output, input,
serta biaya rata-rata kegiatan produksi gula di PG Pagottan dari tahun 2001 hingga
tahun 2007.
Analisis data yang dilakukan menggunakan model fungsi produksi CobbDouglas yang diolah dengan pendugaan OLS (Ordinary Least Square). Kemudian
dilanjutkan dengan analisis terhadap efisiensi kegiatan produksi gula, dengan
asumsi terdapat kendala biaya. Pertumbuhan total produksi gula sejak tahun 2001
hingga tahun 2007 menunjukkan kecenderungan peningkatan sebesar 3,48 persen
per periode. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kecenderungan peningkatan
produksi gula tebu sendiri (TS) dan tebu rakyat (TR) masing-masing sebesar 8,73
persen per periode dan 23,38 persen per periode. Peningkatan produksi gula TR
terjadi tidak hanya karena perluasan areal tetapi juga disebabkan oleh perbaikan
mutu intensifikasi budidaya dan introduksi varietas unggul pada areal bongkaran
keprasan. Peningkatan juga terjadi pada jumlah tebu yang dipasok, rendemen, dan
tenaga kerja musiman. Sedangkan lama giling, jam mesin, dan bahan pembantu
mengalami kecenderungan yang menurun.
Oleh :
TUTIK WIDARWATI
A14104134
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Judul Skripsi
Nama
NRP
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Harmini, MS
NIP. 131 688 732
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI GULA DI PG PAGOTTAN BENAR-BENAR HASIL KARYA
SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI
LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG
BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN
TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN
DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI
BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Tutik Widarwati
A14104134
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 14 Agustus 1986
dari keluarga Bapak Darno dan Ibu Minten Widarti. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan akademis penulis dimulai sejak tahun 1991 dengan bersekolah
di TK Islam Wahyu, Cimanggis, Depok. Pendidikan dasar diselesaikan penulis di
SD Negeri Curug IV Depok pada tahun 1998, yang dilanjutkan dengan
pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Cimanggis sejak tahun
1998 hingga tahun 2001. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Depok dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Gula di PG Pagottan sebagai
syarat untuk melakukan penelitian yang menjadi bagian dari penelitian skripsi
pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Skripsi ini berisi tentang penelitian mengenai PG Pagottan sebagai suatu
entitas usaha yang bergerak dalam pengolahan gula. Penelitian yang akan
dilakukan berupaya untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi gula di PG Pagottan serta tingkat efisiensi faktor-faktor produksi
tersebut.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca, dan dapat diterima sebagi
syarat dalam penelitian skripsi.
Penulis
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah serta karuniaNya kepada kita semua dan shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, keluaraga, sahabat serta para pengikutnya hingga akhir
zaman. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
kerjasama dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ir. Harmini, MS, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang tak hentinya
memberikan nasihat, motivasi dan masukan yang sangat berguna demi
kesempurnaan skripsi penulis.
2.
3.
4.
5.
6.
Bapak Darno, Mas Yiyin, Mba Riski, Mba Yeni atas kerjasama yang baik
selama penulis melakukan penelitian.
7.
Pak Whumy, Pak Adit, Pak Budi, Pak Joseph yang banyak memberikan data
dan informasi penting kepada penulis, pelajaran singkat mengenai gula,
browsing gratis, dan kemudahannya lainnya yang telah diberikan kepada
penulis.
8.
9.
Mas Ferry, Mba Etriya, Mas Yeka, Mas Arif, Mba Anita dan dosen lainnya
yang pernah menjadi asdos dan memberikan ilmunya kepada penulis.
10.
Mba Dian, Mba Dewi, Ibu Ida dan staff lainnya atas bantuannya kepada
penulis dalam mengurus birokrasi.
11.
Kedua orang tuaku, ibu dan bapak yang selalu memberikan bantuan baik
dukungan moril maupun dukungan semangat serta kasih sayang yang tak
hentinya dicurahkan kepada penulis.
12.
Adikku tercinta Ayub Dwi Prasetyo yang selalu meramaikan rumah dengan
keisengan dan kejailannya.
13.
14.
15.
Ss, Aries, Tejo, Yanti, Lukman, Neng-Q, Wanti, Rudi, Sastrow, Effendi,
Pak De, Dian, serta teman-teman AGB 41 lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu, terimakasih atas kebersamaannya selama kuliah di
IPB, menjadikan empat tahun ini warna-warni yang indah dalam hidupku,
sungguh beruntung mengenal kalian semua.
16.
17.
Tante-tanteku tercinta Lek Nur dan Lek Pis, terimakasih Lek atas pelajaran
hidup yang bermakna.
18.
19.
Teman-teman KKP desa Cikadu Cita, Rena, dan Roni terimakasih atas
kebersamaannya selama masa KKP, pengalaman tak terlupakan.
20.
Fotocopy Prima yang banyak membantu terwujudnya skripsi ini serta pihakpihak yang banyak membantu penulis selama penyusunan skripsi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
3.2
IV METODE PENELITIAN
4.1
4.2
4.3
4.4
V
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Halaman
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gula merupakan salah satu bahan pangan pokok yang memiliki arti
penting dan posisi yang strategis di Indonesia. Meskipun telah beredar bahanbahan pemanis lainnya, seperti : madu, gula merah, fruktosa, glukosa dan gula
tropika namun preferensi masyarakat Indonesia terhadap gula tebu masih lebih
tinggi. Alasan kepraktisan (bentuk butiran), ketersediaan, dan berbagai kelebihan
lainnya menjadikan gula tebu sebagai pilihan utama (Churmen, 2001). Hal ini
mengindikasikan bahwa permintaan gula akan terus meningkat tiap tahunnya
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan daya beli masyarakat,
dan pertumbuhan industri yang menggunakan gula sebagai bahan bakunya1.
Permintaan gula yang meningkat disebabkan konsumsi gula rumah tangga
di Indonesia mengalami kecenderungan yang meningkat dari tahun 2003 sampai
tahun 2007 (Tabel 1). Kecenderungan konsumsi yang meningkat seiring dengan
meningkatnya produksi gula. Namun, besarnya jumlah konsumsi gula tersebut
tidak diimbangi dengan jumlah produksi gula. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dengan kebutuhan dalam negeri
yang terus meningkat.
Pada Tabel 1 dapat dilihat nilai produksi gula nasional pada tahun 2003
hanya sebesar 1,63 juta ton padahal nilai konsumsi gula saat itu mencapai 2,29
juta ton. Kemudian pada tahun 2007 produksi gula nasional mengalami kenaikan
sebesar 4,7 persen dibandingkan tahun 2006 menjadi 2,42 juta ton, namun angka
ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang mencapai
2,69 juta ton. Peningkatan produksi gula nasional yang terjadi lima tahun terakhir
disebabkan oleh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengenai penetapan
harga provenue gula pasir produksi petani yang bertujuan untuk menghindari
kerugian petani dan mendorong peningkatan produksi. Selain itu pemerintah juga
menetapkan tarif spesifik untuk impor gula mentah sebesar Rp 550 per kilogram
(setara 20 persen) dan gula putih Rp 700 per kilogram (setara 25 persen) yang
berlaku hingga sekarang untuk merangsang petani menanam tebu.
Tabel 1 Perkembangan Konsumsi dan Produksi Gula Indonesia Tahun
2003-2007
Konsumsi Gula Rumah
Tangga (ton)
2003
2.294.539
2004
2.442.000
2005
2.625.540
2006
2.664.135
2007
2.699.832
Sumber : Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2007
Tahun
Kekurangan
(ton)
1.435.105,3
825.304,1
151.126,2
383.798,0
357.108,0
pada
impor
pada
pertengahan
tahun 2004
pemerintah
RNI, dan PT. PPI3. Selain itu, pada tahun 2007 pemerintah telah menerbitkan
persetujuan impor gula kristal putih sebesar 250.000 ton kepada para importir
terdaftar (IT) gula dan PT. PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) untuk
memenuhi kebutuhan dan mengantisipasi terjadinya defisit stok gula nasional4.
Impor gula Indonesia mengalami fluktuatif dari tahun 2003 sampai tahun 2007
(Tabel 2). Pada tahun 2003, Indonesia mengimpor gula sebesar 647 ribu ton.
Sedangkan tahun 2007, impor Indonesia mencapai 448 ribu ton.
Tabel 2 Perkembangan Impor Gula Indonesia Tahun 2003-2007
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
1.2
Perumusan Masalah
PG Pagottan merupakan satu dari 16 pabrik gula yang dikelola oleh PTPN
areal tebu ini tidak mempengaruhi produksi gula yang dihasilkan. Jumlah
produksi gula justru mengalami peningkatan sebesar 1,29 persen. Meningkatnya
produksi gula ini disebabkan oleh adanya PG sesaudara yang ikut menggilingkan
tebunya di PG Pagottan.
Tabel 3 Realisasi Produksi PG Pagottan Tahun 1998-2007
Produksi (ton)
/ha
Jumlah
1998
3.200,348
81,4
260.440,6
1999
3.218,593
56,8
182.904,1
2000
2.598,885
75,8
197.019,9
2001
3.559,704
69,1
246.069,1
2002
3.894,294
77,8
303.053,2
2003
3.422,461
67,1
229.782,0
2004
3.277,460
77,2
252.887,7
2005
4.221,772
81,3
343.367,8
2006
4.567,937
76,6
349.845,3
2007
5.708,739
71,8
409.796,5
Sumber: Litbang Bagian Tanaman PG Pagottan, 2008
Tahun
Luas (ha)
Rendemen %
5,49
7,68
7,22
7,04
6,88
6,84
7,58
7,68
8,07
7,96
Hablur (ton)
/ha
Jumlah
4,50
14.285,40
4,40
14.038,00
5,50
14.219,50
4,90
17.319,60
5,40
20.836,70
4,59
15.706,60
5,85
19.160,98
6,25
26.380,08
6,18
28.217,20
5,71
32.599,30
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah:
1.4
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
PTPN XI. 2006. 16 Pabrik Gula PTPN XI Siap Giling. www.kapanlagi.com diakses 13 Maret
2008.
1.5
produksi gula tanpa membahas dan menganalisis hasil sampingan produksi gula.
Penelitian ini hanya berada pada sekup mikro, yaitu pabrik gula. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data perusahaan terutama produksi dari
masa giling tahun 2001-2007 per lima belas hari (per periode) dan data-data biaya
dari tahun 2001-2007. Penelitian ini juga hanya menganalisis efisiensi produksi
secara alokatif. Pengaruh yang diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah
tidak dibahas secara khusus dalam penelitian ini.
II
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat
gula (Supriyadi, 1992). Batang tanaman tebu beruas-ruas, dari bagian pangkal
sampai pertengahan ruasnya panjang-panjang, sedangkan di bagian pucuk ruasnya
pendek. Tinggi batang antara 2-5 meter, tergantung baik buruknya pertumbuhan,
jenis tebu maupun keadaan iklim. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh
yang berperan penting dalam proses pertumbuhan. Akar tanaman tebu adalah akar
serabut, hal ini sebagai salah satu ciri bahwa tanaman ini termasuk ke dalam kelas
monocotyledone. Akar tebu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akar stek dan akar
tunas. Akar stek disebut juga akar bibit yang masa hidupnya tidak lama, akar ini
tumbuh pada cincin akar dari stek batang. Sedangkan akar tunas merupakan
pengganti akar bibit. Pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah dan ada
yang mendatar dekat permukaan tanah.
Daun tanaman tebu adalah daun tidak lengkap karena terdiri dari helai
daun dan pelepah daun saja. Kedudukan daun berpangkal pada buku, dengan
panjang helaian daun berkisar 1-2 meter sedangkan lebarnya 4-7 cm. Ujung daun
meruncing, tepinya seperti gigi, dan mengandung kersik yang tajam. Bunga tebu
merupakan malai yang berbentuk piramida, panjangnya antara 70-90 cm. Bunga
tebu biasanya muncul pada bulan April-Mei. Bunganya terdiri dari tenda bunga,
yaitu tiga helai daun kelopak dan satu helai daun tajuk bunga. Bunga tebu
mempunyai satu bakal buah dan tiga benang sari,-kepala putiknya- berbentuk
bulu-bulu.
10
Agustus
Pada Gambar 1 terlihat jelas bahwa rendemen berada pada masa optimal
sekitar bulan Agustus, setelah itu berangsur-angsur turun sampai titik akhir pada
fase kematian tanaman. Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu
berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas.
11
Ruas di bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan
dengan ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian
pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila
kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian
pucuk.
Menurut Mubyarto dan Daryanti (1991), tanaman tebu merupakan
tanaman yang sangat peka terhadap perubahan unsur-unsur iklim. Oleh karena itu,
waktu tanam dan panen harus diperhatikan agar tebu dapat membentuk gula
dengan optimal. Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa
pertumbuhan vegetatifnya dan membutuhkan sedikit air pada saat pertumbuhan
generatifnya.
Terdapat dua cara penanaman tebu, yaitu di lahan sawah dengan sistem
Reynoso (cara pengolahan tanah sawah untuk tanaman tebu) dan di lahan tegalan
dengan sistem tebu lahan kering. Perbedaan antara dua cara ini terletak pada
tersedia tidaknya fasilitas pengairan dan lamanya penggenangan air di musim
hujan. Lahan sawah merupakan lahan pertanian yang memiliki pengairan dan
mengalami genangan air lebih dari 30 hari secara terus menerus (memiliki
pengairan yang cukup). Lahan sawah hanya terdapat di Pulau Jawa. Sedangkan
lahan kering tidak memiliki pengairan dan kemungkinan mengalami genangan air
kurang dari 30 hari berturut-turut, dan lahan kering ini hanya menggantungkan air
pada curah hujan (Adisasmito, 1989 dalam Nurrofiq, 2005).
Mubyarto dan Daryanti (1991), menyatakan bahwa perbedaan mendasar
kedua jenis lahan tersebut adalah kondisi tanah yang membawa konsekuensi pada
teknis budidaya yang diharapkan dapat memberi kondisi yang cocok bagi
12
Pengusahaan Tebu
Pada masa penjajahan Belanda, di tahun 1930 Indonesia pernah menjadi
13
salah
satunya
bersumber
pada
kemudahan
pabrik-pabrik
gula
dalalm
memanfaatkan lahan yang subur untuk pertanaman tebu dengan sistem sewa
paksa dari petani. Kemudahan itu dijamin dalam UU Agraria 1870 (Agrarische
Wet 1870) dan UU Sewa Tanah (Grondhuur Ordonantie 1918). Pada saat itu
Indonesia mampu memproduksi gula sebesar 3 juta ton dengan luas lahan sekitar
200.000 hektar. Setelah era kemerdekaan banyak pabrik-pabrik gula yang
dinasionalisasi. Walaupun pemerintah telah mengambil alih pabrik-pabrik gula
tersebut tetapi sistem sewa tetap digunakan, yaitu pabrik gula menyewa lahan
milik petani lalu mengusahakannya sendiri. Dengan sistem sewa tersebut petani
hanya memperoleh pendapatan dari sewanya dan petani tidak memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan pendapatannya.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka pada tahun 1975 dikeluarkan Inpres No.
9 Tahun 1975 mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Pokok-pokok pikiran
yang terkandung di dalamnya dapat diringkas sebagai berikut:
1) Mengganti sistem sewa yang biasa dijalankan oleh pabrik gula dengan sistem
tebu rakyat. Petani melakukan usaha budidaya di lahannya sendiri dengan
menerapkan teknologi yang telah dianjurkan. Dalam pengelolaan usahatani
tebu dilakukan dalam satuan kelompok hamparan. Sedangkan pabrik gula
berperan sebagai perusahaan pengelola, yaitu bertanggung jawab secara
operasional dan sebagai pimpinan kerja pelaksana budidaya tanaman tebu di
wilayah kerjanya, serta menyusun perencanaan areal, melaksanakan
bimbingan teknis, menyediakan dan menyalurkan bibit.
2) Melaksanakan program intensifikasi tebu dengan sistem BIMAS (Bimbingan
Masyarakat).
14
(bongkar
ratoon).
Program
ini bertujuan
www.els.bappenas.go.id Deptan Optimis Tak Perlu Impor Gula diakses 7 Februari 2008.
15
2.3
pemroses atau pengolah tebu menjadi gula pasir. Pabrik gula juga berperan
sebagai pembimbing petani dalam budidaya tebu. Kerja sama tersebut dilakukan
untuk memperoleh jumlah dan kualitas tebu sesuai harapan. Sebagai imbalan atas
pemrosesan tebu menjadi gula pasir, pihak pabrik gula menerima ongkos giling
yang dinyatakan dalam persen dari keseluruhan hasil giling. Sistem pembagian
hasil ini ditetapkan oleh pemerintah. Prinsip dasar pembagian adalah semakin
tinggi rendemen tebu yang digilingkan semakin tinggi pula persentase bagian
yang diterima petani. Dengan demikian, semakin banyak hasil gula semakin
rendah ongkos gilingnya. Walaupun telah beberapa kali dilakukan peninjauan,
ketentuan bagi hasil ini tidak banyak berubah. Ketentuan bagi hasil yang
tercantum dalam SK Mentan No.03/SK/Mentan/BIMAS/VI/187 menyatakan
bahwa:
1) Petani tebu akan mendapatkan 62 persen gula yang dihasilkan dari tebu yang
nilai rendemennya sampai dengan delapan persen, bila rendemen melampaui
delapan persen maka petani mendapatkan tambahan hasil.
2) Petani tebu akan mendapatkan bagian tetes sebanyak 4,5 kilogram untuk
setiap kuintal tebu yang digilingkan.
Berdasarkan kepemilikannya sebagian besar pabrik gula di Indonesia
adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan sisanya adalah BUMS (Badan
Usaha Milik Swasta). Pada tahun 1930, Indonesia memiliki 179 pabrik gula (PG).
Jumlah PG semakin menurun karena secara ekonomis tidak menguntungkan.
Tahun 2006 tercatat sebanyak 50 unit PG milik BUMN (diusahakan oleh PTPN
16
dan RNI) dan delapan PG milik swasta 7. Pada umumnya pabrik-pabrik yang ada
beroperasi dibawah kapasitas giling. Sebagian besar PG mempunyai kapasitas
giling yang kecil (kurang dari 3.000 TCD) karena mesin yang sudah tua serta
tidak mendapat perawatan yang memadai yang menyebabkan biaya produksi per
kilogram gula tinggi.
2.4
Jenis Gula
Menurut Moerdokusumo (1993) sesuai dengan negara tujuan, secara
umum dikenal tiga jenis gula utama, yaitu gula mentah, gula merah (tidak
termasuk gula jawa, aren, dsb), dan gula putih (termasuk gula rafinade, SHS).
1) Gula mentah
Yang dimaksud dengan gula mentah adalah sejenis gula merah yang
berbutir tidak terlalu halus, terutama diperuntukkan sebagai bahan baku pabrik
gula rafinade. Gula mentah ini meliputi HS, NA, dan Muscovado. Jenis
muscovado sudah sejak lama tidak lagi dipakai sebagai bahan baku pabrik
rafinade. Negara yang menggunakan gula mentah dari Indonesia untuk bahan
rafinadenya adalah Hongkong, Jepang, Australia, Selandia Baru, Korea, China,
India, dan beberapa negara di Eropa.
Sebagai gula mentah untuk bahan rafinade, HS dan NA terutama harus
memenuhi persyaratan ukuran butiran kristal gula, kadar air dan polarisasi.
Pasaran gula mentah ini sebagian besar telah hilang karena Indonesia tidak
mampu mengekspor gulanya. Hal ini diakibatkan produksi yang sangat merosot
bahkan untuk konsumsi dalam negeri pun masih kurang. Dalam rangka
memantapkan kebijakan pangan, timbul gagasan untuk tidak mengimpor gula
7
17
18
4) Gula tetes MS, gula sirup SS, dan gula sirup superior SSS
Meskipun warnanya merah, gula tetes tidak termasuk jenis gula kristal
merah tetapi jenis gula sirup. Gula sirup (SS) dan gula sirup superior (SSS)
dikenal sebagai soft sugar. Jenis gula ini tidak banyak diproduksi. SSS adalah
jenis gula berbutir halus merata yang telah dicampur dengan larutan gula invest.
5) Gula putih
Gula putih yang dimaksud adalah SHS dan gula rafinade. Untuk SHS
tidak ada pembagian atas dasar spesifikasi butir yang ketat.
6) Gula pasir dan bahan pemanis non gula pasir
Menurut Sawit et al. (1999) pemanis digolongkan menjadi dua, yaitu gula
dan non gula. Kelompok gula meliputi gula kristal, gula bukan kristal, dan gula
cair. Golongan non gula terdiri dari pemanis yang dibuat dari bahan tanaman
(misalnya dari Stevia) dan pemanis sintesis seperti saccharine (sodium).
