Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas Perawatan Komunitas 2dengan judul
Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Sistem Endokrin (Diabetes
Mellitus) dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun banyak mendapat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima
kasih kepada :Desty Dwi Ariani S.Kep,Ns , MMR selaku tim pengajar mata
kuliah Perawatan Komunitas 2.
Makalah ini merupakan salah satu unsur pelengkap yang di dalamnya
masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami memerlukan masukan
masukan untuk menyempurnakan makalah ini, sehingga sesuai dengan yang
diharapakan. Penulis juga berharap, semoga isi yang ada di dalam makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Akhirnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua unsur
yang telah memberikan masukan dalam pembuatan makalah ini, sehingga dapat
terselesaikan.

Pontianak, 15 september
2015

Penyusun
Kelompok IV

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
........................................................................................................................
DAFTAR
ISI
........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAAN
........................................................................................................................
A. Latar
Belakang
............................................................................................................
B. Rumusan
Masalah
............................................................................................................
C. Tujuan
............................................................................................................
D. Sistematika
Penulisan
............................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
........................................................................................................................
........................................................................................................................
A. Definisi
Lansia
............................................................................................................
B. Faktor yang mempengaruhi terjadinya DM pada Lansia
............................................................................................................
............................................................................................................
C. Tahap
perkembangan
Lansia
............................................................................................................
D. Penurunan-penurunan
system
endokrin
pada
Lansia
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
E. Penyakit
fisik
yang
menyertai
Lansia
............................................................................................................
F. Definisi
DM
............................................................................................................
G. Etiologi
............................................................................................................
H. Patofisiologi
............................................................................................................
I. Kriteria
............................................................................................................

J. Klasifikasi
............................................................................................................
K. Manifestasi
Klinis
............................................................................................................
L. Komplikasi
............................................................................................................
M. Penatalaksanaan
............................................................................................................
N. Pemeriksaan
penunjang
............................................................................................................
BAB III
KONSEP
ASUHAN
KEPERAWATAN
........................................................................................................................
BAB IV
PENUTUP
........................................................................................................................
A. Kesimpulan
............................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
........................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses penuaan pasti tejadi baik perempuan maupun laki-laki,juga
pada semua mahluk hidup. Hingga kini belum di temukan cara untuk
mencegah proses penuaan. Penyebab penuaan adalah mulai berkurangnya
proses pertumbuhan, pembelahan sel, dan berkurangnya proses
metabolisme tubuh. Akibatnya, terjadi gangguan terhadap kulit, selaput
lendir, tulang, sistem pembuluh darah, aliran darah, metabolisme vitamin,
dan fungsi otak.
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gangguan sistem
endokrin terjadi sepanjang siklus kehidupan. Sistem endokrin penting
untuk mempertahankan dan mengatur fungsi vital tubuh, misalnya stress,
tumbuh kembang, homeostasis,reproduksi, dan metabolisme energi. Salah
satu penyakit yang terdapat pada sistem endokrin yaitu diabetes militus.
Diabetes melitus (DM) merupakan keadaan yang seringkali dikaitkan

dengan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian. Lanjut usia (lansia)


