Home Visite CVA Marina
Home Visite CVA Marina
No Berkas :
No RM
: 0308
Nama KK
: Tn. S
Tingkat
Paraf
Paraf
Pemahaman
Pembimbing
Keterangan
Bentuk Keluarga
: Nuclear Family
Nama
Kedudukan
L/P
Umur
Pendidikan
Suami
50
SD
Pekerjaan Pasien
-
Klinik
K
Ket
Post
CVA
Dextra
2.
Istri
44
SD
Buruh
pabrik
benabg
Anak
29
Tamat
Buruh
SMK
Pabri
sederajat
Minu
4
Anak
14
SMP
man
-
.
5
Anak
12
SD
.
Sumber : Data Primer, 07 April 2015
BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus poli Balai Pengobatan Puskesmas
Sukodono dengan mengambil pasien lama yang telah menjalani pengobatan di
Puskesmas Sukodono. Pasien tersebut adalah seorang laki-laki berusia 50 tahun yang
menderita CVA.
Berdasarkan anamnesa, pasien telah menderita CVA sejak kurang lebih 10
tahun yang lalu. Pasien telah menjalani pengobatan sejak tahun 2005 dan rutin kontrol
ke Puskesmas. Pembiayaan pengobatan pasien menggunakan biaya sendiri.
Pemilihan kasus home visite CVA ini dikarenakan penyakit tersebut merupakan
kasus yang sering dijumpai di masyarakat dan sering juga menimbulkan komplikasi.
Diharapkan dengan adanya kegiatan home visite ini, kita dapat lebih mengenal
kehidupan pasien seperti mengetahui keadaan lingkungan rumah dan perilaku pasien
beserta keluarga dalam proses terjadinya penyakit dan proses penyembuhannya,
disamping itu juga lebih meningkatkan pemahaman kita terhadap pasien sebagai
dokter. Dengan kegiatan ini juga diharapkan dapat memotivasi pasien untuk
kesembuhannya.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. S
Umur
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pendidikkan
: SD
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal Pemeriksaan
: 07 April 2015
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
: Tidak tahu
: Tidak ada
Ada,
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Disangkal
: Tidak ada
: Tidak ada
Riwayat hipertensi
: Tidak ada
6. Riwayat Kebiasaan:
- Riwayat merokok
: Tidak ada
- Pasien mengaku jarang minum obat untuk CVA dan hipertensi, karena pasien
membeli obat jika memiliki biaya. Pasien sebelum terkena CVA , pasien suka
mengkonsumsi makanan berlemak dan minuman yang manis. namun saat ini
pasien menghindari makanan berlemak dan minuman manis sejak mengetahui
terkena CVA dan juga telah mengurangi konsumsi makanan yang mengandung
garam.
7. Riwayat Gizi:
-
Pasien makan 2-3 kali sehari pagi dan siang dengan porsi seperti biasa, dengan
menu nasi dengan lauk pauk tahu, tempe , dan sayur. Kesan status gizi baik.
Pasien malam hari tidak makan.
8.
D. ANAMNESIS SISTEM
1.Kulit
2.Kepala
rambut botak
3.Mata
pandangan
mata
berkunang-kunang
(-),
5.Telinga
cairan (-)
6.Mulut
terasa pahit
7.Tenggorokan
8.Pernafasan :
9.Kardiovaskuler
10. Gastrointestinal :
Neurologik
kuning jernih
12. Neuropsikiatri
Psikiatrik
13. Muskuloskeletal :
Atas
: Kanan
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum:
Cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan baik.
2. Tanda Vital:
TD
: 160/100 mmHg
HR
: 86 x/ menit
RR
: 20 x/menit
Suhu : 36,7C
3. Perhitungan Status Gizi dengan Body Mass Index (BMI) :
BB : 72 kg
TB : 170 cm = 1,70 meter
BMI =
BB
TB2
=
72
1,702
=
72
2,89
24,9 kg/m2
=
Tabel I.1. BMI
Nilai BMI
Penilaian
berat
> 30
badan
Obesitas
25 29,9
kegemukan
Berat
18,5 24,9
<18,5
berlebihan
Berat badan ideal
Berat badan kurang
badan
Berdasarkan
tabel BMI di atas maka status gizi penderita masuk dalam kategori berat badan
ideal.
4. Kulit:
Warna
Kelembaban
: baik
Turgor
: baik
5. Kepala:
Bentuk
Wajah
: edema (-)
6. Mata:
Cekung
: (-)
Bulu mata
: hitam, rontok(-)
Palpebra
: oedem -/-
Conjunctiva
: anemis (-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
Pupil
Reflek cahaya
7. Hidung:
Bentuk
: normal
Sekret
: (-)
Epistaksis
: (-)
8. Mulut:
Bau
: tidak didapatkan
Bibir
Lidah
: kotor (-), tepi hiperemis (-), tremor (-), papil atrofi (-)
Mukosa
9. Telinga:
Bentuk daun telinga
: (-)
Serumen
: (-)
: (-)
: tidak meningkat
Trakea
: ditengah
: tidak membesar
Pharing
: hiperemis (-)
12. Thorak
- Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: ICS VI Dekstra
Redup relatif di
Redup absolut di
: hepar
- Payudara
Inspeksi : puting susu kesan normal, luka (-)
Palpasi : tumor (-), nyeri tekan (-)
13. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
Superior
Kanan
Kiri
Inferior
Kana
Kiri
norm
al
+
Bentuk
Norm
Norm
n
norm
Luka
Eritema
Oedema
Akral hangat
al
+
al
+
al
+
17. Neurologi:
A. Kesan Umum :
Kesadaran : GCS 456, Compos Mentis
B. Pemeriksaan Khusus
1.Rangsangan selaput otak
Kaku tengkuk
: (-)
Laseque
: (-)
Kerniq
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-)
2. Saraf Otak
Nervus VII
Kerutan dahi
Tinggi alis
Sudut mata
Pengecapan 2/3
Dextra
Simetris
Simetris
Simetris
normal
Sinistra
Simetris
Simetris
Simetris
Nervus XII
Kedudukan
Dextra
tengah
Sinistra
lidah waktu
istirahat
Kedudukan
tengah
lidah waktu
gerak
Atrofi
Fasikular /
(-)
(-)
(-)
(-)
tremor
Kedudukan
normal
Normal
lidah menekan
bagian dalam
3.Fungsi motorik
Kekuatan otot
4
4
5
5
Tonus otot
N N
N N
Reflex fisiologis + 2 +
Reflex patologis -
+2 +
18. Psikiatrik:
Penampilan
Kesadaran
10
Afek
: appropriate
Psikomotor
: normoaktif
Proses pikir
: bentuk : realistik
Insight
isi
arus
: koheren
: baik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak Dilakukan
G. RESUME
Seorang laki-laki umur 50 tahun mengeluh seluruh badan sebelah kanan terasa
lemas, kaki sebelah kanan sering kesemutan. Pasien mengeluh seluruh badan bagian
kanan sulit untuk digerakkan. Kadang terasa nyeri dibagian leher belakang dan juga
mengeluh pusing. Pasien frekuensi BAK lancar, BAB lancar, dan berat badan pasien
lebih menurun di bandingkan dengan sebelum terkena CVA
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesan normal, compos mentis, status
gizi kesan cukup. Tanda vital TD: 160/100 mmHg, N: 86 x/menit, RR: 20 x/menit,
S:36,70C, BB:72 kg, TB:170 cm, BMI = 24,91 (status gizi penderita masuk dalam
kategori berat badan ideal).
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
1. Diagnosa Biologis:
a. Post CVA
b. Hipertensi Stage II
2. Diagnosa Psikologis: 3. Diagnosa Sosial Ekonomi dan Budaya:
a. Status ekonomi kurang.
b. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.
I. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa:
1. Pasien dianjurkan untuk menjaga pola makan dengan membatasi konsumsi
makanan berlemak atau minuman manis, mengurangi asupan karbohidrat yang
11
: Tn. S
Tanggal
TD
Nadi
RR
Keadaan
Penanganan
1.
07/05/2015
160/100
86
20
penyakit
Pola minum
Motivasi
obat yang
pentingnya
tidak teratur
minum obat
yang teratur
2.
10/05/2015
150/100
84
18
12
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
13
dari pagi sampai sore hanya di rumah sendiri. Istri pasien bekerja sebagai buruh
pabrik benang. Anak pertama pasien bekerja sebagai buruh pabrik minuman.
