Setelah coronary artery bypass graft (CABG) baik dengan ataupun tanpa
operasi katub jantung, pasien-pasien pada Klinik Clevaland secara rutin telah
dimasukkan temporary pacemaker wires (TPW). TPW tersebut dipindahkkan 3
hari pasca operasi berdasarkan kestabilan ritme jantung pasien. Setelah
pemindahan TPW, vital sign diukur setiap 15 menit untuk 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit untuk 1 jam berikutnya lalu diukur tiap 1 jam untuk 2
jam kemudian. Jadwal ini berdasarkan rekomendasi dari American Association for
Critical-Care Nurses dengan harapan dapat mengidentifikasi terjadinya
tamponade
jantung
segera
sehingga
dapat
meminimalisir
terjadinya
kegawatdaruratan dan memfasilitasi reoperasi segera. Tetapi belum ada faktafakta yang meneliti secara spesifik tentang onset baru terjadinya tamponade
jantung setelah pemindahan TPW. Kebanyakan adanya malah report, review
tentang monitoring, keselamatan dan penanganan TPW, serta artikel-artikel
penelitian yang fokus pada rasa sakit ataupun sensasi ketika dilakukan pemidahan
TPW, dan lainnya. Sebenarnya ada 3 report yang meneliti tentang tamponade
perikaridium setelah pemidahan TPW, namun semuanya berasal dari sebuah
rumah sakit yang berbeda dan kasus yang diteliti pun sudah lama, yakni dari tahun
1971 sampai 1989. Itulah dasar mengapa dilakukan penelitian tentang resiko
terjadinya tamponade jantung setelah pemindahan Temporary Pacer Wires.
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
sensasi, gejala dan tanda yang ada pada pasien ketika terjadi tamponade jantung
setelah pemindahan TPW; untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko pada pasien
yang berkaitan dengan tamponade jantung setelah pemindahan TPW; dan untuk
menentukan hasil klinis pada pasien yang memiliki tamponade jantung setelah
pemindahan TPW.
ketidakstabilan
hemodinamika
setelah
pemindahan
TPW.
Respiratory Rate tidak dilaporkan pada sebagian besar pasien, tapi dyspnea dini
(dalam 4 jam dari peristiwa pemidahan TPW) terjadi pada 26% kasus. 3 dari 6
pasien tersebut juga mengalami hipertensi. Heart rate berubah secara tidak
teratur: 1 pasien mengalami takikardi (4%) dan 3 pasien memiliki cardiac arrest.
Dari 3 pasien yang mengalami cardiac arrest, status mentalnya berubah dan
hypotension preced 1 arrest, fibrilasi ventrikel dan asystole preced 1 arrest dan di
kasus lain, arrest tidak terjadi hingga setelah pemindahan TPW. Perubahan
tekanan darah adalah tanda yang paling unum terjadi yang terjadi pada 12 pasien
(52%), namun hanya 7 pasien yang mengalami perubahan tekanan darah yang
terjadi setelah pemindahan TPW. Dalam 3 pasien, hipotensi adalah tanda yang
datang terlambat dimana hipotensi itu terjadi setelah 4 jam monitoring selesai.
Pada 1 pasien, hipotensinya intermitten dan 1 nya lagi hanya hipotensi ringan.
Dari 7 pasien yang mengalami hipotensi dini setelah pemindahan TPW, tekanan
darah rendah ini hanyalah tanda untuk tamponade jantung di 2 kasus. Perdarahan
terjadi pada 6 kasus (26%) setelah pemindahan TPW sebelum reoperasi untuk
tamponade jantung. Adapun perdarahannya ada yang ke ruang dada ataupun
pleura (3 kasus), di thorax (1 kasus), dari tempat pengangkatan TPW (1 kasus),
dan dari tempat yang tidak diketahui (1 kasus). Tidak ada pasien yang mengalami
perdarahan dan dyspnea. Perdarahan hanyalah tanda untuk tamponade jantung
pada 5-6 kasus. Hingga akhirnya, pasien mengeluh mengalami tekanan di dada (1
kasus), dizziness (1 kasus), nurses observed diaphoresis (2 kasus), perubahan
status mental (2 kasus), kulit basah dan dingin (1 kasus).
Dari hasil penelitian terebut didpatkan bahwa 3 fokus area pada pasien
yang mengalami tamponade jantung setelah pemindahan TPW, yakni hipotensi,
perdarahan dan dsypnea. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan
informasi mengenai gejala-gejala tamponade jantung setelah pemindahan TPW
dan memberitahukan kepada mereka untuk menghubungi perawat sesegera
mungkin jika terjadi perubahan status pada 3 indikator tersebut. Perdarahan pada
penelitian ini lebih banyak terjadi pada dinding dada ataupun pleura dan di tempat
pemindahan TPW pada pasien dengan tamponade jantung setelah pemindahan
TPW. Oleh karenanya, perlu penelitian lebih lanjut mengapa perdarahan sebagai
salah satu tanda terjadinya tamponade jantung setelah pemindahan TPW. Seperti
halnya dengan perdarahan, banyak pasien dengan tamponade jantung setelah
pemindahan TPW memiliki dyspnea dan setengah dari pasien yang mengalami
dyspnea tersebut juga mengalami hipotensi. Adapun dyspnea itu sendiri bukan
merupakan ekspektasi gejala umum pada pasien tamponade jantung, namun
merupakan gejala umum pada pasien dengan kondisi beraneka ragam dan
tamponade jantung sebelum percardial drainage. Dalam salah satu review yang
meneliti 8 pasien dengan tamponde jantung, dyspnea adalah gejala yang sangat
penting yang diikuti dengan adanya nyeri dada. Dsypnea itu sendiri memiliki
sensitifitas dai 87% hingga 89% dan 4 indikator lain (takikardi, pulsus
paradoxusm, kenaikan JVP, dan kardiomegali pada EKG) memiliki sensitifitas
rendah. Dan di dalam penelitian ini, dokumentasi dyspnea yang dicocokkan
dengan adanya perdarahan memiliki arti penting untuk dimonitor setelah
pemindahan TPW.
Satu-satunya riwayat pasien yang berkaitan dengan terjadinya tamponade
jantung setalah pengangkatan TPW adalah merokok. Sebelumnya telah dilakukan
penelitian oleh Society of Thoracic Surgeons bahwa merokok berkaitan dengan
keseimbangan asam basa, iskemik miocard, ataupun coagulation discrepancy
yang dapat menurunkan mekanisme normal tubuh dalam memperbaiki sel yang
terjadi setelah pemindahan TPW.
Adapun rekomendasi untuk penelitian selanjutnya, mungkin dapat
dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat jarangnya penelitian tentang
tamponade jantung setelah pemindahan TPW ini. Dan penelitian ini juga masih
memiliki kekurangan yakni sampel yang diambil berasal dari kalangan pelajar dan
pasien pada medical center.
Manifestasi
klinisnya
dapat
membantu
dalam
pemutusan
kardiomegali
pada
elektrokardiogram
(sensitifitasnya
73-100%).
DAFTAR PUSTAKA