2.5
Penelitian Terdahulu
Meiditha (2003), menganalisis mengenai efisiensi produksi gula pasir di
19
20
NPM dan BKM untuk melihat efisiensi alokatif pabrik tersebut. Untuk perumusan
model produksi gula dipergunakan model fungsi produksi linier berganda.
Wahyuni (2007), di dalam penelitiannya terdapat enam faktor produksi
yang diduga mempengaruhi produksi gula di PG Madukismo, Yogyakarta.
Faktor-faktor produksi tersebut antara lain: tenaga kerja tetap, tenaga kerja tidak
tetap, jumlah tebu, bahan pembantu, lama giling, dan jam mesin. Namun setelah
dianalisis menggunakan model regresi, ternyata hanya ada lima faktor produksi
yang berpengaruh nyata terhadap produksi gula, yaitu tenaga kerja tetap, tenaga
kerja tidak tetap, jumlah tebu, lama giling, dan jam mesin. Kemudian faktorfaktor tersebut diukur tingkat efisiensinya dengan melihat perbandingan antara
nilai NPM dan BKM. Dalam penelitian ini, faktor-faktor produksi yang diukur
tingkat efisiensinya adalah jumlah tebu, tenaga kerja tetap, dan tenaga kerja
musiman karena ketiga faktor produksi tersebut dapat diukur tingkat harganya.
Dari nilai NPM dan BKM dari setiap faktor produksi dapat dijelaskan bahwa
pengalokasian sumberdaya dari ketiga faktor produksi belum optimal. Untuk
perumusan model produksi gula menggunakan model fungsi produksi linier
berganda.
Dari penelitian-penelitian terdahulu, dapat disimpulkan faktor-faktor yang
diduga berpengaruh terhadap produksi gula dapat dilihat dari berbagai
karakteristik, yaitu usahatani, karakteristik dalam pabrik, keadaan pasar, serta
karakteristik kebijakan. Dalam segi usahatani faktor-faktor yang biasa diduga
berpengaruh terhadap produksi gula, yaitu jumlah tebu, dan tingkat rendemen.
Dalam pabrik faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi gula,
yaitu jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, residu, jumlah bahan
21
pembantu, dan lama giling. Sedangkan karakteristik di pasar berupa harga gula di
pasaran (domestik dan impor) serta kebijakan pergulaan yang dikeluarkan
pemerintah. Untuk penelitian yang dilakukan di pabrik gula Pagottan faktor-faktor
yang diduga berpengaruh terhadap produksi gula, yaitu jumlah tebu, rendemen,
tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, jam mesin, serta lama
giling. Pendugaan ini berasal dari penelitian-penelitian terdahulu dan pengamatan
yang dilakukan di lapang. Dapat disimpulkan metode yang digunakan untuk
melihat faktor-faktor yang berpengaruh, yaitu metode OLS (Ordinary Least
Square). Model fungsi produksi yang biasa digunakan yaitu model fungsi CobbDouglas dan model fungsi Linier.
Dalam penelitian ini digunakan metode OLS (Ordinary Least Square)
dengan fungsi produksi Cobb-Douglas. Efisiensi merupakan hal penting yang
perlu diperhatikan dalam peningkatan produksi gula nasional. Efisiensi dapat
bermacam-macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi
ekonomis. Efisiensi teknis dapat diukur dengan melihat perbandingan antara
persentase kapasitas giling dengan kapasitas terpasangnya, atau dapat juga dengan
mengukur antara rasio bahan baku dan gula yang dihasilkannya. Efisiensi alokatif
dapat diukur dengan membandingkan antara NPM dan BKM. Sedangkan efisiensi
ekonomis dapat dilihat dari persentase harga pokok dengan persentase harga
provenue, nilai titik impas serta nilai kemampuan laba. Dalam penelitian ini akan
dicari tingkat efisien alokatifnya. Dengan efisiensi alokatif ini maka diketahui
efisiensi dari faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi gula,
dimana efisiensi alokatif menilai pengorbanan yang dibutuhkan untuk menambah
suatu input terhadap hasil.
22
III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
3.1.1
(1)
Dimana:
Y
: output
23
diketahui. Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh
berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai (Soekartawi, 1990), yaitu:
a. Fungsi Produksi Linier
Secara matematis fungsi produksi linier dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3,....,Xn)
Dimana:
Y : variabel yang dijelaskan (dependent variable)
X : variabel yang menjelaskan (independent variable)
Fungsi produksi linier dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linier
sederhana dan linier berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah variabel X yang
dipakai pada model. Fungsi produksi linier sederhana biasa digunakan untuk
menjelaskan hubungan dua variabel. Model ini sering digunakan karena
analisisnya
dan
hasilnya
mudah
dimengerti
secara
cepat.
Sedangkan
24
fungsi produksi linier berganda menggunakan jumlah variabel lebih dari satu.
Secara matematis hal ini dapat ditulis berikut:
Y = f (X1, X2, X3,....,Xn); atau
Y = a + b1X1 + b2X2 + . + biXi + + b nXn + e
Dimana a, b, X,Y, dan e telah dijelaskan sebelumnya.
Estimasi garis regresi linier berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan
model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang
baik.
b. Fungsi Produksi Kuadatrik
Rumus matematik dari fungsi produksi kuadratik atau juga disebut dengan
fungsi produksi polynomial kuadratik biasanya dituliskan sebagai berikut:
Y = a + bX + cX2 + e
Dimana:
Y
a,b,c
: error term
Berbeda dengan garis linier (sederhana dan berganda) yang tidak memiliki
nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum.
Dalam proses produksi pertanian, dimana berlaku hukum kenaikan hasil yang
semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = a + bX cX2 + e
c. Fungsi Produksi Eksponensial
Secara umum fungsi produksi eksponensial dapat dituliskan sebagai
berikut:
25
Oleh Fletcher (1968), fungsi produksi CES tersebut dimodifikasi dan juga
dipakai oleh Soskie (1968). Selanjutnya model CES yang telah di modifikasi ini
dilaporkan oleh Lau dan Fletcher (1969) dengan VES (variable elasticity of
substitution). Secara matematis fungsi VES dapat ditulis sebagai berikut:
26
= [K-p + (1 - ) (KL)-C(1+p)L-p]-1/p
Dimana: dan C adalah konstan.
Persamaan VES ini mempunyai cirri antara lain mempunyai produk
marjinal yang positif dan menurun ke bawah dan homogenitas. Persamaan VES
ini mempunyai ciri antara lain mempunyai produk marjinal yang positif dan
menurun ke bawah dan homogenitas derajat satu. Sedangkan kelemahan dari
fungsi VES ini adalah jumlah variabel yang dipakai terbatas, yaitu hanya dua
variabel. Bila digunakan lebih dari dua variabel maka penyelesaiannya akan
menjadi relatif lebih sulit.
e. Fungsi Produksi Transcendental
Rumus umum dari fungsi produksi transcendental adalah sebagai berikut:
Y=A
Dimana:
1 1
2 2
+u
Y : output
X : input
a, b, c : parameter yang akan diduga
e : bilangan konstan
u : galat (disturbance term)
fungsi
Cobb-Douglas.
Keunggulan
fungsi
ini
adalah
dapat
27
28
Y= output
(a)
(b)
II
TPP
III
X= input
MPP, APP
MPP
APP
I
II
III
X= input
Tahap II terjadi ketika MPP menurun dan kurang dari APP, tetapi lebih
besar dari nol. Efisiensi fisik dari input variabel mencapai puncak pada awal
Tahap II, hal ini terjadi ketika MPP sama dengan APP, batas ini ditunjukkan oleh
garis putus-putus (a). Di sisi lain, efisiensi input tetap terbesar adalah pada akhir
Tahap II. Hal ini dikarenakan angka unit-unit input tetap yang konstan, biasanya
pada angka satu. Oleh sebab itu, output per unit dari input tetap harus menjadi
yang terbesar ketika output total dari proses produksi mencapai nilai maksimum.
29
Tahap III terjadi dimana MPP bernilai negatif. Tahap III terjadi ketika jumlah
input variabel sudah berlebih dikombinasikan dengan input tetap yang sangat
besar, padahal total produksi sudah mulai menurun. Garis putus-putus (b) pada
Gambar 2. menunjukkan batas antara Tahap II dan Tahap III.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah,
yaitu elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), elastisitas produksi
antara nol dan satu (daerah II), dan elastisitas produksi lebih kecil dari nol (daerah
III). Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu,
artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan
penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih
belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan dengan penggunaan
faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu, daerah I disebut daerah
irrasional.
Daerah II elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu. Hal ini
berarti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah
nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu pada daerah ini akan
tercapai keuntungan maksimum. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah yang
rasional karena produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat mencapai
maksimum.
Elastisitas produksi pada daerah III adalah lebih kecil dari nol, yang
artinya setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan
jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian
faktor-faktor produksi yang tidak efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.
30
Produsen yang rasional akan berhenti berusaha atau berupaya mencari alternatif
lain.
Menurut Doll dan Orazem (1984) elastisitas produksi didefinisikan sebagai
sebuah konsep yang mengukur derajat responsivitas antara input dan output.
Elastisitas produksi, seperti elastisitas lainnya, tidak bergantung pada unit-unit
pengukuran. Elastisitas produksi ( p) dirumuskan sebagai berikut:
p
= Y Y
X X
Pada Tahap I, MPP lebih besar dari APP. Oleh sebab itu,
dari satu. Pada Tahap II, MPP lebih kecil dari APP sehingga
p lebih besar
tetapi lebih besar dari nol. Pada Tahap III, MPP bernilai negatif sehingga
bernilai negatif.
31
32
produk marginal sama dengan oportunitas dari masukan yang berarti setiap
tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu menghasilkan
tambahan penerimaan yang besarnya sama dengan tambahan biaya. Produksi
output dikatakan efisien secara alokatif jika tidak ada cara lain untuk
memproduksi output yang dapat menggunakan seluruh nilai input dengan jumlah
yang lebih sedikit. Efisiensi teknis dan efisiensi alokatif merupakan komponen
dari efisiensi ekonomi (Semaoen, 1992 dalam Januarsini, 2000).