yang
menderita
DM
seringkali
juga
mengalami
penyakit
lainnya,ketidakmampuan fisik, gangguan psikososial dan fungsi kognisi,
serta meningkatnya pelayanan kedokteran. Pada akhirnya, komplikasi yang
terjadi akan mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Prevalensi DM sebesar 15,8% didapatkan pada kelompok usia 6070 tahun dan lansia wanita memiliki prevalensi lebih tinggi dari lansia pria.
Rata-rata skor domain kondisi lingkungan lebih tinggi pada lansia yang
tidak menderita DM dan rata-rata skor kesehatan fisik lebih tinggi pada
lansia yang menderita obesitas. Semakin besar indeks massa tubuh maka
skor domain kesehatan fisik akan semakin meningkat secara drastis.
Ketertarikan kami mengangkat judul makalah ini khususnya pada
diabetes militus yaitu karena kebanyakan di rumah sakit ditemui orang
yang menderita DM adalah lansia dan kita sebagai perawat dapat
melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi penyakit DM pada
lansia. Dan juga mengetahui komplikasi DM pada lansia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
Pertanyaan yg muncul :
1. Apa definisi Lansia ?
2. Apasaja factor yang mempengaruhi terjadinya DM pada Lansia ?
3. Bagaimana tahap perkembangan Lansia ?
4. Bagaimana Penurunan system endokrin pada Lansia ?
5. Apasajapenyakitfisik yang terjadipadaLansia ?
6. Apa definisi Diabetes Mellitus ?
7. Apa etiologi Diabetes Millitus ?
8. Bagaimana epidemiologi Diabetes Militus ?
9. Apa patofisiologi dari Diabetes Mellitus ?
10. Apa kriteria dari Diabetes Mellitus ?
11. Apa klasifikasi Diabetes Mellitus ?
12. Apa manifestasi kliniks dari Diabetes Mellitus ?
13. Apa saja komplikasi dari Diabetes Mellitus ?
14. Apa penatalaksanaan dari Diabetes Mellitus ?
15. Apa pemeriksaan penunjang dari Diabetes Mellitus ?
16. Bagaimana asuhan keperawatan dari Diabetes Mellitus ?
C. Tujuan
Umum :

Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk pemenuhan tugas


Perawatan Komunitas II yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Gangguan Sistem Endokrin ( Diabetes Mellitus ) dan
untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah diatas.
Khusus :
Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai :
1. Apa definisi Lansia ?
2. Apasaja factor yang mempengaruhi terjadinya DM pada Lansia ?
3. Bagaimana tahap perkembangan Lansia ?
4. Bagaimana Penurunan system endokrin pada Lansia ?
5. Apa saja penyakit fisik yang terjadi pada Lansia ?
6. Apa definisi Diabetes Mellitus ?
7. Apa etiologi Diabetes Millitus ?
8. Bagaimana epidemiologi Diabetes Militus ?
9. Apa patofisiologi dari Diabetes Mellitus ?
10. Apa kriteria dari Diabetes Mellitus ?
11. Apa klasifikasi Diabetes Mellitus ?
12. Apa manifestasi kliniks dari Diabetes Mellitus ?
13. Apa saja komplikasi dari Diabetes Mellitus ?
14. Apa penatalaksanaan dari Diabetes Mellitus ?
15. Apa pemeriksaan penunjang dari Diabetes Mellitus ?
16. Bagaimana asuhan keperawatan dari Diabetes Mellitus ?
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah ini terdiri dari 3 BAB yang masing masing berisi :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan makalah, dan
sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Bab ini terdiri dari Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Kriteria, Klasifikasi,
Manifestasi Klinik, Komplikasi, Penatalaksanaan, Pemeriksaan
Penunjang.
BAB III :KonsepAsuhan Keperawatan
BAB IV : PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Lansia
Berdasarkan definisi secara umun, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 65 tahun keatas (setianto, 2004). Kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan daya kemampuan unutk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual. (Hawari, 2001).
1. Penurunan-penurunan yang terjadi pada lansia,
Perubahan sistem tubuh lansia (Nugroho,2000)
a. Perubahan Fisik
1) Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan
lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang,
proporsi protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang.
Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan
terganggu, dan otak menjadi atrofi.
2) Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neurocortical sebesar 1 per detik
( pakkenberg dkk, 2003), hubungan persarafan cepat menurun,
lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu,
khususnya dengan stres, mengecilnya saraf pancaindra, serta
menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem pendengaran

4)

5)

6)

7)

8)

9)

