PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan
pada tahun 2005-2010 diperkirakan menyamai jumlah usia bawah lima tahun (balita)
yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini
adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang
sering menyertai para lansia.).
Gangguan kognitif merupakan masalah yang cukup serius untuk para usia lanjut,
karena dapat mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan kemandirian. Kondisi ini
adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang
sering menyertai para lansia. Kondisi gangguan kognitif ini bervariasi antara ringan,
sedang dan berat. Proses penuaan otak merupakan bagian dari proses degenerasi yang
dapat menimbulkan gangguan neuropsikologis, salah satunya yang paling umum terjadi
pada lansia adalah demensia.
Demensia berisiko tinggi pada kelompok usia di atas 65 tahun dan tidak
bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan, dan status ekonomi (Yustiani, 2005).
Jumlah penderita demensia dari tahun ke tahun terus meningkat karena
prevalensidemensia yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menurut data
Badan Kesehatan Dunia tahun 2000 dari 580 juta lansia di dunia sekitar 40 juta
diantaranya mengalami demensia.
Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensidemensia di
Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang.Pada tahun
2000 prevalensi demensia sebanyak 606.100 orang dan insidensise banyak 191.400
orang. Pada tahun 2020 diprediksikan prevalensi demensia meningkat menjadi
1.016.800 orang dengan insidensi sebanyak 314.100 orang, dan pada tahun 2050
prevalensi demensia meningkat menjadi 3.042.000 orang dengan insidensi sebanyak
932.000 orang.
Peningkatan insiden dan prevalensi demensia merupakan tantangan bagi
pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya, karena dampak demensia yang
dapat menimbulkan perubahan perilaku pada lansia. Kondisi ini menyebabkan lansia
demensia memerlukan perhatian dan perawatan yang khusus dari keluarganya.
Perawatan lansia demensia dapat menimbulkan dampak pada keluarga berupa beban
yang terjadi karena lansia demensia memerlukan pendampingan yang terus-menerus.
Hal ini dapat menimbulkan burden seperti yang diungkapkan oleh Zarit.
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia.Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika
masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak
yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa
depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan
holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ
dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang
melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis
dan Psikolog Klinis.
1 | Page
Kapan orang menjadi tua? apakah proses penuaan sebagai akibat fisik yang aus
dan penurunan kemampuan terjadi tanpa adanya perubahan yang mendasar pada sikap
individu?. Penuaan adalah suatu proses biologis, meskipun para ahli biologis belum
menemukan kesimpulan untuk menjelaskan karakteristik umum dari penuaan (Cox, 1988,
dalam Shirdev & Levey, 2004). Schaie dan Willis (1992) mengatakan bahwa tahap usia tua
akan dialami oleh semua orang, ada perubahan fisik, psikis dan sosial yang terjadi. Di sisi
lain kondisi fisik dan psikis setiap orang lanjut usia akan berbeda. Hal tersebut berkaitan
dengan pengalaman masa lalu dan lingkungan sosial budaya mereka. Akibatnya, di
berbagai negara akan mempunyai karakteristik usia lanjut yang berbeda, salah satunya
adalah harapan hidupnya.
Saat ini penduduk yang berusia lanjut (> 60 tahun) di Indonesia terus meningkat
jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan akan menyamai jumlah balita yaitu
sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini merupakan
suatu tantangan untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lanjut usia agar
tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat. Dari jumlah itu, sekitar
15% diantaranya mengalami demensia atau pikun, di samping penyakit degeneratif lainnya
seperti penyakit kanker, jantung, reumatik, osteoporosis, katarak (Prodia, 2007)
Menurut The World Factbook (2002), berbagai negara mempunai variasi yang
besar pada harapan hidup penduduknya. Misalnya di Jepang dan Switzerland usia harapan
hidup hampir mencapai 80 tahun. Kemiskinan, bencana alam, masalah politik dan ekonomi
menyebabkan usia harapan hidup di berbagai negara seperti Bangladesh, Pakistan dan
Chad. tetap antara 50-60 tahun bahkan ada yang lebih rendah. Di negara-negara yang
sedang berkembang usia harapan hidup berkisar 10 tahun atau lebih ada di bawah ratarata usia harapan hidup penduduk dunia. (dalam Shirdev & Levey, 2004) Usia harapan
hidup yang lebih lama akan menyebabkan perubahan yang terjadi pada struktur dan sistem
pada masyarakat dunia. Berbagai permasalahan yang dialami oleh para orang lanjut usia
seperti tersedianya tenaga kerja yang masih potensial, fasilitas untuk mereka, serta
masalah medis dan psikis yang sering dialami (misal: depresi, demensia, penyakit jantung,
darah tinggi).