Menurut Doll dan Orazem (1984) efisiensi ekonomi adalah kombinasi
input-input yang memaksimalkan tujuan individu atau sosial. Efisiensi ekonomi
ditentukan dalam dua syarat, yaitu syarat kebutuhan dan syarat kecukupan. Syarat
kebutuhan ditemukan pada proses produksi ketika: pertama tidak mungkin
memproduksi output dalam jumlah yang sama dengan input yang lebih sedikit,
dan kedua tidak mungkin memproduksi lebih banyak output dengan input yang
sama. Dalam analisis fungsi produksi, syarat ini ditemukan pada Tahap II dimana
jika elastisitas produksi sama dengan atau lebih dari nol dan sama dengan atau
kurang dari satu (0
33
Dimana:
: keuntungan
Py
: harga output
Px
: harga input
: output
: input
TFC
= Py
Atau
Px = 0
(2)
(3)
(4)
MPPxi =
(5)
Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi:
=1
(6)
(7)
34
Apabila rasio
NPM Xi
BKM xi
=1
(8)
Dimana:
n
i=1 xi
vi
(9)
C : kendala biaya
xi : faktor produksi ke-i
vi : harga faktor produksi ke-i
i : 1,2,3,...,n
Dengan melibatkan unsur kendala berupa keterbatasan modal, maka untuk
mencapai kondisi maksimum profit dapat digunakan pendekatan teknik optimasi
klasik
(clasical
optimization
technique).
Dengan
menggunakan
fungsi
n
i=1 xi
vi ]
(10)
35
Dimana:
L : pendapatan perusahaan
p : harga output
y : jumlah output
: multiplier Lagrange
xi : faktor produksi ke-i
vi : harga faktor produksi ke-i
i : 1,2,3,...,n
Sedangkan untuk mencapai kondisi keuntungan maksimum, maka
disyaratkan turunan pertama dari persamaan (10) terhadap variabel X dan
multiplier Lagrange ( ) sama dengan nol. Sehingga persamaan umum menjadi:
=p
Dimana:
v =0
x v =0
= C
(11)
(12)
(13)
NPMx2
v2
NPMxi
vi
(14)
36
(15)
3.2
NPM Xi
BKM xi
NPM Xi
BKM xi
= 1, namun
Luas lahan HGB (Hak Guna Bangunan) PG Pagottan adalah 225.891 m2.
Kegiatan utama pabrik ini adalah memproduksi gula. Pabrik ini diindikasikan
mengalami masalah dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Pabrik tersebut
mempunyai rata-rata produktivitas tebu per periode yang cukup besar, yaitu 75,8
ton per hektar selama tahun 2001 sampai 2007. Namun untuk rata-rata rendemen
dan produktivitas gula per periode dinilai masih rendah, yaitu sebesar 7,50 persen
dan 5,69 ton per hektar (Lampiran 3).
Berdasarkan studi terdahulu, teori-teori serta pengamatan di lapang maka
produksi gula di Pabrik Gula Pagottan diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa
variabel, yaitu jumlah tebu yang dipasok ke pabrik baik dari tebu rakyat maupun
tebu sendiri (tebu dari lahan sewa ke petani), rendemen tebu, jam mesin, tenaga
kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dugaan
pengaruh variabel tersebut terhadap produksi gula, yaitu jumlah tebu diduga
37
berpengaruh secara positif karena dengan semakin banyaknya tebu yang akan
digiling maka jumlah gula yang akan dihasilkan juga semakin banyak.
Rendemen tebu diduga berpengaruh positif, dengan semakin tinggi
rendemen tebu maka jumlah gula yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Jam
mesin diduga berpengaruh positif karena jika jumlah jam mesin yang tinggi maka
gula yang dihasilkan juga semakin banyak. Tenaga kerja tetap dan tenaga kerja
musiman diduga berpengaruh positif terhadap produksi gula, secara umum
semakin banyak tenaga kerja maka semakin banyak produksi gula yang
dihasilkan. Jumlah bahan pembantu diduga berpengaruh positif terhadap produksi
gula karena dengan semakin banyak jumlah bahan pembantu yang digunakan
maka kotoran-kotoran yang menganggu dalam proses produksi semakin sedikit
dan proses produksi semakin cepat sehingga gula yang dihasilkan juga akan
semakin banyak. Sedangkan lama giling diduga berpengaruh negatif terhadap
produksi gula karena semakin lama waktu giling maka rendemen akan semakin
turun dan selanjutnya produksi gula akan menurun.
38
Karakteristik Usahatani:
1. Jumlah tebu
2. Rendemen
Karakteristik Pabrik:
1. Tenaga kerja tetap
2. Tenaga kerja musiman
3. Lama giling
Analisis Elastisitas
Analisis Efisiensi
39
IV
4.1
METODE PENELITIAN
4.2
sekunder. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
diperoleh dari catatan atau dokumen yang terdapat di Pabrik Gula Pagottan dan
lembaga-lembaga lain yang terkait. Data sekunder yang merupakan data time
series (deret waktu) terdiri dari data output dan input sejak tahun 2001 sampai
tahun 2007 serta harga input dan output rata-rata di PG Pagottan dari tahun 20012007. Sedangkan untuk data primer diperoleh dari wawancara terhadap
administratur, kepala bagian, karyawan pabrik, dan petani serta pengamatan
40
4.3
Jenis Data
a. Sejarah Umum Pabrik
b. Tinjauan Geografis dan Iklim
c. Perkembangan Pabrik
d. Proses Produksi Gula
e. Struktur Organisasi
Perusahaan
Output
a. Produksi Gula
b. Produktivitas Gula
c. Harga Gula
Input
a. Produksi Tebu
b. Rendemen Tebu
c. TK Tetap
d. TK Musiman
e. Bahan Pembantu
f. Lama Giling
g. Harga Tebu
h. Gaji TK Tetap
i. Upah TK Musiman
Sumber
NPMx1
BKMx1
model fungsi produksi yang digunakan untuk membuat fungsi produksi gula
adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Model ini dipilih karena fungsi
produksi Cobb-Douglas merupakan model yang umum digunakan dalam
41
penelitian ekonomi selain itu menurut Soekartawi (2003) terdapat tiga alasan
pokok mengapa fungsi produksi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para
peneliti, yaitu: Pertama, penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih
mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik karena
fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier. Kedua,
hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien
regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastis. Ketiga, besaran
elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale. Namun
karena penyelesaian fungsi Coob-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah
bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi sebelum peneliti menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan
ini antara lain:
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah
suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
pada
setiap
pengamatan
(non-neutral
difference
in
the
respective
42
bi
7
i=1 Xi
eu
Xi
: 1,2,3,,7
X1
X2
: rendemen (persen)
X3
X4
X5
X6
X7
jam mesin ( 3>0), tenaga kerja tetap ( 4>0), tenaga kerja musiman ( 5>0),
43
tersedia. Pemilihan fungsi tersebut antara lain didasarkan pada asumsi OLS.
Asumsi pertama dari model regresi adalah suatu model dikatakan baik jika
memenuhi asumsi normalitas. Normalitas menunjukkan bahwa residu atau sisa
diasumsikan mengikuti distribusi normal. Pengujian ini dapat dilihat melalui
grafik yang dihasilkan output komputer. Apabila tebaran sisaan membentuk suatu
garis lurus maka asumsi ini terpenuhi. Asumsi OLS lain yang harus terpenuhi
adalah bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam fungsi. Gejala
multikolinearitas tersebut dapat ditunjukkan oleh nilai Variance Inflation Factor
(VIF). Menurut Kleinbaum dalam Meidhita (2003) tingkat multikolinearitas yang
tinggi ditunjukkan oleh nilai VIF yang lebih besar dari 10. Nilai VIF tersebut
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
VIFxj =
(1
Dimana:
VIFxj : Variance Inflation Factors peubah bebas ke-j
R2j
Selain itu suatu fungsi dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi OLS
yang lain, yaitu tidak terdapat gejala autokorelasi. Autokorelasi dapat
didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau ruang seperti dalam
data cross-sectional (Gujarati, 1991). Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menguji gejala autokorelasi tersebut adalah dengan menggunakan Uji
Durbin-Watson (Gujarati, 1991) yang dapat diperoleh dari pengolahan data
dengan menggunakan program Minitab 14. Pada output komputer dapat dilihat
44
apabila nilai Durbin watson mendekati dua maka tidak terjadi masalah
autokorelasi (Pappas, 1995).
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas
(ragam error yang sama). Untuk dapat membuktikan kesamaan varians
(homoskedastisitas) secara visual dengan cara melihat penyebaran nilai-nilai
residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk pola
tertentu seperti meningkat atau menurun, maka keadaan homoskedastisitas
terpenuhi.
Model terbaik juga dapat dilihat dari nilai MSE yang merupakan akar dari
error term. Semakin kecil nilai MSE maka semakin baik suatu model karena
selisih jarak antara nilai aktual dan nilai model semakin kecil.
Suatu fungsi produksi dikatakan semakin baik apabila memiliki nilai
koefisien determinasi (R2) yang semakin tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi nilai koefisien determinasi persamaan maka faktor-faktor produksi
di dalam persamaan model fungsi produksi semakin berpengaruh terhadap hasil
produksi. Dari fungsi produksi dugaan terbaik yang telah diperoleh sebelumnya,
maka dapat diketahui apakah faktor-faktor produksi telah dimanfaatkan secara
efisien. Yaitu dengan menghitung rasio antara nilai produk marjinal dan biaya
korbanan marjinal untuk faktor produksi tertentu.
Di dalam fungsi produksi Cobb-Douglas besarnya produk marjinal faktor
produksi ke-i (MPPxi) adalah (Heady dalam Meiditha, 2003):
MPPxi =
Y
Xi
Y
Xi
45
Dimana:
MPPxi
Xi
Y*
: 1,2,3,...,7
NPMx1
BKMx1
dihasilkan lebih besar atau kurang dari satu maka faktor produksi yang digunakan
belum efisien, namun jika nilai rasionya sama dengan satu berarti faktor produksi
yang digunakan sudah efisien.
4.4
Pengukuran Variabel
Konsep pengukuran variabel yang dipakai dalam penentuan pendugaan
fungsi produksi gula ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan
variabel tidak bebas (dependent variable). Produksi gula merupakan variabel tak
bebas, yaitu peubah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam model.
Sedangkan variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh faktor lain
dalam model, seperti jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap,
tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling.
Dalam menganalisis efisiensi produksi gula, variabel-variabel yang diukur
adalah:
46
x 100%
47
48
Sedangkan P2O5 digunakan sebagai peningkat kadar fosfat dalam nira mentah.
