Anda di halaman 1dari 6

PERKEMANGAN POLITIK PADA MASA ORDE BARU

Masa pemerintahan orde baru

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di


Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya
Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga
1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela.
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung
pada Juni-Juli 1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah
mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan
berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang
yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi,
sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru.

Stabilitas politik dan ekonomi menjad tidak bias dibantahkan pada


masa Orde Baru.

Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam
program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali
dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus
nasional, yaitu :
1.

Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk

melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus
pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2.

Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara

melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan


dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus
kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.

Kabinet Ampera
Setelah Kabinet Ampera terbentuk (25 Juli 1966). Menyusul tekad
membangun dicanangkan UU Penanaman Modal Asing (10 Januari 1967),
kemudian Penyerahan Kekuasaan Pemerintah RI dari Soekarno kepada
Mandataris MPRS (12 Februari 1967), lalu disusul pelantikan Soeharto (12 Maret
1967) sebagai Pejabat Presiden sungguh merupakan kebahagiaan tersendiri bagi
Gerakan Pemuda Ansor.

Pembubaran PKI

Kongres VII GP Ansor berlangsung di Jakarta, 23-28 Oktober 1967. hadir


dalam kongres tersebut sejumlah utusan dari 26 wilayah (Propinsi) dan 252
Cabang (Kabupaten) se-Indonesia. Hadir pula menyampaikan amanat; Ketua
MPRS Jenderal A.H.Nasution; Pejabat Presiden Jenderal Soeharto; KH. Dr Idham
Chalid (Ketua PBNU); H.M.Subchan ZE (Wakil Ketua MPRS); H. Imron
Rosyadi, SH (mantan Ketua Umum PP.GP Ansor) dan KH.Moh. Dachlan (Ketua
Dewan Partai NU dan Menteri Agama RI)
Kongres kali ini merupakan moment paling tepat untuk menjawab segala
persoalan yang timbul di kalangan Ansor. Karena itu, pembahasan dalam kongres
akhirnya dikelompokan menjadi tiga tema pokok: (1) penyempurnaan organisasi;
(2) program perjuangan gerakan; dan (3) penegasan politik gerakan. Penegasan
Politik GerakanDalam kongres ini juga merumuskan Penegasan Politik Gerakan
sbb:
(1) Menengaskan Orde Baru dengan beberapa persyaratan: (a). membasmi
komunisme, marxisme, dan leninisme. (b) menolak kembalinya kekuasaan
totaliter/Orde Lama, segala bentuk dalam manifestasinya. (c) mempertahankan
kehidupan demokrasi yang murni dan (d) mempertahankan eksistensi Partijwezen;
(2) Toleransi Agama dijamin oleh UUD 1945. Dalam pelaksanaannya harus
memperhatikan kondisi daerah serta perasaan penganut-penganut agama lain;
(3) Mempertahankan politik luar negeri yang bebas aktif, anti penjajahan dan
penindasaan dalam menuju perdamaian dunia.

Rumusan penegasan politik tersebut tentu dilatarbelakangi kajian mendalam


mengenai situasi politik yang berkembang saat itu. Kajian atau analisis itu, juga
mengantisipasi perkembangan berikutnya. Memang begitulah yang dilakukan
kongres. Perkara politik itu pula-lah yang paling menonjol dalam kongres VII
tersebut.
Itulah sebabnya, dalam kongres itu diputuskan: Bahwa GP Ansor memutuskan
untuk ikut di dalamnya dalam penumpasan sisa-sisa PKI yang bermotif ideologis
dan strategis. Kepada yang bermotif Politis. Ansor menghadapinya secara kritis

dan korektif. Sedangkan yang bermotif terror, GP. Ansor harus menentang dan
berusaha menunjukkan kepalsuannya.
Atas dasar itulah, GP Ansor mendukung dan ikut di dalamnya dalam operasi
penumpasan sisa-sisa PKI di Blitar dan Malang yang dikenal dengan operasi
Trisula. Bahkan GP Ansor waktu itu sempat mengirim telegram ucapan selamat
kepada Pangdam VIII/Brawijaya atas suksenya operasi tersebut. Ansor ikut
operasi itu karena, operasi di kedua daerah tersebut bermotif ideologis dan
strategis.
Sesungguhnya kongres juga telah memperediksi sesuatu bentuk kekuasaan
yang bakal timbul. Karena itu, sejak awal Ansor telah menegaskan sikapnya:
menolak kembalinya pemerintahan tiran. Orde Baru ditafsirkan sebagai Orde
Demokrasi yang bukan hanya memberi kebebasan menyatakan pendapat melalui
media pers atau mimbar-mimbar ilmiah. Tapi, demokrasi diartikan sebagai suatu
Doktrin Pemerintahan yang tidak mentolerir pengendapan kekuasaan totaliter di
suatu tempat. Seperti kata Michael Edwards dalam buku Asian in the Balance,
bahwa kecenderungan di Asia, akan masuk liang kubur dan muncul
authoritarianism.

demokrasi pada mulanya di salah gunakan oleh pemegang kekuasaan yang korup
hingga mendorong Negara ke arah Kebangkrutan. Lalu, sebelum meledak
bentrokan-bentrokan sosial, kaum militer mengambil alih kekuasaan, dan dengan
kekuasaan darurat itulah ditegakkan pemerintahan otoriter. Begitulah kira-kira
Michael Edwards. Masalah Toleransi Agama, Selain masalah politik, kongres juga
merumuskan pola kerukunan antar umat beragama. Rumusan tersebut mengacu
pada UUD 1945 yang menjamin toleransi itu sendiri, dan dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan kondisi daerah serta perasaan penganut agama lain.

Masalah toleransi agama di bahas serius karena, pada waktu itu pertentangan
agama sudah mulai memburuk. Bahkan bentrokan fisik telah terjadi di manamana. Akibatnya timbul isu yang mendiskreditkan Partai Islam dan Umat Islam.
Isu yang paling keras pada waktu itu adalah mendirikan Negara Islam. Sehingga,
di berbagai daerah ormas Islam maupun Partai Islam selalu dicurigai aparat
keamanan. Dakwah-dakwah semakin di batasi bahkan ada pula yang terpaksa di
larang. Terakhir, malah dikeluarkan garis kebijaksanaan di kalangan ABRI yang
sangat merugikan partai Islam dan Umat Islam. Dalam Kongres VII juga
menyampaikan memorandum kepada pemerintah mengenai masalah politik dan
ekonomi. Dan isi dari memorandum tak lain adalah manifestasi dari komitmen
terhadap ideology Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai