Anda di halaman 1dari 18

URBANUS

TATA KOTA TATA KITA

gratis #1001.
november 2010

salam urban !

m e nu

Buletin ini hadir dari sebuah komunitas kecil di


Jalan Veteran I,
buletin ini hadir sebagai bentuk provokasi dari
diskusi dan pemikiran kaum urban terhadap isu
perkotaan dewasa ini,
buletin ini hadir untuk memberikan visi dan
wawasan baru pada para pengambil keputusan
dan masyarakat Indonesia secara umum,
buletin ini hadir dalam rangka menciptakan tata
kota yang lebih baik dari yang telah ada,
buletin ini ada karena URBANUS, TATA KOTA
TATA KITA.
/kaum urban

3
4

salam urban!
menu
penggiat

reportase acara:
Pemindahan Ibu Kota Baru

8
13
17

denyut kota:
jalan veteran I

sudut pandang:
potret kota dunia

urban lounge:
buku rekomendasi

penggiat
t a u f i k . r a h z e n / r i z a l . s y a r i f u d d i n / e k o . l a k s o n o / d a r m a n i n g t y a s /
m o h a m m a d . a r i f i n / a r i e f . t a u f i q q u r a h m a n / t h o w a f . z u h a r o n /
i n d a l . f i t r i / s a f i t r i . a h m a d / n i c k y . n u g r o h o s o e t a r t o /
larasati/ucok.juniartumanggor/siswanto/uzhma/cori.estadiansulistiani/
d e f i . r e i s n a / d h i c i . d w i c a h y a s a n i / u t a m i . w i d y a n i n g s i h / s y u k r i /
rima.nurulzakyrahmah/yantri.abshardiniia/meitha.gracetania/
ranindita.prasidha/wahid.rasidi/tiara.kusumarini/yuli.istanto/
n u r w a h y u . y u l i a n t o / a f r e t . n o b e l / a b d u l . m a z i d / f e b i a n i e /
anwar.majid/asep.wibowo/agus.rahman/supriyadi/pupu.pulihah/
s i n g a l . s i r a i t / b a c h r u d d i n / j o k o . b i n t o r o / n o v e n d i / s u c i /

PEMINDAHAN IBU KOTA


INDONESIA
Catatan dari Seminar Babad Ibu Kota Baru:
Menemukan Kembali Iabadiou
/Rizal Syarifuddin
Selasa, 2 November 2010, Urbanus Antara
Institute bekerja sama dengan Indonesia
Culture
Observatory
menyelenggarakan
seri seminar bertajuk Babad Ibu Kota Baru:
Menemukan Kembali Iabadiou. Bertempat di
Mata hari DOMUS Cafe Jalan Veteran I No. 33
Jakarta Pusat.
Adapun topik yang diangkat adalah isu
perkotaan yang sedang hangat dalam kurun waktu belakangan ini. Seperti kita telah
ketahui dan rasakan bersama, Jakarta telah
menjadi kota yang besar yang penuh dengan
berbagai komplikasi. Penataan kotanya makin jauh dari harapan, ruang hijau justru makin
sempit, situasi jalan-jalan utama ibukota Indonesia itu makin sulit dikendalikan, dan berbagai problematika kependudukannya juga
makin membelit, dari masalah pengangguran,
ketertiban, minimnya fasilitas umum, sampai keamanan. Jakarta sepertinya memerlukan solusi
yang lebih strategis. Salah satu wacana yang
berkembang sekarang adalah pembangunan
ibu kota baru.
Melalui diskusi ini, maka kita akan memperoleh tidak hanya solusi, tapi juga visi
baru yang maju dalam konteks wacana
pembangunan
ibukota
baru
itu
nanti.
Seminar yang rencananya digelar 3 seri ini akan
membahas wacana pemindahan ibu kota Indonesia, dengan melibatkan berbagai unsur
masyarakat dari beragam disiplin ilmu dan latar
belakang.
Pada seri pertama ini hadir sebagai pembicara antara lain Prof. Dr. Damarjati Supadjar, doktor filsafat dari UGM Yogyakarta, Fachri Hamzah, SE, anggota DPR dari FPKS,
Prof. Danang Parikesit, staf ahli Menteri PU
yang sekaligus Ketua MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia), Rizal Syarifuddin, Sekjen
IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), Kusumo Hartami Ketua HPK (Himpunan Penghayat Kepercayaan), Martono Yuwono, IAI, Kepala Dinas
Tata Kota Jakarta Utara dan Sadeli Suryamangun (Pemuka adat Sunda dari Ciomas).
Dengan moderator Taufik Rahzen, budayawan.