Gangguan pada pendengaran (presbiakusis) , membran timpani


mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan penggeseran serumen
karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lansia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih
suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang,
pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi
lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan
menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dan hijau
pada skala pemeriksaan.
Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1 %
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volume nya. Kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, sehingga terjadi postural hipotensi, tekanan
darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
Sistem pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih 35
C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun,
keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maximum menurun, dan kedalaman bernafas
menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya
berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg,
kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot
pernafasan.
Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,
esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi
asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi
menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, serta berkurangnya suplay aliran darah.
Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal


menurun hingga 50 %, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urin, berat
jenis urin menurun, proteinuria biasanya + 1), blood urea
nitrogen(BUN) meningkat hingga 21 mg %, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vvesika
urinaria) melemah, kapasitas nya menurun hingga 200 mm dan
menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih
sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urin. Pria dengan
usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat
hingga kurang lebih 75 % dari besar normalnya.
10) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH dan LH, aktivitas tiroid,
basal metabolic rate (BMR) , daya pertukaran gas, produksi
aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron,
estrogen dan testosteron.
11) Sistem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon terhadap
trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan
rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan
telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya
cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan
seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
12) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh,
kiposis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis, strofi serabut otot sehingga gerak
seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (intelegence quotient-I.Q),
dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi 2, kenangan jangka
panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup
beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika ( 0-10
menit ) biasanya dapat berupa kenangan buruk.
c. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami


pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun.
1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang
2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitas.
3) Kehilangan teman atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
5) Merasakan atau kesadaran akan kematian

2. Penyakit fisik yang menyertai


a. Osteo Artritis (OA)
b. Osteoporosis
c. Hipertensi
d. Diabetes Mellitus
e. Dimensia
f. Penyakit jantung koroner
g. Kanker
3. Kronologis penyakit DM di dunia, angka kejadian di dunia,serta
indonesia
Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin
NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita
diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif,
maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat

mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang


lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian adalah Diabetes
Melitus (DM). Di Indonesia DM merupakan ancaman serius bagi
pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal
ginjal, kaki diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit
jantung dan stroke. Global status report on NCD World Health
Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab
kematian semua umur di duniaadalah karena PTM. DM menduduki
peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang
meninggal akibat diabetes dan 4 persen meninggal sebelum usia 70 tahun.
Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan ke-7 penyebab
kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun
2030 akan memiliki penyandang DM (diabetisi) sebanyak 21,3 juta jiwa.
Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen P2PL) Kemenkes RI Prof.
dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE, pada acara
Blue print For Change yaitu sebuah laporan studi mengenai penyakit
diabetes,
di
lingkungan
Kemenkes
RI,
baru-baru
ini.
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari
371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun memiliki diabetes.
Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi
diabetes tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan
Mexico, tutur Dirjen P2PL.
Selanjutnya Prof. Tjandra menyampaikan, Mengingat besarnya
masalah diabetes melitus tersebut, Kementerian Kesehatan RI
memprioritaskan pengendalian DM diantara gangguan penyakit metabolik
lainnya selain penyakit penyerta seperti hipertensi, jantung korononer dan
stroke. Kementerian Kesehatan saat ini fokus pada pengendalian faktor
risiko DM melaui upaya promotif dan preventif dengan tidak
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Saat ini, pelayanan DM
sudah dilaksanakan di Puskesmas dengan pemberian obat sesuai
kemampuan daerah masing-masing, Pada penyandang DM rujuk balik dari
Rumah Sakit yang merupakan peserta askes dapat diberikan obat oral
maupun suntikan selama 30 hari atau sesuai rekomendasi dokter RS.
Sementara itu, salah satu kegiatan pengendalian DM yang
dilakukan Kemenkes yaitu monitoring dan deteksi dini faktor risiko DM di
Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) PTM dan implementasi perilaku
CERDIK. Posbindu PTM merupakan kegiatan peran serta masyarakat
dalam pengendalian faktor risiko DM secara mandiri dan berkelanjutan.
Saat ini sudah terdapat 7.225 Posbindu di seluruh Indonesia.

4. Dampak DM bila tidak ditangani


Gula darah yang tinggi merupakan persoalan serius yang dapat
menimbulkan beragam problem kesehatan. Di sampingitu diabetes juga
membawa berbagai macam persoalan kesehatan yang lain yang tidak kalah
berbahaya dibandingkan dengan penyakit utama tersebut. Diabetes
menimbulkan berbagai komplikasi yang perlu diwaspadai. Berikut
beberapa jenis komplikasi diabetes yang bisa terjadi diantaranya : Masalah
saraf (neuropati), Penyakit ginjal (nefropati), penyakit kardiovaskuler,
Masalah pada mata, Luka bagian kaki,serta penuaan dini.

5. Upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi DM


Pengobatan kencing manis atau diabetes melitus (DM) umunya
dilakukan dengan cara bertahap. Awalnya, dengan mengubah gaya hidup
menjadi lebih sehat, bila tidak berhasil pengobatan dilanjutkan dengan
kombinasi beberapa obat penurun gula darah. ketika obat-obat tersebut
tidak berhasil maka dosisnya dinaikkan secara bertahap. Proses tersebut
dapat memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Jika pada
akhirnya obat oral juga tidak memperbaiki keadaan, baru diberikan
suntikan insulin. Dalam hal ini, insulin menjadi senjata pamungkas ketika
seluruh langkah telah gagal.
B. Diabetes Millitus
1. Definisi
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik, progresif yang
dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein awal terjadinya hiperglikemia
(kadar gula tinggi dalam darah). (Black & Hawk, 2009)
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Suyono, 2007).
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan
glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya
gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia.
( Mary,2009)

Menurut Stockslager (2007) diabetes militus pada lansia adalah


suatu penyakit kekurangan atau resistensi insulin yang kronis. Diabetes
militus ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. Peranan insulin di tubuh adalah untuk mengangkut glukosa ke
dalam seluntuk bahan bakar atau simpanan glikogen. Insulin juga
merangsang sintesis protein dan penyimpanan asam lemak bebas dalam
jaringan adiposa. Kekurangan insulin menghambat kemampuan tubuh
untuk mengakses nutrisi yang penting untuk bahan bakar dan simpanan.
Menurut Stanley (2005) diabetes militus pada lansia adalah
intoleransi glukosa dan resistensi insulin dengan gangguan fungsi sel beta
(diabetes) adalah usia terkait dan merupakan salah satu dari lima kondisi
teratas kronis yang mempengaruhi orang dewasa yang lebih tua. Diabetes
tidak bisa disembuhkan, namun dapat dikontrol dan dikelola orang dewasa
dengan diabetes paling belajar untuk menguasai rejimen pemantauan dan
pengobatan yang melibatkan partisipasi klien. banyak berkaitan dengan
usia perubahan mungkin akan dificult untuk orang yang lebih tua
untuk mematuhi rencana perawatan. orang ini tidak mencerminkan bahwa
perawatan harus didelegasikan kepada orang lain; dalam manfaat, perawat
harus bekerja dengan tekun wiht klien untuk mengimbangi terkait usia
dificits dan mempromosikan kemampuan klien untuk melakukan sebanyak
aktivitas perawatan diri mungkin.
2. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan
karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio
lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress
juga dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.Selain itu
perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari
bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang
air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang
mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya
karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses
penuaan itu sendiri.
3. Epidemiologi

Epidemiologi Diabetes Mellitus dapat di artikan sebagai ilmu yang


mempelajari frekuensi distribusi dan determinannya dalam suatu
kelompok masyarakat.Berikut akan disajikan epidemiologi Diabetes
Mellitus di dunia dan di Indonesia.
Epidemiologi Diabetes Mellitus Di Dunia
Diabetes Mellitus diperkirakan penyebab utama ke 29 yang
menjadi beban penyakit di dunia pada tahun 1990, terhitung ada 1,1% dari
total manusia yang hidup dengan kecacatan (years lived with
disability/YLD) ,sama hal nya dengan persentase dari infeksi saluran
pernapasan ataupun neoplasma ganas.Dalam versi pertama,menurut Global
Burden Of Desease (GBD) 2000 study, yang dipublikasikan di The World
Health Reeport 2001. DM adalah penyebab utama ke 20 YLD ditingkat
global, terhitung 1,4% dari YLD global total.
Epidemiologi Diabetes Mellitus Di Indonesia
Indonesia menempati urutan ke 4 dengan jumlah penderita diabetes
mellitus terbesar didunia setelah India,Cina,dan Amerika Serikat.Dengan
prevalensi 8,4% dari total penduduk,diperkirakan tahun 1995 terdapat 4,5
juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat
menjadi 12,4 juta penderita.Berdasarkan data departemen kesehatan
jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah
sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4%
wanita hamil menderita diabetes gestasional.

4. Patofisiologi / Pathway
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting
yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta
di pankreas. Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan
genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta
pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi
terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah
insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

Fakor
genetik
Infeksi virus
Pengruksaka
n imunologik

Batas melebihi
ambang ginjal

Ketidakseimbanga
n produksi insulin

Kerusakan sel
beta
hiperglikem
ia
Syok
hiperglikemik

Viksovitas darah
meningkat

Koma
diabetik

glukosuria

Aliran darah
lambat

Kehilangan
klori

Dieresis
osmotik
Poliuri
retensi urine
Kehilangan
elektrolit dalam
sel
dehidrasi

Iskemik
jarigan

Sel kekurangan
bahan untuk
metabolisme

Protein dan lemak


di bakar

Asam
lemak

keteasidosi
s

Pusat lapar dan


haus

Pemecahan
protein
keton

Anabolisme
protein menurun

Kerusakan pada
antibodi
Kekebalan tubuh
menurun

Neuropati
sensori perifer
Klien tidak merasa
sakit
Nekrosis luka

ganrene

KELEMAH
AN

Katabolisme
lemak

RESIKO
INFEKSI
Meransang
hipotalamus

BB menurun

RESIKO
SYOK

KETIDAKEFEKTIF
AN PERFUSI
JARINGAN
PERIFER

Gula dalam darah


tidak dapat di
bawa masuk

ureum

Polidipsia
polipagia

KERUSAKAN
INTEGRITAS
JARINGAN
KETIDAKSEIMBAN
GAN NUTRISI
KURANG DARI
KEBUTUHAN

5. Kriteria DM
Menurut Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) taun 1997 untuk
menentukan diagnosa dan kriteria DM, memenuhi 2 diantara 3 kriteria
sebagai berikut :
- Adanya tanda dan gejala DM ditambah kadar gula darah acak atau
random lebih atau sama dengan 200 mg/dl
- Gula darah puasa lebih besar atau sama dengan 126 mg (puasa
sekurangnya 8 jam)
- Hasil glukosa toleran tes atau GTT lebih besar atau sama dengan 200
mg/dl, 2 jam setelah beban.
Sedangkan pre Diabetes Mellitus
- Inpaired glucose tolerance (IGT) jika hasil pemeriksaan 2 jam sesudah
beban glukosa > 140 sampai dengan < 200 mg/dl.
- Inpaired fasting glucose (IFG) jika hasil pemeriksaan glukosa darah
puasa > 110 sampai dengan < 126 mg/dl
6. Klasifikasi
a. Diabetes tipe I atau IDDM
Yaitu DM yang bergantung insulin.DM tipe 1 disebabkan karena
kerusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin. Hal ini
berhubungan dengan faktor-faktor antara lain :
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap selsel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II atau NIDDM
Yaitu DM yang tidak tergantung pada insulin. DM tipe II terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin).
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.

Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
2) Obesitas, berat badan lebih dari 120% dari BB ideal
3) Riwayat keluarga
4) Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia, kolesterol
atau trigkiserida lebih dari 150 mg/dl
7. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus diantaranya :
a. Poliuri, adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa
dikeluarkan oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan kemampuan
filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk
mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan banyak air,
sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat.
b. Polidipsi, banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan, hal
ini merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.
c. Polipagia, meningkatnya katabolisme, pemecahan glikogen untuk
energi menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini
menstimulasi pusat lapar.
d. Penurunan BB, disebabkan karena banyaknya kehilangan cairan,
glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.
e. Kelainan pada mata, penglihatan kabur pada kondisi kronis, keadaan
hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke
vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina
serta kekeruhan pada lensa.
f. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina
Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada
kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang
kulit.
g. Kelemahan dan keletihan
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan
potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.
8. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Koma hiperglikemia disebabkan kadar gula sangat tinggi
2) Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan
3) Ketoasidosis sebagai hasil metabolisme lemak dan protein
terutama terjadi pada IDDM