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud demensia ?
b. Bagaimana epidemiologinya ?
c. Ada berapa jenis penyakit demensia yang sering terjadi ?
C. Tujuan
Untuk bisa mengenal lebih dalam penyakit-penyakit di indonesia yang kini banyak
ditemukan,penyakit yang terjadi pada lansia , memperdalam apa gejalanya, peran aspek
masyarakat untuk mengatasi penyakit demensia mencangkup isi dari paper ini.
BAB II
2 | Page
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demensia
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Seorang penderita demensia
memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas
sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga
kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan
bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah
dan berhalusinasi. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan
perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive). Grayson (2004) menyebutkan
bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan
kepribadian dan tingkah laku. Garis besar manifestasi kliniknya adalah sebagai berikut :
a. Perjalanan penyakit yang bertahap (biasanya dalam beberapa bulan atau
tahun).
b. Tidak terdapat gangguan kesadaran (penderita tetap sadar)
B. Epidemiologi
Data terakhir pada tahun 2009 menunjukan penduduk Lansia di Indonesia
berjumlah 20.547.541 jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk Lanjut Usia di Indonesia pada
tahun 2020 akan mencapai 28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari total penduduk
Indonesia. Pada tahun 2021 usia lanjut di Indonesia diperkirakan mencapai 30,1 juta
jiwa yang merupakan urutan keempat di dunia sesudah Cina, India dan Amerika Serikat.
Menjelang tahun 2050 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50
juta jiwa, Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan
meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5% usia lanjut 65 70 tahun
menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 %
pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 1.0 % dan di
Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 15% atau sekitar 3 4 juta orang.
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensiasedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada
kelompok usia diatas 65 tahunprevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5
persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20
hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya
menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
(Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring
bertambahnya usia. Untukseseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6
persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya
mencapai 21 persen.
Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan
rumah (nursing home bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler,
3 | Page
D. Etiologi Demensia
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65
tahun adalah(1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara
4 | Page
b.
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer yaitu sekitarlima puluh sampai enam puluh
persen. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat
signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya. Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga
penurunan proses berpikir.
E. Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan
Vaskuler.
a. Demensia Alzheimer
Dikenal juga dengan nama Demensia Degenaratif Primer yaitu suatu
keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di
5 | Page
daerah tertentu dari korteks otak.Terjadi suatu kekusutan neuro fibriler dan plakplak neurit dan perubahan aktifitas kholinergik di daerah-daerah tertentu otak.
Penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi beberapa teori
menerangkan
kemungkinan adanya factor genetic, radikal bebas, toksin, pengaruh logam
aluminium, infeksi virus dan pengaruh lingkungan lainnya. (Buku Ajar Geriatri)
Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan
penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan
mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang
sekalipun yang termudah.Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga
timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai menuduh ada yang
mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah,
mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas
psikomotor, berkelana. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium,
yaitu :
1. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun.Fungsi
memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang
dialami. Namun aktifitas rutin dalam keluarga tidak terganggu, fungsi
motoric dan sensorik serta koordinasi atau keseimbangan masih normal.
2. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dengan gejala :
1) Disorientasi, gangguan bahasa (afasia)
2) Penderita mudah bingung, mudah agresif dan ingin berkelana
3) Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak
dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal
anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu
tindakan sehingga mengulanginya lagi.