Sesi pertama seminar tersebut dibuka kurang


lebih pukul 10.00 wib dengan menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya dengan pengibaran merah putih oleh salah satu staff DOMUS
Cafe. Dengan khidmat para hadirin pun turut menyanyikan tiap baitnya mengikuti iringan lagu.
Selanjutnya
moderator
memperkenalkan
tiga pembicara, yaitu Prof. Dr. Damarjati Supadjar, doktor filsafat dari UGM Yogyakarta,
Fachri Hamzah, SE, anggota DPR dari FPKS,
Prof. Danang Parikesit, staf ahli Menteri PU yang
sekaligus Ketua MTI (Masyarakat Transportasi
Indonesia).
Diawali oleh Prof. Dr. Damarjati Supadjar yang
memberi pendekatan secara filsafat tentang
suatu pemindahan ibu kota. Menurutnya, pemindahan ibu kota harus disertai dengan pergerakkan budaya. Jangan hanya disertai pemindahan
secara material dan fisik, hanya pemindahan
gedung-gedung semata. Sebelumnya kita harus
menyiapkan ibu kota, yakni kota tersebut memiliki sifat keibuan-- yang menjadi rahim bagi universal.

Baginya, perpindahan ibu kota itu bukan hanya karena hal-hal teknis, tetapi harus memiliki
impian dan visi yang besar. Ia pun dengan lugas beropini tentang pemerintahan saat ini
yang seakan tidak memiliki visi. Berjalan tanpa
arah. Istanbul Turki diambilnya sebagai studi
kasus masalah perkotaan. Kota tersebut dengan pola kepemimpinan yang baik dan tegas
dapat berubah dari kota yang chaos, pelacuran
dimana-mana, dapat
berubah menjadi kota
maju dan modern di antara kota-kota di Eropa.
Lain halnya dengan Prof. Danang Parikesit,
telaah dari segi mobilitas perkotaan dikemas
dengan menampilkan slide presentasi. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengantar ibu kota baru ke arah yang lebih efektif, fungsional dan lebih lestari
(sustainable).
Perlu dipikirkan dampak dari pemisahan antara
pusat ekonomi dengan pusat pemerintahan.
Perlu dibentuk sistem kota yang manusiawi, yang
memungkinkan perkembangan ekologi, sosial
budaya, keanekaragaman manusia serta sistem
transportasi yang efisien dan nyaman.

Perpindahan ibukota dapat menjadi lebih bermakna hakiki, perpindahan jiwa mental manusia
dari materialistik menjadi lebih manusiawi dan
berbudi luhur. Seperti lakon wayang di kebudayaan Jawa yang disampaikan olehnya pula, Pandawa dan Kurawa. Perpindahan mental Pandawa ke Kurawa. Dengan Perpindahan seperti Menolak alasan pemindahan ibukota...,
itulah manusia akan mencapai puncaknya yang

bila alasannya tidak tepat..
sesungguhnya.
Sementara itu pendekatan yang berbeda dipaparkan oleh Fachri Hamzah. Ia memulainya dengan menyebutkan tiga hal yang menjadi kota
ideal. Pertama, suatu kota menurutnya harus
mampu menjaga hubungan antar manusianya
yakni terdapat public space, ruang-ruang komunal. Lalu, sebuah kota itu memiliki alamnya
sendiri, berdiri di atas air dan tanah. Terakhir,
kota itu ideal itu memang seharusnya memelihara lingkungan kita dengan Tuhan, tambahnya.

Jakarta
sesungguhnya mau jadi seperti
apa? Pemda DKI sepertinya tidak tahu apa
yang harus dilakukan. Ini membuat Jakarta
seperti sekarang,

Waktupun berlalu sekitar dua jam pada sesi pertama tersebut. Setelah ditutup dengan tanya jawab
dari hadirin, kemudian dilanjutkan dengan istirahat menyantap hidangan siang prasmanan. Pada
kesempatan ini pula, terdapat pameran panel-panel yang berisikan provokasi pemindahan ibu kota
baru. Enam buah panel posisi potrait terpampang dengan frontalnya dari area masuk tempat hidangan prasmanan berada. Tiga panel pertama bercerita tentang idealnya sebuah kota yang mengambil studi kasus beberapa negara di dunia yang mengalami pemindahan ibu kota. Lalu, tiga panel
selanjutnya tak kalah menarik, pembacanya dibawa untuk berutopia seandainya ibu kota negara kita
dipindahkan ke Jatiluhur.

Panel pameran Babad Ibu Kota Baru yang berisikan


studi kasus di negara lain tentang pemindahan ibu kota

Sekitar pukul 14.00 wib sesi kedua dari acara


ini pun berlanjut. Empat pembicara selanjutnya adalah Rizal Syarifuddin, Kusumo Hartami,
Sadeli Suryamangun dan Martono Yuwono.
Pada sesi kedua ini pembahasan lebih menitik beratkan kepada filsafat, visi serta budaya
masyarakat terhadap keberadaan suatu kota.
Lebih kepada mengingatkan kembali ingatan
kita akan kearifan lokal yang mulai pudar.
Menurut Sadeli Suryamangun, sistem pemerintahan di Indonesia seharusnya berkonsep silahturahmi. Yakni, ibu kota berada di suatu tempat
namun para menterinya yang berkunjung serta
memantau kegiatan-kegiatan yang terjadi di
setiap pulau/daerah.
Kusumo Hartami kemudian memberikan
pendekatan lebih kepada budaya Jawa dengan
mengaitkan ramalan Jangka Jayabaya dengan
lahirnya sebuah kota.

Sesi pertama acara seminar

Dua
jam
kemudian,
acara
seminar
Babad Ibu Kota Baru : Menemukan Kembali
Iabadiou usai, diakhiri dengan berfoto bersama
antara pembicara dengan hadirin.**

Sesi kedua acara seminar

Suasana acara seminar yang


penuh antusiasme peserta

denyut kota :

j a l a n vet er a n I

..di lokasi ini Westerling pernah


berkunjung dan bersembunyi dari kejaran TNI.

Melangkahkan

kaki di Jalan Veteran I


menjadi
suatu
kesempatan
berharga yang tidak akan terlewati begitu saja
bagi kami, para arsitek muda yang berstudio di Pejaten 31A ini. Kumpulan ide
arsitektural yang brilian bertemu dengan seloyang
pizza di Domus mengawali ketertarikan kami akan
kisah panjang sejarah budaya bangsa ini yang
dituturkan oleh Taufik Rahzen, seorang budayawan. Beliau melestarikan bangunan bersejarah di
kawasan tersebut, dengan perpaduan antara
bisnis dan idealisme.
Di setiap penuturannya, ia seakan memberi
pesan kepada kami, bahwa sejarah budaya bangsa itu merupakan bagian dari arsitektur nusantara. Tak terpisahkan. Seperti beberapa bangunan
lama di Jalan Veteran I yang turut mengambil peran penting bagi sejarah budaya bangsa negeri ini.

Citadelweg : Jalan Veteran I


Citadelweg, atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Jalan Veteran I, terletak di
kotamadya Jakarta Pusat, bersebelahan dengan Masjid Istiqlal. Dulunya jalan ini digunakan
sebagai jalur untuk menuju lokasi benteng (Citadel) Frederik Hendrik yang berada
ditengah Taman Wilhelmina (Kawasan bekas benteng dan Taman Wilhelmina saat ini digunakan sebagai tempat berdirinya sebuah masjid terbesar di Asia Tenggara bernama Masjid Istiqlal).
Menyusuri Citadelweg dari arah Koningsplein (atau sekarang Lapangan Monas), kita akan
menemui sederetan wisata kuliner bertema kolonial dan beberapa bangunan bergaya Indies yang
dibuat sejak tahun 1923. Gudeg Bu Tjitro, Newseum Cafe, Domus Cafe, Dapur Babah, Tao Cafe,
sampai es krim Ragusa yang tetap eksis tak lekang oleh waktu.

Mata hari
Domus,
hingga kini
masih
menjadi
saksi bisu
bermulanya
suatu
provokasi
ide brilian.

Mata hari, Westerling dan Hamid II


Berdasarkan cerita yang ada, cafe dan bar bertingkat dua yang berlokasi di Jalan Veteran I
No.33 ini merupakan tempat sosialisasi berbagai
kalangan menengah Batavia. Tokoh-tokoh
fenomenal sekelas agen rahasia Perancis
Margarethe Gertruide Zelle (Mata hari), serta
otak pembantaian massal di Sulawesi Selatan,
Raymond Pierre Paul Westerling di kisahkan
sering berkunjung ke lokasi ini, ungkap Taufik
Rahzen.

Ruangan utama Newseum Cafe Jakarta dengan


panggung rendah di salah satu ujungnya yang
biasa digunakan untuk pertunjukan musik atau
acara lainnya. Suasana yang cozy menjadi daya
tarik utama ruangan ini.

10

Mata hari DOMUS Cafe, sebelumnya pernah bernama Cuba Libre masih menyimpan sejarahnya.
Bulan Januari 1948, di tempat yang dulunya bernama Au Chat Noir (atau juga disebut Black Cat
Noir) ini, dua nama yang dianggap hitam dalam
sejarah Indonesia bertemu. Mereka adalah Kapten komando Belanda bernama Westerling dan
satunya lagi adalah Sultan Hamid II dari Pontianak. Hamid, yang sering disapa Max, bukan
orang baru di kalangan orang Belanda masa itu.
Dia bekas perwira KNIL dengan pangkat Letnan
Satu sebelum Perang Pasifik.
Hamid juga ikut bertempur melawan Jepang di
Balikpapan. Masuknya NICA ke Indonesia, serta
pembunuhan balatentara Jepang terhadap Keluarga Kesultanan Pontianak, membuat Hamid
memegang tahta Kesultanan keturunan Arab
itu. Artinya, pertemuan dua orang yang kesohor
karena pemberontakan APRA di Bandung dan
Jakarta itu berawal di cafe yang pernah bernama Cuba Libre ini.
Di tempat ini, Westerling bisa mengobrol dengan
orang-orang berpengaruh, juga mencari informasi intelejen karena naluri intelejen Westerling
juga menginginkannya. Hamid, yang mungkin
sudah dicap Belanda juga bisa mengobrol dengan orang-orang Belanda atau orang-orang
berpengaruh lainnya. Bergaul dengan orang Belanda tuntutan bagi Hamid, karena istri Hamid
juga wanita Belanda berambut blonde.
Disini juga Hamid bisa meneguk minuman
favoritnya, Jenewer. Tidak diketahui secara
pasti berapa kali Westerling dan Hamid berkunjung dan bertemu di cafe tersebut. Mereka
berdua orang sibuk yang kerap meninggalkan
Jakarta. Hamid harus mengurusi Kesultanan Pontianak, walau jauh diluar Pontianak.
Hamid Juga memimpin BFO (Bijeenkomst voor
Federaal Overleg: Persekutuan Negara Federal)
Menjelang Pengembalian Kedaulatan RI 1949,
Hamid lebih sibuk lagi karena harus menghadiri
beberapa pertemuan penting. Salah satunya
Konferensi Meja Bundar untuk mewakili BFO.

Newseum Cafe: Dinding yang berbicara


Suatu ketika kami diundang pemilik The Blora
Institute tersebut ke cafe di lantai dua. Perlahan kami
menapaki tangga masuk, karena banyaknya
gambar yang memenuhi dinding sepanjang
tangga menarik minat kami. Sampai di atas
ternyata gambar-gambar itu belumlah berganti
tema. Setelah diperhatikan dengan seksama,
rasa kagum tertuju pada pemilihan desain di
dinding cafe itu. Dinding Newseum Cafe dipenuhi oleh gambar/foto dari cover koran dan
majalah dari seluruh percetakan yang ada di Indonesia sejak awal adanya koran atau majalah
hingga saat ini.
Tata pencahayaan yang temaram juga
mengingatkan kita akan kehebatan masa
silam. Intuisi
kearsitekan kami tak terhenti
sampai
disitu,
kami
mengamati
seluruh interior pada cafe itu. Sebagian
dinding bagian belakang cafe itu ada
gambar foto bergaya Warhol dari orangorang terkenal seperti (kalau tidak salah
ingat) Madonna, Clark Gable, Edie Murphie,
Maryln Monroe dan Che Guevara. Sebagian dinding lagi dipenuhi gambar covercover koran dari masa lalu hingga kini. Di
bagian dinding sebelah kiri hingga podium
depan juga dipenuhi cover-cover koran,
tabloid dan majalah dari masa yang telah lewat dan masa kini. Dinding-dinding cafe itu
seakan berbicara tentang bagaimana sejarah
dan perkembangan pers di Indonesia mulai dari
awal kemunculannya hingga saat ini.

11

Es krim Ragusa : sebuah semangat yang tak


leleh oleh waktu
Penyusuran kami kemudian berujung di sebuah
kedai es krim yang mulai dirintis tahun 1932, oleh
dua bersaudara Italia Luigi dan Vicenzo Ragusa.
Awal mulanya berada di wilayah Gambir.
Namun tahun 1947, es krim Ragusa memutuskan membuka kedai pertamanya di daerah
Citadelweg (Jalan Veteran I No.10) yang juga
dijadikan sebagai pabrik utama.

work alone will efface the footsteps of work, but we..

Hingga kini, kedai itu masih ada di tempat yang


sama, dengan kondisi yang tentunya sudah harus menyesuaikan perkembangan jalan./larasati

13

POTRET

KOTA D
UNIA
Eko Lak

sono

Mengapa

semua pemimpin-pemimpin terbesar dunia ingin membangun sebuah kota-kota


besar yang hebat? Kota-kota yang tidak ada tandingannya di seluruh dunia? Para pemimpin besar
seperti Soekarno, George Washington dan Jefferson di Amerika, Napoleon, Pericles yang membangun
Akropolis dan Partenon, keluarga Medici di era Renaissance Italia, atau Lee Kuan Yew di Singapura?
Sebuah kota sebagai titik pusat peradaban tidak hanya merupakan konstruksi bangunan-bangunan
fisik yang megah, jalan raya, transportasi, dan segala fasilitas penunjangnya. Atau juga sekedar konsep penataan kota strategis yang sekarang banyak diusung seperti intelligent city, garden city, hightech city, atau eco city, kota yang ramah lingkungan.

Sebuah kota utama, atau ibu kota, bagi para


pemimpin besar memiliki signifikansi yang jauh
lebih besar dari itu. Membangun ibu kota, adalah
membangun sebuah bangsa. Sebuah ibu kota
adalah wahana dan kanvas raksasa yang akan
menjadi model dalam membangkitkan inspirasi
raksasa bagi peradabannya, bagi kemegahan
sejarah dan kecemerlangan impian-impian masa
depan bangsanya.

Singapura, Marina Bay Sands

Apple Store, Pudong Shanghai

14

Kingdom Centre,
Riyadh

Pentominium Tower,
Dubai

Athena, Baghdad di abad 8-12, Florence di Italia,


Paris, Washington DC, Singapura, Wina di Austria, Jakarta di masa Soekarno, semua kota-kota
besar adalah kota yang mampu membangkitkan semangat dan kepercayaan diri rakyat dan
bangsanya.
Sebuah ibu kota harus mampu menginspirasi keunggulan, membuat rakyatnya menjadi
manusia-manusia yang berpikir besar, berjiwa
besar, mencintai keindahan, menginspirasi kecerdasan dan daya pikir, membangkitkan rasa
bangga dan percaya diri (confidence), dan nasionalisme yang kuat. Sebuah ibu kota juga akan
mampu memancarkan semangat, optimisme,
kebahagiaan dan etentraman dalam hidup warga dan seluruh bangsanya.
Seperti Florence dan keluarga Medici, para patron dari seni, ilmu pengetahuan, dan filosofi
yang membangkitkan seluruh peradaban Barat.
Florence menjadi kota yang merubah keterbelakangan dan kebodohan Eropa menjadi keunggulan. Seperti Pericles, yang membuat Yunani
(abad 5 SM) bersama Socrates memicu kebangkitan kecerdasan seluruh umat manusia.
Pericles tidak hanya ingin membangun proyekproyek raksasa seperti Akropolis dan Parthenon,
tapi sekaligus memberi pekerjaan bagi rakyatnya dan meningkatkan kualitas hidup rakyat
Athena, sebuah masa cemerlang yang disebut
Athenian Golden Age, atau The Age of Pericles.
Lee Kuan Yew, pemimpin Singapura dengan
sengaja membangun sebuah kota yang paling manusiawi, efisien, dan menyenangkan. Itu
membuat produktifitas warganya menjadi unggul. Bahkan banyak orang dari seluruh dunia
yang jadi ingin berwisata, bekerja, atau tinggal
menetap di negara kota yang menyenangkan
itu. Singapura sekarang, walaupun kecil, adalah
salahsatu negara tersukses dan paling makmur
di dunia.
Kita sekarang mempunyai dasar alasan yang
kuat, tidak hanya untuk menciptakan sebuah
ibukota baru, tapi untuk merancang masa depan Indonesia yang baru. Sebuah kota masa
depan yang sempurna, sebuah model dari Indonesia yang modern, visioner, dan futuristis. Kota

abad 21 yang seperti kota-kota terhebat dalam


sejarah manusia akan menjadi titik awal dari kebangkitan kembali peradaban Indonesia. Saat
ini bangsa Indonesia memerlukan intelligent city
yang mendorong terciptanya intelligent society
dan intelligent nation.
Di era ini yang lebih dibutuhkan bukan alat, infrastruktur, dan sistem, tapi strategi kepemimpinan
dalam pengelolaan dan penyebaran kecerdasan
yang visioner yang memungkinkan terciptanya
tujuan besar diatas. Diperlukan program strategis untuk menciptakan masyarakat cerdas
yang memiliki kemampuan dan semangat tinggi
dalam mengakses, mengelola,
memanfaatkan, dan mengembangkan pengetahuan dan
teknologi maju.

INTELLIGENT ECONOMY
Dengan proses pelatihan entrepreneurship dan
teknologi secara strategis, serta manajemen
teknologi informasi baru yang visioner, pemerintah bisa membentuk puluhan juta intelligent
workforce yang mempunyai produktifitas bernilai tinggi, dan kemampuan memanfaatkan segala potensi ekonomi global secara cepat dan
optimal.
Pemerintah juga akan bisa mendapatkan data
bisnis, ekonomi, dan teknologi terbaik global
secara realtime, dan menyebarkannya secara
efektif ke seluruh Indonesia. Ini memungkinkan
kekuatan ekonomi Indonesia berkembang setara dengan kecepatan global, menciptakan intelligent economy, dan membentuk daya saing

INTELLIGENT SOCIETY

yang makin kuat.

Sistem pembelajaran strategis dan IT di kota ini


memungkinkan untuk mendapatkan informasi
perkembangan sains dan teknologi termaju di
dunia secara global dan realtime, dan menyebarkannya secara cerdas ke seluruh Indonesia.
Kita juga akan mampu melakukan kolaborasi
dengan pusat-pusat sains global untuk mempercepat pengembangan ilmu pengetahuan.

INTELLIGENT GOVERNMENT
Memiliki database yang lengkap dan dikelola
secara efisien yang memungkinkan terjadinya
proses birokrasi secara realtime dan decision
making yang lebih cepat di semua bidang.

Dengan ini seluruh rakyat Indonesia, para ilmuwan, pendidik, dan anak didik bisa mendapatkan ilmu pengetahuan yang termaju di dunia,
tidak saja secara cepat tapi instan, dan mendorong terciptanya inovasi-inovasi baru dengan kecepatan yang tinggi.

INTELLIGENT DEMOCRACY
Masyarakat bisa dengan mudah mengakses,
mengetahui, menilai, dan memberi feedback
secara langsung pada pemimpin dan wakilwakilnya terhadap kinerja yang telah dicapai
dan visi yang akan diraih bagi kemajuan bangsa
Indonesia. **

Sidney, Australia

15

urban lounge :

buku rekomendasi

Time-Saver Standards for Urban Design


Watson, Donald Watson

Hardcover: 960 halaman


Publisher: McGraw-Hill Professional
ISBN: 007068507X; 1st edition (November 15, 2002)
Time-Saver Standards for Urban Design mencakup spektrum-penuh disiplin ilmu seperti perencanaan transportasi, bioregionalisme, pengelolaan air hujan, parkir, desain
universal, akustik perkotaan, dan grafis.
Buku ini ditulis untuk kemudahan referensi oleh para perencana kota dan desainer, arsitek, profesional lanskap,
insinyur lingkungan, insinyur sipil dan transportasi, serta
pemerintah kota dan pejabat perencanaan. Juga menyediakan referensi lengkap dalam satu volume yang sangat
diperlukan untuk kebijakan desain perkotaan dan praktek.

The Image of The City


Kevin Lynch

Publisher: MIT Press (MA)


202 halaman
ISBN: 0262620014; (Juni 1960)
Apa bentuk kota sebenarnya berarti orang-orang yang
tinggal di sana? Apa yang bisa perencana kota lakukan
untuk membuat gambar kota lebih hidup dan berkesan
kepada penghuni kota? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Mr Lynch, didukung oleh penelitian dari Los Angeles, Boston, dan Jersey City, merumuskan kriteria imagibilitas-baru-dan menunjukkan nilai potensial sebagai panduan
untuk membangun dan pembangunan kembali kota.
Ruang lingkup yang luas dari studi ini mengarah ke metode
yang asli dan penting untuk evaluasi bentuk kota. Arsitek,
perencana, dan tentunya penghuni kota semua akan ingin
membaca buku ini.

Kota Rumah Kita


Marco Kusumawijaya

Penerbit: Borneo
Softcover: 372 halaman
ISBN: 9199947227 (Juli 2006)
Minat terhadap kota dari berbagai kalangan belakangan ini meningkat karena terdorong oleh kesadaran bahwa kota menentukan kualitas hidup kita
semua, dan kita inginkan perubahan, karena yang
sekarang tidak lagi sesuai dengan aspirasi kita.
Buku ini menjawab kebutuhan wawasan dan pengetahuan
perkotaan yang muncul dari meningkatnya minat tersebut.
Keragaman isi rampaian ini menawarkan penglihatan atas
kota dari berbagai ketinggian, sudut dan analogi

17

/dapur produksi
URBANUS ANTARA INSTITUTE
Jalan Veteran I No.23 Jakarta Pusat
T. +6221 344 72 88 | F. +6221 344 72 89
urbanusantara@gmail.com | http://urbanusantara.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai