Anda di halaman 1dari 5

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku

untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar
wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008

Pengertian dalam undang-undang :


Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.

Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan


Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
informasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik.
Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih,
yang bersifat tertutup ataupun terbuka.

Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk
melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara
otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda
Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak
dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai
pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan
kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi
Elektronik.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik
yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan
Tanda Tangan Elektronik.
Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau
sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri
sendiri atau dalam jaringan.
Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di
antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik lainnya.
Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem
Elektronik.
Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dari Pengirim.
Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan
lokasi tertentu dalam internet.

Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara
asing, maupun badan hukum.
Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE)


dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan
transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang.
Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa
instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL
Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan
para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan
kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang
diatur, antara lain: 1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti
hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 &
Pasal 12 UU ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority,
Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 &
Pasal 16 UU ITE);

Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE,
antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal
28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 4.
gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan terhadap
sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat dan
perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);

Bunyi Pasal 5 UU ITE:


(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia

Sebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara terpisah delik


penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud) dalam ketentuan
khusus cyber crime. Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum
memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik penipuan. Pasal 28 ayat (1) UU ITE
saat ini bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan penyebaran berita
bohong dan menyesatkan serta pada kerugian yang diakibatkan perbuatan
tersebut.
Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan
perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya
dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur menguntungkan diri sendiri
dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan
konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak
menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan
tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Delik khusus penipuan dalam UU ITE, baru akan dimasukkan dalam Rancangan
Undang-Undang tentang Revisi UU ITE yang saat ini dalam tahap pembahasan
antar-kementerian.
Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini,
tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana(KUHP), dengan rumusan pasal sebagai berikut:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat
(hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau
supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena
penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan,
namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama
enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45
ayat(2) UU ITE. Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378
KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda.
Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal
378 KUHP silakan simak artikel Penipuan SMS Berhadiah), sementara Pasal 28 ayat
(1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian

konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam


Pasal 28 ayat (1) UU ITE silakan simak artikel Arti Berita Bohong dan Menyesatkan
dalam UU ITE). Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu
kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusanPasal
28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur menguntungkan diri sendiri
atau orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan
kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak
kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana
yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 378 KUHPdan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat
menggunakan kedua pasal tersebut. Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman
Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi
elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra:
Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa
seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak
berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Menurut Iman,
masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena hingga saat ini belum
dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal 10 UU ITE

Anda mungkin juga menyukai