4) Gangguan fungsi bahasa sehingga sulit menemukan kata-kata
dan tak lancar berbicara, lupa apa yang sudah diucapkan,
sehingga sering mengulang pembicaraan, tidak mengerti
pembicaraan yang kompleks sehingga salah pengertian.
5) Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita
mudah tersesat di lingkungannya.
6) Sifat kepribadian yang kurang baik yang dimiliki sebelumnya
menjadi lebih menonjol, misalnya sikap curiga, bandel dan suka
bertengkar.
7) Depresi berat prevalensinya 15-20%.
8) Sistem motoric dan sensorik masih baik.
3. Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12
tahun.Gejala klinisnya antara lain:
1) Penderita menjadi vegetative yaitu akinetik (tidak bergerak) dan
membisu
2) Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak
mengenal keluarganya sendiri
3) Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
4) Untuk melakukan kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan
orang
lain
kematian
terjadi
akibat
infeksi
atau
6 | Page
trauma/kecelakaan
b. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi
darah di otak.Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat
terjadinya demensia.Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat
gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia
vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada
Alzheimer. Kriteria dari demensia vaskuler mencakup :
1. Gangguan vaskuler yang mengacu pada semua jenis gangguan peredaran
darah otak, stroke.
2. Kemunduran kognitif meliputi semua jenis kemunduran.
3. Faktor risiko yang berperan adalah diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemi,
penyakit jantung, obesitas, dan fisik inaktif.
Faktor risiko demensia vaskuler sering kurang memperoleh perhatian dari
penyandangnya.Salah satu yang belum banyak diketahui masyarakat tentang
demensia vaskuler adalah kemunduran fungsi kognitif, karena kemunduran kognitif
ini biasanya terjadi secara perlahan-lahan dan samar-samar.Biasanya hal ini sulit
diketahui oleh penyandangnya.Dan pengamat yang paling tepat adalah
pasangannya.Faktor resiko tersebut diatas bisa menyebabkan kemunduran fungsi
kognitif, kemunduran perilaku dan aktifitas hidup sehari-hari. (Kusumoputro, 2009)
F. Tanda dan Gejala Demensia
Tidak jauh berbeda dengan gejala klinis namun ada beberapa hal yang menarik dari
gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku
sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam
tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita
demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka
sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama
cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal
tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka.
Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal
bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu
lebih banyak istirahat.Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi.Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit
di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji
7 | Page
8 | Page
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
9 | Page
dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada
dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul
akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia.
b. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Demensia pada Lansia
Keluarga terdiri dari orang- orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,
darah dan ikatan adopsi. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama- sama
dalam satu rumah tangga. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu
sama lain dalam peran sosial keluarga. Di dalam sebuah keluarga terdiri dari anggota
keluarga. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak- anak mereka, keluarga besar
terdiri dari keluarga inti dan orang- orang yang berhubungan (oleh darah), yang
paling lazim menjadi anggota keluarga yaitu salah satu teman keluarga inti, berikut ini
termasuk sanak keluarga yaitu tante, paman, sepupu termasuk juga kakek nenek
atau lansia. Kebanyakan dari lansia senang tinggal di tengah- tengah keluarga. Para
lansia masih merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap yaitu sebagai seorang
kakek dan nenek.
Bagi lanjut usia keluarga merupakan sumber kepuasan. Seorang lansia
membutuhkan dukungan penuh dari anggota keluarganya. Dukungan keluarga yang
diberikan untuk keluarga dengan lansia bermacammacam. Dukungan informasional
keluarga memfungsikan keluarga sebagai pemberi nasihat, usulan, saran dan
petunjuk serta pemberian informasi. Dukungan penilaian dalam keluarga menjadikan
keluarga sebagai pemberi suport, penghargaan dan perhatian, dukungan emosional
memfungsikan keluarga sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk istirahat, dan
dukungan instrumental meletakkan keluarga sebagai sumber pertolongan praktis dan
konkrit. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungan termasuk keluarga. Keluarga harus senantiasa memberikan suasana
aman, tidak gaduh, dan membiarkan lansia untuk melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga juga harus dapat membangkitkan
semangat dan kreasi keluarga lanjut usia dalam mengurangi rasa putus asa, rasa
rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan
yang dideritanya termasuk demensia atau pikun. Gejala klasik dari demensia adalah
kehilangan memori atau daya ingat yang terjadi secara bertahap sehingga
mengganggu aktivitas kehidupan sehari- hari. Tingkatan demensia yang biasa terjadi
sebagai suatu stadium awal ditandai dengan gejala disorientasi orang, waktu dan
tempat, kehilangan inisiatif dan motivasi. Stadium menengah atau tingkat demensia
sedang ditandai dengan gejala sulit melakukan aktivitas sehari- hari dan
menunjukkan gejala mudah lupa terutama untuk kejadian yang baru saja terjadi. dan
gejala yang paling terlihat untuk penderita demensia atau pikun adalah ketika ditandai
dengan ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi anggota keluarganya,
sukar memahami dan menilai peristiwa. Berbagai hal masih dapat disiasati agar
kehidupan lanjut usia dengan demensia tetap berjalan dengan baik. Dimulai dari
keluarga terlebih dahulu.
10 | P a g e
J. Pengobatan
Terapi untuk DVa ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan faktor risiko
(pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan
interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan kognitif dan
gejala perilakunya. Banyak obat sudah diteliti untuk mengobati DVa, tetapi belum
banyak yang berhasil dan tidak satupun obat dapat direkomendasikan secara postif.
Vasodilator seperti hidergine mempunyai efek yang postif dan pemberian secara oral
active haemorheological agent seperti pentoxiylline mampu memperbaik fungsi kognitif
penderita. Pemberian acetylcholineesretarse inhibito seperti donepezil, rivastigmine and
galantiamin mampu meperbaiki fungsi kognitif penderita.
Akhir-akhir ini sedang diteliti memantine untuk pengobatan DVa. Efektifitas dari
memantine terhadap DVa diteliti menggunakan rancangan randomised, double-blind,
placebo controlled yang mengikut sertakan 321 penderita di Perancis dan 579 penderita
di Inggris. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan fungsi kognitif yang bermakna pada
kelompok yang diberikan memantine.Penelitian di Inggris yang meliputi 54 pusat studi
11 | P a g e
melakukan penelitian untuk menilai efektifitas dan keamanan dari memantine terhadap
penderita DVa ringan dan sedang. Rancangan penelitian double-blind, parallel,
randomised menggunakan kontrol mengikut sertakan 579 penderita. Dosis memantine
sebesar 20 mg diberikan setiap hari selama 28 minggu. Hasil penelitian menunjukkan
penderita yang diberikan memantine menunjukkan perbaikan fungsi kognitif. Efek
samping yang ditemukan adalah pusing dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara kedua kelompok pelakuan. Ternyata memantine aman dan dapat
diterima oleh penderita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demensia adalah penyakit pikun yang sudah berumur seperti lansia. Maka
harus ada dorongan dari aspek kesehatan masyarakat membantu mengembalikan
daya ingat dan memori yang sudah lama diingat dan setelah itu lupa. Gejala ini
terjadi akibat muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak
dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh
munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada
saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi.Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah
sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
12 | P a g e
B. Saran
1. Sebagai tenaga kesehatan masyarakat lebih memberikan motivasi dan cara
mencegah terjadinya penyakit demensia dikalangan lansia.
2. Dan memberikan pengetahuan yang luas terhadap penyakit demensia
memberikan pola makanan apa saja yang sehat.
3. Merangkul orang yang terkena penyakit demensia agar tidak terlalu lupa
dengan memori yang sudah lama terjadi. Mencegah timbulnya halusinasi yang
berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=281&wid=0
file:///C:/Users/user/Downloads/4-93-1-PB%20(1).pdf
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/viewFile/2940/2627
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/RIANI(1).pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-sitiaminah-5527-3babiip-f.pdf
13 | P a g e
14 | P a g e
15 | P a g e