Flokulant berfungsi untuk mempercepat pengendapan kotoran di dalam nira
selama proses produksi berlangsung. Satuan yang digunakan adalah ton.
8. Lama giling (X7)
Lama giling adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengolah tebu menjadi
gula dalam satu musim giling. Satuan lama giling adalah hari.
49
5.1
50
5.1.2
secara
berkesinambungan.
Sedangkan
Misi
N-XI,
yaitu
51
KABAG
TANAMAN
KABAG TUK
KABAG
PABRIKASI
KABAG
INSTALASI
KARYAWAN
52
53
Kabag Instalasi
1. Bertanggung jawab terhadap pengadaan, operasi, dan pemeliharaan mesinmesin serta perlengkapan lainnya.
2. Berkoordinasi dengan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan masalah
proses produksi, penyediaan sarana dan prasarana perkantoran serta perumahan
karyawan.
3. Sebagai pembantu administratur dalam mengadakan hubungan dengan pihak
luar yang berkaitan dengan permasalahan instalasi pabrik.
5.2
54
yaitu sebesar 1.544 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 98 hari. Suhu udara
PG Pagottan rata-rata sebesar 26,5C dan kelembaban nisbi sebesar 80 persen.
5.3
55
5.4
antara lain penyediaan bahan baku, keberhasilan dalam proses pengolahan, serta
ketersediaan tenaga kerja. Data yang dianalisis merupakan data-data yang terjadi
selama tujuh tahun terakhir. Untuk melihat kinerja penyediaan bahan baku maka
dapat dilihat perkembangan dari luas lahan yang digunakan, jumlah tebu yang
56
57
58
59
rasio jumlah tebu rakyat dan tebu sendiri, yaitu 40-45 bagian tebu sendiri dan 5560 bagian tebu rakyat.
4) Produksi gula
Gula produk yang dihasilkan PG Pagottan berupa gula kristal putih (direct
plantation white sugar) atau juga dikenal sebagai SHS (Superieur Hoofd Suiker).
Berdasarkan Lampiran 3, terlihat bahwa pertumbuhan total produksi gula sejak
tahun 2001 hingga 2007 menunjukkan kecenderungan peningkatan sebesar 3,48
persen per periode, peningkatan ini dipengaruhi oleh kecenderungan peningkatan
produksi gula tebu sendiri dan tebu rakyat masing-masing sebesar 8,73 persen per
periode dan 23,38 persen per periode. Peningkatan produksi gula tebu rakyat yang
cukup signifikan terjadi tidak hanya karena perluasan areal tetapi juga disebabkan
oleh perbaikan mutu intensifikasi budidaya dan introduksi varietas unggul pada
areal bongkaran keprasan (bongkar ratoon).
Pada tahun 2001 hingga 2007 jumlah produksi gula yang dihasilkan oleh
PG terlihat selalu lebih besar daripada Petani Tebu Rakyat (PTR), meskipun pada
beberapa tahun tertentu jumlah rendemen dan produksi gula tebu rakyat lebih
besar daripada PG. Hal ini dapat dipahami bahwa data produksi gula tersebut
merupakan data bagi hasil, dengan demikian jumlah tebu yang dimiliki PG selain
kontribusi dari tebu yang dihasilkan di lahan sewa juga dihasilkan dari bagi hasil
pengolahan tebu rakyat. Bagi hasil ini merupakan upah yang diberikan petani
karena PG telah menggiling tebu mereka, dengan perjanjian bagi hasil, yaitu 66
persen untuk petani dan 34 persen untuk PG.
60
5) Lama giling
Lama giling merupakan waktu yang digunakan oleh pabrik untuk
mengolah tebu menjadi gula. Lama giling dinyatakan dengan satuan hari. Lama
giling sangat dipengaruhi oleh jumlah tebu yang akan digiling, semakin banyak
jumlah tebu yang akan digiling maka semakin lama waktu gilingnya demikian
pula sebaliknya. Di samping itu lama giling sangat mempengaruhi tingkat
rendemen gula yang dihasilkan, semakin banyak waktu yang digunakan untuk
menggiling maka tingkat rendemen akan turun sehingga akan mempengaruhi
jumlah gula yang dihasilkan. Namun bila lama giling terlalu cepat juga
menyebabkan rendemen turun karena tebu belum masak sudah digiling sehingga
dapat mempengaruhi jumlah gula yang dihasilkan. Pada umumnya waktu yang
optimal untuk lama giling, yaitu 170 sampai 180 hari. Sedangkan rata-rata lama
giling di PG Pagottan dari tahun 2001 hingga 2007 adalah 15 hari per periode.
Secara umum perkembangan lama giling di PG Pagottan memperlihatkan
kecenderungan yang menurun sebesar 0,42 persen per periode selama tahun 2001
hingga 2007. Lama giling tercepat terjadi pada periode awal tahun 2002 dan
periode akhir tahun 2003 dengan lama giling 8 hari, hal ini terjadi karena jumlah
bahan baku yang sedikit dibandingkan periode sebelumnya.
6) Bahan pembantu
Dalam proses produksi gula PG Pagottan banyak menggunakan bahan
pembantu. Bahan pembantu tersebut digunakan untuk memperlancar proses
produksi. Penambahan bahan pembantu tersebut disesuaikan dengan kondisi
bahan baku tebu baik kualitas maupun kuantitasnya. Bahan pembantu yang
banyak digunakan dalam proses produksi gula di PG Pagottan adalah kapur tohor,
61
62
5.5
Agribisnis Gula
Tengah Lambat
BL
PS 95-1
63
64
65
kemudian diberi skor atau nilai yang selanjutnya dikalkulasikan. Kebun yang
mempunyai nilai tertinggi mendapat prioritas tebang terlebih dahulu. Analisa
pendahuluan dilakukan pada saat tebu berumur 1-45 hari. Tebu yang dianalisa
adalah tebu dari PC dan ratoon. Kegunaan dari analisa pendahuluan selain dari
yang disebutkan di atas, yaitu dengan analisa pendahaluan PG dapat menentukan
lahan mana yang akan diberikan perlakuan tambahan seperti pemberian ZPK (Zat
Pemacu Kemasakan).
66
asing lain. Sedangkan yang dimaksud tebu segar secara teoritis adalah saat tebu
ditebang dan digiling maksimal 36 jam, tebu tidak kering, dan tebu tidak dibakar.
Stasiun Gilingan
Proses ini bertujuan mendapatkan nira mentah sebanyak-banyaknya dari
67
di dalam nira akan membawa pengaruh terhadap sifat-sifat nira. Karena yang
diambil adalah saccharosa maka yang perlu dihilangkan adalah air dan komponen
bukan gula.
2.
Stasiun Pemurnian
Tujuan dari pemurnian adalah menghilangkan atau membuang bahan
organik maupun anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira dengan cara
kimia atau fisika sehingga diperoleh kadar sukrosa yang semaksimal mungkin dari
nira dan kerusakan sukrosa yang serendah mungkin. Proses pemurnian ini
dilakukan dengan sistem sulfitasi alkalis, yaitu cara pemurnian nira dengan
menggunakan bahan pembantu penetralan berupa susu kapur (Ca (OH)2) yang
berguna untuk mencegah terjadinya inversi (kerusakan), mengendapkan kotorankotoran pada nira encer serta mengatur derajat keasaman (pH) nira. Selain itu di
dalam stasiun ini terdapat penambahan gas belerang (SO2) yang diperoleh dari
pembakaran belerang padat yang berguna untuk menetralkan kelebihan susu kapur
dalam nira. Pada penetralan dengan gas SO2 akan terjadi endapan ekstra kalsium
sulfit. Endapan ini akan mengabsorbsi kotoran-kotoran dalam nira.
Di stasiun pemurnian diperoleh nira jernih (nira encer) dan nira kotor. Nira
jernih akan dialirkan ke stasiun penguapan sedangkan nira kotor dialirkan ke
vacum filter untuk memisahkan kotoran padat (blotong) dengan kotoran cair (nira
tapis). Nira tapis dikembalikan lagi pada bak nira mentah tertimbang, sedangkan
blotong dijadikan bahan pembuatan kompos yang selanjutnya digunakan sebagai
pupuk.
3.
Stasiun Penguapan
68
Stasiun Kristalisasi
Nira yang dihasilkan di stasiun penguapan masih mempunyai kadar air
yang tinggi sehingga sukrosa dalam keadaan terlarut. Bila nira kental ini diuapkan
airnya maka akan mencapai titik jenuh dan jika penguapan masih berlanjut maka
larutan akan menjadi sangat jenuh yang akhirnya terjadi pengkristalan. Akan
tetapi gula yang terkandung dalam nira kental tidak dapat dikristalkan seluruhnya
dan harus dilakukan secara bertahap dengan menggunakan pan masakan yang
bertekanan vakum di atas 65 mmHg dan suhu 70C, yaitu masakan A, C, dan D.
Pada stasiun ini akan dihasilkan larutan kristal gula (mascuite) serta hasil
sampingan berupa air kondensat yang dapat dimanfaatkan oleh stasiun ketel.
Pada tingkat masakan A, nira kental dimasak pada masakan A dengan
bibitan magma C, hasil masakan (mascuite) diputar menjadi stroop A dan gula
A1. Gula A1 dicampur dengan klare A menjadi magma A kemudian diputar lagi
sehingga menjadi gula produk (GKP) dan klare A. Bahan untuk membuat
69
massa campuran yang terdiri dari larutan dan kristal sakarosa. Sesudah mengalami
pendinginan dalam palung pendingin selanjutnya dipisahkan kristal dan
larutannya. Pemisah dilakukan dalam suatu alat saringan (puteran) yang
menggunakan gaya sentrifugal sebagai kekuatan pendorongnya.
Langkah-langkah yang terjadi pada pemutaran mascuite terbagi atas tiga
langkah, yaitu:
a. Penghilangan larutan yang ada disekitar kristal dan memenuhi ruanganruangan di antara kristal-kristal.
b. Penghilangan sisa larutan yang masih tertinggal di antara kristal sehingga
hanya tinggal lapisan yang menempel pada kristal.
c. Mengurangi jumlah atau ketebalan lapisan larutan yang tertinggal pada
permukaan kristal.
Gula produk yang dihasilkan dari pemutaran mascuite A kondisinya masih
basah. Gula basah ini dijatuhkan pada talang goyang/getar. Pengeringan gula
dengan dihembus udara kering dan panas pada suhu 104 -132C. Gula yang
70
dihasilkan dibagi menjadi gula halus, normal dan kasar. Gula halus dan kasar akan
dilebur lagi sebagai bahan masakan A. Gula normal dengan diameter 0,9-1,1 mm
dimasukkan ke gudang untuk disimpan.
5.5.2.2 Limbah
Limbah diartikan sebagai bahan yang dihasilkan dalam suatu proses yang
tidak berguna lagi untuk proses tersebut. Semua proses menghasilkan limbah,
mulai dari proses hidup yang terjadi dalam tubuh organisme hidup, misalnya CO2
dan panas dari pernapasan serta O2 dari fotosintesis, sampai pada proses dalam
industri misalnya CO2, NO serta logam berat dari proses kimia tertentu dalam
pabrik. Limbah yang tidak berguna untuk proses tersebut keluar dari pabrik ke
lingkungan. Jika laju masukan limbah ke dalam lingkungan lebih besar daripada
laju asimilasi atau degradasi limbah maka akan merusak dan terjadilah
pencemaran.
Limbah pabrik gula Pagottan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu
limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah padat terdiri dari blotong, abu
ketel dan ampas halus, namun limbah ini telah dapat dimanfaatkan oleh pabrik
baik menjadi pupuk maupun bahan berguna lainnya. Limbah cair dapat
digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah dan sifat pencemarannya, yaitu 1)
tingkat pencemaran rendah dengan jumlah besar seperti air bekas kondensor, 2)
tingkat pencemaran tinggi dengan jumlah sedikit seperti air cucian peralatan,
tumpahan nira, cucian tapisan, bocoran dari peralatan yang rusak, air cucian
evaporator, dan air buangan ketel. Limbah cair yang dihasilkan dapat diatasi
dengan sistem pengolahan limbah yang baik. Sedangkan untuk limbah gas terdiri
71
dari CO2, CO, SO2, dan asap cerobong. Limbah inilah yang masih belum dapat
dikelola dengan baik oleh PG Pagottan.
72
Unsur
Satuan
GKP
Metode
1.
Warna
1.1
Warna Kristal
CT
5,0 10,0
Refleksi
1.2
IU
Max 300
Spektometris
2.
mm
0,8 1,2
Ayakan
3.
Susut pengeringan
% bb
Max 0,15
Oven/IR driyer
4.
Polarisasi
Z, 20C
Min 99,5
Polarimetris
5.
Abu konduktiviti
% bb
Max 0,15
Konduktometris
6.
6.1
mg/kg
Max 30
Iodometri
73
74
PABRIK
GULA
MILIK
PTR
PG RITEL
5%
LELANG
PTR
NATURA
10%
75
VI
6.1
76
Koefisien
Dugaan
T-Hitung
Nilai Peluang-t
Nilai VIF
Konstanta
2,599
2,42
0,019
0,055
2,18
0,016
3,0
Rendemen (X2)
0,998
12,55
0,000
1,5
1,126
10,38
0,000
9,7
0,329
1,98
0,220
4,1
-0,796
-3,62
0,031
4,0
-0,029
-0,81
0,591
1,6
-0,084
2,39
0,024
10,0
R
: 96,2%
R2 adj
: 95,7%
F- hitung : 214,85
P-value : 0,000
MS
: 0,00261
Uji Durbin-Watson : 2,11653
Suatu model terbaik harus memenuhi beberapa asumsi OLS antara lain
adalah normalitas (kenormalan sisaan), homoskedastisitas (kehomogenan ragam),
tidak terdapat multikolinearitas (hubungan antar variabel) dan autokorelasi. Pada
Lampiran 7 dapat dilihat bahwa pada analisis regresi dengan tujuh faktor produksi
asumsi normalitas terpenuhi. Asumsi ini terpenuhi karena tebaran sisaan
membentuk suatu garis lurus. Asumsi homoskedastisitas juga terpenuhi karena
penyebaran nilai-nilai residual tidak membentuk suatu pola tertentu (Lampiran 8).
Dari hasil pengolahan, dapat dilihat bahwa nilai VIF lama giling sebesar
10,0. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa jika nilai VIF lebih besar
dari 10 maka diduga di dalam model terdapat gejala multikolinearitas. Variabel
independen lain yang diduga berkorelasi dengan variabel independen lama giling
adalah jam mesin yang memiliki nilai VIF sebesar 9,7. Nilai VIF kedua variabel
tersebut tidak berbeda nyata dari 10, sehingga diduga kedua faktor produksi
77
tersebut memiliki korelasi yang kuat. Hal ini sangat mungkin terjadi karena fakta
yang ada di lapang adalah jumlah jam mesin dipengaruhi oleh lamanya hari giling
atau lama kampanye. Jika lama giling meningkat maka jam mesin juga akan
meningkat (Lampiran 2).
Adanya gejala multikolinearitas tersebut, mengakibatkan model fungsi
produksi Cobb-Douglass dengan tujuh faktor produksi belum dapat dikatakan
sebagai
model
fungsi
produksi
yang
baik.
Dengan
demikian
gejala
multikolinearitas tersebut harus diatasi. Menurut Soekartawi, 2003, salah satu cara
untuk mengatasi gejala multikolinearitas tersebut adalah dengan mengurangi salah
satu atau beberapa variabel bebas yang memiliki tingkat korelasi yang tinggi
diantara satu dengan yang lain. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka di
dalam penelitian ini variabel lama giling dihilangkan dari model fungsi produksi.
Pengujian terhadap gejala autokorelasi sangat penting dilakukan karena
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series. Pengujian
autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW).
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai hasil DW dari model Cobb-Douglas
dengan tujuh faktor produksi sebesar 2,11653. Hal ini berarti bahwa pada model
tersebut tidak terjadi masalah autokorelasi karena nilai DW yang mendekati dua.
Setelah dilakukan pengujian terhadap asumsi OLS, maka selanjutnya
dilakukan pengujian secara statistik yang meliputi koefisien determinasi, uji-F,
dan uji-t. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan tujuh faktor produksi pada
taraf nyata lima persen menghasilkan koefisien determinasi (R2) yang tinggi,
yaitu 0,962. Hal ini berarti bahwa 96,2 persen dari variasi produksi gula dapat
dijelaskan oleh variasi faktor produksi jumlah tebu (X1), rendemen (X2), jam
78
mesin (X3), tenaga kerja tetap (X4), tenaga kerja musiman (X5), bahan pembantu
(X6), dan lama giling (X7) sedangkan sisanya 3,8 persen dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak terdapat dalam model.
Uji secara bersama-sama dengan menggunakan uji-F didapat nilai sebesar
214,85 lebih besar dari F-tabel yang nilainya sebesar 2,95 dan berbeda nyata pada
tingkat kepercayaan 95 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketujuh faktor
produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi gula di PG
Pagottan. Untuk uji setiap faktor produksi dengan menggunakan t-hitung pada
tingkat kepercayaan 95 persen terlihat terdapat dua faktor produksi yang
pengaruhnya tidak nyata terhadap produksi gula di PG Pagottan, yaitu faktor
tenaga kerja tetap dan faktor bahan pembantu. Sehingga berdasarkan hasil
pengolahan fungsi produksi dengan tujuh faktor produksi menghasilkan lima
faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap kegiatan produksi di PG
Pagottan, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja musiman, dan
lama giling.
Selain itu, faktor produksi tenaga kerja tetap dan tenaga kerja musiman
dijumlahkan menjadi tenaga kerja total. Penggabungan didasarkan atas
pertimbangan bahwa di dalam penggunaan faktor produksi tenaga kerja tetap
kurang adanya variasi sehingga kurang mencerminkan adanya pengaruh yang
signifikan antara penggunaan input tenaga kerja tetap terhadap produksi gula.
Sehingga faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi gula di Pabrik
Gula Pagottan berupa bahan baku tebu, rendemen tebu, tenaga kerja total, jam
mesin, dan bahan pembantu.
79
Variabel
Dugaan
Konstanta
2,841
T-Hitung
Nilai
Peluang-t
2,80
0,007
Nilai VIF
0,066
2,54
0,014
2,7
Rendemen (X2)
1,010
11,99
0,000
1,5
-0,239
-2,25
0,029
1,4
1,030
16,84
0,000
2,7
-0,01543
-0,40
0,688
1,6
: 96,0%
: 95,6%
R adj
F- hitung : 255,65
P-value
: 0,000
MS
: 0,00259
80
model Cobb-Douglas dengan lima faktor produksi sebesar 1,983035. Hal ini
berarti bahwa pada model tersebut tidak terjadi masalah autokorelasi karena nilai
DW yang mendekati dua.
Demikian halnya dengan nilai R2 dan R2 adj yang tidak berbeda nyata
dibandingkan persamaan sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 96,0 persen
dan 95,6 persen dan memiliki nilai F hitung sebesar 255,65 yang nilainya lebih
besar dibandingkan nilai F tabel, yaitu 3,34 dan berbeda nyata pada tingkat
kepercayaan 99 persen. Sedangkan pengaruh faktor-faktor produksi secara parsial
dapat dilihat dengan menggunakan uji-t atau dengan melihat nilai dugaan-t (Tabel
8). Jika nilai dugaan-t lebih kecil dari
tersebut secara nyata berpengaruh terhadap produksi gula. Dari Tabel 8 dapat
dilihat bahwa terdapat empat faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi
gula di PG Pagottan, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja
total.
Dalam Tabel 8, terlihat bahwa persamaan dugaan dengan empat faktor
produksi koefisien dari variabel bebas jumlah tebu, rendemen, jam mesin
memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Namun tanda
untuk variabel tenaga kerja total adalah negatif, tidak sesuai dengan hipotesa awal
yang diduga berpengaruh positif. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jumlah tenaga
kerja total di PG Pagottan sudah melebihi batas normalnya sehingga bila ditambah
maka semakin memperkecil rasio antara jumlah tenaga kerja dengan produksi
gula yang dihasilkan.
81
6.2
82
Beberapa
kebijakan
perusahaan
telah
ditetapkan
untuk
83
6.3
Analisis Efisiensi
Sebelum melakukan analisis efisiensi terhadap faktor-faktor yang
84
85
jumlah tebu. Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan bahwa faktor produksi
tersebut yang dapat diukur tingkat harganya.
Rata-rata produksi gula pasir per periode dari tahun 2001-2007 adalah
sebesar 2510,22 ton dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 4.002.530,- per ton
(Tabel 9). Penggunaan rata-rata bahan baku tebu dalam proses produksi gula pasir
sebesar 33.144,7 ton per periode. Harga tebu per ton adalah Rp 1.956.190 per
periode. Penggunaan rata-rata faktor produksi serta harga rata-ratanya digunakan
untuk menduga besarnya rasio NPM dan BKM. Tingkat efisiensi penggunaan
faktor produksi pada PG Pagottan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Rasio Nilai Produk Marjinal dengan Biaya Korbanan Marjinal
Kegiatan Produksi Gula Pasir pada Pabik Gula Pagottan per
Periode
Variabel
Rata-rata
Penggunaan
Koefisien
Regresi
NPM (Rp)
BKM (Rp)
33.144,7
0,066
20.006,74
1.956.190
Rasio
NPMBKM
0,01
86
sehingga tidak terlalu banyak tebu yang menurun rendemennya karena terlalu
lama menunggu di lori sehingga tebu tidak lagi memenuhi kriteria MBS yang
berakibat akan menurunkan jumlah produksi gula.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan
mengurangi harga jual tebu petani ke PG, karena dengan menurunkan harga
pasokan tebu petani maka perusahaan akan memperkecil tambahan biaya yang
akan dikeluarkan untuk menambah satuan input sehingga tambahan biaya yang
dikeluarkan akan sama dengan tambahan penerimaan yang diperoleh. Namun
upaya ini tidak sesuai dengan visi perusahaan, yaitu PG Pagottan menjadi
perusahaan perkebunan yang mampu meningkatkan kesjahteraan stakeholders
secara berkesinambungan. Sehingga tidak mungkin perusahaan menilai harga tebu
petani lebih rendah.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan harga gula
yang diproduksi. Upaya ini mungkin dilakukan jika pemerintah meningkatkan
tarif impor gula sehingga harga gula dalam negeri dapat lebih bersaing. Dengan
meningkatkan harga gula maka dengan rata-rata penggunaan faktor produksi tebu
di PG Pagottan yang sebesar 33.144,7 ton per periode dari tahun 2001 hingga
tahun 2007 dan harga tebu rata-rata Rp 1.956.190 per ton maka perusahaan akan
dapat beroperasi secara lebih efisien.
Dari beberapa analisis yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa
kegiatan produksi gula pasir di PG Pagottan belum efisien. Kondisi tersebut salah
satunya disebabkan oleh pengalokasian sumberdaya atau faktor-faktor produksi
yang kurang tepat. Akibatnya, pencapaian keuntungan perusahaan belum
mencapai tingkat yang maksimum.
87
VII
7.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan pendugaan OLS, maka dapat
diketahui terdapat empat faktor produksi yang berpengaruh nyata pada taraf nyata
= 0,05 terhadap produksi gula di PG Pagottan. Faktor-faktor tersebut, yaitu
jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja. Dari hasil tersebut diperoleh
bahwa jumlah tebu, rendemen, dan jam mesin berpengaruh positif terhadap
produksi gula di PG Pagottan.
Berdasarkan analisis elastisitas diketahui nilai elastisitas untuk masingmasing faktor produksi, yaitu jumlah tebu sebesar 0,066, nilai menunjukkan
bahwa jika terjadi peningkatan pasokan jumlah tebu sebesar satu persen maka
produksi akan meningkat sebesar 0,006 persen dengan asumsi semua faktor-faktor
lainnya tetap (cateris paribus). Elastisitas faktor produksi rendemen adalah
sebesar 1,01, artinya bahwa setiap penambahan satu persen rendemen maka akan
memberikan peningkatan produksi gula sebesar 1,01 persen dengan asumsi semua
faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus). Sedangkan nilai koefisien regresi jam
mesin sebesar 1,03, nilai ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu persen
jam mesin maka akan memberikan peningkatan produksi gula sebesar 1,03 persen
dengan asumsi semua faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus). Nilai koefisien
regresi tenaga kerja sebesar -0,239. Nilai koefisien ini menunjukkan hubungan
yang negatif antara faktor tenaga kerja dan produksi gula di PG Pagottan. Nilai
tersebut dapat diartikan bahwa jika tenaga kerja ditambah sebesar satu persen
maka produksi gula akan menurun sebesar 0,239 persen.
88
7.2
Saran
Dalam rangka meningkatkan produksinya maka sebaiknya perusahaan
89
DAFTAR PUSTAKA
90
91
LAMPIRAN
92
Luas Areal
(ha)
(ton)
(ton/ha)
403.266
28.603.532
70,9
1996
385.669
27.953.841
72,5
1997
378.293
27.177.766
71,8
1998
340.800
21.401.834
62,8
1999
340.660
24.031.355
70,5
2000
344.441
25.186.254
73,1
2001
350.723
25.533.431
72,8
2002
335.725
22.631.109
67,4
2003
344.793
26.743.179
77,6
2004
381.786
31.242.267
81,8
2005
396.441
30.232.833
76,3
2006
418.506
32.332.327
77,3
2007*
431.141
33.894.431
78,6
2008**
Keterangan :
*
Hasil Kesepakatan rapat November 2007
**
Sumber data Asosiasi Gula Indonesia 2007
Sumber : Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2007
Jumlah Hablur
Rendemen
%
(ton)
(ton/ha)
7,32
7,83
5,49
6,96
7,04
6,85
6,88
7,21
7,67
7,18
7,63
7,47
7,96
2.094.195
2.189.975
1.491.553
1.488.599
1.690.667
1.725.467
1.755.434
1.631.919
2.051.644
2.241.742
2.307.027
2.415.625
2.698.265
5,19
5,68
3,94
4,37
4,96
5,01
5,01
4,87
5,95
5,87
5,82
5,77
6,26
93
Masa giling
Luas (ha)
Ha
digiling
Jumlah
tebu
(ton)
ton
tebu
/ha
Rnd
(%)
jmlh
hablur
(ton)
2001 14-Jun
01-Jul
16-Jul
01-Agust
16-Agust
01-Sep
16-Sep
01-Okt
2002 8-Jun
16-Jun
01-Jul
16-Jul
01-Agust
16-Agust
01-Sep
16-Sep
01-Okt
2003 11-Jun
01-Jul
16-Jul
01-Agust
200416-Agust
01-Sep
3155,220
3155,220
3155,220
3155,220
3155,220
3155,220
3155,220
3155,220
3253,358
3253,358
3253,358
3253,358
3253,358
3253,358
3253,358
3253,358
3253,358
3900,282
3900,282
3900,282
3900,282
3900,282
3900,282
439,859
421,628
489,566
414,174
440,339
538,200
495,499
324,139
219,110
470,414
465,137
517,251
494,944
520,931
436,389
459,281
384,908
608,589
398,228
451,286
461,350
494,519
527,369
30239,5
30500,9
36286,0
31035,8
36557,0
32424,5
30133,4
18892,0
15873,5
34775,5
35075,6
38990,7
37375,8
38423,3
34105,9
33708,1
38216,4
44585,3
32682,9
35975,7
34213,7
35012,4
32272,0
68,7
72,3
74,1
74,9
83,0
60,2
60,8
58,3
72,4
73,9
75,4
75,4
75,5
73,8
78,2
73,4
99,3
73,3
82,1
79,7
74,2
70,8
61,2
6,82
6,54
6,82
6,96
7,13
7,35
7,71
6,95
6,82
6,75
6,55
6,96
7,39
7,22
7,40
7,12
5,92
6,51
6,53
6,59
6,55
7,00
7,81
2063,54
1994,20
2475,78
2158,87
2606,95
2383,06
2323,62
1313,55
1082,07
2347,01
2297,60
2714,18
2760,25
2774,42
2525,23
2401,22
2262,44
2900,73
2133,34
2370,59
2240,01
2449,31
2519,09
jml
gula/ha
(ton)
lm
kmpny
(hari)
jam
mesin
(jam)
b.p slf
(ton)
4,69
4,73
5,06
5,21
5,92
4,43
4,69
4,05
4,94
4,99
4,94
5,25
5,58
5,33
5,79
5,23
5,88
4,77
5,36
5,25
4,86
4,95
4,78
17
15
16
15
16
15
15
10
8
15
15
16
15
16
15
15
18
20
15
16
15
16
15
359,92
341,50
384,00
336,16
377,50
357,50
344,50
222,17
173,00
355,00
352,50
379,58
356,33
373,41
339,91
353,91
407,99
454,58
333,50
366,75
351,75
371,50
353,50
18,53
19,83
26,85
24,70
25,56
20,30
17,33
12,10
11,33
19,34
19,30
20,60
19,33
20,30
19,33
20,45
23,95
27,95
20,74
21,10
18,23
18,50
18,70
b.p
b.p
P2O5 flk
(ton) (ton)
1,65
1,76
2,36
1,46
1,68
1,58
1,54
1,05
0,81
1,19
1,04
1,11
1,46
0,93
1,63
1,52
1,60
2,05
1,64
2,13
0,75
4,75
4,50
0,07
0,07
0,07
0,06
0,07
0,07
0,07
0,05
0,04
0,07
0,07
0,08
0,07
0,08
0,08
0,11
0,13
0,05
0,04
0,05
0,06
0,11
0,06
b.p
kpt
(ton)
tot
bp
(ton)
36,71
35,78
58,67
51,78
57,48
41,43
39,31
25,20
23,57
47,24
49,07
54,36
51,51
56,81
48,60
47,82
54,37
48,88
36,83
40,10
38,30
39,99
38,41
56,96
57,43
87,96
78,00
84,80
63,37
58,24
38,39
35,74
67,84
69,48
76,14
72,37
78,11
69,63
69,90
80,05
78,92
59,23
63,38
57,33
63,34
61,67
tk
tetap
tkm
total
tk
15
15
15
15
15
15
15
15
14
14
14
14
14
14
14
14
14
13
13
13
13
13
13
201
201
221
201
241
214
218
201
234
244
245
246
242
241
234
234
234
252
242
242
242
248
250
216
216
236
216
256
229
233
216
248
258
259
260
256
255
248
248
248
265
255
255
255
261
263
94
Lanjutan Lampiran 2
16-Sep 3,442.558 481,117 15040,0
2004 23-Mei 3090,435 205,304 15029,8
01-Jun 3090,435 412,493 30397,9
16-Jun 3090,435 442,980 33860,4
01-Jul 3090,435 393,212 32140,9
01-Agust 3328,536 403,793 30099,1
16-Agust 3328,536 332,496 22396,6
01-Sep 3328,536 446,886 32885,4
16-Sep 3277,460 227,188 21981,1
2005 25-Mei 3676,408 610,207 47828,4
16-Jun 3676,408 368,476 27757,0
01-Jul 3676,408 394,548 30812,8
16-Jul 3676,408 424,454 36723,8
01-Agust 3676,408 432,977 35004,2
16-Agust 3676,408 425,938 35220,7
01-Sep 3676,408 426,329 33719,3
16-Sep 3676,408 410,775 34561,7
01-Okt 3676,408 364,553 30341,1
2006 11-Mei 3835,008 590,760 45372,5
01-Jun 3835,008 435,135 33942,4
16-Jun 3835,008 413,962 32216,7
01-Jul 3835,008 404,626 32381,2
16-Jul 3835,008 434,295 36719,0
01-Agust 3835,008 399,773 33180,8
16-Agust 3835,008 449,567 36627,6
01-Sep 3835,008 437,828 33920,6
31.3
73,2
73,7
76,4
81,7
74,5
67,4
73,6
96,8
78,4
75,3
78,1
86,5
80,8
82,7
79,1
84,1
83,2
76,8
78,0
77,8
80,0
84,5
83,0
81,5
77,5
7.27 1,093.55
6,65
999,80
6,63 2014,66
6,87 2326,34
7,34 2358,97
8,01 2412,25
7,94 1778,53
8,82 2899,59
8,38 1841,93
6,65 3180,14
6,97 1935,31
7,51 2313,70
7,47 2742,95
7,71 2700,08
8,29 2918,08
8,53 2877,49
8,52 2945,43
8,22 2494,52
7,01 3179,28
7,42 2517,20
7,68 2475,16
8,82 2857,53
8,42 3091,69
8,85 2938,12
8,71 3190,17
8,46 2869,42
2.27
4,87
4,88
5,25
6,00
5,97
5,35
6,49
8,11
5,21
5,25
5,86
6,46
6,24
6,85
6,75
7,17
6,84
5,38
5,78
5,98
7,06
7,12
7,35
7,10
6,55
8
9
15
15
15
15
16
15
10
22
15
15
16
15
16
15
15
15
21
15
15
15
16
15
16
15
183.25 10,34
195,00 113,20
354,00 21,84
358,50 20,61
333,83 19,50
322,00 19,81
249,00 14,73
384,50 20,53
243,25
9,55
521,00 32,38
309,75 20,87
325,25 20,13
380,50 22,28
357,00 20,68
361,50 21,15
350,42 20,35
358,00 20,68
324,09 18,58
487,82 28,00
360,00 20,98
345,25 19,88
342,50 19,71
380,00 21,80
344,00 19,48
380,00 21,58
356,00 20,28
2,15
0,93
2,31
2,36
2,15
1,90
1,06
0,18
1,24
2,94
2,29
1,44
2,99
2,40
2,54
1,75
2,10
1,82
2,61
2,36
2,28
2,28
2,48
2,08
2,48
2,20
0,03
0,03
0,07
0,07
0,07
0,62
0,44
0,65
0,47
0,15
0,15
4,08
0,19
0,16
0,09
0,08
0,09
0,10
0,15
0,12
3,85
1,10
1,20
0,10
0,10
0,11
19,24 31,76
18,26 132,41
35,68 59,89
34,79 57,83
32,64 54,35
31,63 53,95
23,67 39,89
35,07 56,43
24,57 35,82
57,38 92,85
39,19 62,50
40,08 65,72
46,76 72,22
43,34 66,57
44,26 68,04
43,57 65,75
44,12 66,99
38,83 59,33
48,60 79,35
38,76 62,22
29,49 55,48
33,86 56,93
37,91 63,39
34,14 55,80
37,29 61,44
34,33 56,92
13
13
13
13
13
13
13
13
13
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
242
230
240
236
237
238
239
230
230
239
232
232
234
233
236
235
238
232
219
219
221
223
224
226
221
219
255
243
253
249
250
251
252
243
243
251
244
244
246
245
248
247
250
244
231
231
233
235
236
238
233
231
95
Lanjutan Lampiran 2
16-Sep
01-Okt
2007
3-Jun
16-Jun
01-Jul
16-Jul
01-Agust
16-Agust
01-Sep
16-Sep
Rata-rata
3835,008
3835,008
4497,942
4497,942
4497,942
4497,942
4497,942
4497,942
4497,942
4497,942
3637,410
453,697
548,354
377,503
460,489
501,879
567,296
508,366
557,973
498,399
504,201
444,423
32442,8
33041,7
26698,0
33874,2
36945,5
40749,8
37617,8
41501,3
37881,7
37267,2
33144,7
71,5
60,3
70,7
73,6
73,6
71,8
74,0
74,4
76,0
73,9
75,8
8,51
7,89
6,60
6,89
7,25
7,73
8,20
8,72
8,96
8,71
7,50
2760,23
2608,40
1762,92
2333,90
2679,81
3148,72
3084,44
3618,03
3395,57
3245,51
2510,22
6,08
4,76
4,67
5,07
5,34
5,55
6,07
6,48
6,81
6,44
5,69
15
17
13
15
15
16
15
16
15
15
15
346,30
361,90
280,25
338,00
360,00
379,50
341,50
379,00
384,50
346,25
349,77
20,05
21,65
17,35
21,08
22,88
24,57
22,66
25,21
23,00
22,95
22,11
1,54
2,66
0,14
3,43
2,33
3,12
2,98
3,36
2,61
3,05
2,01
0,09
0,09
0,09
0,12
0,13
0,14
0,12
0,14
0,13
0,12
0,29
58,60
41,24
38,80
31,14
41,34
43,57
41,22
46,40
42,38
42,15
40,62
80,28
65,64
56,37
55,77
66,67
71,39
66,97
75,11
68,12
68,26
65,03
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
13
219
219
207
207
207
209
210
214
211
211
228
231
231
219
219
219
221
222
226
223
223
241
96
Luas
Lahan
-2,49
12,32
-2,32
9,62
-4,92
0,03
4,84
Jumlah
Tebu
-4,65
16,34
-13,40
12,90
-3,73
-2,84
5,51
Rendemen
2001
0,40
2002
-1,49
2003
2,03
2004
3,50
2005
2,76
2006
1,52
2007
4,08
Rata2,44
1,45
1,83
rata
Sumber : PG Pagottan, 2008 (diolah)
Jumlah
Hablur
-3,69
14,43
-10,87
17,27
-1,11
-1,62
9,91
Lama
Giling
-6,32
13,54
-11,81
4,82
-3,87
-1,60
2,32
Jam
Mesin
-5,33
2,30
-9,41
9,63
0,96
0,94
3,57
Bahan
Pembantu
-5,66
2,15
-7,76
-2,55
0,56
0,75
1,85
Tenaga
Kerja
-5,77
2,17
-6,29
-0,30
0,58
0,79
2,27
3,48
-0,42
0,38
-1,52
-0,93
97
Luas (ha)
2001
Tebu Sendiri
2287,995
Tebu Rakyat
678,709
2002
Tebu Sendiri
1747,954
Tebu Rakyat
2132,260
2003
Tebu Sendiri
1926,129
Tebu Rakyat
1496,332
2004
Tebu Sendiri
1971,876
Tebu Rakyat
1305,584
2005
Tebu Sendiri
2401,408
Tebu Rakyat
1820,364
2006
Tebu Sendiri
2424,708
Tebu Rakyat
1934,177
2007
Tebu Sendiri
2390,142
Tebu Rakyat
3318,597
Sumber : PG Pagottan, 2008
Produksi(ton)
/ha
jumlah
66,9
89,5
105068,6
91528,2
69,5
84,7
Rendemen
Hablur (ton)
/ha
jumlah
7,18
7,26
4,80
6,50
10768,30
6551,30
121549,7
180624,1
7,20
6,67
5,00
5,70
8748,50
12047,60
63,3
71,7
122486,8
107295,2
7,12
6,52
4,52
4,67
8715,20
6991,40
69,5
88,7
137089,1
115798,6
8,13
6,92
5,65
6,14
11146,98
8014,00
77,8
86,0
186777,0
156590,8
8,36
6,88
6,50
5,92
15608,94
10771,16
71,3
84,1
173000,5
162632,8
8,97
7,13
6,40
6,00
15514,25
11603,56
76,4
68,5
182827,8
227268,7
8,86
7,23
6,76
4,95
16166,60
16432,70
98
Predictor
Constant
JT
RND
JM
TKT
TKM
BP
LMG
Coef
2,599
0,05546
0,99897
1,1267
0,3298
-0,7969
-0,02909
-0,0840
S = 0,0547209
SE Coef
1,073
0,02550
0,07957
0,1085
0,1664
0,2201
0,03575
0,1166
R-Sq = 96,2%
T
2,42
2,18
12,55
10,38
1,98
-3,62
-0,81
2,39
P
0,019
0,016
0,000
0,000
0,220
0,031
0,591
0,024
VIF
3,0
1,5
9,7
4,1
4,0
1,6
10,0
R-Sq(adj) = 95,7%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
DF
7
51
58
SS
3,90974
0,15271
4,06246
MS
0,55853
0,00299
F
214,85
P
0,000
99
Predictor
Constant
JT
RND
JM
TTK
BP
Coef
2,841
0,06636
1,01122
1,03082
-0,2386
-0,01543
S = 0,0552418
SE Coef
1,014
0,02616
0,08433
0,06121
0,1062
0,03820
R-Sq = 96,0%
T
2,80
2,54
11,99
16,84
-2,25
-0,40
P
0,007
0,014
0,000
0,000
0,029
0,688
VIF
2,7
1,5
2,7
1,4
1,6
R-Sq(adj) = 95,6%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
DF
5
53
58
SS
3,90072
0,16174
4,06246
MS
0,78014
0,00305
F
255,65
P
0,000
0,015 BP
100
Percent
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0,1
-0,0010
-0,0005
0,0000
Residual
0,0005
0,0010
101
Residual
0,00050
0,00025
0,00000
-0,00025
-0,00050
7,00
7,25
7,50
Fitted Value
7,75
8,00
8,25
102
Percent
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0,1
-0,0010
-0,0005
0,0000
Residual
0,0005
0,0010
103
Residual
0,00050
0,00025
0,00000
-0,00025
-0,00050
7,00
7,25
7,50
Fitted Value
7,75
8,00
8,25