Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Diabetes melitus ditandai oleh hiperglikemia akibat gangguan
metabolisme yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. Gejala yang ditimbulkannya adalah poliuria, polifagi, polidipsi (banyak
makan) tetapi berat badan menurun dan beberapa gejala lainnya seperti gatal-gatal,
kebas pada jari tangan dan kaki, jika luka susah sembuh,dan badan terasa lemah
(Slamet, 2009).
Prevalensi diabetes melitus meningkat di beberapa negara berkembang akibat
perubahan gaya hidup akhir-akhir ini banyak disoroti, terutama di kota-kota besar.
Diabetes melitus adalah penyakit degeneratif yang menimbulkan masalah kesehatan
yang berdampak pada produktivitas dan sumber daya manusia. Penyakit ini tidak
hanya berpengaruh secara individu tapi juga sistem kesehatan suatu negara (Slamet,
2009).
Jumlah penderita DM di dunia mengalami peningkatan pada tahun 1994
sebanyak 110,4 juta, 1998 sebanyak 150 juta, tahun 2000 sebanyak 175,4 juta, tahun
2010 sebanyak 279,3 juta dan tahun 2020 diperkirakan sebanyak 300 juta (WHO,
2002). Sedangkan prevalensi di Indonesia 1,5 % sehingga dapat diperkirakan jumlah
penderita DM pada tahun 1994 sebanyak 2,5 juta, 1998 sebanyak 3,5 juta, tahun 2010
sebanyak 5 juta dan 2020 sebanyak 6,5 juta (Perkeni, 2006). World Health
Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 terdapat 366 juta penduduk
dunia menderita DM dan juga memperkirakan ada kenaikan jumlah DM di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 dan Menurut survei
yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita DM
terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat (Diabetes Care, 2004).
Penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45 -54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%, dan daerah pedesaan DM menduduki
ranking ke-6 yaitu 5,8% (RisKesDas, 2007). Dari 110,4 juta kasus diabetes melitus
yang terdiagnosis tahun 1994, 80-90% terdiri atas diabetes melitus tipe 2 (NIDDM
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) (Soegondo, 2009).
Diabetes melitus yang tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah,
kaki dan syaraf. Hal ini akan meningkatkan kasus kecacatan, menurunkan usia
harapan hidup, meningkatkan biaya pemeliharaan kesehatan dan pengobatan bagi
penderita DM (OBrien, 2003). Penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non

farmakologis, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan terapi nutrisi medik,


kegiatan jasmani, dan penurunan berat badan bila didapatkan berat badan lebih atau
obesitas. Bila dengan langkah-langkah non farmakologis tidak ada perbaikan maka
dilakukan terapi farmakologis dengan obat-obatan seperti metformin, sulfonilurea,
glibenklamid, dan acarbose (Soegondo, 2009).
1.2 Tujuan
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk mengetahui definisi,
prevalensi, patofisiologi, gejala klinis, cara menegakkan diagnosa, dan
penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Glukosa Darah

Kadar glukosa darah merupakan parameter utama untuk menilai


metabolisme karbohidrat Glukosa di dalam darah diperoleh dari berbagai macam
sumber antara lain; karbohidrat dalam makanan, glukoneogenesis, dan
glikogenolisis (Guyton, 2007)
Karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk polisakarida,
disakarida dan monosakarida. Ketika makanan di cerna, makanan bercampur dengan
saliva, yang terdiri atas enzim pencernaan ptyalin (suatu -amilase) yang terutama
disekresikan oleh kelenjar parotis. Enzim ini menghidrolisis tepung menjadi
disakarida maltose, laktosa, sukrosa, dan polimer glukosa kecil lainnya. Enzim ini
bekerja optimum pada pH 6,7 sehingga akan dihambat oleh getah lambung ketika
makanan sudah sampai di lambung. Dalam usus halus, amilase pankreas yang kuat
juga bekerja atas polisakarida yang dimakan. Ptyalin saliva dan amilase pankreas
menghidrolisis polisakarida menjadi hasil akhir berupa disakarida, laktosa, maltosa,
sukrosa. Laktosa akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim
laktase (Ganong, 2008). Pada vili usus halus terdapat enterosit yang mengandung
empat enzim (laktase, sukrase, maltase, dan -dekstrinase), yang mampu
memecahkan disakarida laktosa, sukrosa, dan maltosa, dan polimer glukosa kecil
lainnya. Dalam mikrovili usus halus laktosa dipecah menjadi satu molekul galaktosa
dan satu molekul glukosa, sukrosa dipecah menjadi satu molekul fruktosa dan satu
molekul glukosa, maltosa dan polimer polimer glukosa kecil lainnya menjadi
molekul- molekul glukosa. Jadi produk akhir dari pencernaan karbohidrat semuanya
adalah monosakarida (Guyton, 2007). Monosakarida akan masuk melalui sel
mukosa dan kapiler darah untuk diabsorbsi di intestinum. Masuknya glukosa ke
dalam epitel usus tergantung konsentrasi tinggi Na+ di atas permukaan mukosa sel
(Ganong, 2008). Glukosa diangkut oleh mekanisme ko-transpor aktif natriumglukosa dimana transpor aktif natrium menyediakan energi untuk mengabsorbsi
glukosa melawan suatu perbedaan konsentrasi. Mekanisme di atas juga berlaku
untuk galaktosa. Pengangkutan fruktosa menggunakan mekanisme yang berbeda
yaitu dengan mekanisme difusi fasilitasi. Unsur-unsur gizi tersebut diangkut ke
dalam hepar lewat vena porta hati. Galaktosa dan fruktosa segera dikonversi
menjadi glukosa di dalam hepar (Guyton, 2007)
Glukoneogenesis merupakan istilah yang digunakan untuk semua
mekanisme dan lintasan yang bertanggung jawab atas perubahan senyawa non
karbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Proses ini memenuhi kebutuhan tubuh
atas glukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dengan jumlah yang cukup di
dalam makanan. Substrat utama bagi glukoneogenesis adalah asam amino
glukogenik, laktat, gliserol, dan propionat. Hepar dan ginjal merupakan jaringan
utama yang terlibat karena kedua organ tersebut mengandung komplemen lengkap
enzim-enzim yang diperlukan (Murray dkk, 2003)

Mekanisme penguraian glikogen menjadi glukosa yang dikatalisasi oleh


enzim fosforilase dikenal sebagai glikogenolisis. Glikogen yang mengalami
glikogenolisis terutama simpanan di hati, sedang glikogen otot akan mengalami
deplesi yang berarti setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan lama. Di
hepar dan ginjal (tetapi tidak di dalam otot) terdapat enzim glukosa 6-fosfatase,
yang membuang gugus fosfat dari glukosa 6-fosfat sehingga memudahkan glukosa
untuk dibentuk dan berdifusi dari sel ke dalam darah (Murray dkk,2003)
Pengaturan kadar glukosa darah yang stabil dalam darah adalah
mekanisme homeostatik yang merupakan kesatuan proses metabolisme berupa
produksi insulin dari sel pankreas dan kerja hepar dalam proses glikogenesis,
glukoneogenesis, dan glikolisis (Guyton, 2007)
Insulin disintesa oleh sel pankreas. Kontrol utama atas sekresi insulin
adalah sistem umpan balik negatif langsung antara sel pankreas dengan
konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan kadar glukosa darah seperti yang
terjadi setelah penyerapan makanan secara langsung merangsang sintesis dan
pengeluaran insulin oleh sel pankreas (Ganong, 2008).
Insulin akan menurunkan kadar gula darah dengan cara membantu
uptake glukosa ke dalam otot dan jaringan lemak, penyimpanan glukosa sebagai
glikogen dalam hati, dan menghambat sintesis glukosa (glukoneogenesis) di hati.
Efek hormon insulin secara keseluruhan adalah mendorong penyimpanan energi dan
meningkatkan pemakaian glukosa (Guyton, 2007).
Fungsi hati dalam pengaturan kadar glukosa darah tidak lepas dari pengaruh
insulin. Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat yaitu :
1. Mengubah fruktosa dan galaktosa menjadi glukosa
2. Menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen pada saat tubuh mengalami
kelebihan glukosa
3. Mengubah glikogen menjadi glukosa untuk dibebaskan ke dalam darah pada saat
tubuh mengalami kekurangan glukosa
4. Melakukan proses glukoneogenesis (mengubah asam amino dan gliserol
menjadi
glukosa) pada saat glikogen yang tersimpan sudah habis dan kadar gula darah
menurun
5. Mengubah glukosa menjadi lemak untuk disimpan
( Guyton, 2007)

Gambar 2. Metabolisme Glukosa (Tortora dkk, 2006)


2.2 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang , disfungsi dan kegagalan organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah (Slamet , 2009)
2.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2
Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
2. Riwayat keluarga diabetes
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita diabetes mellitus mempunyai
anggota keluarga yang juga menderita penyakit tersebut.
3. Ras atau latar belakang etnis

Resiko diabetes mellitus tipe 2 lebih besar hispanik, kulit hitam,


penduduk asli Amerika, dan Asia
4. Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan, atau melahirkan bayi lebih
dari 4,5 kg dapat meningkatkan resiko diabetes tipe 2
Faktor resiko yang dapat diubah
1. Pola makan
Makan berlebihan dan melebihi kadar jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes melitus tipe 2,
hal ini karena pancreas mempunyai kapasitas disebabkan kadar insulin
oleh sel maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu, untuk
mengkonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak di imbangi oleh
sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar
glukosa dalam darah meningkat dan menyebabkan diabetes melitus.
2. Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan salah atu gaya
hidup dijaman sekarang yang dapat memicu terjadinya diabetes tipe II
3. Obesitas
Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks masa tubuh (BMI) lebih
besar dari 25. HDL (kolesterol baik) dibawah 35 mg/dl dan tingkat
trigliserida lebih dari 250 mg/dl dapat meningkatkan resiko diabetes tipe
II
4. Hipertensi dan dislipidemia
5. Bahan kimia dan obat-obatan
6. Penyakit dan infeksi pada pankreas
(Guyton, 2007)
2.4 Patofisologi Diabetes Melitus Tipe 2
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu : Resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dari metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi

intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan
(Foster, 2000)
Pada penderita gangguan toleransi glukosa, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes melitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe 2 (Foster, 2000)
..

..Glukosa......

Hati
(Kadar Glukosa
Meningkat)

Sel

Pankreas
(sekresi Insulin
berkurang)

Genetik

Resistensi
insulin

Di dapat

Hipersulinemia
Resistensi insulin terkompensasi (Normal atau
TGT)

Genetik

Di dapat

-Toksisitas Glukosa
-Asam lemak, dll
Kelelahan sel beta

Diabetes melitus tipe II


-Resistensi Insulin
-Produksi glukosa hati
-Sekresi insulin berkurang
Skema 1. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe I (Foster, 2000)

2.5 Cara Menegakkan Diagnosa Diabetes Melitus


Gejala Klinis Diabetes
Gejala klinis yang khas pada diabetes melitus yaitu:
a. Polidipsi (banyak minum)
b. Poliphagia (banyak makan)
c. Poliuri (sering buang air kecil)
d. Berat badan menurun
Gejala klinis yang tidak khas :
a. Rasa lelah dan kelemahan otot
b. Kebas-kebas
c. Gatal di daerah genital
d. Keputihan
e. Penglihatan kabur
f. Luka sukar sembuh
g. Mudah mengantuk
( Schteingart, 2005)
Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus Menurut (Purnamasari, 2009) :
1. Gejala DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala DM + glukosa darah puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan setidaknya 8 jam
3. Glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang


setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetic Association (ADA) 2003
terdapat beberapa klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa sebagai berikut :
1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM tipe 1
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen
insulin, dan dapat muncul pada sembarang usia. Diabetes tipe 1 dibagi dua
subtype:
a. Autoimun akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta
langerhans
b. Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.
Subtype ini lebih sering timbul karena faktor keturunan
2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau DM tipe 2
Diabetes Resisten, sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua umur.
Pada diabetes tipe 2 ini dijumpai kelainan sekresi insulin serta kerja insulin.
Sering pada obesitas, ada kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin
pada saat hiperglikemik selama stress
3. Diabetes Gestasional (GDM)
Diabetes gestasional dikenali pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat
diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai
hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka
kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY.
Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan
resisten terhadap insulin
b. Kelainan genetik kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin
berat dan akantosis negrikans
c. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik

d. Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali


e. Obat-obat yang bersifat toksik sel-sel beta
f. Infeksi
5. Impaired Glucosa Tolerance (Gangguan Toleransi Glukosa)
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi normal, atau
tetap tidak berubah
( Schteingart, 2005)

2.7 Penatalaksanaan
Terapi diabetes melitus sangat penting dalam menjaga kestabilan kadar gula darah
pasien guna mencegah terjadinya berbagai komplikasi akut dan kronik. Hal
tersebut dilakukan melalui empat pilar utama pengelolaan diabetes mellitus
(Soegondo, 2009) yaitu :
1. Edukasi
Berupa pendidikan dan latihan tentang pengetahuan pengelolaan penyakit
diabetes melitus bagi pasien dan keluarganya.
2. Perencanaan makan
Bertujuan untuk mempertahankan kadar normal glukosa darah dan lipid, nutrisi
yang optimal, serta mencapai/mempertahankan berat badan ideal. Adapun
komposisi makanan yang dianjurkan bagi pasien adalah sebagai berikut:
karbohidrat 60-70%
lemak 20-25%
protein 10-15%.
3. Latihan jasmani
Berupa kegiatan jasmani sehari-hari (berjalan kaki ke pasar, berkebun, dan lainlain) dan latihan jasmani teratur (3-4x/minggu selama 30 menit)
4. Terapi farmakologis
Diberikan apabila target kadar glukosa darah belum bisa dicapai dengan
perencanaan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis dapat berupa
obat hipoglikemik oral/OHO (insulin sensitizing, insulin secretagogue, ihibitor
alfa glukosidase) dan Insulin, diberikan pada kondisi berikut:
a. Penurunan berat badan yang cepat

10

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Hiperglikemia berat disertai ketosis


Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, AMI, stroke)
Diabetes mellitus gestasional yang tak terkendali dengan perencanaan

makanan,
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi atau alergi OHO
(Soegondo, 2009).
2.8 Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis diabetik
2) Hipoglikemia
3) Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Neuropati diabetik
2) Makroangiopati
Penyakit jantung koroner
Kaki diabetik
(Foster, 2000).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

11

Kesimpulan yang didapat dari makalah diatas adalah diabetes mellitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes mellitus
adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua
negara di dunia, diderita oleh dewasa muda hingga dewasa tua dengan derajat penyakit
yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Prevalensi diabetes tipe 2 lebih
tinggi dibanding diabetes tipe 1 .
Diabetes dapat didiagnosa dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kadar gula. Penatalaksanaan diabetes
dapat dilakukan dengan upaya pencegahan dan pengobatan yang adekuat agar tidak
terjadi komplikasi yang berat yang bisa menyebabkan kematian.
3.2 Saran
Pada pasien diabetes mellitus tipe 2 diharapkan untuk bisa meningkatkan

pengetahuan, motivasi dan partisipasi pasien dalam pengendalian diabetes melitus,


merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengendalian diabetes, merubah pola gaya
hidup pasien dan meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan penggunaan
obat.

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care

12

2004;27(Supl 1 ):S15-S35.
Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.2007.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2009
Foster D.W .2000. Diabetes Melitus. Dalam Buku Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 13 vol.5. Penerjemah: Ahmad H. Asdie. Jakata:
EGC.Hal 2200-2201
Ganong W.F.2008. Metabolisme Karbohidrat. Dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 22. Penerjemah: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. Hal
299-300
Guyton A. C., Hall J. E.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penerjemah: Irawati Setawan. Jakarta: EGC. hal 850, 873-875, 1012, 1022
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Schteingart D.E. 2005. Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam Buku
Patofisiologi Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Edisi 6 Vol.2. Penerjemah:
Hartanto Huriawati. Jakarta : EGC. Hal 1263-1264
Soegondo S.2009. Farmakoterapi Pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus. Dalam ;
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Ed V. Jakarta : Internal Publishing. hal
1884,1885
Slamet S. 2009. Diabetes Melitus Di Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III Ed V. Jakarta : Internal Publishing. Hal 1874
Tortora, Gerard J., Bryan Derrickson. 2006.Principles of Anatomy and physiology.
Edisi XI. United States of America: Biological Sciences Textbooks

13

Anda mungkin juga menyukai