b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati (kerusakan pada saraf-saraf perifer) pada organorgan yang mempunyai pembuluh darah kecil seperti pada :

a) Retinopati diabetika (kerusakan saraf retina di mata) sehingga


mengakibatkan kebutaan.
b) Neuropati
diabetika
(kerusakan
saraf-saraf
perifer)
mengakibatkan gangguan sensoris pada organ tubuh
c) Nefropati diabetika (kelainan / kerusakan pada ginjal) dapat
mengakibatkan gagal ginjal
2) Makroangiopati
a) Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard
infark maupun gangguan fungsi jantung karena arteri skelosis.
b) Penyakit vaskuler perifer
c) Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke
3) Gangren diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka yang
tidak sembuh-sembuh.
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15%
Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk
mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak
hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas
reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan
bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan
kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan
pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan
dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa
darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan
meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga
harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat
meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)

Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan


dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga
dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam
parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi
penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin
10. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
1) Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
diagnosis DM (mg/dl).
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan :
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) > 200 mg/dl).

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien

2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya


Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
2. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
3. Kelemahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
C. Perencanaan Keperawatan
1. ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
b. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi
a. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembap atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala, pusing).
Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan
sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi
hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran
b. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung,
mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi.
Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik).
c. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien
sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
d. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick.
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada
memantau gula dalam urine.
e. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH,
HCO3). Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan
dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar
aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
f. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui
IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
g. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa
gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat
mendekati normal, perawatan diberikan untuk menghindari
hipoglikemia.
h. Konsultasi dengan ahli gizi.
Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi


komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil :
a. Menunjukan peningkatan integritas kulit. Menghindari cidera kulit
Tindakan / intervensi
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,
perhatikan kemerahan. Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
dapat menimbulkan infeksi
b. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
c. Pertahankan
alas
kering
dan
bebas
lipatan
Menurunkan iritasi dermal
d. Beri
perawatan
kulit
seperti
penggunaan
lotion
Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
e. Lakukan
perawatan
luka
dengan
teknik
aseptik
Mencegah terjadinya infeksi
f. Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan
g. Motivasi
klien
untuk
makan
makanan
TKTP
Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit
yang rusak
3. Kelemahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan
dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:
a. Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit
yang mempengaruhi toleransi aktivitas.
c. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
d. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
Tindakan / intervensi
a. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan
identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun klien sangat lemah.
b. Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan
efisiensi tidur, peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal
aktivitas.

c. Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan.


Skala
0-10
(0=tidak
lelah,
10=
sangat
kelelahan)
Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan membantu
dalam merencanakan akivitas untuk memaksimalkan konserfasi
energi dan produktivitas.
d. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/
tanpa diganggu.Mencegah kelelahan yang berlebih.
e. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan
seudah melakukan aktivitas. Mengindikasikan tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
f. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kebutuhan. Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri
yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
g. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang
menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan, keletihan makin
memburuk.
Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang
berlebihan.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
a. Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
b. Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana / intervensi
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna
keruh atau berkabut. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri.Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
c. Pertahankan
teknik
aseptik
pada
prosedur
invasif.
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia
terbaik dalam pertumbuhan kuman.
d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh,
masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen
kering dan tetap kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
menempatkan pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan
pada kulit.

e. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah


dijangkau untuk penampungan sputum atau secret yang lainnya.
Mengurangi penyebaran infeksi.
f. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan
indikasi.Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat
memilih atau memberikan terapi antibiotik yang terbaik.
g. Berikan obat antibiotik yang sesuai.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis
terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine
(glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut /
relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan


multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia.
( Mary,2009).
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan
karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio
lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
1. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
2. Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.)

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, wahit iqbal,. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas 2 Konsep dan


Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Efendi, Ferry Makhfudli,. 2009 . Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Doenges, Marilyn E, . 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 .Jakarta : EGC
Tarwoto,. 2012. Keperawatan medikal bedah gangguan sistem endokrin. Jakarta :
Transinfo media

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare . 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 . Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta:EGC
Indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/.../511/508
Stanley, Mickey.2006.Buku AjarKeperawatanGerontik. Jakarta : ECG
Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai