I. ANAMNESA
A.
Identitas Pasien
B.
Keluhan Utama
Kelmehan lengan dan tungkai sebelah kiri
C.
gringingan, tidak ada pandangan kabur, tidak ada pandangan dobel, tidak
ada demam, tidak ada penurunan intelektual. Pasien tidak pernah jalan
diseret sebelumnya. BAB 1 kali sehari, konsistensi kenyal lunak, lendir
darah (-), BAK 5 kali sehari,@ -1 gelas belimbing. tidak disertai nyeri,
tidak disertai panas, tidak ada anyang-anyangan.
D.
E.
: disangkal
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat Mondok
: disangkal
F.
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
G.
Riwayat Merokok
: disangkal
: disangkal
Riwayat Olahraga
: (-)
: 170/100 mmHg
Nadi
Respirasi
Suhu
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Retraksi (-)
b.
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: tympani
Palpasi
:supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, bruit (-) dan lien
tidak teraba
L. Ekstremitas
Oedem
+
Akral dingin
+
M. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : Perempuan, tampak sesuai umur, berpakaian rapi, ,
perawatan diri baik
2. Kesadaran : Kuantitatif
: compos mentis
Kualitatif
: tidak berubah
Afek
: Appropiate
Mood : normal
Gangguan Persepsi
-
Halusinasi (-)
Ilusi (-)
Proses Pikir
-
Bentuk : realistik
Isi
: waham (-)
Arus
: koheren
Orientasi
: Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
Daya Ingat
Daya Nilai
Insight
: Baik
: GCS E4V5M6
Fungsi Luhur
Rasa Ekseteroseptik
Lengan
Suhu
(+/+)
Tungkai
(+/+)
Lengan
Tungkai
Nyeri
(+/+)
(+/+)
Rabaan
(+/+)
(+/+)
Rasa Propioseptik
Lengan
Tungkai
Rasa Getar
(+/+)
(+/+)
Rasa Posisi
(+/+)
(+/+)
(+/+)
(+/+)
(+/+)
Tengah
Bawah
Ka/ki
ka/ki
ka/ki
a. Lengan
-
Kekuatan
5/0
5/0
5/0
Tonus
n/
n/
n/
Reflek Fisiologis
Reflek Biseps
+2/+3
5
Reflek Triseps
-
+2/+3
Reflek Patologis
Reflek Hoffman
-/ -
Reflek Tromner
-/ Atas
Tengah
Bawah
Ka/ki
ka/ki
ka/ki
b. Tungkai
-
Kekuatan
5/1
5/1
5/1
Tonus
n/
n/
n/
Klonus
Lutut
-/-
Kaki
-
-/-
Reflek Fisiologis
Reflek Patella
+2/+3
Reflek Achilles
-
+2/+3
Reflek Patologis
Reflek Babinsky
-/-
Reflek Chaddock
-/-
Reflek Oppenheim
-/-
Reflek Schaeffer
-/-
Reflek Rosolimo
-/-
c. Reflek Kulit
-
Nervus Cranialis
N. II, N.III
N.III, N.IV, N.VI
N. VII
N. XII
NECK
ROM Pasif
0-700
0-400
0-600
0-600
0-900
0-900
Fleksi
Ekstensi
Lateral bending kanan
Lateral bending kiri
Rotasi kanan
Rotasi kiri
Ekstremitas Superior
Shoulder Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
External Rotasi
Internal Rotasi
Elbow
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Wrist
Fleksi
Ekstensi
Ulnar deviasi
Radius deviasi
Finger
MCP I fleksi
MCP II-IV fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I ekstensi
ROM pasif
Dextra
Sinistra
0
0-90
0-900
0-300
0-300
0-1800
0-1800
0
0-45
0-400
0-450
0-450
0
0-55
0-550
0-800
0-800
0
5-0
5-00
0-900
0-900
900-0
900-0
0
0-90
0-900
0-700
0-700
0
0-30
0-300
0-200
0-200
0
0-50
0-500
0-900
0-900
0-900
0-900
0
0-100
0-1000
0-00
0-00
TRUNK
Fleksi
Ekstensi
Rotasi
ROM aktif
0-300
100-0
0-100
Ekstremitas Inferior
ROM aktif
Dextra Sinistra
0-120
00
0-30
00
0-45
00
30-0
00
0-45
00
0-35
00
Hip
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Eksorotasi
Endorotasi
ROM Aktif
0-700
0-400
0-600
0-600
0-900
0-900
ROM aktif
Dextra Sinistra
0-900
00
0-300
00
0-1800
00
0
0-45
00
0-450
00
0
0-55
00
0-800
00
0
5-0
00
0-900
00
900-0
00
0
0-90
00
0-700
00
0
0-30
00
0-200
00
0
0-50
00
0-900
00
0-900
00
0
0-100
00
0-00
00
ROM pasif
0-300
100-0
0-100
ROM Pasif
Dextra
0-120
0-30
0-45
30-0
0-45
0-35
Sinistra
0-120
0-30
0-45
30-0
0-45
0-35
Knee
Fleksi
Ekstensi
Dorsofleksi
Plantarfleksi
Eversi
Inversi
Ankle
0-135
0-0
0-20
0-50
0-5
0-5
00
00
00
00
00
00
0-135
0-0
0-20
0-50
0-5
0-5
0-135
0-0
0-20
0-50
0-5
0-5
Ekstensor
Shoulder
Elbow
Wrist
Finger
Ekstremitas Superior
Fleksor
M Deltoideus anterior
M Biseps
Ekstensor
M Deltoideus anterior
M Teres mayor
Abduktor
M Deltoideus
M Biceps
Adduktor
M Lattissimus dorsi
M Pectoralis mayor
Internal
M Lattissimus dorsi
Rotasi
M Pectoralis mayor
Eksternal
M Teres mayor
Rotasi
M Infra supinatus
Fleksor
M Biceps
M Brachialis
Ekstensor
M Triceps
Supinator
M Supinator
Pronator
M Pronator teres
Fleksor
M Fleksor carpi
radialis
Ekstensor
M Ekstensor
digitorum
Abduktor
M Ekstensor carpi
radialis
Adduktor
M ekstensor carpi
ulnaris
Fleksor
M Fleksor digitorum
Ekstensor
M Ekstensor
Dextra
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
Sinistra
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
digitorum
Hip
Knee
Ankle
Ekstremitas inferior
Fleksor
M Psoas mayor
Ekstensor
M Gluteus maksimus
Abduktor
M Gluteus medius
Adduktor
M Adduktor longus
Fleksor
Harmstring muscle
Ekstensor
Quadriceps femoris
Fleksor
M Tibialis
Ekstensor
M Soleus
Status Ambulasi
Dependent
: 10,8 gr/dl
Hct
: 36 %
AE
: 4,51 x 106 L
AT
: 148 x 103 L
AL
: 13,1 x 103 L
Gol. Darah
:O
PT
: 10,5 detik
APTT
: 35,1
9
Dextra
5
5
5
5
5
5
5
5
Sinistra
0
0
0
0
0
0
0
0
INR
: 0,790
GDS
: 102 mg/dl
SGOT
: 98 u/L
SGPT
: 60 u/L
Albumin
: 2,5 gr/dL
Ureum
: 85 mg/dl
LDH
: 1675 u/L
Creatinin
: 2,1 mg/dl
Kalium
: 4,1 mmol/l
Natrium
: 133 mmol/l
Chlorida
: 106 mmol/l
HBsAg
: nonreactive
Protein kualitatif
: +3
: 8,2 gr/dl
Hct
: 27 %
AE
: 3,37 x 106 L
AT
: 173 x 103 L
AL
: 16,3 x 103 L
GDS
: 73 mg/dl
SGOT
: 31 u/L
SGPT
: 31 u/L
Albumin
: 1,9 gr/dL
Ureum
: 92 mg/dl
Creatinin
: 2,1 mg/dl
Kalium
: 4,3 mmol/l
Natrium
: 129 mmol/l
Chlorida
: 102 mmol/l
11
IV. ASSESMENT
Klinis
Topis
Etiologi
V. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
1. O2 2 lpm
2. Infus RL 12 tpm
3. Injeksi citicoline 250 mg/12jam
4. Injeksi Vitamin B1 1 ampu/8jam
5. Aspilet 1 x 80 mg
6. MgSO4 40 gram
VI.
DAFTAR MASALAH
Problem Medis
: Hemiparesei Sinistra
Disartria
PEB HELP Syndrome
2. Terapi wicara
3. Okupasi Terapi
: Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik seharihari (Activity Daily Living (ADL)
4. Sosiomedik
5. Ortesa-protesa
: Keterbatasan mobilisasi
6. Psikologi
12
Rehabilitasi Medik:
1.
Fisioterapi
a.
b.
c.
2.
3.
Okupasi terapi
Sosiomedik :
a.
Motivasi
dan
edukasi
keluarga
Motivasi
dan
edukasi
keluarga
Ortesa-Protesa
pembuatan crutch/walker
6.
Psikologi
kecemasan keluarga
VII.
TUJUAN
Jangka Pendek
13
IX.
PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: dubia et bonam
Ad fungsionam
: dubia et bonam
14
TINJAUAN PUSTAKA
A.
STROKE
I.
Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara
mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan
tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke adalah gangguan fungsi otak yang mengakibatkan defisit
neurologik fokal maupun global,yang timbul secara mendadak
(akut),
Etiologi
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis),
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur
aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain
seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes
III.
15
b. Stroke Hemoragik
Pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada
jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Terdapat
dua jenis utama pada stroke yang mengeluarkan darah : (intracerebral
hemorrhage dan (subarachnoid hemorrhage. Gangguan lain yang
meliputi pendarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan
hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala.
Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangkan
sebagai
stroke.
gangguan
fungsi
otak
yang
merupakan
akibat
dari
16
17
frekuensinya
Patofisiologi
1.
18
VI. DIAGNOSA
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang
diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk
evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis
pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan
pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan
menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian.
Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan
penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan
pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak
kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi
lain yang dapat serupa stroke meliputi:
Tumor otak
Abses otak (kumpulan nanah di dalam otak karena bakteri atau jamur)
19
sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan
pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien,
melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG ( elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah
penggunaan
skala
stroke.
The
American
Heart
Association
telah
Tanda/Gejala
T.I.A. sebelum serangan
Permulaan serangan
Sangat mendadak (1-2 menit)
Mendadak (beberapa menit - 1 jam)
Pelan-pelan (beberapa jam)
Waktu serangan
Waktu kerja (aktivitas)
Waktu istirahat/duduk/tidur
Waktu bangun tidur
Sakit kepala waktu serangan
Sangat hebat
Hebat
Ringan
Tak ada
Muntah
Langsung habis serangan
Mendadak (beberapa menit - jam)
Pelan-pelan (1 hari atau lebih)
Tak ada
Kesadaran
20
Skor
1
6.5
6.5
1
6.5
1
1
10
7.5
1
0
10
7.5
1
0
10
10
1
1
0
7.5
7.5
1
1
7.5
10
5
0
1
7.5
0
0
10
10
10
10
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke nonhemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke
akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian
otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat
penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.
21
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
22
VIII. TATALAKSANA
A. Medikamentosa
Tissue plasminogen activator (TPA)
Terdapat peluang untuk menggunakan alteplase (TPA) sebagai obat
pembasmi bekuan darah untuk memecahkan bekuan darah penyebab stroke.
Makin awal obat tersebut diberikan, makin baik hasilnya dan makin
berkurangnya potensi komplikasi perdarahan dalam otak.
Pedoman
American
Heart
Association
yang
terbaru
24
B. Rehabilitasi
Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu
stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan
kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit
rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat
bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan
tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan
mereka hadapi.
Berikut ini merupakan pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke:
25
tempat tidur)
Hari 3-5
o
o
Evaluasi ambulasi
Beri
sling
bila
terjadi
subluksasi bahu
Hari 7-10
2-3 minggu
Aktifitas berpindah
Latihan
ADL:
perawatan pagi hari
Komunikasi, menelan
Team/family
o
planning
Therapeuthic
o
home evaluation
3-6 minggu
Home
program
Indepen
dent ADL, tranfer, mobility
10-12 minggu
o
ollow up
o
eview functional abilities
26
1.
Bed Exercise
Latihan Positioning (Penempatan) yang meliputi :
Berbaring telentang
Gerakan menekuk dan meluruskan tangan
2.
3.
Latihan mobilisasi
Latihan
pindah
IX. Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini
27
sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi
yang sesuai.
Komplikasi pada stroke yaitu:
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1)
Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan
2)
3)
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih
pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan
2)
3)
pipa nasogastrik.4
Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.2
Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.
28
www.rah.sa.gov.au/physio/physio.php
www.oakridgesphysio.com/physiotherapy.htm
29
Tingkat kesadaran
Kemampuan bicara.
Nervus kranialis.
Pemeriksaan sensorik.
Pemeriksaan motorik
30
Fase awal/akut:
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi
yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum
memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah
proper bed positioning, latihan luas gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu
penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.
Fase lanjutan:
Tujuannya adalah unyuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi
dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita
secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau
embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita
dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke.
Program pada fase ini meliputi :
1. Fisioterapi
a.
Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari
kekuatan otot.
f.
Latihan mobilisasi.
31
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi.
Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
mengucapkan kata-kata.
mengucapkan kata-kata.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan
antara lain : arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short
leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic
(KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan
melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase
penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase
tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat,
berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat.
Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara
keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita.
Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu :
32
1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam maka
pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka
kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu.
2.
Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan
adanya : 1-4 minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan
belum kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.
B.
Pengertian
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik
160mmHg dan tekanan darah sistolik 110 mmHg disertai dengan proteinuria
lebih 5g/24jam.
Eklamsia merupakan kasus akut pada penderita preeklamsi, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma.
Sindroma HELLP ialah preeklamsia-eklamsia disertai timbulnya hemolisis,
peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. H (Hemolisis)
EL (Elevated Liver Enzyme), LP (Low Platelete Count).
II.
Patofisiologi :
preeklamsia eklamsia
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi.
Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel
setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai
perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan
bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya
penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan
maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi
hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan
33
Sindrom HELLP
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang
ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler,
vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit
dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan
sebagai anemia hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas. Sel darah
merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya
34
rusak
dengan
deposit
ditemukan spherocytes,
fibrin.
Pada
schistocytes,
sediaan
apus
triangular
darah
cells
tepi
dan burr
Epidemiologi
Sindrom
perbandingan,
HELLP
terjadi
preeklampsi
pada
terjadi
2-12%
kehamilan.
pada
5-7%
Sebagai
kehamilan.
berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam 48 jam
postpartum. Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum
persalinan, 20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum
maupun postpartum.
b.
Faktor resiko
Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1).
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna
lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsieklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom
ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada
11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa
antepartum sekitar 69% pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada
masa post partum, saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post
partum.
Manifestasi klinis.
36
nyeri
Diagnosis.
Kriteria diagnosis
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis,
peningkatan kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak
penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar
diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati
harus didefinisikan dalam nilai standar deviasi tertentu dan nilai normal di
masing-masing rumah sakit.
1. Hemolisis
VII.
Diagnosis banding
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang
Hepatitis
Kolangitis
Kolesistisis
Gastritis
Ulkus gaster
Pankreatitis akut
38
3. Trombositopenia
ITP
SLE
VIII. Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan jumlah kelainan.
Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP
parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total
(ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko
menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan wanita dengan
sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total
seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya
yang parsial dapat diterapi konservatif.
b. Klasifikasi berdasarkan jumlah trombosit.
Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP
diklasifikasikan dengan nama klasifikasi Mississippi
1. kelas I
2. Kelas II
39
3. Kelas III
LDH 600IU/l
Penatalaksanaan.
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan
tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien
preeklampsi. Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu,
khususnya kelainan pembekuan darah.
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO untuk
mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO 20%
sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus
dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala
keracunan MgSO Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat
10% iv.
Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap >
160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO Hal ini berguna menurunkan
risiko perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya
40
5 atau 25%; usaha ekspansi volume plasma ini akan menguntungkan karena
meningkatkan jumlah trombosit. Thiagarajah meneliti bahwa peningkatan
jumlah trombosit dan enzim hati juga bisa dicapai dengan pemberian
prednison atau betametason.
Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat
dipulihkan dengan istirahat mutlak dan penggunaan
kortikosteroid.
dan umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara
terbaik.
Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah
persalinan, jika hitung trombosit < 20.000/mm. Namun tidak perlu diulang
karena pemakaiannya terjadi dengan cepat dan efeknya sementara. Setelah
persalinan, pasien harus diawasi ketat di ICU paling sedikit 48 jam. Sebagian
pasien akan membaik selama 48 jam postpartum; beberapa, khususnya yang
DIC, dapat terlambat membaik atau bahkan memburuk. Pasien demikian
memerlukan pemantauan lebih intensif untuk beberapa hari.
Penanganan sindrom HELLP post partum sama dengan
pasien
43
44
X.
Komplikasi
a.
C.
didengar dapat ditangkap dengan jelas dan tiap suku kata dapat terdengar secara
rinci, maka mulut, lidah, bibir, palatum mole dan pita suara serta otot-otot pernafasan
harus melakukan gerakan tangkas sesempurna-sempurnanya. Bila salah satu gerakan
tesebut di atas terganggu, timbullah cara berbahasa (verbal) yang kurang jelas. Pada
pidato ada kata-kata yang seolah-olah ditelan, terutama pada akhir kalimat. Gejala
ini biasanya disebabkan oleh karena integrasi gerakan otot-otot pernafasan di dalam
mekanisme mengeluarkan kata-kata dalam kalimat tidak sempurna. Adakalanya lidah
atau mulut sakit karena adanya stomatitis sehingga lidah dan mulut tidak dapat
dibuka dan ditutupnya sebaik-baiknya. Juga dalam hal ini kata-kata tidak dapat
diucapkan sejelas-jelasnya. Soal pengucapan kata-kata secara jelas
dan tegas
merupakan sebab gangguan artikulasi. Disartria UMN yang berat timbul akibat lesi
UMN bilateral. Seperti pada paralisis pseudobulbaris.
dikeluarkan dan umumnya kaku untuk digerakkan ke segala jurusan. Orang awam
berpendapat bahwa lidahnya menjdi pendek. Pada disartria serebelar, kerja sama
gerak otot lidah, bibir, pita suara, dan otot-otot yang membuka dan menutup mulut
bersimpang siur, sehingga kelancaran dan kontinuitas kalimat yang diucapkan
sangat terganggu. Cara berbahasa penderita penyakit serebelum disebut eksplosif,
karena kata-kata yang dikeluarkan terputus-putus, suara dan nadanya berdentam.
Disartria pada penderita parkinson, disebabkan oleh gerak otot yang lamban dan
kaku. Sehingga cara berbahasanya lambat, monoton, lemah, dan menggetar.
Pada disartria LMN akan terdengar berbagai macam disartria tergantung pada
kelompok otot yang terganggu. Penderita dengan paralisis bulbaris di kenal sebagai
pelo. jika palatum mole lumpuh, disartria yang timbul bersifat sengau. Hal ini sering
dijumpai pada myastenia gravis . Penyakit-penyakit yang dapat membangkitkan
disartria LMN ialah poloneuritis, difteria, siringobulbi, distrofia muskulorum
progresiva, dan miastenia gravis.
Kelainan bawaan pada frenulum lingua bisa menimbulkan disartria juga.
Lafal S, T, R,L dan N dapat diucapkan jika ujung lidah bebas untuk bergerak. Jika
frenulum lingua mengikat lidah sampai ujungnya juga, maka disartria timbul.
Dengan jalan operasi, pada mana ujung lidah dibebaskan dari frenulum itu, disatria
akan hilang.
DAFTAR PUSTAKA
46
Anita,
S.
2009.
Rehabilitasi
medik
pada
pasien
stroke.
http://
minpoems.blogspot.com
Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Acisculapus
Chandra, 1994. Neurologi Klinik. Stroke, Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Syaraf
Fakultas Kedokteran Unair/ RSUD Dr Soetomo. Hal:29-31.
Chalela Julio A, MD., Smith Teresa L, MD. 1997.Cardiac Complication of Stroke.
Mayo clinic proc.
Chalela Julio A, MD., Smith Teresa L, MD.2000. Stroke-related pulmonary
complications and abnormal respiratory patterns. J Neurol sci.
Christopher Luzzio, MD. 2009. Posterior Cerebral Artery Srtoke.
http://www.emedicine.com/Posteriorcerebralstroke
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGraw-Hill, 2007
Daniel I Slater, MD., Sarah A Curtin, MD. 2009. Middle Cerebral Artery
Stroke.http://www.emedicine.com/Middlecerebralstroke
David A Wolk, Brett Cucchiara, and Scott E Kasner. Anterior serebral Artery
Stroke Syndromes.Neurology MedLink.2001.Smith Teresa L, MD. Medical
Complication of Stroke. A multicenter study, stroke 2000.
Goodnight SH, Hathaway WE. Disorders of Hemostasis and Thrombosis: A
Clinical Guide. 2nd ed. New York: McGraw-Hill, 2001: 234
Islam, M.S. 1997. Stroke. Surabaya: Universitas Airlangga. Hal:26
John MW., Jose B. 2001.Basilar Artery Stroke. Neurology MedLinkMansjoer,
Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2004 Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian
Rakyat. Hal: 207-8.
Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
EGC, 2007: 417-419
PERDOSSI.2007. Guidline stroke.Jakarta: PERDOSSI. Hal: 47-50.
47
48