Untuk biaya pengobatan ke Puskesmas, pasien menggunakan biaya sendiri.
4. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Semua masalah yang terjadi, terkadang didiskusikan bersama istri, anak dan
sanak saudara untuk mencari pemecahannya.
B. FUNGSI FISIOLOGIS/ APGAR SCORE
Adaptation
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita mendapatkan dukungan dari istri,
anak dan sanak saudara. Jika penderita menghadapi suatu masalah terkadang
menceritakan kepada istri. Dukungan dari istri, anak dan saudara serta petugas
kesehatan membuat penderita melakukan kontrol rutin ke puskesmas.
Partnership
Tn. S mengetahui tentang penyakit stroke dan hipertensi yang dideritanya. Sehingga
penderita dan keluarganya terkadang berkomunikasi tentang masalah yang
kemungkinan akan dihadapi sehingga mereka dapat waspada. Komunikasi di dalam
keluarga penderita berjalan cukup baik. Keluarga besar pun terkadang membantu bila
penderita ada masalah.
Growth
Tn. S selalu bersabar menghadapi penyakitnya, meskipun harus kontrol berobat
setiap bulannya. Namun dengan kondisi keluarga yang mendukung proses
kesembuhannya akhirnya Tn. S merasa bebannya menjadi lebih ringan dan saat ini
penderita menjalani hidup dengan bahagia.
Affection
Tn. S merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan istri anak maupun
saudara-saudaranya berjalan cukup baik, meskipun intensitas pertemuan dengan anak
jarang.
14
Resolve
Tn. S sudah merasa cukup puas dengan waktu yang diluangkan oleh istri dan anak.
APGAR Tn. S Terhadap Keluarga
Ser
Kad
ing
ang-
/sel
kada
alu
ng
Jarang/tidak
saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
saya
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan
Patologis
Interaksi sosial yang baik antar anggota
Ket
15
Cultural
Agama
menawar
kan
kali
pengalam
an
tiba.
sholat
berjamaah
dan
saling
spiritual
yang baik
untuk
ketenang
an
individu
yang
tidak
didapatka
n
dari
yang lain.
Economi
nal
memadai.
Tingkat
pendidikan
kurang
dan
16
pengetahuan
orang
Kemampuan
tua
untuk
masih
rendah.
memperoleh
dan
pelayanan
Bentuk Keluarga :
An. N
12th
Sumber Data
E.
17
Tn. K, 50 tahun
(Penderita)
Berdasarkan bagan informasi interaksi dalam keluarga Tn. S, dapat disimpulkan
bahwa komunikasi Tn. S dengan anak dan sanak saudaranya tergolong cukup efektif
F. PERTANYAAN SIRKULER DALAM KELUARGA
1. Ketika pasien jatuh sakit apa yang dilakukan istri?
Jawab : menolong
2. Ketika isrti bertindak seperti itu apa yang dilakukan anak-anak ?
Jawab : ikut serta membantu
3. Ketika istri bertindak seperti itu, apa yang dilakukan anggota keluarga lainnya ?
Jawab : memberi pertolongan
4. Kalau pasien membutuhkan perawatan atau operasi, ijin siapa yang diperlukan ?
Jawab : Istri
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan pasien ?
Jawab : Istri penderita
6. Selanjutnya siapa yang terdekat ?
Jawab : Anak penderita
7. Siapa yang secara emosional paling jauh dengan pasien ?
Jawab : Tidak ada.
8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien ?
Jawab : Tidak ada.
9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga yang lainnya ?
Jawab : Tidak ada
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
18
pasien terletak di pemukiman penduduk yang cukup padat, bentuk bangunan 1 lantai,
19
memiliki halaman rumah. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur, 1
kamar mandi. Lantai masih beralaskan tanah, dinding terbuat dari tembok, atap rumah
dari genteng. Terdapat beberapa jendela, penerangan di tiap ruangan tergolong cukup.
Udara didalam ruangan terasa sejuk, dan kebersihan dalam dan luar kurang. Secara
keseluruhan kebersihan rumah masih kurang.
Denah Rumah
Halaman
Kamar
tidur
pasien
Ruang TV
Ruang
tamu
Kamar
tidur
Kamar
mandi
Dapur
Ket :
------ : tirai
____ :
tembok
BAB IV
DAFTAR PERMASALAHAN
20
1. Masalah Aktif :
a.
Post CVA
b. Hipertensi
c. Kurangnya pengetahuan mengenai CVA dan hipertensi beserta komplikasi yang
mungkin terjadi.
2. Faktor Resiko :
a. Usia
b. Pola makan
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
1.
2. Pola Makan
Usia
Tn. S
50 th
4.kurangnya
pengetahuan
tentang CVA dan
HT
beserta
komplikasinya
BAB V
MANAJEMEN PASIEN
21
22
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri penderita bahwa ia
bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan rasa
tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol,
keteraturan vitamin, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang
perlu dilakukan.
5.
Pengobatan
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
6.
23
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
A. LATAR BELAKANG
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok gangguan
cerebro vascular, termasuk infrak cerebral, perdarahan intracerebral dan perdarahan
subarahnoid. Menurut Caplan, Stroke adalah segala bentuk kelainan otak atau susunan
24
saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke digunakan bila gejala
yang timbul akut.
Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dimana
stroke iskemik memiliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari
80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki
angka kejadian sebanyak 15% dari seluruh stroke, terbagi merata antara jenis stroke
perdarahan intracerebral dan stroke perdarahan subaraknoid. Stroke adalah salah satu
penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkan laporan tahunan tahun 2006 di RS. dr.
Saiful Anwar, Malang, angka kematian ini berkisar antara 16,31% (462/2832) dan
menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasien dirawat inapkan. Angka-angka tersebut tidak
membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik.
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan
muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ketingkat melampaui batas
toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold of brain
function activity).
B. PENGERTIAN
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara
fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke
pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori
stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka
dapat disebut stroke.
C. EPIDEMIOLOGI
Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.
Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia.
Di
Oxfordshire, selama tahun 1981 1986, tingkat insiden (kasus baru per tahun) stroke
pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dibanding 1987
kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia 85 tahun keatas. Sedangkan di
25
Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada kelompok usia 55 64 tahun ialah 20 per
10.000 penduduk dan di Soderhamn, Swedia, insiden stroke pada kelompok usia yang
sama 32 per 10.000 penduduk. Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden
stroke dari 184 per 10.000 di Rochester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di
Soderhamn, Swedia.
Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000
pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per
100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per
100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221
per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita.5
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens
stroke. Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari
1991 sampai dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1) angka
insidensi stroke adalah 84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi stroke wantia
adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk,
(3) angka insidensi kelompok umur 30 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk,
kelompok umur 51 70 tahun adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur
> 70 tahun adalah 182,09 per 100.000 penduduk, (4) proporsi stroke menurut jenis
patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke perdarahan intraserebral, dan 2%
stroke perdarahan subarachnoid.2,3
Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh
data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober
1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45
tahun 12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien
laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2%.
Di Amerika Serikat, perbandingan stroke antara pria dan wanita yakni 1,2 : 1
serta perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 : 1. Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, stroke menempati urutan pertama (52,5%) dari semua penderita
yang masuk rumah sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf, dan angka kematiannya 18,4%
untuk stroke trombotik, serta 56,4% untuk perdarahan intraserebral.4
Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi mortalitas stroke yang
tertinggi adalah stroke perdarahan intra-serebral. Mortalitas untuk stroke jenis ini
sebesar 51,2% dari seluruh penderita stroke jenis ini. Kemudian disusul oleh stroke
26
perdarahan subarakhnoidal (46,7%) dan stroke iskemik akut atau infark (20,4%) dari
jumlah masing-masing jenis stroke tersebut.
D. ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular
perifer.
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik
maupun stroke hemorragik.
Jenis-Jenis Stroke
a. stroke iskemik
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi
atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark
pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua
arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung.
27
Stroke Iskemik
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh
:
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat
serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas
dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri
fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak
dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
menuju ke otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
28
i.
TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko
ii.
iii.
iv.
v.
b. stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan
darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM.
Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke Hemorragic
Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:
2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam
jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini
berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih
tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua dari
60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan
subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan
hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah
berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral
sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri
29
30
F. FAKTOR RESIKO
Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai
macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang
memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan)
yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu
sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
Herediter
31
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti
kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana
pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh
pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena
adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara
mendadak ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait
dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak
lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tibatiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
32
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang
dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku
dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
G. PATOFOSIOLOGI
33
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di
tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna
1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit
jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya
embolus akan menyumbat bagian bagian yang sempit.. tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan
sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya
disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak
dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser
dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan
vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke
seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak
menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut
histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan
mengalami nekrosis.
H. GEJALA KLINIS
Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh
informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara
sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat
dipahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi
terhadap bahaya serangan stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:
34
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
35
saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik,
perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan
melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala
stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman
pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat
ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
36
37
38
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke nonhemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien
39
memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan
darah apapun dapat digunakan.
3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)
Catatan
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT
scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau
massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan
untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih
dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail
40
yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang
dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam
tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa
atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram).
Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di
beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit
setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak
dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT
scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini
bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna
yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadangkadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan
sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan
gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan
prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya,
angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui
dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat
kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah
dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi
atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada
41
elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk
mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri
yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
42
J. PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
43
mati,
dan
agar
proses
patologik
lainnya
yang
menyertai
tak
2.
iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Stroke Hemoragik
Pengelolaan konservatif
Perdarahan intra serebral
Perdarahan Sub Arachnoid
Pengelolaan operatif
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk
mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya.
Dijaga agar
oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi
pada pasien dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang
paru) merupakan merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 4
setelah serangan otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan
bergantian setiap 2 jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.
44
1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena
dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan
atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau
diastolik > 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20
%.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 6 mcg/kg/menit infus
kontinyu), Diltiazem (5 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 10 g/Kg/menit
infus kontinyu), nitrogliserin (5 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 80 mg
IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome
pasien stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD >
150 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin
sampai dengan kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.
1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri
kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa
dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5
gr/Kg BB), dalam 15 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 320
mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia
ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk
perfusi darah kejaringan otak
1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang
kondom kateter, pada wanita pasang kateter.
1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
45
dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai
1,5 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat
molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari
ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis
hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x
5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari.
46
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut neuron.
lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan
cara
menambah
sintesa
phospatidylcholine,
menghambat
Meta analisis
47
Evaluasi status
Bila
48
Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah,
Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh
darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah
keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th
60 70 th
Koma/sopor
tak dioperasi
Sadar/somnolen
Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang
tak dioperasi
tak
dioperasi,
Perdarahan talamus
49
Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama
maka operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan
batang otak operasi
50
K. KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini
sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang
sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan
tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada
stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita
gangguan ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik
dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
6.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih
pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan
pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.
Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
51
L. PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara
sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini
penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti
jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72
jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah
pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke
dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum
serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya
dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil.
Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan
pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.
52
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1.
Biologis
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan:
Tn. S (5 0tahun), menderita Stroke dan hipertensi stage II.
Status gizi Tn. S berdasarkan BMI termasuk dalam kategori berat badan ideal
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Tn. S tergolong tidak sehat
2. Psikologis
Keluarga Tn. S memiliki APGAR score 9 menunjukkan fungsi keluarga
yang baik.
Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat terjalin baik,
walaupun intensitas pertemuan dengan anak kandung tidak sering.
Pengetahuan tentang stroke dan hipertensi cukup
3. Sosial
Tn. S dan keluarga tidak mempunyai masalah komunikasi antar anggota
keluarga, sedangkan komunikasi dengan masyarakat sekitar berjalan dengan
lancar.
4.
Ekonomi
Fungsi ekonomi keluarga Tn. S masih tergolong kurang, karena saat ini Tn.
S untuk memenuhi kebutuhan seharinya tidak bekerja, penghasilan keluarga
didapatkan dari pekerjaan istri dan anak pertamanya.
53
B. SARAN
Kuratif
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional
Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000
Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
4. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
2009.
5. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
6. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press, 2009.
7. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
8. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrisons Neurology in
Clinical Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
9. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
10. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
11. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
55
LAMPIRAN
FOTO-FOTO RUMAH PASIEN
56
Dapur
57
58
59